Você está na página 1de 40

TUMOR OROFARING

REFERAT HEAD AND NECK

Oleh:
R. Ayu Hardianti Saputri

Pembimbing Utama :
dr. Dindy Samiadi,MD,. SpTHT-KL(K)., FAAOHNS

DEPARTEMEN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK


BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2015
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iv

BAB I Pendahuluan 1

BAB II Anatomi dan histologi 3

2.1 Anatomi 3

2.2 Histologi 7

BAB III Tumor Orofaring 9

3.1 Etiologi 9

3.2 Histopatologi 11

BAB IV Diagnosis, dan Stadium Tumor Orofaring 14

4.1 Diagnosis 14

4.1.1 Anamnesis 15

4.1.2 Pemeriksaan Fisik 15

4.1.3 Pemeriksaan Penunjang 16

4.2 Stadium Tumor Orofaring 18

BAB V Penatalaksanaan 21

5.1 Terapi Non-Pembedahan 24

5.2 Terapi Pembedahan 25

5.3 Rekonstruksi 37

5.4 Komplikasi 42

5.5 Follow up 43

5.6 Prognosis 44

BAB VI Simpulan 46

BAB VII Daftar Pustaka 47


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Orofaring 3

Gambar 5.1 Mandibular Lingual Realease 30

Gambar 5.2 Suprahyoid Pharyngotomy 31

Gambar 5.3 Lateral Pharyngotomy 32

Gambar 5.4 Midline Labiomandibular Glossotomy 33

Gambar 5.5 Mandibular Swing Approach 35

Gambar 5.6 Mandibulectomy 37


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker orofaring relatif jarang terjadi, terhitung kurang dari 1% dari semua kanker yang baru.1 Data

kanker yang diperoleh dari rongga mulut dengan orafaring. Diperkirakan lebih dari 39.000 kasus

kanker rongga mulut dan faring didiagnosis di Amerika Serikat pada tahun 2010.2 Sekitar sepertiga

dari jumlah tersebut diperkirakan berasal dari orofaring. Angka kejadian yang tinggi terjadi antara

dekade keenam dan ketujuh kehidupan. Namun demikian, pada dekade kelima dan keempat kehidupan

tidak ditemukan kasus. Penyakit ini banyak terjadi pada laki-laki, namun berdasarkan data terbaru

menunjukkan peningkatan kejadian pada wanita.

Etiologi yang paling penting adalah paparan tembakau dan alkohol. Namun, sebagian besar

kasus yang terlihat saat ini terkait dengan infeksi HPV.3 Lebih dari 90 % dari kanker orofaring adalah

karsinoma sel skuamosa (SCC). Pertumbuhan dari sel datar bersisik yang melapisi rongga mulut dan

orofaring. Kanker ini seringnya dilakukan pembedahan dengan radiasi sebagai terapi lanjutan dan

kemoterapi. Karsinoma sel skuamosa berkembang sangat cepat dan sangat berbahaya. 1

Pengobatan penyakit ini sangat kompleks, dan terdiri dari tim termasuk didalamnya ahli

bedah kepala dan leher, ahli bedah rekonstruksi, radiasi onkologi, ahli onkologi medis, prostodontis,

dan bicara dan ahli patologi bahasa yang dapat memberikan kesempatan terbaik bagi pasien untuk

pengendalian penyakit dengan pengobatan yang terkait toksisitas.1


BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI OROFARING

2.1 ANATOMI

Orofaring adalah bagian tengah dari faring yang menghubungkan bagian superior nasofaring ke rongga

mulut bagian anterior dan ke hipofaring bagian inferior. Orofaring meluas melalui garis imajiner pada

bidang horisontal melalui palatum durum melalui tulang hyoid (Gambar. 2.1). Seperti membuka ke

dalam rongga mulut, dibatasi oleh papila sirkumvalata, pilar tonsil anterior, dan pertemuan antara

palatum durum dan palatum mole. Batas posterior orofaring adalah dinding faring posterior, yang

terletak pada bagian anterior fasia prevertebral. Batas lateral yang meliputi fossae tonsil dan pilar, dan

dinding faring lateral. Batas superior berdekatan dengan batas inferior dari nasofaring. Secara klinis,

orofaring dibagi menjadi empat subsitus: dasar lidah, palatum mole, fossa tonsil palatine dan pilar, dan

dinding faring.

Ga

mbar 2.1 Anatomi dari Orofaring

Dinding faring terdiri dari beberapa lapisan, yang terdiri dari bagian permukaan sampai ke

dalam mukosa, submukosa, fasia pharyngobasilar, otot konstriktor (serabut superior dan bagaian atas
tengah), dan fascia buccopharyngeal. Anatomi bagain superfisial dari dinding lateral yang meliputi

pilar tonsil anterior (otot palatoglossus); jaringan tonsil palatine, yang terletak di fossa tonsil; posterior

pilar tonsil (otot palatopharyngeal); dan sebagian kecil dari dinding faring lateral. Tonsil palatine,

memiliki permukaan yang tidak teratur dipenuhi dengan kripta, dimana tubulus dari epitelium

menginvaginasi jauh ke dalam jaringan limfoid dari tonsil.

Palatum mole adalah struktur fibromuskular yang menonjol ke posterior dan ke bawah ke

dalam orofaring. Terdiri dari mengenai langit-langit aponeurosis, yang membentuk tulang skeletal dan

termasuk tensor veli palatini, levator veli palatine, uvular, palatoglossus, dan otot palatopharyngeal.

Dasar lidah adalah dinding anterior orofaring dan memanjang dari papila sirkumvalata

kembali ke ligamentum pharyngoepiglottic dan lipatan glossoepiglottic. Tonsil linguinalis terletak

pada bagian superfisial dan lateral pada kedua sisi dan menyebabkan permukaan mukosa yang tidak

teratur. Sepasang vallekula menandai transisi dari dasar lidah ke epiglotis. Hubungan ini menjelaskan

mengapa penyebaran submukosa tumor dari dasar lidah mungkin melibatkan laring supraglottic atau,

sebaliknya, tumor laring dapat tumbuh menjadi dasar lidah.

Sebagian besar orofaring diinervasi melalui persarafan sensorik dan motorik melalui saraf

glossopharyngeal (saraf kranial IX) dan vagus (saraf kranial X). Saraf hypoglossal (kranial XII saraf)

menginervasi persarafan motorik ke dasar lidah. Persarafan motorik dan sebagian besar persarafan

sensorik dari palatum mole berasal dari saraf trigeminal.

Orofaring banyak diperdarahi oleh pembuluh darah yang kebanyakan berasal dari cabang

arterikarotid eksternal, khususnya faringeal asenden. Drainase limfatik terutama untuk level I dan II,

dengan struktur garis tengah seperti dasar lidah, palatum mole, dan dinding posterior faring dialirkan

ke kedua sisi leher. Dinding faring posterior, palatum mole, dan daerah tonsil juga mengalir ke

kelenjar retropharyngeal, yang kemudian mengalir ke kelenjar getah bening pada level II.

Orofaring dikelilingi tiga sisi ruang fasia yang potensial. Ruang retropharyngeal adalah suatu

area dari jaringan ikat longgar terletak di belakang faring antara fasia buccopharyngeal faring dan

lapisan alar dari fasia prevertebral. Ruang retropharyngeal memanjang dari dasar tengkorak ke
mediastinum superior dan berkomunikasi dengan ruang parapharyngeal bagian lateral. Ruang

parapharyngeal didefinisikan oleh garis fasia yang memanjang dari dasar tengkorak ke bagian kornu

besar dari tulang hyoid dan lateral dinding faring. Memiliki bentuk piramida terbalik, dan batas-

batasnya termasuk bagian superior adalah tengkorak, raphe pterygomandibular anterior, fascia

prevertebral posterior, dan faring medial. Batas lateral yang paling kompleks dan dibentuk oleh fasia

yang melapisi otot medial pterygoideus, sebagian dari mandibula, lobus bagian dalam parotid, dan

posterior belly otot digastrikus. Fasia ini meluas ke bagian superior, menggabungkan ligamentum

stylomandibular, dan berhubungan kuat dengan fasia interpterygoid untuk menempel pada dasar

tengkorak di aline lewat medial ke foramen ovale dan spinosum. Hal ini juga memisahkan ruang

parapharyngeal dari fossa infratemporal dan ruang mastikator dan tempat saraf trigeminal yang

terakhir. 3

Ruang parapharyngeal dapat dibagi lagi oleh lapisan fasia berjalan dari otot tensor veli

palatini ke styloid dan struktur terkait menjadi dua kompartemen. Kompartemen prestyloid

mengandung lemak. bagian variabel tersebut yang lobus mendalam parotid, dan cabang kecil tersebut

yang saraf trigeminal ke palatini tensor veli. Kompartemen pasca styloid mengandung arteri karotis,

vena jugularis, saraf kranialis IX sampai XII, rantai simpatis, dan kelenjar getah bening.

Terdapat beberapa aspek anatomi orofaringeal yang penting secara klinis. permukaan tidak

teratur dari dasar lidah dan tonsil membuat sulit untuk mengidentifikasi tumor kecil. Saraf vagus dan

glossopharingeus memiliki cabang timpani dan auricular (saraf Jacobson dan Arnold), yang

menyebabkan otalgia berhubungan dengan tumor dari daerah ini. ruang retropharyngeal dan

parapharyngeal juga berfungsi sebagai rute potensial untuk penyebaran kanker. Margin bedah mungkin

sulit dicapai pada beberapa pasien karena struktur orofaringeal kekurangan batas alam. Tumor yang

melibatkan palatum atau pilar tonsil dapat menyerang atau membungkus tulang mandibula atau

maksila. Keterlibatan otot-otot pengunyahan mengakibatkan rasa sakit dan trismus. Basis tumor lidah

bisa menyebar ke segala arah untuk melibatkan laring, amandel palatine, atau lidah lisan.
2.2 FISIOLOGI

Orofaring sangat penting untuk menghasilkan suara normal. respirasi, dan penelanan. Fungsi-

fungsi ini sangat terkoordinasi dan memerlukan input sensorik dan motorik dan struktur yang utuh.

Sebuah pemahaman yang rinci tentang keadaan yang terkoordinasi sangat penting. Semua modalitas

pengobatan dapat mengakibatkan disfungsi.

Proses menelan adalah proses yang paling kompleks. Fungsi tersebut dapat dibagi menjadi

empat tahap: (a) persiapan oral, (b) oral, (c) faringeal, dan (d) esophageal. Orofaring memainkan peran

penting dalam tiga tahap. Palatum molle ditarik ke depan, sementara dasar lidah sedikit meningkat

selama kedua fase oral untuk mencegah makanan jatuh sebelum waktunya ke faring.

Bolus makanan pada akhir fase oral didorong antara lidah dan palatum, melewati dasar lidah

dan lengkungan faucial, memicu fase faring. Fase ini mencapai puncaknya dengan dorongan dari bolus

makanan ke kerongkongan melalui peristiwa berikut: (a) penutupan velopharyngeal, (b) elevasi dan

penutupan laring, (c) kontraksi otot-otot faring dan retraksi dari dasar lidah, dan (d) pembukaan

wilayah cricopharyngeal. Penggerak utama dari bolus melalui fase faring adalah tekanan yang

dikembangkan oleh dasar lidah; kontraksi faring dan peristaltik berperan sebagian besar untuk

menghapus materi sisa yang ada pada akhir fase.

Operasi ekstirpasi dari orofaring dapat menyebabkan produksi berbicara yang buruk, disfagia,

dan aspirasi. Ini mungkin akibat dari ketidakmampuan velopharyngeal, stenosis faring, fungsi yang

tidak layak dari tethering dasar lidah atau pengurangan volume, penurunan kontraksi faring, denervasi

sensorik, dan tertundanya pemicu menelan dari faring karena sensasi yang menurun. Menghindari hal

tersebut, gejala sisa yang tidak diinginkan dapat dikurangi dengan pemilihan pasien untuk operasi,

rekonstruksi yang tepat, dan rehabilitasi kuat. Penggunaan jaringan hemat intensitas termodulasi terapi

radiasi ("MRI") teknik radiasi tersebut dan rejimen yang kurang beracun mungkin cocok dalam

beberapa kasus. Evaluasi bicara dan menelan harus terjadi sebelum, selama, dan setelah perawatan

untuk memungkinkan terbaik hasil dan kualitas hidup.


BAB III

TUMOR OROFARING

3.1 ETIOLOGI

SCC pada daerah kepala dan leher diketahui timbul akibat akumulasi beberapa perubahan

genetik dari gen yang penting untuk regulasi pertumbuhan dan kematian sel. Perubahan ini, yang

mungkin dapat diwariskan, tetapi lebih sering diperoleh dari paparan agen lingkungan, menyediakan

sel dengan keunggulan pertumbuhan yang selektif. Sel-sel kemudian menjalani seleksi yang

selanjutnya, yang akhirnya menghasilkan kloning yang dapat mengatasi pengendalian pertumbuhan

yang normal dan pertahanan inang yang dapat membentuk tumor.

Beberapa faktor lingkungan yang berhubungan dengan scc dari orofaring. Menurut sejarah yang

paling penting adalah paparan tembakau dan alkohol. Pengguna tembakau yang berat memiliki resiko

5 sampai 25 kali lebih besar terkena kanker kepala dan leher dibanding bukan perokok. Efek dari agen

ini berhubungan dengan dosis, dan paparan yang bersamaan, sehingga risiko yang terjadi lebih besar

daripada risiko yang diakibatkan dari salah satu saja. Risiko yang relatif dapat menyebabkan kanker

meningkat dari 2,7 sampai 9, pada mereka yang merokok 10 batang per hari sampai yang merokok 1

bungkus per hari. Risiko relatif juga meningkat dengan peningkatan konsumsi alkohol. Risiko relatif

meningkat menjadi 8,8 pada mereka yang mengonsumsi 30 atau lebih minuman per minggu

dibandingkan dengan 1,2 pada mereka yang mengonsumsi 1 sampai 4 gelas per minggu. Kombinasi

merokok dan minum memiliki efek aditif lebih besar seperti yang disebutkan sebelumnya. Orang yang

memiliki sejarah merokok lebih dari 40 bungkus per tahun dan mengkonsumsi 5 minuman beralkohol

per hari memiliki 40 kali risiko relatif .

Virus telah terbukti menjadi agen etiologi dari SCC. Virus yang paling sering diteliti secara

luas adalah human papillomavirus (HPV). Dalam sebuah studi oleh Kerimer et al., dari 5.046 spesimen

scc kepala dan leher didapatkan 60 studi di seluruh dunia dilakukan untuk menentukan prevalensi di

seluruh dunia dan jenis HPV pada kanker kepala dan leher (11). Prevalensi HPV secara keseluruhan
adalah 25,9%: 35,6% scc di orofaringeal, 23,5% scc di rongga mulut, dan 24,0% scc di laring. HPV 16

adalah jenis yang paling umum terdeteksi: 30,9% scc dari orofaringeal, 16% scc dari rongga mulut,

dan 16,6% scc dari laring. Tumor HPV-positif lebih sering berasal dari orofaring, berdiferensiasi

buruk, memiliki fitur basaloid, dan sekarang dengan tahap T lebih rendah dari tumor HPV-negatif.

Prognosis dan respon terhadap pengobatan yang berkaitan erat dengan infeksi HPV, dan respon lebih

positif terhadap pengobatan dan memiliki keuntungan kelangsungan hidup.

Individu dengan tumor HPV-positif memiliki faktor risiko yang berbeda dari pasien dengan

HPV negatif. SCC pada HPV- positif secara independen terkait dengan perilaku seksual dan

penggunaan ganja tetapi tidak dengan tembakau atau penggunaan alkohol atau kebersihan mulut yang

buruk. Di sisi lain, tumor dengan HPV negatif dikaitkan dengan konsumsi alkohol berat dan

penggunaan tembakau dan kebersihan mulut yang buruk, tapi perilaku seksual atau ganja tidak

berkaitan. D'Souza et al. menemukan bahwa infeksi oral HPV sangat terkait dengan scc orofaringeal

pada pasien dengan atau tanpa faktor risiko maupun penggunaan alkohol dan tembakau. Selain itu,

Pasar al. (menemukan peningkatan 14 kali lipat risiko terjadinya scc pada orofaringeal pada pasien

dengan seropositif untuk tumor PGY 16. Tumor orofaringeal harus diuji untuk status HPV 16.

Faktor makanan seperti kekurangan vitamin (vitamin A, defisiensi besi sindrom Plummer-

Vinson), gizi buruk, kebersihan mulut yang buruk, penyakit sifilis, paparan terkait dengan pekerjaan,

dan iradiasi sebelumnya juga telah terlibat sebagai etiologi. Namun, berdasarkan bukti-bukti yang ada

terbatas pada efek karsinogenik tembakau dan alkohol.

Imunosupresi karena faktor genetik, transplantasi, atau human immunodeficiency virus

(16,17) dapat mempercepat pengembangan scc, limfoma, dan tumor lainnya dari orofaring dengan

merusak mekanisme pengawasan kekebalan tubuh yang normal.

3.2 HISTOPATOLOGI
Orofaring terdiri dari berbagai jenis epitel tergantung pada tempatnya. Epitel orofaringeal

berasal dari epitel skuamosa berlapis dan transisi di mana kontak dengan palatum molle pada dinding

posterior faring (PASSAVANT ridge) ke epitel pernapasan bersilia nasofaring.

Kelenjar ludah minor dapat ditemukan di palatum molle, pilar tonsil, dan tonsil lingual, dan

karena itu, tumor kecil yang berasal dari kelenjar ludah dapat ditemukan. Lymphoepithelium dapat

ditemukan di tempat yang membentuk cincin Waldeyer (nasofaring, tonsil palatine, dan pangkal lidah).

Lesi premaligna terjadi pada orofaring. Namun, jarang dikenali. Lesi terlihat paling sering pada

palatum molle dan pilar anterior tonsil dan termasuk leukoplakia (lesi plak putih), eritroplakia (dibatasi

tajam lesi merah), dan lichen planus (putih, lesi berenda). Diagnosis memerlukan biopsi.

Scc (keratinisasi dan nonkeratinizing) dan variannya mencapai lebih dari 90% dari lesi

orofaringeal maligna. Varian sel spindle secara klinis dan biologis mirip dengan scc, sedangkan

lainnya memiliki sifat yang berbeda. Penampilan basaloid mungkin dan indikasi scc dengan HPV-

positif.

Karsinoma verrucous adalah fungating, tumor yang tumbuh lambat dengan epitel keratinisasi

berdiferensiasi baik dan atypia seluler yang jarang atau mitosis pada histologi. Tumor ini "mendesak"

bagian tepi. Mereka jarang bermetastasis dan dianggap sebagai keganasan derajat rendah.

Lymphoepitheliomas timbul dari cincin Waldeyer. Tumor ini nonkeratinizing dan memiliki sifat yang

mirip dengan tipe undifferentiated karsinoma nasofaring. Lesi ini biasanya terjadi di daerah tonsil

orang dewasa muda yang tidak memiliki faktor risiko yang khas. Limfoma dapat terjadi di cincin

Waldeyer (biasanya non-Hodgkin lymphoma). Tumor kecil kelenjar air liur, melanoma mukosa, dan

sarkoma adalah lesi ganas lain yang ditemukan di orofaring.

Keganasan kelenjar ludah minor relatif jarang. Jenis yang paling umum termasuk karsinoma

adenoid kistik, karsinoma mucoepidermoid, dan karsinoma adenosquamous. Tumor ini diterapi dengan

bedah eksisi primer dan radioterapi pasca operasi tergantung pada gambaran yang berisiko tinggi

(invasi perineural, dosis atau tepi positif, metastasis nodus, penyakit berkelas tinggi).
Beberapa lesi jinak, seperti tumor kelenjar ludah minor, hiperplasia pseudoepitheliomatous,

necrotizing sialometaplasias, penyakit Crohn, papiloma, granuloma piogenik, dan median rhomboid

glossitis, secara klinis mungkin sama seperti lesi ganas. Biopsi biasanya diperlukan untuk

membedakan.
BAB IV

DIAGNOSIS, KLASIFIKASI, DAN STADIUM TUMOR OROFARING

4.1 DIAGNOSIS

Kontak yang terlalu lama pada permukaan aerodigestive bagian atas terhadapap zat karsinogen dapat

menyebabkan perubahan molekul di seluruh mukosa. Dengan berjalannya waktu, daerah-daerah

tertentu dapat mengalami perubahan lebih lanjut, sehingga menimbulkan lesi premalignant dan ganas.

Konsep "daerah predileksi kanker" atau "mukosa yang terkena" berlaku untuk semua kanker pada

mukosa kepala.

SCC biasanya dimulai dari permukaan. Invasi pembuluh darah dan fasia yang tebal seperti fasia

prevertebral atau periosteum jarang terjadi sampai tahap akhir, tetapi invasi perineural dapat terjadi

setiap saat. Keterlibatan tulang juga jarang terjadi, hanya 17% dari lesi tumor. Invasi ke dalam ruang

parapharyngeal dan retropharyngeal memungkinkan penyebaran mudah ke dasar tengkorak dan leher

dengan kemungkinan melibatkan arteri karotis interna, kranialis saraf IX melalui XII, dan saraf

simpatis. Invasi masticator dan ruang infratemporal dapat menyebabkan trismus.

Metastasis limfatik dapat terjadi pada umumnya karena orofaring kaya akan limfatik dan

perkembangan dari tumor itu sendiri. Tumor orofaring mungkin asimtomatik. Gejala sakit

tenggorokan, otalgia, dan disfagia biasanya disalahartikan atau diabaikan. Pada beberapa pasien,

metastasis yang paling sering ditemui adalah metastasis servikalis.

Kanker orofaringeal cenderung bermetastasis lebih awal. Kelenjar limfoid leher yang terkena

adalah level II, III, atau retrofaring. Metastasis terjadi karena terhalangnya saluran limfatik karena

proses peradangan, operasi sebelumnya, dan radiasi. Kanker orofaring memiliki kecenderungan untuk

bermetastasis ke kedua sisi leher, terutama jika lesi berada di midline. Tingkat metastase di leher

diperkirakan lebih besar dari 20% untuk semua lesi lebih besar dari Tl.

Metastasis jauh jarang terjadi, biasanya terjadi 2% sampai 5% pada pasien, Tempat yang

paling sering terkena metastasis jauh adalah paru-paru, hati, dan tulang.
4.1.1 Anamnesis

Gejala yang paling umum dari kanker orofaring adalah:

- rasa sakit pembengkakan atau benjolan di leher bagian atas

- sakit tenggorokan yang tidak kunjung sembuh

- kesulitan menelan

- sakit telinga unilateral yang tidak kunjung sembuh

- kesulitan membuka mulut dan rahang (dikenal sebagai trismus)

- perubahan suara

- penurunan berat badan

4.1.2 Pemeriksaan Fisik

Pemerksaan fisik kepala dan leher yang lengkap dan menyeluruh harus rutin dilakukan pada semua

pasien, terutama mukosa dari saluran aerodigestiv bagian atas. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan

menggunakan nasopharyngolaryngoscope serat optik, terutama pada pasien dengan trismus.

Pembukaan mandibula dan fungsi saraf kranial juga diperiksa. Apabila terdapat defisit saraf kranial

menunjukkan ekstensi tumor ke dalam ruang mandibula, parapharyngeal, atau mastikator. Palpasi

tumor primer harus dilakukan untuk menilai sejauh mana penyebaran di submukosa. Palpasi dari

pembesaran kelenjar limfoid berdasarkan ukuran, lokasi dan mobilitas nodul tersebut. Gigi juga dinilai

karena restorasi atau ekstraksi mungkin diperlukan sebelum memulai pengobatan.

4.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah ;

1. CT scan (CAT scan):

Sebuah prosedur yang membuat serangkaian gambar detil dari daerah di dalam tubuh, yang

diambil dari sudut yang berbeda. Gambar-gambar yang dibuat oleh komputer yang terhubung
ke mesin x-ray. Sebuah zat kontras yodium dapat disuntikkan ke dalam vena atau ditelan

untuk membantu organ-organ atau jaringan muncul lebih jelas. Prosedur ini juga disebut

tomografi komputer, computerized tomography, tomografi aksial atau komputerisasi.

2. MRI (magnetic resonance imaging):

Sebuah prosedur yang menggunakan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk membuat

serangkaian gambar detil dari daerah di dalam tubuh. Prosedur ini juga disebut nuklir

Magnetic Resonance Imaging (NMRI). MRI dengan gadolinium adalah pemeriksaan yang

terbaik untuk mengevaluasi keterlibatan jaringan lunak seperti dasar lidah, ruang

parapharyngeal, atau fasia prevertebral.

3. X-ray:

X-ray dari organ dan tulang. X-ray adalah jenis balok energi yang dapat masuk melalui tubuh

dan ke film, membuat gambar dari daerah di dalam tubuh.

4. PET scan (positron emission tomography scan):

Suatu prosedur untuk menemukan sel-sel tumor ganas dalam tubuh. Sejumlah kecil

radionuklida glukosa (gula) yang disuntikkan ke pembuluh darah. PET scan berputar di

sekitar tubuh dan membuat gambar dari mana glukosa sedang digunakan dalam tubuh. Sel

tumor ganas muncul terang dalam gambar karena mereka lebih aktif dan mengambil glukosa

lebih dari sel normal. PET Scan dapat membantu dalam mendeteksi tumor primer

tersembunyi, yang biasanya ditemukan di amandel atau dasar lidah. Kebanyakan ahli

onkologi menggunakan PET / CT untuk mengevaluasi pasien dengan stadium III / IV

penyakit.

5. Endoskopi:

Suatu prosedur untuk melihat organ-organ dan jaringan dalam tubuh untuk memeriksa daerah

abnormal. Sebuah endoskopi yang dimasukkan melalui hidung atau mulut pasien untuk

melihat area di tenggorokan yang tidak bisa dilihat selama pemeriksaan fisik
tenggorokan. Endoskopi adalah tipis, tabung-seperti instrumen dengan cahaya dan lensa

untuk melihat. Hal ini juga mungkin memiliki alat untuk menghapus sampel simpul jaringan

atau getah bening, yang diperiksa di bawah mikroskop untuk tanda-tanda penyakit.

6. Biopsi:

Penghapusan sel atau jaringan sehingga mereka dapat dilihat di bawah mikroskop oleh

seorang ahli patologi untuk memeriksa tanda-tanda kanker.

7. Laboratorium

Evaluasi laboratorium dari pasien kanker oropharyngeal termasuk hitung darah lengkap,

kimia darah; tes fungsi hati, dan elektrokardiogram. Fungsi tiroid dan evaluasi gizi dapat

dimasukkan dalam hal ini.

4.2 STADIUM TUMOR

Berdasarakan

TX - Karsinoma in situ.

T1 - tumor ≤ 2 cm dalam dimensi terbesar.

T2 – tumor 2 cm sampai 4 cm dalam dimensi terbesar.

T3 - tumor> 4 cm dalam dimensi terbesar

T4a - Tumor menginvasi laring, otot dalam/ekstrinsik lidah, pterygoideus medial, palatum durum.

T4b -Tumor menginvasi otot pterygoideus lateral, lempeng pterygoideus, nasofaring lateral, atau dasar

tengkorak, atau melukai arteri karotis.

N0 - Metastasis getah bening regional tidak ada.

N1 - Metastasis pada kelenjar getah bening ipsilateral, ≤ 3 cm dalam dimensiterbesar.

N2 - Metastasis pada kelenjar getah bening ipsilateral,> 3 cm tapi ≤ 6 cm dalam dimensi terbesar,

atau metastasis di beberapa kelenjar getah bening ipsilateral,≤ 6 cm dalam dimensi terbesar, atau pada

kelenjar getah bening bilateral atau kontralateral, ≤ 6 cm dalam dimensi terbesar.


N2a - Metastasis pada kelenjar getah bening ipsilateral> 3 cm tapi ≤ 6 cm dalam dimensi terbesar.

N2b - Metastasis dalam beberapa kelenjar getah bening ipsilateral, ≤ 6 cm dalam dimensi terbesar.

N2c - Metastasis bilateral atau kontralateral, ≤ 6 cmdalam dimensi terbesar.

N3 - Metastasis dalam kelenjar getah bening> 6 cm dalam dimensi terbesar.

M - metastatis jauh

MX - metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 - tidak ada metastasis jauh

M1- terdapat metastasis jauh

Stage T N M

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3 N1 M0

IVA T4a N0 M0

T4a N1 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0
Stage T N M

T4a N2 M0

IVB T4b Any N M0

Any T N3 M0

IVC Any T Any N M1


BAB V

PENATALAKSANAAN

Pengobatan kanker oropharyngeal, terutama untuk pasien dengan tumor yang meluas dan

melibatkan dasar lidah, telah berkembang dalam sepuluh tahun terakhir. Perubahan awalnya dari

operasi utama untuk "strategi preservasi organ menggunakan CRT, mencerminkan keberhasilan CRT

untuk menghindari untuk dilakukan laringektomi pada pasien dengan kanker laring. Komunitas ahli

onkologi kepala dan leher tampaknya ingin menghindari morbiditas fungsional yang signifikan dari

pendekatan pembedahan untuk orofaring. Kemajuan terbaru dalam pembedahan minimal invasif

transoral dari orofaring memberikan peningkatan potensi untuk hasil secara fungsional.

Pengobatan kanker oropharyngeal yang kompleks dan membutuhkan pendekatan

multidisiplin, memberikan kesempatan bagi pasien untuk rencana perawatan terbaik yang

komprehensif. Tim ini termasuk bedah kepala dan leher, ahli bedah rekonstruksi, ahli radiasi onkologi,

ahli onkologi medis, onkologi gigi, prosthodontist, dan ahli bicara dan patologi bahasa. Dokter bedah

harus mempertimbangkan berbagai faktor ketika memutuskan jenis pengobatan untuk masing-masing

pasien. Ini termasuk jenis perawatan yang dibutuhkan untuk tumor primer dan leher, modalitas paling

cocok untuk preservasi fungsional atau restorasi, kondisi medis umum pasien, dan, yang paling

penting, keinginan pasien. Ketersediaan fasilitas, keahlian, dan dukungan sosial juga memainkan

peran. Semua pasien harus diberi konseling dan dibantu untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi

alkohol. Sementara hubungan infeksi HPV dengan tumor ini umumnya diterima, sedikit yang

diketahui tentang potensi penularan.

Squamous Cell Carcinoma (SCC)

Operasi dan terapi radiasi, sendiri atau gabungan, telah menjadi pengobatan yang dianjurkan untuk

kanker orofaring sel skuamosa, namun paradigma pengobatan mengenai penyakit yang telah lanjut

telah berubah selama beberapa tahun terakhir. Kanker orofaring stadium awal dapat berhasil diobati
dengan radioterapi, sedangkan kemoradiasi yang dilakukan secara bersamaan adalah standar perawatan

untuk kanker stadium lanjut, baik dioperasi dan tidak dioperasi.

Pasien dengan tumor HPV-negatif dan langsung invasi mandibula mungkin lebih baik

dilakukan operasi. Demikian pula teknik reseksi transoral dengan minimal invasif, baik penyinaran

laser atau robotik, memberikan potensi untuk menyembuhkan pasien dengan tumor yang kecil dengan

pembedahan saja. Reseksi bedah juga dapat membantu tim pengobatan kanker kesempatan untuk

deintensifikasi kemoradiasi dan pengobatan batas lebih lanjut toksisitas terkait.

PET-CT secara luas dianjurkan pada 12 minggu pasca-CRT untuk menilai residual penyakit.

Penilaian intraoperatif dengan biopsi dan / atau diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa tumor.

Tumor Primer

Pada pasien yang menjalani operasi primer, indikasi untuk radioterapi pasca operasi (± kemoterapi).

Keputusan untuk mengobati bahkan tumor primer orofaring terkecil dengan pembedahan saja harus

didasarkan pada temuan histologis yang baik. Tahap T3 dan T4 tumor dapat dilakukan pembedahan

dan radiasi pasca operasi, namun kemoradiasi bersamaan atau hyperfractionated radioterapi kini

dianggap standar perawatan terutama bagi pasien dengan HPV positif.

Kelenjar Getah Bening

Hampir semua pasien dengan scc orofaring memerlukan beberapa terapi pada leher karena tingginya

pembesaran kelenjar getah bening dan adanya metastasis nodal yang tersembunyi. Pilihan modalitas

pengobatan awal (operasi atau radiasi) pada leher dan kelenjar ketah bening retrofaringeal biasanya

ditentukan berdasarkan tumor primer. Stadium NO dan N1 secara efektif diterapi dengan modalitas

tunggal. Diseksi leher memiliki manfaat tambahan untuk menentukan stadium patologis dan operasi

sebagai modalitas tunggal yang digunakan sebagai pemilihan awal. Penggunaan diseksi leher selektif

untuk mencegah penyebaran, berikut eksisi transoral yang tidak dapat dilakukan pada kanker orofaring

seperti pada kanker mulut. Hal ini disebabkan jalur limfatik kurang dapat diprediksi dan tingginya
tingkat kesulitan untuk mengakses kelenjar getah bening retrofaring. Untuk alasan ini, radioterapi

sering digunakan bahkan setelah pembedahan. Setelah digabungkan hasil operasi kemoradiasi dalam

kontrol daerah yang lebih baik pada stadium N2 dan penyakit leher N3 (31). Kedua leher harus

ditangani bila ada penyakit klinis pada satu sisi leher, dan lesi garis tengah atau melintasi garis tengah.

Kelenjar getah bening retropharyngeal (RPLNs) harus selalu dipertimbangkan dalam rencana

pembedahan leher.

Sebuah studi baru-baru ini mengevaluasi pola metastasis kelenjar getah bening leher termasuk

metastasis RPLN pada 76 pasien dengan SCC dari tonsil sebanyak 81,6% pada stadium III dan IV.

Enam belas pasien pengobatan dengan operasi saja. Tujuh puluh satu pasien dengan pengobatan dan

dua puluh tujuh pembedahan leher secara elektif dilakukan. Perkiraan metastasis kontralateral adalah

stadium penyakit T3-T4, lesi yang midline, dan keterlibatan multilevel ipsilateral. Diseksi RPLN

elektif dipertimbangkan pada pasien dengan stadium T lanjutan dan stadium N, terutama untuk tumor

dengan melibatkan dinding posterior faring. Tonsil adalah lokasi utama (82%) dari pasien dengan

metastasis RPLN. Hal ini mencerminkan fakta bahwa kanker tonsil jauh lebih umum daripada tumor

dinding posterior. Mereka juga menyimpulkan bahwa perlakuan awal PET / CT dapat digunakan

sebagai pemeriksaan untuk membantu dalam pengobatan perencanaan pada leher dalam tumor

oropharyngeal. Berdasarkan penelitian yang ada ditemukan bahwa pemeriksaan awal PET / CT dapat

mengidentifikasi sebagian dari pasien yang dapat diobati dengan pembedahan saja, terapi radiasi

digunakan untuk pengobatan RPLN dalam penyakit stadium awal.

5.1 Terapi Non-Pembedahan

Manajemen non-bedah terdiri dari radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi secara bersamaan.

Kebanyakan kemoterapi didasarkan pada bahan platinum. Kursus radiasi biasanya terdiri dari

memberikan dosis 60 sampai 70 Gy melalui sinar pada lesi primer dan leher selama 6 hingga 7

minggu.
Radiasi biasanya digunakan adalah IMRT. Pasien yang diterapi non-bedah harus dievaluasi

dengan menggunakan PET / CT pasca pengobatan untuk menentukan respon terhadap terapi, 8 sampai

12 minggu setelah selesai terapi. Pasien dengan N2 dan N3 harus dilakukan pembedahan leher, jika

dengan hasil CT PET positif atau tetap ada.

5.2 TERAPI PEMBEDAHAN

Tumor primer

Kebanyakan tumor orofaringeal dilakukan eksisi bedah. Namun, berdasarkan bukti yang ada

menunjukkan bahwa CRT memberikan hasil yang sama bila dibandingkan dengan operasi dan radiasi.

Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan tumor stadium lanjut karena pengendalian penyakit yang

buruk dan gangguan fungsional berat yang terkait dengan reseksi tumor yang besar. Hal ini berlaku

ketika tumor lebih dari 1/2 dari dasar lidah meluas ke lidah atau meluas ke laring. Ekstensi ke dalam

ruang parapharyngeal, fasia prevertebral, atau melibatkan arteri karotis membuat perkembangan tumor

yang tidak terkontrol. Ekstirpasi kanker oropharyngeal dikatakan berhasil bergantung pada eksposur

yang baik dan margin dari reseksi luas (1 sampai 2 cm), karena tumor ini memiliki kecenderungan

untuk menyebar ke bagian submukosa.


Pendekatan bedah

5.2.1 Transoral

Pendekatan operasi transoral ke orofaring mencakup reseksi tumor melalui mulut yang terbuka tanpa

dilakukan sayatan pada bagian eksternal. Yang harus diperhatian sebelum melakukan cara ini adalah

eksposur yang terbatas. Dapat dilakukan pada kanker yang kecil (Tl), superfisial, atau tempat yang

eksofitik pada bagian superior atau anterior orofaring, seperti lesi dari palatum mole, anterior pilar

tonsil, tonsil, dan dinding posterior. Ahli bedah harus memastikan visualisasi yang baik tidak hanya

seluruh tumor akan tetapi 1 sampai 2 cm reseksi di sekitarnya dan semua sisi tumor, termasuk batas

yang terdalam. Trismus, pada mandibula dan adanya gigi dapat menghambat visualisasi, membuat

reseksi sulit untuk dilakukan. Reseksi dengan menggunakan pendekatan ini cepat dan memiliki

morbiditas minimal, tetapi visualisasi pada bagian posterior dan batas reseksi yang dalam cenderung

sulit dilakukan.

Untuk tumor yang sulit diakses, pendekatan mikro-bedah transoral menggunakan laser C02

dapat menjadi pilihan. Walaupun tumor dari palatum mole dan tonsil mungkin dihilangkan dengan

kauterisasi, namun penggunaan laser lebih akurat. Laser C02 dan mikroskop dapat digunakan untuk

reseksi tumor lain yang sulit untuk diakses secara transoral termasuk tumor yang melibatkan dinding

lateral dan posterior faring, posterior dasar lidah, dan vallecula. Steiner et al. (38) melaporkan

penggunaan transorallaser mikro surgery untuk reseksi tumor pangkal lidah (n = 48) dengan 94%

yang termasuk stadium III dan IV. Empat puluh tiga pasien menjalani pembedahan leher selektif dan

dua puluh tiga pasien menjalani radioterapi pasca operasi dengan atau tanpa kemoterapi. Tidak ada

tingkat kekambuhan lokal untuk T1 dan T2 lesi tetapi tingkat kekambuhan lokal 20% untuk T3 dan T4

tumor, dengan tingkat kelangsungan hidup bebas penyakit 5 tahun dari 73%. Fungsi dipertahankan di

sebagian besar pasien. Laccourreye dan rekannya melaporkan terkontrolnya tumor dalam 5 tahun dari

82% pada pasien dengan tumor tonsil yang menjalani laser yang bedah mikro transoral. Pada 5 tahun

pengawasan lokal adalah 89% untuk T1 dan T2 tumor dan 63% dengan tumor T3.
5.2.1.1. Transoral Robotic Surgery (TORS)

Penggunaan robot memungkinkan ahli bedah dapat memanipulasi instrumen dan endoskopi secara

bersamaan dengan meningkatkan keterampilan yang dapat digunakan secara lebih bebas. Keuntungan

dari bedah robotik transoral (TORS) termasuk peningkatan optik, visualisasi tumor tiga dimensi, dan

mengurangi tremor. Karena keunggulan ini, TORS sangat terkenal. Dalam rangka untuk menentukan

apakah anatomi pasien dapat diakses atau tidak dengan menggunakan setiap pendekatan transoral.

Akses yang harus dievaluasi dan mencakup evaluasi gigi / mandibula, trismus, lidah, ukuran, dan

fleksibilitas dari leher dan luasnya.

TORS telah berhasil digunakan untuk reseksi dasar lidah dan tumor tonsil. Dalam sebuah

studi oleh O'Malley et al, tiga pasien dengan Tl / T2 tumor dasar lidah menjalani TORS berhasil

dengan margin yang jelas dan pasca-TORS diseksi leher. Satu pasien mengalami perdarahan pasca

operasi, yang dikendalikan dengan intervensi bedah. Ketiga pasien diobati dengan terapi adjuvan.

Dalam studi lain, 27 pasien dengan Tl-3, N0-2 tumor yang direseksi menggunakan TORS dan

menjalani pasca-TORS diseksi leher. Tujuh puluh lima persen dari tumor ini adalah Tl-2. Tiga puluh

persen diperlukan operasi tambahan yang direncanakan dan mencapai hasil fungsional yang baik.

TORS juga telah terbukti menjadi alternatif yang aman untuk membuka penyelamatan reseksi untuk

tumor yang dipilih.

Manfaat TORS bagi onkologi masih belum jelas. Banyak pasien pada penelitian yang

disebutkan di atas diperlukan terapi radiasi pasca operasi atau terapi kemoradiasi. Mempertimbangkan

fakta bahwa banyak pasien dengan tumor oropharyngeal dapat diobati dengan radiasi primer dengan

atau tanpa kemoterapi, manfaat tambahan operasi belum diketahui. Pendekatan transoral mungkin

paling cocok untuk pengobatan tumor primer kecil. Untuk pasien misalnya dengan tumor Tl-2 N0-1

dapat dipertimbangkan untuk terapi bedah sebagai modalitas tunggal. Potensi untuk deintensify terapi

adjuvant pada tumor stadium lanjut dapat berfungsi sebagai alasan untuk dilakukan reseksi bedah.

Tambahan follow up mengenai hasil onkologi dan fungsional diperlukan untuk menentukan kegunaan

ini pendekatan baru tersebut.


5.2.1.2 Prosedur terbuka (Open Procedures)

Prosedur terbuka utama dikembangkan selama waktu ketika operasi adalah cara utama terapi untuk

sebagian besar pasien. Prosedur ini telah banyak digunakan lagi sebagai terapi utama karena

keberhasilan CRT dan pendekatan bedah invasif minimal transoral. Pendekatan prosedur terbuka

mungkin masih diperlukan pada pasien yang HPV negatif dan kanker stadium lanjut dengan

keterlibatan tulang. Pendekatan prosedur terbuka mungkin diperlukan apabila terjadi kegagalan CRT.

5.2.1.3 Mandibular Lingual Release


Rilis lingual mandibula atau tarikan melalui pendekatan dengan orofaring diindikasikan terutama pada

lesi yang terbatas pada dasar lidah. Teknik yang digunakan meliputi apron penutup standar diangkat

pada bidang subplatysmal ke batas bawah mandibula. Pembedahan leher dilakukan sesuai kebutuhan.

Sayatan dibuat melalui mucoperiosteum lingual dan periosteum pada tepi bawah mandibula (gambar

5.1). Otot-otot mandibula bagian anterior dilepaskan dengan periosteum dari tabel mandibula bagian

dalam, menyebabkan lidah dan dasar mulut ke bagian leher. Lesi kemudian dapat direseksi dengan

visualisasi yang baik secara langsung (gambar 5.1). Pendekatan ini tidak memerlukan mandibulectomy

atau membuka bibir bagian bawah namun memberikan akses lebih ke bagian lateral faring dan ruang

parapharyngeal daripada pendekatan transmandibular. Arteri lingual, saraf lingual, dan saraf

hypogloual juga berisiko untuk terkena.


Gambar 5.1 Mandibular Lingual Realease

5.2.1.4. Pendekatan Transpharingeal

Suprahyoid Pharyngotomy

Pendekatan suprahyoid digunakan untuk tumor kecil pada dasar lidah dan dinding faring. Faring

dimasukkan melalui Vallecula, dan reseksi yang dilakukan dari leher dengan mempertahankan arteri

lingualis dan saraf hypoglossal (Gambar. 5.2). Pharyngotomy juga dapat diperpanjang ke bagian lateral

dan inferior sepanjang ala tiroid untuk memperluas eksposur. Pendekatan ini memberikan hasil yang

fungsional dan kosmetik yang sangat baik, tetapi visualisasi batas superior dari tumor yang lebih besar

tidak memadai, dan adanya risiko terpotongnya kanker jika adanya perluasan dari dasar lidah atau

valleculae. Setelah reseksi, basis lidah yang tersisa dijahit ke valleculae tersebut. Sisa defek

pharyngotomy kemudian ditutup. Teknik yang terbuka ini menyebabkan arteri lingual, hipoglosal, dan

saraf laring superior beresiko terkena.


Gambar 5.2 Suprahyoid Pharyngotomy

Lateral Pharyngotomy

Faringotomi lateralis dapat digunakan untuk lesi kecil dasar lidah dan dinding faring. Faring

dimasukkan ke bagian posterior ala tiroid pada sisi yang sedikitnya terkena. Saraf hypoglossal dan

laringeal superior yang dibedah dan ditarik superior dan inferior. Setelah faring dimasukkan, laring

tersebut ditarik ke sisi yang berlawanan, hal memberikan visualisasi yang baik dari seluruh dinding

posterior faring, dinding lateral yang berlawanan, dan pangkal lidah (Gambar. 5.3A). Pemaparan

superior lebih lanjut dapat dicapai dengan memperluas pharyngotomy melalui vallecula atau dengan

menggabungkan cara ini dengan mandibulotomi lateral (Gambar. 5.3B). Kelemahan dari cara ini
adalah visualisasi bagian superior yang terbatas dan risiko kerusakan saraf hypoglossal dan laringeal

superior. Lateral mandibulotomy juga dapat menyebabkan transeksi saraf alveolar inferior sehingga

anestesi ipsilateral bibir bagian bawah.

Gambar 5.3 Lateral Pharyngotomy

5.2.1.5. Transmandibular

Midline Labiomandibular Glossotomy


Midline labiomandibular glossotomy jarang digunakan saat ini. Pendekatan ini melibatkan pemisahan
bibir, gingiva, mandibula, dan lidah anterior di garis tengah. Insisi dapat dilakukan melalui pangkal

lidah sampai ke tulang hyoid jika diperlukan perluasan ke dinding posterior (Gambar. 5.4). Perdarahan

dan defisit neurologis yang minimal karena saraf hypoglossal dan arteri lingualis biasanya tidak

terjadi. Namun, pendekatan ini tidak memberikan akses ke ruang parapharyngeal atau orofaring lateral.

Gambar 5.4 Midline Labiomandibular Glossotomy

Mandibular Swing Approach


Mandibular Swing Approach
 memberikan paparan luas untuk seluruh orofaring dan memungkinkan

reseksi en bloc pada tumor dan drainase kelenjar. Hal ini dapat digunakan untuk reseksi berbagai

kanker oropharyngeal yang tidak melibatkan mandibula, terutama yang meliputi beberapa tempat dan

ruang parapharyngeal. Teknik ini melibatkan apron penutup standar yang diangkat pada bidang
subplatysmal ke batas bawah mandibula. Pembedahan leher dilakukan sesuai kebutuhan, dibutuhkan

identifikasi struktur selubung karotis dan lingual dan saraf hypoglossal. Bibir kemudian dilakukan

pembelahan. Visor flap dapat digunakan untuk mempertahankan kontinuitas bibir tetapi membutuhkan

pembagian kedua saraf mental dan menyebabkan paparan bagian posterior kurang optimal. Osteotomi

ini dilakukan pada anterior saraf mental pada sisi ipsilateral melalui gigi yang hilang atau diambil.

Gambar 5.5 Mandibular Swing Approach

Mandibulectomy

Reseksi komposit orofaringeal dengan mandibulectomy digunakan dalam kanker stadium lanjut di

mana terdapat invasi terbuka tulang atau dalam keadaan di mana sayatan mandibula tidak dapat
dikesampingkan. Biasanya, reseksi didahului oleh diseksi leher, meninggalkan specimen yang melekat

pada batas inferior sudut mandibula. Bibir dibelah dan flap pipi dikembangkan dengan melakukan

sayatan yang tebal melalui sulkus bucco gingiva. Periosteum bagian luar mandibula dapat dibiarkan

pada flap pipi. Potongan mandibula anterior dilakukan (1 sampai 2 cm) dari tumor, mempertahankan

body mandibula sebanyak mungkin, dan dilakukan frozen section dari saraf alveolar inferior.

Pemotongan mandibula bagian kranialis ditempatkan di sepanjang ramus, tetapi reseksi dari

coronoid process dan kondilus mungkin diperlukan pada tumor yang luas. Mandibula kemudian ditarik

lateral, dan pemotongan tumor yang tersisa dilakukan (Gambar. 5.6). Kerugian utama dari pendekatan

ini adalah defisit fungsional dan kosmetik, terutama jika defek ditutup terlebih dahulu. Rekonstruksi

menggunakan transfer jaringan bebas (osteocutaneous flap) sangat ideal. Namun rekonstruksi pada

defek jaringan lunak lebih diutamakan daripada rekonstruksi defek mandibula lateralis jika kedua

jaringan lunak dan tulang tidak dapat direkonstruksi. Namun untuk merehabilitasi mastikasi,

rekonstruksi tulang dengan menggunakan implan gigi bila diperlukan. Mandibulectomy dan

pendekatan mandibulotomy mungkin dapat dipertimbangkan, untuk mengontrol pertumbuhan tumor.


Gambar 5.6 Mandibulectomy

5.3 REKONSTRUKSI

Rekonstruksi dari defek kanker oropharyngeal telah berevolusi dalam dua dekade terakhir oleh melalui

pedicled flaps myocutaneous regional dan free tissue transfer. Tujuan rekonstruksi modern adalah

untuk mengembalikan keutuhan orofaring dan fungsi penting dari deglutition, respirasi, dan produksi

suara.

Rekonstruksi yang berhasil memerlukan ahli bedah untuk memiliki pengetahuan yang

terperinci mengenai berbagai teknik rekonstruksi dan pemahaman tentang batasan. Berbagai teknik

telah dijelaskan selama setahun, tetapi tidak ada yang mencapai rekonstruksi ideal menggantikan

struktur reseksi dengan jaringan yang sesuai bentuk dan fungsinya. Kemampuan rekonstruksi saat ini
terbatas pada pemulihan berintegritas, massal, dan sensasi, namun fungsi motorik kompleks orofaring

tidak dapat ditiru.

Penggunaan flap lokal telah menurun secara signifikan dalam dua dekade terakhir sebagai

akibat dari terbatasnya jumlah jaringan yang tersedia dan hasil fungsional bagian inferior bila

dibandingkan dengan flaps regional dan free tissue transfer. Flaps jaringan dilakukan pada daerah

yang dipercaya memiliki vaskularisasi yang baik sehingga dapat digunakan untuk rekonstruksi satu

tahap, mudah untuk diambil, dan tidak memerlukan mikrovaskuler. Kelemahannya terdiri dari

jangkauan yang terbatas superior, massal, dan tingkat nekrosis yang signifikan pada marginal kulit

distal, terutama dengan flaps pectoralis major. Flap tersebut jarang dapat disesuaikan untuk

merekonstruksi defek yang melibatkan beberapa tempat. Free mikrovaskuler flaps dapat digunakan

untuk mengurangi kekurangan dari flap regional dan memiliki keuntungan tambahan dari sensorik atau

motorik reinnervasi. Penggunaan free tissue transfer bersama dengan pendekatan konservatif untuk

mandibula secara signifikan mengurangi morbiditas dan lamanya perawatan di rumah sakit dan

meningkatkan fungsi, dengan biaya yang sebanding dengan flaps myocutaneous regional (46-48).

Kelemahan utama dari free flaps mikrovaskular yang mencegah mereka dari penerimaan lebar kepala

dan leher ahli bedah perpanjangan waktu operasi dan kebutuhan untuk keahlian khusus. Free skin graft

juga merupakan metode yang layak untuk dilakukan.

Komponen penting lainnya untuk keberhasilan dari rekonstruksi adalah mengerti kapasitas

fungsional dan kosmetik jaringan tersebut. Dasar lidah merupakan struktur yang sangat penting pada

orofaring, karena bertanggung jawab untuk proses penutupan faring selama fase oral dan mendorong

bolus saat fase faring. Penyembuhan secara optimal membutuhkan setidaknya satu dari saraf

hipoglossus dan arteri lingual yang utuh untuk memungkinkan mobilitias dan kelangsungan bagian

lidah yang masih tersisa. Rekonstruksi harus mengembalikan beberapa bagian, lipatan

glossopharyngeal, dan mempertahankan mobilitas organ ini. Dinding faring membantu untuk

menghasilkan tekanan yang dibutuhkan untuk menggerakan bolus makanan dan bahan yang tersisa

dalam faring setelah menelan. Bagian yang tersisa dari faring dan lidah dapat dengan mudah
mengkompensasi fungsi-fungsi ini setelah reseksi parsial. Oleh karena itu, rekonstruksi untuk

mempertahankan integritas faring dan fungsi dasar lidah diperlukan. Bagian palatum mole merupakan

komponen yang paling penting dari mekanisme velofaringeal, yang juga termasuk dinding faring

lateral dan posterior. Restorasi struktur fibromuskular yang kompleks dari palatum mole tidak

memungkinkan, tetapi fungsi velofaringeal yang baik dapat diperoleh jika rekonstruksi dapat

menghasilkan penutupan nasofaring saat menelan dan pembukaan tidak lebih dari 20 mm2 selama

berbicara. Kelainan yang melibatkan beberapa tempat memberikan tantangan yang cukup besar dan

teknik yang rumit sering diperlukan untuk mencapai tujuan rekonstruktif karena kebutuhan yang

berbeda dari setiap tempat. Pasien dengan kelainan yang luas, yang melibatkan sebagian besar dinding

orofaringeal atau dasar lidah mungkin memerlukan manipulasi laring (menjahit tiroid pada bagian

anterior dan superior untuk mandibula) untuk mencegah aspirasi kronis. Meskipun rekonstruksi, fungsi

mungkin suboptimal.

5.3.1 Rekonstruksi Jaringan Lunak

Pemilihan rekonstruksi yang tepat membutuhkan rencana perawatan pasien berdasarkan pertimbangan

cermat dari semua faktor tumor yang berkaitan, defek dan faktor yang berkaitan dengan pasien. Secara

umum, metode yang dipilih untuk mengembalikan fungsi dan bentuk tidak begitu kompleks.

Reinnervation saraf sensorik dari flap lebih mungkin digunakan, karena fungsi faringeal lebih

berfungsi dari rekonstruksi tersebut. Defek kecil dari dinding faring hingga 3 cm dan kurang dari

sepertiga volume dasar lidah dapat ditutup, direkonstruksi menggunakan split-thickness skin

graft jika defek tidak berhubungan dengan leher. Ada defisit fungsional minimal pada defek. Lesi

yang lebih besar membutuhkan beberapa bentuk rekonstruksi, karena penutupan defek pertama

menghasilkan fungsi yang kurang baik karena lidah yang saling menempel atau stenosis faring. Free

fasiacutaneus flaps cocok untuk rekonstruksi tersebut, terutama ketika kelaianan melibatkan beberapa

tempat, seperti dinding faringeal, palatum mole, dan dasar lidah. Flap ini tipis dan lentur sangat ideal
untuk rekonstruksi dinding faring, dan bagian terbesar untuk dasar lidah dapat diperoleh dengan

epitelisasi dan menanam bagian dari flap. Rekonstruksi yang memadai dengan bagian myocutaneus

flap diperlukan ketika defek sebagian besar pada dasar lidah, tetapi flaps ini cenderung terlalu besar

untuk rekonstruksi dinding faring atau palatum mole, terutama ketika kontinuitas mandibula

dipertahankan. Pada kondisi ini, myofacial flap lebih cocok untuk mengurangi bagian tertentu. Sangat

penting untuk diingat, lemak yang tervaskularisasi mempertahankan bentuk dan atrofi dari myofacial

flap ini cukup untuk mempertahankan hasil yang baik.

Tumor kecil dari palatum mole dapat diangkat dengan reseksi partial-thickness dan

mempertahankan mukosa bagian posterior untuk dapat memberikan hasil fungsional yang baik. Full-

thickness defect dapat direkonstruksi dengan flaps fasciocutaneous yang dilipat dan dijahit ke bagian

hidung dan mulut yang tersisa dari palatum mole. Penggunaan prosthetics dapat juga sebagai pilihan

pada kasus kerusakan yang melibatkan palatum secara total, terdapat gerakan sisa kompleks

velopharyngeal, dan pasien memiliki jaringan pendukung yang baik untuk melekatkan palatal yang

benar. Kerugian utama dari prosthetics adalah berpotensi keterlambatan dalam fungsi karena obturasi

secara definitif tidak dapat dilakukan sampai penyembuhan pasca operasi selesai dan radiasi dilakukan.

Juga, makanan bisa terjebak di sisi hidung dari prosthesis dengan sisa makanan berbau busuk dalam

mulut.
5.3.2 Rekonstruksi Mandibula

Kanker oropharyngeal jarang menyerang mandibula, dan dengan menggunakan teknik

mempertahankan mandibula, reseksi segmental jarang terjadi. Kontroversi yang ada mengenai

rekonstruksi mandibula lateralis. Namun, untuk mencapai yang hasil estetika dan fungsional terbaik,

kelainan ini harus direkonstruksi. Defek mandibula bagian lateral dapat direkonstruksi dengan bone

containing free flaps tetapi lempeng rekonstruksi generasi baru dengan rekonstruksi jaringan lunak

telah terbukti menjadi alternatif untuk beberapa pasien.

5.4 KOMPLIKASI

1. Radiasi

 Mukositis

 Xerostomia

 Disfungsi Kecap

 Disfagia

 Fibrosis

 Ulcerasi dan jaringan nekrosis

 Osteoradionekrosis dari tulang mandibula

 Hypoglossal Palsy

2. Pembedahan

A. Pendekatan terkait

 Kerusakan gigi

 Kerusakan saraf

 Emboli serebral dan trombosis arteri karotis

B. Reseksi dan rekonstruksi terkait Perdarahan

 Perdarahan
 Infeksi luka dan dehiscence

 Positif marjin reseksi

 Fistula Pharyngocutaneous

 Aspirasi

 Disfagia

 Sulit berbicara

 VelopharyngeaI incompetence

 Disfungsi tuba eustachius

 Nonunion dan osteomielitis mandibula

 Maloklusi dan disfungsi TMJ

5.5 FOLLOW UP

Pasien kanker orofaringeal memerlukan observasi ketat untuk mendeteksi kekambuhan dan follow up

seumur hidup untuk mengidentifikasi jika terdapat kelainan. Radiografi dada, enzim hati, dan kadar

thyroid-stimulating hormone diperoleh sesuai indikasi. Beberapa center menggunakan skema serial

PET / CT evaluasi yang dimulai 2 sampai 3 bulan setelah selesai terapi. Pemeriksaan rontgen thorak

dan CT secara bersamaan tidak begitu baik. Kekambuhan jarang terjadi setelah pengobatan PET / CT.

5.6 PROGNOSIS

Seperti disebutkan sebelumnya, untuk kelompok yang dipilih, hasil yang lebih baik telah dilaporkan.

Pasien dengan kanker stadium dini penyakit yang meninggal karena penyakit yang tidak berhubungan

atau second primary tumors, karena mereka biasanya sembuh dari tumor indeks, sedangkan pasien

yang penyakit yang lebih lanjut biasanya meninggal karena kekambuhan locoregional atau metastasis

jauh. Pasien dengan penyakit lanjut diobati dengan pembedahan dan radioterapi pasca operasi

diharapkan untuk memiliki sekitar 50% kelangsungan hidup selama 3 tahun dan lebih besar dari 70%
local control rate. Hasilnya sangat mirip dengan kemoradiasi secara bersamaan. Kanker HPV-positif

dikendalikan lebih efektif. Pasien HPV-positif dengan paparan tembakau merupakan populasi risiko

menengah. Berbagai uji klinis sedang dilakukan untuk mengoptimalkan hasil sekaligus mengurangi

toksisitas.

5.7 Pengobatan Baru dan Berkembang

Penelitian kemoterapi dan agen biologis seperti monoclonal antibodi inhibitor dan tyrosine kinase

inhibitor menawarkan harapan untuk masa depan. Perbaikan teknik diagnostik dan rekonstruktif

menawarkan tingkat kesembuhan yang lebih baik dan fungsi yang lebih baik untuk pasien dengan

kanker orofaringeal. PET / CT scan telah memungkinkan deteksi metastasis yang tersembunyi dan

penyakit persisten setelah terapi non-bedah dan di masa depan dapat membantu untuk operasi dan

terapi adjuvant. Lymphoscitigraphy dan sentinel node mapping dan biopsi untuk kanker mulut

sekarang sedang dipelajari di multicenter cooperative group trial Amerika Serikat. Pengalaman

sebelumnya juga menunjukkan bahwa mungkin dapat dilakukan pada karsinoma oropharyngeal. Benar

dilakukan kualitas hidup studi dengan jumlah pasien yang lebih besar akan membantu memprediksi

hasil fungsional untuk perawatan yang berbeda dan membantu menentukan pasien mana yang akan

lebih baik diterapi dengan pendekatan non-bedah.


BAB VI

SIMPULAN

Kanker orofaring relatif jarang terjadi, insiden meningkat terutama disebabkan

tumor terkait HPV-16. SCC dan variannya merupakan 90% malignant oropharyngeal

lesions, sedangkan sisanya lymphomas, minor salivary gland tumors, melanomas, dan

sarcomas. Visualisasi lengkap dan palpasi tumor sangat memudahkan penilaian

penyebaran submukosa, invasi struktur sekitarnya seperti fasia prevertebral dan

mandibula, dan identifikasi second primaries tumors.

Hampir semua pasien dengan kanker sel skuamosa orofaringeal memerlukan

beberapa pengobatan pada leher karena tingginya clinically positive nodes dan occult

nodal. NO dan N1 biasanya cukup diobati dengan modalitas tunggal, sedangkan

modalitas kombinasi diberikan pada N2 dan N3.

Extiparsi kanker oropharyngeal bergantung pada eksposur yang baik dan wide

resection margins karena tumor ini memiliki kecenderungan untuk menyebar ke

submukosa. Rekonstruksi yang tepat membutuhkan rencana perawatan individual

berdasarkan pertimbangan yang seksama terhadap semua tumor bersangkutan, defek,

dan faktor terkait pasien.

Pasien kanker orofaringeal memerlukan observasi ketat pada awalnya untuk

mendeteksi kekambuhan dan follow up seumur hidup setelahnya untuk

mengidentifikasi second primary tumors. Tumor HPV-positif merespon lebih baik

terhadap pengobatan dan tampaknya memiliki manfaat kelangsungan hidup.


DAFTAR PUSTAKA

1. Pou AM, Johnson JT. Oropharyngeal Cancer. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands
SD. Head & Neck Surgery-Otolaryngology. 5th edition: Lippincott Williams &
Wilkins. 2014.p :1898–1915
2. Siegel R. Ward. E. Brawley O, et al. Cancer statistics. CA Cancer J Clin. 2011;61:212–236.

3. Olatwvedi AK. Engels EA. AndersonWF, et al. Incidence trends for human papillomavirus-
related and un-related oral squamous cell carcinomas in the United States. J Clin Oncol.
2008;26:612–619.

4. Tauzin M, Rabalais A, Hagan JL. et al. PET-CT staging of the neck in cancers of the oropharynx:
patterns of regional and retropharyngeal nodal metastasis. World J Surg Oncol. 2010;8:70–74.


5. Rich JT. Milov S, Lewis JS, Thorstad WL. et al. Transoral laser microsurgery (TIM) ± adjuvant
therapy for advanced stage oropharyngeal cancer. Laryngoscope. 2009;119;1709–1719


6. Dhingra PL. Tumors of Oropharynx. In: Disease of Ear, nose and Throat. 4th Edition. New Delhi;
2009; p. 250–253.

7. Chung BJ, Oh JI, Choi KY, et al. Pattern of cervical lymph node metastasis in tonsil cancer:
predictive factor analysis of contralateral and retropharyngeal lymph node metastasis. Oral
Oncol. 2011;47(8):758–762.

8. Kami RJ, Rich IT, Sinha P. et al. Transoral laser microsurgery: a new approach for unknown
primaries of the head and neck. Laryngoscope. 2011;121:1194–1201.


9. Rassekh CH, Janecka IP. Calhoun KH. Lower lip splitting inci- sions: anatomic considerations.
Laryngoscope 1995;105(8):880–883.

10. Christopoulos E, Canan R, Segas T, et al. Transmandibular approaches to the oral cavity and
oropharynx a functional assessment. Arch Ow laryngol Head Neck Surg. 1992;118:1164–1167.

Você também pode gostar