Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari suatu penyakit, termasuk penyakit infeksi. Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah dalam bidang kesehatan dan dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia (Wely Darwis dkk, 2013). Salah satu penyakit infeksi pada rongga mulut adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur. Infeksi jamur yang sering terjadi disebabkan oleh spesies Candida terutama Candida albicans. Candida albicans merupakan salah satu organisme yang bertindak sebagai flora normal pada tubuh manusia dan tidak berbahaya. Namun, Candida albicans juga merupakan jamur yang paling banyak menyebabkan infeksi pada manusia (Umar Hidayat, 2012). Candida adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa saluran pernapasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari tangan dan kuku. Ditempat-tempat ini ragi dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologik ketika daya tahan tubuh menurun baik secara local maupun sistemik (Maria Magdalena, 2009). Candida albicans dianggap sebagai spesies yang paling pathogen dan menjadi penyebab terbanyak kandidiasis, tetapi spesies yang lain ada juga yang dapat menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir fatal. Kandidiasis adalah penyakit jamur yang menyerang kulit, kuku, rambut, selaput lendir, dan organ dalam yang disebabkan oleh berbagai genus Candida. Stomatitis (sariawan) adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Stomatitis dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit rongga mulut yang disebabkan oleh Candida albicans (Nita Ermawati, 2013). Keberadaan Candida albicans dalam rongga mulut tidak selalu mengindikasikan terjadinya penyakit. Kolonisasi Candida albicans dalam rongga mulut melibatkan adanya penambahan dan pemeliharaan populasi fungi yang stabil. Berdasarkan data yang ada, prevelensi Candida pada orang dewasa adalah 3-48%, sedangkan pada anak-anak 45-46% (Rezki Yunitasari, 2013) . Perkembangan pelayanan kesehatan tradisional tampak semakin pesat sekitar 32% masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional seiring dengan adanya masyarakat yang memilih back to nature dan juga didukung dengan adanya kebijakan Menteri Kesehatan tahun 1999 untuk mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia (Zakiyatul Khafidhoh dkk, 2015). Salah satu tanaman herba yang berpotensi menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans adalah temulawak dan buah mengkudu. Temulawak dengan nama latin Curcuma xanthorrhiza Roxb, merupakan tanaman obat yang dimanfaatkan secara turun-temurun oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia memanfaartkan rimpang temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh sakit maag, obat diare, [obat ambien, obat batuk, obat sariawan dan obat asma. Wanita Indonesia juga memanfaatkan temulawak untuk memperbanyak ASi, mengobati gangguan saat nifas dan menstruasi, serta membantu membersihkan wajah dari bakteri pathogen penyebab jerawat (Deasywaty, 2011). Bagian temulawak yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpangnya. Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid, alkaloid dan tannin. Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati (48,185%-59,64%), serat (2,58-4,83%, minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumerol, sineol, burneol, dan xantorizol) (1,48-1,63%), serta kurkuminoid (kurkumin dan desmetoksikurkumin) (1,6-2,2%) (Daesywaty, 2011). Kurkuminoid yang memberi warna kuning pada rimpang bersifat antibakteria, antikanker, antitumor dan antiradang, dan mengandung antioksidan serta hypokolesteromik (Heru Sudrajad dkk, 2011). Rimpang Curcuma mengandung senyawa aktif diantaranya terpenoid, alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, fenol dan kurkuminoid yang berfungsi sebagai antimikroba sehingga sering digunakan dalam ramuan obat tradisional (Dessy Eva D., 2015). Senyawa flavonoid mampu merusak dinding sel sehingga menyebabkan kematian sel. Flavonoid juga dapat menghambat pembentukan protein sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, senyawa tannin dapat merusak membrane sel sehingga dapat merusak pembentukan konidia jamur. Kandungan senyawa lain seperti alkaloid dalam rimpang Curcuma mampu mendenaturasi protein sehingga merusak aktivitas enzim dan menyebabkan kematian sel. Rimpang temulawak berkhasiat sebagai antimikroba karena mengandung senyawa kimia diantaranya adalah kurkumin, minyak atsiri, saponin, flavonoid, alkaloid dan tannin (Dessy Eva D., 2015). Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) adalah salah satu tanaman obat tradisional yang telah lama digunakan sejak 2000 tahun yang lalu. Mengkudu merupakan tumbuhan kedua yang paling popular digunakan dalam pengobatan herbal untuk mengobati penyakit dan untuk menjaga kesehatan yang baik secara keseluruhan. Mengkudu adalah tanaman obat berkhasiat yang terbukti melalui penelitian ilmiah memiliki berbagai efek terapi, termasuk antibakteri, antivirus, antijamur, antitumor, analgesic, hipotensi, antiinflamasi, dan efek meningkatkan kekebalan tubuh (Rizki Amaliah, 2012). Bagian tanaman mengkudu yang paling banyak dimanfaatkan adalah buahnya, sedangkan sediaannya yang paling popular adalah dalam bentuk jus. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa buah mengkudu mengandung saponin, flavonoid, minyak atsiri, dan alkaloid yang dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, perawatan kulit dan rambut. Adapun efek farmakologis yang telah terbukti yaitu imunomodulasi, reparasi dan peremajaan sel, vasoproteksi, antioksidan, hepatoproteksi, antibiotic dan antijamur (Muhammad Ilyas, 2008). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas konsentrasi daya hambat minimal kombinasi ekstrak rimpang temulawak dan buah mengkudu terhadap pertumbuhan Candida albicans. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, terdapat rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut. 1.2.1 Bagaimana aktivitas daya hambat kombinasi ekstrak temulawak dan mengkudu terhadap pertumbuhan Candida albicans ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.3.1 Untuk mengetahui aktivitas daya hambat kombinasi ekstrak temulawak dan mengkudu terhadap pertumbuhan Candida albicans
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi determinasi tanaman, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak temulawak dan mengkudu dan aktivitas antifungi untuk mengetahui daya hambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Keterbatasan penelitian adalah rimpang temulawak membeli di pasar, sedangkan buah mengkudu meminta warga disekitar kampus sehingga tidak diketahui waktu panen, umur, tempat tumbuh tanaman tersebut.
1.5 Definisi Istilah
Adapun definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.5.1 Temulawak adalah tumbuhan tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Rimpang induk temulawak bentuknya bulat seperti telur, sedangkan rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya memanjang. Tiap tanaman memiliki cabang antara 3-4 buah. 1.5.2 Mengkudu biasanya tanaman tidak sengaja tumbuh sendiri atau sengaja dibudidayakan. Buah mengkudu berbongkol, permukaan tidak teratur, berdaging, panjang 5-10 cm, buah muda berwarna hijau, semakin tua menjadi kekuningan hingga putih transparan, daging buah berbau tidak sedap. 1.5.3 Ekstrak temulawak dan buah mengkudu merupakan eksrak kental yang didapat dengan mengekstrak bagian rimpang temulawak dan buah mengkudu dengan pelarut etanol 96%. 1.5.4 Aktivitas adalah kemampuan sebagai antifungi dengan pengujian daya hambat terhadap jamur Candida albicans menggunakan metode difusi cakram.