Você está na página 1de 17

Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar dan Kemampuan Kerja Ilmiah Mata Pelajaran Fisika


Siswa Kelas X Multimedia 1 SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan

Vivien Dwi Indriyani, Muhardjito, Parno


Jurusan Fisika, FMIPA,Universitas Negeri Malang
E-mail : vivien.dwi.indriyani@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan kerja ilmiah mata
pelajaran fisika siswa kelas X-Multimedia 1 SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan melalui penerapan
model pembelajaran Discovery Learning. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang
dilakukan dengan dua siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi atau evaluasi,
dan refleksi yang dilakukan di setiap siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-
Multimedia 1 SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan berjumlah 32 orang. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi, observasi, tes prestasi belajar, dan
wawancara. Data yang diperoleh melalui metode dokumentasi dan wawancara dianalisis dengan
teknik deskriptif-kualitatif, sedangkan data yang diperoleh melalui metode observasi dan tes
prestasi belajar dianalisis dengan teknik deskriptif-kuantitatif. Hasil yang didapat dari penelitian
yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning
dapat meningkatkan nilai prestasi belajar dan kemampuan kerja ilmiah mata pelajaran fisika siswa
kelas X-Multimedia 1. Prestasi belajar siswa meningkat dari sebelum diberi tindakan persentase
pencapaian ketuntasan yaitu 0% atau sangat kurang baik (E), pada siklus I sebesar 56,25% atau
taraf keberhasilan cukup baik (C), meningkat lagi pada siklus II menjadi 65,63% atau taraf
keberhasilan baik (B) dan sudah mencapai indikator keberhasilan ≥ 60%. Kemampuan kerja ilmiah
siswa juga meningkat untuk aspek kemampuan membuat rumusan masalah dari pra tindakan
hanya 30%, pada siklus I menjadi 78,13%, dan siklus II menjadi 100%; aspek melakukan
praktikum dari pra tindakan hanya 50%, pada siklus I menjadi 100%, dan pada siklus II tetap
100%; aspek menggunakan alat praktikum dari pra tindakan hanya 50%, pada siklus I menjadi
100%, dan pada siklus II tetap 100%; aspek mengumpulkan data dari pra tindakan hanya 50 %,
pada siklus I menjadi 100%, dan pada siklus II tetap 100%; aspek melaporkan hasil praktikum dari
pra tindakan hanya 30%, pada siklus I menjadi 75%, dan pada siklus II menjadi 100%.
Kemampuan kerja ilmiah pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu ≥ 90%. Hal
ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning dapat diterapkan untuk
meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan kerja ilmiah siswa. Untuk peneliti lain diharapkan
dapat mengembangkan penelitian yang telah dilakukan ini agar sistem pembelajaran fisika di
sekolah lebih bervariasi untuk memperbaiki kekurangan dan memperoleh hasil yang lebih
memuaskan.

Kata kunci : Discovery Learning, Prestasi Belajar, Kemampuan Kerja Ilmiah.

Abstract

This study aimed to improve the study achievement and scientific work ability of physics lesson
10th class Multimedia 1 student SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan used the implementation of
discovery learning as learning model. This study is classroom action research were perform with
two cycle which consist of planning, action, observation or evaluation, and reflection stage on each
cycle. The subjects on this study is 10th class Multimedia 1 student SMK Muhammadiyah 1
Pasuruan amounted to 32 students. The data collected using documentation, observation, learning
achievement test and interview methods. The data collected from documentation and interview
method analyzed by qualitative descriptive technique, where as the data collected from observation
and learning achievement test analyzed by quantitative descriptive technique. The result of this
study showing an improvement on learning achievement value and science work ability of physics
lesson 10th class Multimedia 1 student by using discovery learning as learning model. Precentage
of mastery achievement increase form 0% or very dissatisfactory (E), to 56,25% or level of
success is quite good (C) on 1st cycle and 65,63% or level of success is good (B) on 2nd cycle. This
achievement has achieved success indicator ≥ 60%. The ability of the scientific work of students
also increased for the capability to formulate the problem from 30% on pre-action, to 78,13% on
1st cycle, and 100% on 2nd cycle; capability of practical aspect from 50% on pre-action to 100% on
1st and 2nd cycle; aspects of using practical tools from 50% on pre-action to 100% on 1st and 2nd
cycle; aspects of collecting data from 50% on pre-action to 100% on 1st and 2nd cycle; aspects of
reporting the lab results from 30% on pre-action to 75% on 1st cycle and 100% on 2nd cycle. The
ability of the scientific work in 2nd cycle has achieved success indicator ≥ 90%. This is suggests
that the “Discovery Learning” learning model can be applied to improve the study achievement
and ability of scientific work of students. For other studies are expected to develop this research in
order to improve school physics learning system become more varied and correct the deficiencies
to get the better results.

Keywords: Discovery learning, study achievement, scientific work ability.

PENDAHULUAN
Sesuai UU-RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1 telah ditetapkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi
perannya di masa yang akan datang” (Tirtahardja dan S.L. La Sulo, 2005: 129-
144). Oleh karena itu, pendidikan harus menyiapkan peserta didik sesuai dengan
tuntutan zaman melalui perbaikan sistem pendidikan nasional.
Proses pembelajaran di SMK berdasarkan kurikulum 2013 berpusat pada
siswa dan lebih ditekankan pada kompetensi keterampilan yang sesuai dengan
standar industri (Kemedikbudb, 2012: 14-23). Oleh karena itu pihak sekolah wajib
untuk meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa dengan melakukan kegiatan
praktikum agar kompetensi keterampilan siswa dapat terpenuhi sesuai dengan
standar kompetensi lulusan (SKL).
Pembelajaran yang menekankan peningkatan kemampuan kerja ilmiah
menyebabkan siswa mampu membangun pengetahuannya tentang sesuatu yang
diamati secara langsung sehingga dapat bertahan lama dan mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa. Menurut Mulyati, Prestasi belajar merupakan tingkat
penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar
sesuai dengan tujuan yang diterapkan (dalam Prihantini, 2009:15). Peningkatan
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika menunjukkan kemampuan siswa
dalam aspek kognitif (pengetahuan) pada mata pelajaran fisika sehingga siswa
memiliki kemampuan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mampu mengembangkan ilmu dan teknologi (Sudarmadi, 2012:197).
Berdasarkan wawancara dengan guru fisika yang mengajar di kelas
diperoleh keterangan guru jarang mengajak siswa melakukan kegiatan praktikum.
Guru melakukan praktikum dengan demonstrasi dan siswa mencoba alat secara
bergantian karena alat yang dimiliki hanya satu. Data ini didukung dengan adanya
gejala-gejala yang menunjukkan bahwa kemampuan kerja ilmiah siswa termasuk
kurang, diantaranya kemampuan melakukan praktikum (50 %), menggunakan alat
praktikum (50 %), membuat rumusan masalah percobaan (30 %), mengumpulkan
data (50 %), melaporkan hasil percobaan (30 %). Pada saat melakukan praktikum,
siswa sudah dibentuk menjadi beberapa kelompok agar pelaksanaan proses
kegiatan praktikum dapat berjalan lancar. Guru belum mengajak siswa untuk
membuat perumusan masalah dengan benar untuk dibuktikan dalam kegiatan
praktikum. Siswa tidak mengisikan data hasil percobaan ke dalam tabel karena
guru tidak menyediakan lembar data hasil percobaan sehingga data yang diperoleh
tidak tersusun secara sistematis. Setelah melakukan praktikum, siswa diajak untuk
melaporkan hasil percobaan dengan cara presentasi kelas, namun kemampuan
siswa menganalisis data hasil percobaan dan menyimpulkan hasil percobaan
untuk melaporkan hasil percobaan masih kurang.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SMK Muhammadiyah 1
Pasuruan terdapat kenyataan bahwa prestasi belajar siswa untuk mata pelajaran
fisika rendah ditunjukkan dengan ketuntasan hasil nilai ulangan harian siswa
100% di bawah KKM. Nilai terendah dan tertinggi yang diperoleh siswa yaitu 25
dan 65. Nilai rata-rata kelas untuk prestasi belajar siswa juga masih kurang, yakni
sebesar 53,75.
Kondisi belajar fisika yang terjadi di kelas X-Multimedia1 SMK
Muhammadiyah 1 Pasuruan ini membutuhkan sebuah perbaikan proses
pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dan juga yang
dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman. Model pembelajaran yang
digunakan oleh guru harus berpusat pada siswa sehingga siswa lebih aktif dalam
proses pembelajaran dan tidak merasa bosan. Siswa di kelas juga perlu dilatihkan
kerja ilmiah sebagai bekal mereka di masa mendatang pada saat mereka
dihadapkan pada situasi yang memerlukan kemampuan kerja ilmiahnya
digunakan. Guru harus lebih kreatif dalam menyediakan media pembelajaran
sehingga siswa dapat melakukan praktikum untuk melatih kemampuan kerja
ilmiahnya.
Model pembelajaran yang efektif dan efisien dalam meningkatkan
kemampuan kerja ilmiah dan prestasi belajar siswa di SMK Muhammadiyah I
Pasuruan, salah satunya adalah model pembelajaran Discovery Learning. Model
pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran penemuan. Dalam
model pembelajaran ini, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami
proses mental itu sendiri dan guru hanya membimbing atau memberikan instruksi.
Dengan menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar yang
melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan
diskusi, seminar, membaca dan mencoba sendiri agar anak dapat belajar sendiri.
Penggunaan teknik discovery ini guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa
dalam proses belajar mengajar. Maka teknik ini memiliki keuntungan sebagai
berikut: (a) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan,
memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif
atau pengenalan siswa, (b) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat
pribadi individual sehingga dapat tertinggal mendalam dalam jiwa siswa tersebut.
Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa, (c) Teknik ini
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju
sesuai dengan kemampuannya masing-masing, (d) Mampu mengarahkan cara
siswa belajar, sehingga lebih memiliki kemauan yang kuat untuk belajar lebih
giat, (e) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada
diri sendiri dengan proses penemuan sendiri (Asnahwati, 2013: 3-4).
Tahap-tahap yang digunakan dalam model pembelajaran Discovery
Learning yaitu (1) stimulasi atau rangsangan, (2) perumusan masalah, (3)
pengumpulan data,(4) analisis data, (5) verifikasi atau pembenaran, (6)
generalisasi atau kesimpulan. Setiap tahap yang dilakukan sangat bagus untuk
melatih kemampuan kerja ilmiah siswa di SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan yang
pada dasarnya sangat kurang. Untuk melatih membuat rumusan masalah, siswa
dibantu guru dengan memberikan stimulasi. Untuk membuktikan kebenaran
rumusan masalah yang dibuat juga ada tahap verifikasi yang dilakukan secara
bersama. Tahap pengumpulan data dan analisis data juga dilakukan secara
berkelompok sehingga siswa dapat melakukan diskusi. Pembelajaran model
Discovery Learning ini materi atau bahan ajar yang akan disampaikan tidak
disampaikan dalam bentuk final, akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong
untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari
informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk apa yang mereka
ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir, sehingga sangat bagus
melatih kemampuan kerja ilmiah siswa.
Hasil penelitian Pamungkas (2009) menyimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran dengan model Discovery Learning dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata diklat
laporan keuangan Perusahaan Dagang. Penelitian Yupita dan Waspodo (2013)
juga menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran discovery yang
dilaksanakan dalam pembelajaran IPS pada materi perkembangan teknologi dapat
meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa kelas IV
SDN Surabaya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, diajukan
permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan
prestasi belajar dan kemampuan kerja ilmiah mata pelajaran fisika siswa
kelas X-Multimedia 1 SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan?
2. Apakah penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan
prestasi belajar mata pelajaran fisika siswa kelas X-Multimedia 1 SMK
Muhammadiyah 1 Pasuruan?
3. Apakah penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan
kemampuan kerja ilmiah mata pelajaran fisika siswa kelas X-Multimedia 1
SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan?

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan
dua siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi atau evaluasi,
dan refleksi yang dilakukan di setiap siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa kelas X-Multimedia 1 SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan berjumlah 32
orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
dokumentasi, observasi, tes prestasi belajar, dan wawancara. Data yang diperoleh
dari suber data keterlaksanaan model pembelajaran discovery learning,
kemampuan kerja ilmiah siswa dan peningkatannya, prestasi belajar siswa dan
peningkatannya. Berikut merupakan sumber data dan prosedur pengumpulan data
yang akan digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sumber Data dan Prosedur Pengumpulan Data

No. Aspek Sumber Data Prosedur Pengumpulan Data

1. Keterlaksanaan Kegiatan guru dalam Observasi dan dokumentasi


penerapan model menyelenggarakan model
Discovery Discovery Learning
Learning
2. Prestasi belajar Hasil tes akhir siklus siswa Tes
siswa
3. Kemampuan kerja Aktivitas siswa selama Observasi
ilmiah praktikum

Data yang diperoleh melalui metode dokumentasi dan wawancara


dianalisis dengan teknik deskriptif-kualitatif, sedangkan data yang diperoleh
melalui metode observasi dan tes prestasi belajar dianalisis dengan teknik
deskriptif-kuantitatif. Indikator keberhasilan merupakan acuan yang digunakan
dalam pelaksanaan penelitian ini. Berikut merupakan indikator keberhasilan dari
keterlaksanaan pembelajaran model Discovery Learning, kemampuan kerja
ilmiah, dan prestasi belajar siswa (Tabel 2).
Tabel 2. Indikator Keberhasilan
No. Indikator Kondisi Awal Kondisi
Akhir
1 Keterlaksanaan pembelajaran model 0% ≥ 95 %
Discovery Learning
2 Kemampuan Kerja Ilmiah
a. Membuat rumusan masalah 30 % ≥ 90 %
b. Melakukan praktikum 50 % ≥ 90 %
c. Menggunakan alat praktikum 50 % ≥ 90 %
d. Mengumpulkan data
e. Melaporkan hasil praktikum 50 % ≥ 90 %
30 % ≥ 90 %

3 Prestasi Belajar 0% ≥ 60 %
Persentase kualitas keterlaksanaan pembelajaran model Discovery
Learning, kemampuan kerja ilmiah dan prestasi belajar ditetapkan dengan kriteria
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Indikator Keberhasilan Adaptasi dari (Arikunto, 2003)
Persentase Indikator
NO Taraf Keberhasilan
Keberhasilan (%)
1 80 – 100 Sangat Baik A
2 60 – 79 Baik B
3 40 – 59 Cukup Baik C
4 20 – 39 Kurang Baik D
5 0 - 19 Sangat Kurang Baik E

HASIL DAN PEMBAHASAN


Prestasi belajar menurut Mulyati merupakan tingkat penguasaan yang
dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan
tujuan yang diterapkan (dalam Prihantini, 2009:15). Prestasi mencerminkan
sejauh mana siswa telah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada bidang
studi tertentu. Prestasi belajar yang tinggi dapat dipertahankan dan mungkin juga
ditingkatkan, sebaliknya prestasi yang rendah dapat diperbaiki melalui perubahan
dan perbaikan tahap-tahap dalam proses belajar mengajar yaitu perubahan pada
proses perencanaan strategi pengajaran, pelaksanaan dan evaluasi. Dari evaluasi
belajar inilah dapat diketahui prestasi belajar. Jadi prestasi belajar dapat diartikan
sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar
dalam jangka waktu tertentu.
Prestasi belajar siswa untuk mata pelajaran fisika kelas X Multimedia 1 di
SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan sebelum menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan nilai hasil ulangan
harian siswa menunjukkan prestasi belajar siswa berada di bawah standar, 100%
siswa belum tuntas. Siswa yang mendapat nilai 25 sebanyak 1 anak (3,125%).
Siswa yang mendapat nilai 35 sebanyak 1 anak (3,125%). Siswa yang mendapat
40 sebanyak 4 anak (12,5%). Siswa yang mendapat 45 sebanyak 1 anak (3,125%).
Siswa yang mendapat 55 sebanyak 10 anak (31,25%). Siswa yang mendapat 60
sebanyak 14 anak (43,75%). Siswa yang mendapat 65 sebanyak 1 anak (3,125%).
Kategori persentase pencapaian nilai KKM atau indikator keberhasilan yaitu
sangat kurang baik (E) atau 0%. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal
dengan guru mata pelajaran fisika di kelas tersebut, penyebab rendahnya prestasi
belajar siswa yaitu proses pembelajaran masih berpusat pada guru, guru masih
mengajar dengan ceramah atau hanya menerangkan saja, peran siswa dalam
proses pembelajaran sangat pasif, soal-soal yang diberikan harus sama dengan
contoh soal dan jika berbeda siswa kesulitan mengerjakan, banyak siswa tidak
mau mendengar dan mencatat penjelasan guru, dan tidak tersedia buku cetak atau
LKS untuk mata pelajaran fisika sehingga siswa tidak punya sumber untuk
belajar.
Dari data tersebut, peneliti melakukan perencanaan tindakan pada siklus I
yaitu dengan penerapan model pembelajaran discovery learning untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa mata pelajaran fisika kelas X Multimedia 1 di
SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan. Pembelajaran yang berlandaskan pada model
pembelajaran discovery learning dilakukan dengan memfasilitasi siswa agar
memperoleh pengalaman belajar yang dapat digunakan untuk menemukan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang sedang dipelajari. Guru menyediakan
LKS untuk melakukan praktikum. Di dalam LKS terdapat bacaan, petunjuk
melakukan praktikum, serta analisis data yang berisi soal-soal untuk latihan siswa.
Dengan demikian, siswa lebih memungkinkan untuk mengingat konsep dan
pengetahuan yang ditemukan pada diri mereka sendiri. Jika siswa paham dengan
materi yang dipelajarinya maka siswa tidak perlu menghapal materi yang
dipelajari untuk mengerjakan tes prestasi belajar tetapi siswa hanya mengingat
materi yang sudah dipelajari sendiri melalui kegiatan praktikum. Hal ini dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa pada siklus I.
Perbandingan prestasi belajar siswa sebelum tindakan (pra tindakan)
dengan tindakan pada siklus I dapat di sajikan pada tabel berikut.
Tabel 4. Perbandingan Prestasi Belajar Pra Tindakan dan Prestasi Belajar Siklus I
No Pra Tindakan Persentase Peningkatan Siklus I
1 0 siswa tuntas 56,25% 18 siswa tuntas (56,25%)

Berdasarkan Tabel 4. setelah dilakukan tindakan pada siklus I prestasi


belajar mengalami peningkatan dari 0% menjadi 56,25%. Siswa yang dinyatakan
tuntas mencapai KKM sebanyak 18 anak (56,25%), yang masih belum tuntas 14
anak (43,75%). Persentase prestasi belajar siswa pada siklus I sebesar 56,25%
atau taraf keberhasilan cukup baik (C). Pada siklus I persentase prestasi belajar
siswa belum mencapai indikator keberhasilan yang diinginkan pada kondisi akhir
yaitu ≥ 60% sehingga perlu dilakukan siklus II. Permasalahan-permasalahan yang
muncul pada siklus I diperbaiki pada perencanaan siklus II agar indikator
keberhasilan prestasi belajar dapat tercapai. Berikut Tabel 5. yang menunjukkan
peningkatan prestasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II.

Tabel 5. Perbandingan Prestasi Belajar Siklus I dan Siklus II


Persentase Indikator
No Siklus I Siklus II
Peningkatan Keberhasilan
18 siswa tuntas 21 siswa tuntas ≥ 60 %
1 9,38%
(56,25%) (65,63%)

Hasil dari pelaksanaan tindakan kelas dengan model discovery learning


pada siklus II ini ternyata berhasil, hal ini ditunjukkan dengan hasil prestasi
belajar siswa yang meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan siklus I, ini
dikarenakan sudah ada perbaikan dari refleksi pada siklus I. Pada Tabel 5 dapat
dilihat peningkatan prestasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 9,38%.
Pada siklus II, 21 orang dinyatakan tuntas KKM atau 65,63% dengan taraf
keberhasilan baik (B). Indikator keberhasilan yang diinginkan pada kondisi akhir
yaitu ≥ 60% sehingga sudah tercapai dan kegiatan penelitian berhenti sampai
siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, model discovery learning dapat
meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran fisika siswa kelas X-Multimedia 1
SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan. Hasil penelitian relevan yang menunjukkan
keberhasilan model discovery learning dapat meningkatkan prestasi belajar adalah
penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas (2009) dengan judul penelitian
Penerapan Pembelajaran dengan Model Discovery Learning dapat Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada
Mata Diklat Laporan Keuangan Perusahaan Dagang. Hal ini membuktikan bahwa
penerapan model discovery learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kemampuan kerja ilmiah menurut Khairil (2009: 44-45) adalah
mengajukan pertanyaan, merencanakan dan melakukan suatu kerja dalam bentuk
penelitian, menyusun hipotesis, cara mengumpulkan data, berpikir logis sampai
pada cara mengambil kesimpulan dan mengkomunikasikan secara ilmiah. Kerja
ilmiah bukan dijelaskan secara teoritis oleh guru tetapi harus dilakukan oleh siswa
sehingga kerja ilmiah perlu dikembang saat proses pembelajaran mengenai
konsep-konsep fisika berlangsung. Dengan demikian guru harus memfasilitasi
siswa untuk melatih kemampuan kerja ilmiah siswa.
Kemampuan kerja ilmiah siswa untuk mata pelajaran fisika kelas X
Multimedia 1 di SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan sebelum menggunakan model
pembelajaran discovery learning masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara dengan guru mata pelajaran fisika. Berdasarkan data yang diungkap
oleh guru mata pelajaran fisika kelas X Multimedia 1, prosentase kemampuan
kerja ilmiah siswa diantaranya kemampuan siswa melakukan praktikum (50 %),
kemampuan siswa menggunakan alat praktikum (50 %), kemampuan siswa dalam
membuat rumusan masalah percobaan (30 %), kemampuan siswa dalam
mengumpulkan data (50 %), kemampuan siswa melaporkan hasil percobaan
(30%). Penyebab rendahnya kemampuan kerja ilmiah siswa yaitu guru jarang
mengajak siswa melakukan praktikum. Hanya sekali guru mengajak praktikum
pada bab pengukuran dengan menggunakan jangka sorong. Guru melakukan
demonstrasi melakukan praktikum kemudian siswa melakukan praktikum secara
bergantian karena alat jangka sorong yang dimiliki hanya satu. Tidak adanya alat
untuk melakukan praktikum membuat kemampuan kerja ilmiah siswa kurang.
Pada saat melakukan praktikum, siswa sudah dibentuk menjadi beberapa
kelompok agar pelaksanaan proses kegiatan praktikum dapat berjalan lancar. Guru
belum mengajak siswa untuk membuat perumusan masalah dengan benar untuk
dibuktikan dalam kegiatan praktikum. Siswa tidak mengisikan data hasil
percobaan ke dalam tabel karena guru tidak menyediakan lembar data hasil
percobaan sehingga data yang diperoleh tidak tersusun secara sistematis. Setelah
melakukan praktikum, siswa diajak untuk melaporkan hasil percobaan dengan
cara presentasi kelas, namun kemampuan siswa menganalisis data hasil percobaan
dan menyimpulkan hasil percobaan untuk melaporkan hasil percobaan masih
kurang karena guru tidak menyediakan lembar kerja siswa yang membantu siswa
untuk melakukan analisis data dan menyimpulkan hasil percobaan.
Dari permasalahan tersebut, peneliti melakukan perencanaan tindakan
pada siklus I yaitu dengan penerapan model pembelajaran discovery learning
untuk meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa mata pelajaran fisika kelas X
Multimedia 1 di SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan. Langkah-langkah
pembelajaran yang berlandaskan pada model pembelajaran discovery learning
yaitu (1) stimulasi atau rangsangan, (2) perumusan masalah, (3) pengumpulan
data, (4) analisis data, (5) verifikasi atau pembenaran, (6) generalisasi atau
kesimpulan. Setiap tahap yang dilakukan sangat bagus untuk melatih kemampuan
kerja ilmiah siswa yang pada dasarnya kurang. Untuk membuat rumusan masalah
siswa dibantu guru dengan memberikan stimulasi melalui demonstrasi dan
pengarahan terhadap permasalahan yang harus dirumuskan. Untuk membuktikan
kebenaran terhadap rumusan masalah yang dibuat juga ada tahap verifikasi yang
dilakukan secara bersama. Siswa diberi kesempatan untuk memperoleh
pengetahuannya sendiri melalui tahap pengumpulan data pada kegiatan praktikum
kemudian dianalisis dengan menjawab pertanyaan yang ada di LKS serta
menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Tahap pengumpulan data
dan analisis data juga dilakukan secara berkelompok sehingga siswa dapat
melakukan diskusi untuk memperoleh pengetahuannya sendiri. Selain itu, guru
memfasilitasi siswa dengan menyediakan alat praktikum dan LKS untuk
membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan kerja ilmiahnya. Berikut Tabel
6. yang menunjukkan peningkatan kemampuan kerja ilmiah siswa siklus I.

Tabel 6. Perolehan Penilaian Kemampuan Kerja Ilmiah Pra Tindakan dan


Kemampuan Kerja Ilmiah Siklus I
Siklus I Indikator
Pra
No Aspek Peningkatan Pertemuan Pertemuan Keberhasilan
Tindakan
1 2
Membuat ≥ 90%
1 rumusan 30% 48,13% 51,61% 78,13%
masalah
Melakukan ≥ 90%
2 50% 50% 100% 100%
praktikum
Menggunakan ≥ 90%
3 50% 50% 100% 100%
alat praktikum
Mengumpulkan ≥ 90%
4 50% 50% 90,32% 100%
data
Melaporkan ≥ 90%
5 30% 45% 64,52% 75%
hasil praktikum
Berdasarkan Tabel 6 setelah dilakukan tindakan pada siklus I kemampuan
kerja ilmiah siswa mengalami peningkatan. Untuk aspek melakukan praktikum
dan menggunakan alat praktikum sudah mencapai ketuntasan 100% pasca
tindakan pertemuan 1 dan pertemuan 2 sedangkan indikator keberhasilan yaitu ≥
90% sehingga aspek melakukan praktikum dan menggunakan alat praktikum
sudah mencapai indikator keberhasilan. Hal ini disebabkan siswa memperoleh
langkah-langkah praktikum di dalam LKS sehingga dengan panduan tersebut
siswa mampu melakukan praktikum dan menggunakan alat praktikum dengan
benar. Sedangkan pada saat pra tindakan, siswa melakukan praktikum tanpa
menggunakan LKS yang berisi langkah-langkah praktikum sehingga siswa
melakukan praktikum hanya menggunakan pedoman lisan yang diberikan guru.
Untuk aspek mengumpulkan data, sudah ada peningkatan dari pra tindakan ke
pasca tindakan pertemuan 1 mencapai 90,32%. Namun masih ada beberapa siswa
saat menuliskan data hasil percobaan di LKS belum terbiasa untuk menuliskan
satuannya. Pada saat pertemuan 2 sudah mencapai ketuntasan 100% artinya siswa
sudah terbiasa menuliskan data hasil percobaan lengkap dengan satuannya
sedangkan indikator keberhasilan yaitu ≥ 90% sehingga aspek mengumpulkan
data sudah mencapai indikator keberhasilan. Untuk aspek membuat rumusan
masalah pasca tindakan pertemuan pertama mencapai 51,61% dan pertemuan
kedua mencapai 78,13% sedangkan indikator keberhasilan yaitu ≥ 90% sehingga
aspek membuat rumusan masalah belum mencapai indikator keberhasilan. Begitu
juga untuk aspek melaporkan hasil praktikum pasca tindakan pertemuan pertama
mencapai 64,52% dan pertemuan kedua mencapai 75% sedangkan indikator
keberhasilan yaitu ≥ 90% sehingga aspek melaporkan hasil praktikum belum
mencapai indikator keberhasilan. Hal ini disebabkan pada saat pra tindakan siswa
jarang disuruh oleh guru untuk membuat rumusan masalah dan melaporkan hasil
praktikum dengan menganalisis data sesuai dengan pertanyaan yang ada di dalam
LKS. Pada saat tindakan siklus 1 pertemuan 1 dan pertemuan 2, siswa diajari
bagaimana membuat rumusan masalah dan melaporkan hasil praktikum namun
belum mencapai indikator keberhasilan. Penyebab siswa yang belum tuntas untuk
aspek kemampuan membuat rumusan masalah yaitu siswa hanya membuat
rumusan masalah sebagian dan siswa tidak bisa membuat rumusan masalah.
Penyebab siswa yang belum tuntas untuk aspek melaporkan hasil praktikum yaitu
siswa melaporkan hasil praktikum tetapi tidak disertai kesimpulan dan tidak dapat
menjawab pertanyaan analisis data. Oleh karena itu perlu diadakan siklus II untuk
meningkatkan perolehan nilai tersebut dengan memperbaiki kekurangan di siklus
I dan tetap mempertahankan kemampuan kerja ilmiah siswa pada aspek yang
sudah mencapai ketuntasan 100% di siklus I. Pada Tabel 7. dapat dilihat
peningkatan kemampuan kerja ilmiah siswa dari siklus I menuju siklus II.

Tabel 7. Perolehan Penilaian Kemampuan Kerja Ilmiah Siklus I dan Kemampuan


Kerja Ilmiah Siklus II
Siklus I Siklus II
Indikator
No Aspek Pertemuan Pertemuan Peningkatan Pertemuan Pertemuan
Keberhasilan
1 2 1 2
Membuat
1 rumusan 51,61% 78,13% 21,87% 93,75% 100% ≥ 90 %
masalah
Melakukan
2 100% 100% 0% 100% 100% ≥ 90 %
praktikum
Menggunakan
3 100% 100% 0% 100% 100% ≥ 90 %
alat praktikum
Mengumpulkan
4 90,32% 100% 0% 100% 100% ≥ 90 %
data
Melaporkan
5 64,52% 75% 25% 100% 100% ≥ 90 %
hasil praktikum

Setelah dilakukan perbaikan pada tindakan siklus II maka diperoleh data


penelitian seperti pada Tabel 7. Dari tabel tersebut dapat dikatakan bahwa
kemampuan kerja ilmiah siswa untuk aspek membuat rumusan masalah
meningkat 21,87% mencapai ketuntasan 100% dan aspek melaporkan hasil
praktikum meningkat 25% mencapai ketuntasan 100%, sedangkan untuk aspek
melakukan praktikum, menggunakan alat praktikum dan mengumpulkan data
tetap konstan mencapai ketuntasan 100%. Berdasarkan data peningkatan
kemampuan kerja ilmiah pada siklus II, maka kemampuan kerja ilmiah siswa
untuk aspek membuat rumusan masalah, melakukan praktikum, menggunakan alat
praktikum, mengumpulkan data, dan melaporkan hasil praktikum sudah mencapai
indikator keberhasilan yang diinginkan pada kondisi akhir yaitu ≥ 90% sehingga
kegiatan penelitian dihentikan pada siklus II. Hal ini berarti penerapan model
pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan kemampuan kerja ilmiah
mata pelajaran fisika siswa kelas X Multimedia 1 SMK Muhammadiyah 1
Pasuruan.
Peningkatan prestasi belajar dan kemampuan kerja ilmiah ini diperoleh
karena adanya upaya strategi perbaikan untuk menemukan langkah-langkah dan
teknik yang tepat agar proses pembelajaran tersebut lebih kondusif sehingga
perhatian siswa tetap fokus tehadap tujuan pembelajaran. Usaha yang dilakukan
tersebut meliputi pemanfaatan bahan ajar meliputi penggunaan alat praktikum dan
LKS lebih dominan sehingga penerapan model pembelajaran yang berbasis
menemukan pengetahuan sendiri tersebut dapat berlangsung, kebebasan siswa
dalam mengemukakan masalah yang dihadapi, mengupayakan belajar mandiri
siswa lebih ditingkatkan, serta memberdayakan efektifitas diskusi kelompok.
Pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model
pembelajaran discovery learning yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar
dan kemampuan kerja ilmiah dengan metode belajar yang sifatnya mandiri
dimana siswa cenderung lebih aktif untuk mencari dan menemukan pengetahuan
melalui kegiatan praktikum. Namun, dalam penerapan model discovery learning
bukanlah tanpa hambatan. Mulai awal pertemuan yaitu saat siklus I pertemuan
pertama dimulai sudah terlihat kendala yang dihadapi yaitu (1) kurang adanya
semangat atau motivasi dalam diri siswa sehingga masih banyak siswa yang
belum melibatkan diri dalam pembelajaran dengan keinginanan sendiri sehingga
sulit bagi guru untuk mengeksplorasi respon-respon siswa ketika diberi
pertanyaan secara lisan dan kalaupun ada yang merespon harus ditunjuk terlebih
dahulu, mereka belum berani mengangkat tangan dan menyampaikan pendapat,
(2) kesalahan dalam membuat rumusan masalah, kesalahan dalam membaca dan
kekurang telitian siswa dalam mengumpulkan data dan menganalisis data hasil
percobaan untuk melaporkan hasil praktikum, (3) keterkejutan siswa yang baru
mengikuti kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga siswa
merasa belum terbiasa melakukan kegiatan tersebut yang dapat dilihat dari
sulitnya membiasakan siswa untuk membaca LKS praktikum yang diberikan oleh
guru karena siswa terbiasa dibelajarkan oleh guru, bukan siswa yang aktif
sehingga pada saat melakukan praktikum masih ada siswa yang mengalami
kesulitan dan bertanya, (4) kekurang kompakan atau kurang kerjasama siswa saat
diskusi kelompok, siswa yang aktif hanya beberapa kelompok saja dan yang
lainya tidak mau memperhatikan atau ada yang bermain sendiri.
Guru berupaya menemukan solusi guna meminimalisir kendala yang
dihadapi saat penerapan model pembelajaran discovery learning sehingga
pembelajaran bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun upaya yang
dilakukan dengan mengoptimalkan proses pembelajaran tiap fase yang dilakukan
dengan sintak model pembelajaran discovery learning yaitu 1) guru melakukan
demonstrasi dan memberikan pengarahan yang harus diamati karena memuat
permasalahan. 2) peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi
permasalahan yang disajikan dari demonstrasi yang dilakukan oleh guru.
Permasalahan yang dipilih selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
rumusan masalah. 3) untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah, peserta didik
diberi kesempatan untuk membuktikan melalui kegiatan praktikum. Guru
menyediakan alat praktikum dan LKS untuk membantu siswa melakukan
praktikum. 4) semua data yang diperoleh dari hasil praktikum ditabelkan di LKS
yang disediakan dan diolah kemudian dianalisis dengan menjawab pertanyaan
yang ada di dalam LKS. 5) berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data,
pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya dapat dicek kebenarannya atau
dilakukan verifikasi. 6) berdasarkan hasil verifikasi tadi, peserta didik belajar
menarik kesimpulan atau generalisasi.
Dengan menerapkan sintak model discovery learning tersebut, maka siswa
1) memperoleh pengetahuannya sendiri sehingga dapat bertahan lama dalam
ingatan peserta didik, 2) dapat membangkitkan semangat belajar siswa karena
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan terus maju
sesuai dengan kemampuan masing-masing, 3) melatih kemampuan kerja
ilmiahnya, 4) dapat memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri
dengan proses penemuan sendiri, 5) lebih aktif karena berpusat pada siswa tidak
pada guru.

KESIMPULAN
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan model
pembelajaran discovery learning pada siklus I dan II sudah terlaksana 100%.
Prestasi belajar mengalami peningkatan pencapaian ketuntasan dari pratindakan
hanya 0% menjadi 56,25% pada siklus I dan 65,63% pada siklus II. Kemampuan
kerja ilmiah mengalami peningkatan pencapaian ketuntasan untuk aspek membuat
rumusan masalah dari pratindakan hanya 30% menjadi 78,13% pada siklus I dan
100% pada siklus II, melaporkan hasil praktikum dari pratindakan hanya 30%
menjadi 75% pada siklus I dan 100% pada siklus II, sedangkan aspek melakukan
praktikum, menggunakan alat praktikum dan mengumpulkan data dari
pratindakan hanya 50% menjadi 100% pada siklus I dan siklus II. Berdasarkan
hasil tersebut maka penerapan model pembelajaran discovery learning dapat
meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan kerja ilmiah mata pelajaran fisika
siswa kelas X-Multimedia 1 SMK Muhammadiyah 1 Pasuruan.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Muhardjito, MS selaku
pembimbing I atas arahan dan dorongan kepada penulis, Dr. Parno, M.Si selaku
pembimbing II atas arahan dan dorongan kepada penulis untuk senantiasa banyak
belajar. Tak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada Ibu Ratnaningsih, S.Si
selaku guru mata pelajaran fisika kelas X-Multimedia 1 SMK Muhammadiyah 1
Pasuruan atas kesempatan yang telah diberikan untuk melakukan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi.


Jakarta: Bumi Aksara.
Asnahwati. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode
Pembelajaran Discovery Pada Pelajaran IPA Kelas III SD. Artikel
penelitian, Prodi PGSD FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak.
Kemendikbudb. 2012. Pengembangan Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Khairil, 2009. Potensi Model Perkuliahan Genetika di Jurusan Biologi FMIPA
UM dalam Memberdayakan Kemampuan Metakognisi, Kerja Ilmiah dan
Hasil Belajar Kognitif Mahasiswa. Tesis tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Pamungkas, Titin Oktaviani. 2009. Penerapan discovery learning pada mata
pelajaran akuntansi untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar
siswa akuntansi keuangan (studi kasus pada siswa kelas X AK SMK
Shalahuddin Malang). Skripsi, Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Prihantini, Yulia. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS(Think
Pair Share) Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Fisika
Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 19 Malang. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Sudarmadi. 2012. Meningkatkan Kemampuan Guru-guru Fisika SMA/SMK
Binaan dalam Membuat Alat Praktikum Fisika Sederhana Melalui
Pendampingan di Kabupaten Kulonprogo. Prosiding Pertemuan Ilmiah
XXVI HFI Jateng & DIY, Purworejo 14 April 2012, ISSN : 0853-0823.
Tirtahardja, U. dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Yupita, I.A. dan Waspodo, T.S. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Discovery
untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 1(2):1-10.

Você também pode gostar