Você está na página 1de 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari suatu penyakit,
termasuk penyakit infeksi. Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah dalam
bidang kesehatan dan dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan
penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke
manusia (Wely Darwis dkk, 2013). Salah satu penyakit infeksi pada rongga mulut
adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur. Infeksi jamur yang sering terjadi
disebabkan oleh spesies Candida terutama Candida albicans.
Candida albicans merupakan salah satu organisme yang bertindak sebagai
flora normal pada tubuh manusia dan tidak berbahaya. Namun, Candida albicans
juga merupakan jamur yang paling banyak menyebabkan infeksi pada manusia
(Umar Hidayat, 2012). Candida adalah anggota flora normal terutama saluran
pencernaan, juga selaput mukosa saluran pernapasan, vagina, uretra, kulit dan
dibawah jari-jari tangan dan kuku. Ditempat-tempat ini ragi dapat menjadi
dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologik ketika daya tahan tubuh
menurun baik secara local maupun sistemik (Maria Magdalena, 2009). Candida
albicans dianggap sebagai spesies yang paling pathogen dan menjadi penyebab
terbanyak kandidiasis, tetapi spesies yang lain ada juga yang dapat menyebabkan
penyakit bahkan ada yang berakhir fatal. Kandidiasis adalah penyakit jamur yang
menyerang kulit, kuku, rambut, selaput lendir, dan organ dalam yang disebabkan
oleh berbagai genus Candida. Stomatitis (sariawan) adalah radang yang terjadi
pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat
berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Stomatitis dapat menyerang selaput
lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit
rongga mulut yang disebabkan oleh Candida albicans (Nita Ermawati, 2013).
Keberadaan Candida albicans dalam rongga mulut tidak selalu
mengindikasikan terjadinya penyakit. Kolonisasi Candida albicans dalam rongga
mulut melibatkan adanya penambahan dan pemeliharaan populasi fungi yang
stabil. Berdasarkan data yang ada, prevelensi Candida pada orang dewasa adalah
3-48%, sedangkan pada anak-anak 45-46% (Rezki Yunitasari, 2013) .
Perkembangan pelayanan kesehatan tradisional tampak semakin pesat sekitar
32% masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional seiring dengan adanya
masyarakat yang memilih back to nature dan juga didukung dengan adanya
kebijakan Menteri Kesehatan tahun 1999 untuk mengembangkan dan
memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia (Zakiyatul Khafidhoh dkk, 2015).
Salah satu tanaman herba yang berpotensi menghambat pertumbuhan jamur
Candida albicans adalah temulawak dan buah mengkudu.
Temulawak dengan nama latin Curcuma xanthorrhiza Roxb, merupakan
tanaman obat yang dimanfaatkan secara turun-temurun oleh nenek moyang
bangsa Indonesia. Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia
memanfaartkan rimpang temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh
sakit maag, obat diare, [obat ambien, obat batuk, obat sariawan dan obat asma.
Wanita Indonesia juga memanfaatkan temulawak untuk memperbanyak ASi,
mengobati gangguan saat nifas dan menstruasi, serta membantu membersihkan
wajah dari bakteri pathogen penyebab jerawat (Deasywaty, 2011).
Bagian temulawak yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah
rimpangnya. Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid,
alkaloid dan tannin. Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama
temulawak terdiri dari pati (48,185%-59,64%), serat (2,58-4,83%, minyak atsiri
(phelandren, kamfer, tumerol, sineol, burneol, dan xantorizol) (1,48-1,63%), serta
kurkuminoid (kurkumin dan desmetoksikurkumin) (1,6-2,2%) (Daesywaty,
2011). Kurkuminoid yang memberi warna kuning pada rimpang bersifat
antibakteria, antikanker, antitumor dan antiradang, dan mengandung antioksidan
serta hypokolesteromik (Heru Sudrajad dkk, 2011). Rimpang Curcuma
mengandung senyawa aktif diantaranya terpenoid, alkaloid, flavonoid, minyak
atsiri, fenol dan kurkuminoid yang berfungsi sebagai antimikroba sehingga sering
digunakan dalam ramuan obat tradisional (Dessy Eva D., 2015).
Senyawa flavonoid mampu merusak dinding sel sehingga menyebabkan
kematian sel. Flavonoid juga dapat menghambat pembentukan protein sehingga
menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, senyawa tannin dapat merusak
membrane sel sehingga dapat merusak pembentukan konidia jamur. Kandungan
senyawa lain seperti alkaloid dalam rimpang Curcuma mampu mendenaturasi
protein sehingga merusak aktivitas enzim dan menyebabkan kematian sel.
Rimpang temulawak berkhasiat sebagai antimikroba karena mengandung
senyawa kimia diantaranya adalah kurkumin, minyak atsiri, saponin, flavonoid,
alkaloid dan tannin (Dessy Eva D., 2015).
Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) adalah salah satu tanaman obat
tradisional yang telah lama digunakan sejak 2000 tahun yang lalu. Mengkudu
merupakan tumbuhan kedua yang paling popular digunakan dalam pengobatan
herbal untuk mengobati penyakit dan untuk menjaga kesehatan yang baik secara
keseluruhan. Mengkudu adalah tanaman obat berkhasiat yang terbukti melalui
penelitian ilmiah memiliki berbagai efek terapi, termasuk antibakteri, antivirus,
antijamur, antitumor, analgesic, hipotensi, antiinflamasi, dan efek meningkatkan
kekebalan tubuh (Rizki Amaliah, 2012).
Bagian tanaman mengkudu yang paling banyak dimanfaatkan adalah buahnya,
sedangkan sediaannya yang paling popular adalah dalam bentuk jus. Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa buah mengkudu mengandung saponin, flavonoid,
minyak atsiri, dan alkaloid yang dapat digunakan sebagai bahan kosmetik,
perawatan kulit dan rambut. Adapun efek farmakologis yang telah terbukti yaitu
imunomodulasi, reparasi dan peremajaan sel, vasoproteksi, antioksidan,
hepatoproteksi, antibiotic dan antijamur (Muhammad Ilyas, 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aktivitas konsentrasi daya hambat minimal kombinasi ekstrak
rimpang temulawak dan buah mengkudu terhadap pertumbuhan Candida
albicans.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, terdapat
rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana aktivitas daya hambat kombinasi ekstrak temulawak dan
mengkudu terhadap pertumbuhan Candida albicans ?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui aktivitas daya hambat kombinasi ekstrak temulawak dan
mengkudu terhadap pertumbuhan Candida albicans

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi determinasi tanaman, pembuatan
simplisia, pembuatan ekstrak temulawak dan mengkudu dan aktivitas antifungi
untuk mengetahui daya hambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
Keterbatasan penelitian adalah rimpang temulawak membeli di pasar,
sedangkan buah mengkudu meminta warga disekitar kampus sehingga tidak
diketahui waktu panen, umur, tempat tumbuh tanaman tersebut.

1.5 Definisi Istilah


Adapun definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.5.1 Temulawak adalah tumbuhan tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi
hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap.
Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau
gelap. Rimpang induk temulawak bentuknya bulat seperti telur, sedangkan
rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya memanjang.
Tiap tanaman memiliki cabang antara 3-4 buah.
1.5.2 Mengkudu biasanya tanaman tidak sengaja tumbuh sendiri atau sengaja
dibudidayakan. Buah mengkudu berbongkol, permukaan tidak teratur,
berdaging, panjang 5-10 cm, buah muda berwarna hijau, semakin tua menjadi
kekuningan hingga putih transparan, daging buah berbau tidak sedap.
1.5.3 Ekstrak temulawak dan buah mengkudu merupakan eksrak kental yang
didapat dengan mengekstrak bagian rimpang temulawak dan buah mengkudu
dengan pelarut etanol 96%.
1.5.4 Aktivitas adalah kemampuan sebagai antifungi dengan pengujian daya hambat
terhadap jamur Candida albicans menggunakan metode difusi cakram.

Você também pode gostar