Você está na página 1de 10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyakit Jantung Koroner (PJK)


1. Defenisi
• Angina Pektoris Stabil (APS): sindrom klinik yang ditandai dengan
rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, pungggung ataupun lengan, yang
biasanya dicetuskan oleh kerja fisik atau stres emosional dan keluhan ini
dapat berkurang bila istirahat atau oleh obat nitrogliserin.
• Angina Prinzmetal: nyeri dada disebabkan oleh spasme arteri
koronaria, sering timbul pada waktu istirahat, tidak berkaitan dengan
kegiatan jasmani dan kadang-kadang siklik (pada waktu yang sama tiap
harinya).
• Sindroma Kororner Akut (SKA):sindrom klinik yang mempunyai
dasar patofisiologi yang sama yaitu adanya erosi, fisur, ataupun robeknya
plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang
menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Yang termasuk dalam SKA adalah:
- Angina pektoris tidak stabil (APTS, unstable angina): ditandai
dengan nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, yang serangannya lebih
lama (lebih dari 20 menit) dan lebih sering. Angina yang baru timbul
(kurang dari satu bulan), angina yang timbul dalam satu bulan setelah
serangan infark juga digolongkan dalam angina tak stabil.
- Infark miokard akut (IMA): Nyeri angina pada infark jantung
akut umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). Walau
demikian infark jantung dapat terjadi tanpa nyeri dada (20 sampai 25%).
IMA bisa nonQ MI (NSTEMI) dan gelombang Q MI (STEMI).6

2. Faktor resiko
a. Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK.
Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) prevalensi Hipertensi
untuk Indonesia berkisar 6- 15%, sedang di negara maju misalnya
Amerika 15-20%. Lebih kurang 60% penderita Hipertensi tidak
terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol
dengan baik.7
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat
perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada
kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari
tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis
dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh
darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium,
arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral serta pembuluh
darah ginjal. 7
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga
memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini
menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark
lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal.
Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar.
Kejadian PJK pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan
dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham selama
18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi
sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan
miokard infark. 7

b. Hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena
termasuk faktor resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok.
Kadar Kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari
yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
kadar kolesterol darah disamping diet adalah keturunan, umur, dan jenis
kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa parameter yang
dipakai untuk mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan
kadar kolesterol darah:
- Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200
mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar
kolesterol Total normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi < 200
mg/dl 2-239 mg/dl >240 mg/dl
- LDL Kolesterol
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar
LDL yang meninggi akan rnenyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk
untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total. Kadar LDL
Kolesterol Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi < 130 mg/dl
130-159 mg/dl >160 mg/dl
- HDL Koleserol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis
kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol)
: karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati
untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh
darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Kadar HDL
Kolesterol Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi < 45 mg/dl 35-
45 mg/dl >35 mg/dl Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin
besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat
dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan
berhenti merokok.
- Rasio Kolesterol Total
HDL Kolesterol Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya
(4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan). makin tinggi rasio
kolesterol total : HDL kolesterol makin meningkat resiko PJK.
- K adar Trigliserida
Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh,
Lemak tidak tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang
tinggi merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK.7

c. Merokok.
Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor
resiko utama PJK disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. orang
yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat
efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian Framingham
mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada lakilaki perokok 10X
lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X
lebih dari pada bukan perokok. Efek rokok adalah Menyebabkan beban
miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya
komsumsi 02 akibat inhalasi co atau dengan perkataan lain dapat
menyebabkan tahikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi
carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL kolesterol tetapi
mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok yang dihidap,
kadar HDL kolesterol makin menurun.7

Faktor resiko lain yang tidak dapat dicegah yaitu:


- Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK.
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun
dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-
laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki
kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum
menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur
yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat
menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
- Jenis kelamin
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1
dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki
mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari perempuan.
- Geografis
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang
paling rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat
padta orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia .
Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya dari
pada genetik.
- Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun
bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di
Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non
caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko PJK pada non
caucasia kira-kira separuhnya.7

B. Atherosclerosis

Banyak hasil penelitian yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara


faktor resiko PJK dan pembentukan atherosclerosis. Aterosklerosis didefinisikan
sebagai penyempitan pembuluh darah arteria yang disebabkan oleh penumpukan
kolesterol dan lemak dalam dinding pembuluh darah arteria. Penyempitan ini
dapat mengenai arteria koronaria.8 Proses terbentuknya aterosklerosis bersifat
multifaktorial, patogenesisnya melibatkan hemodinamik, trombosis, dan
metabolisme lemak-karbohidrat, serta karakteristik intrinsik dinding arteria.
Faktor lingkungan seperti merokok atau pola hidup yang tak aktif juga
mempunyai kontribusi terhadap proses aterosklerosis. Proses pembentukan
aterosklerosis tidak hanya dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor risiko tersebut
saja, akan tetapi lebih diutamakan menetapnya faktor-faktor risiko tersebut pada
individu.8

Aterosklerosis mulai timbul pada masa anak dan berkembang pada masa
dewasa.8 Demikian juga obesitas dan sindroma metabolik yang berkembang pada
masa anak akan berlanjut sampai dewasa,9 meskipun sampai saat ini teori tentang
program genetik (genetic imprinting) belum menunjukkan hubungan yang
konsisten. Tetapi secara khusus risiko terjadi sindroma metabolik dan penyakit
kardiovaskuler lebih tinggi pada orang Asia 18 karena persen lemak tubuhnya
7%-10% lebih tinggi dibandingkan orang Kaukasian.10

Respons inflamasi terutama proses inflamasi kronik (low grade


inflammation) diyakini berperan besar dan merupakan dasar proses
aterosklerosis. Tanda yang paling awal adalah terbentuknya fatty streak yang
akan berkembang menjadi plak fibrosa. Penelitian tentang plak pernah dilakukan
dengan cara melakukan otopsi pada 204 orang usia 2 – 39 tahun, dan
menemukan fatty streak sebesar 50 % pada anak usia 2-15 tahun, plak fibrosa di
aorta sebesar 20% dan 8 % di arteria koronaria. Luasnya lesi di aorta dan arteria
koroner berhubungan erat dengan peningkatan IMT, tekanan darah sistolik dan
diastolik, kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL.6
Pernyataan ilmiah yang dikeluarkan oleh AHA/CDC tentang penanda inflamasi
dan penyakit kardiovaskuler yang dipublikasikan pada tahun 2003 menegaskan
peran inflamasi sebagai kunci dari patogenesis mekanisme aterosklerosis.8

Peran LDL dalam proses inflamasi arteria & plak aterosklerosis. LDL
mempunyai peranan yang penting dalam proses pembentukan aterosklerosis.
Peningkatan kolesterol LDL dan IMT merupakan pertanda penebalan tunika
intima dan media pada arteria karotis yang berhubungan erat dengan risiko
aterosklerosis koroner dan penyakit kardiovaskuler. Otopsi yang dilakukan
terhadap kurang lebih 3000 orang dewasa muda yang meninggal dengan
penyebab diluar PJK didapatkan bahwa lesi aterosklerotik dan plak fibrosa pada
arteria koronaria kanan dan aorta abdominalis mempunyai hubungan dengan
sindrom metabolik yaitu penurunan kolesterol HDL, peningkatan kolesterol
lainnya, hipertensi, DM tipe 2 dan obesitas.8

Kadar kolesterol LDL yang tinggi dalam darah sangat mudah berubah
bentuk dan sifat sehingga akan dianggap sebagai benda asing oleh tubuh dan
difagositosis oleh sel-sel makrofag. Sel makrofag akan berubah menjadi sel-sel
busa yang dapat mengendap pada lapisan endotel arteria.11 Pada arteria
koronaria, lapisan lemak terbentuk pada dekade kedua kehidupan, dan plak
fibrosa timbul pada arteria koronaria pada beberapa orang muda di Amerika
Serikat pada dekade kedua kehidupan. Setelah usia 20 tahun, plak fibrosa
terdapat pada beberapa orang secara bermakna.8

C. Pengaruh Aktivitas Fisik dan OLahraga terhadap PJK

Aktivitas fisik diketahui berperan penting untuk mencegah obesitas dan


memegang peranan terhadap distribusi lemak tubuh. Aktivitas fisik yang
memadai dapat menurunkan persentasi lemak tubuh yang selanjutnya dapat
mengurangi risiko menderita obesitas dan penyakit kardiovaskuler. Kesegaran
jasmani didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dimiliki atau dicapai seseorang
dalam kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik. Seseorang
yang secara fisik bugar dapat melakukan aktivitas fisik sehariharinya dengan
giat, memiliki resiko rendah dalam masalah kesehatan dan dapat menikmati
olahraga serta berbagai aktivitas lainnya.12

Kesegaran jasmani mempunyai beberapa komponen yang secara garis


besar dibagi menjadi 2 yakni kesegaran jasmani yang berhubungan dengan
kesehatan (meliputi: kesegaran/daya tahan kardiorespirasi, komposisi tubuh, dan
kesegaran muskuloskeletal termasuk kekuatan, daya tahan dan kelenturan otot)
dan kesegaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan (meliputi :
ketangkasan, keseimbangan, koordinasi, kekuatan, dan kecepatan). Daya tahan
(endurance) akan relatif lebih baik untuk mereka yang memiliki kebugaran
jasmani yang baik, yang selanjutnya menyebabkannya tubuh mampu melakukan
aktivitas terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Daya tahan terdiri
dari 2 jenis yaitu daya tahan umum dan daya tahan lokal atau daya tahan otot.
Daya tahan umum juga sering disebut sebagai daya tahan kardiorespirasi.13

Berbagai tes kesegaran jasmani untuk menetapkan tingkat kesegaran


jasmani seseorang telah banyak dilaporkan oleh para peneliti. Multistage Fitness
Test/“20m shuttle run test” adalah salah satu tes yang sering dilakukan untuk
mengukur tingkat kesegaran jasmani. Tes ini bermanfaat terhadap aspek
kebugaran, yaitu efisiensi fungsi jantung dan paru-paru. Kemudian hasil tes akan
dikonversikan dalam VO2 maks dengan menggunakan kalkulator VO2maks,
yang merupakan perkiraan konsumsi oksigen maksimum yang dapat dicapai oleh
peserta tes. VO2 maks diukur dengan satuan ml/kgBB/menit.14

Beberapa penelitian yang membandingkan antara kesegaran jasmani dan


lemak tubuh lebih menitik beratkan pada satu aspek kesegaran jasmani yaitu
aspek kardiorespirasi, aspek lain belum banyak di perhatikan. Penelitian di
Jakarta (1997) pada anak-anak usia 6-12 tahun menunjukkan bahwa 41,5% anak
memiliki tingkat kesegaran jasmani sedang, sedangkan 41,1% memiliki tingkat
kesegaran jasmani kurang dan kurang sekali. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian yang diperoleh Departemen Kesehatan pada tahun 1993, yakni 47,8%
anak usia sekolah dasar di 20 SD DKI memiliki tingkat kesegaran jasmani
kurang dan kurang sekali.15

Dari penelitian pada 80 murid SMP di Semarang tahun 2005 didapatkan


korelasi yang negatif antara indeks masa tubuh dan tingkat kesegaran jasmani.
Demikian pula didapatkan korelasi negatif antara persentase lemak tubuh dengan
kesegaran jasmani, semakin tinggi persen lemak tubuh seorang anak maka
semakin rendah tingkat kesegaran jasmaninya sehingga dapat disimpulkan bahwa
tingkat kesegaran jasmani anak obesitas rata-rata lebih rendah dibandingkan
dengan anak normal. Sebaliknya tingkat kesegaran jasmani akan meningkat
dengan peningkatan hemoglobin dan aktivitas fisik.15

Penelitian telah membuktikan efek positif dari aktivitas fisik khususnya


tingkat latihan olahraga terhadap faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada
orang dewasa, tetapi data pada anak masih terbatas dan samar. Sebuah penelitian
mendapatkan hasil bahwa intervensi olahraga selama 12 minggu (sepeda statis 30
menit, 3 kali seminggu), terbukti secara signifikan memperbaiki kadar LDL,
HDL, kolesterol total dan rasio LDL/HDL. Penelitian lain dilakukan terhadap 88
anak pada pelajaran olahraga selama satu semester, menghasilkan data efek
positif terhadap tekanan darah.16

Penelitian di Amerika Serikat terhadap 80 remaja obes usia 13-16 tahun


yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok I mendapatkan pendidikan
tentang pola hidup, kelompok II mendapatkan perlakuan pendidikan pola hidup
ditambah dengan latihan fisik sedang, dan kelompok III mendapatkan perlakuan
pendidikan pola hidup dengan latihan fisik intensitas tinggi. Intervensi dilakukan
selama 8 bulan dan dilakukan 5 kali per minggu dengan target energy
expenditure 1047 kj (250 kkal)/ sesi latihan. Penelitian ini tidak disertai dengan
intervensi diet. Hasil penelitian ini terjadi perbaikan kesegaran kardiovaskuler
pada remaja obesitas pada anak dengan intervensi latihan fisik, terutama latihan
fisik dengan intensitas tinggi. Latihan fisik juga mengurangi lemak tubuh total
dan lemak tubuh visceral, namun efek dari intensitas latihan belum dapat
dipastikan dengan jelas.17

Penelitian yang menghubungkan efek latihan fisik / olahraga terhadap


kadar CRP pada anak sangat jarang. Penelitian tersebut mendapatkan bahwa
intervensi diet dan olahraga selama 6 minggu mempunyai efek terhadap
penipisan tunika intima arteria karotis lebih baik dibandingkan kelompok yang
hanya mendapatkan intervensi diet.11 Sedangkan penelitian oleh Columbia
University pada anak usia 6 sampai 24 tahun mendapatkan hasil kadar CRP
berbanding terbalik dengan tingkat kesegaran jasmani. Hubungan ini lebih kuat
didapatkan pada anak laki-laki walaupun setelah berbagai variabel seperti umur,
ras, indeks massa tubuh dan riwayat penyakit jantung koroner diperhitungkan
secara statistik.18
Daftar Pustaka

1.
2.
3.
4.
5.
6. Abdul Majid. 2007.Penyakit jantung Koroner:Patofisiologi, Pencegahan Dan
Pengobatan Terkini.USU e-Repository © 2008.
7. Sjaharuddin H., A.Majid. Peny. Jantung dan Operasi non-Jantung: Buku Ajar
Ilmu Peny. Dalam Edisi ke-4; jilid III, Editor: Sudoyo A., Y.; Setiohadi B.;
Alwi Idrus; Simadibrata M.; Setiati S. Pusat Penerbitan: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK-UI. Jakarta 2006.
8. Snetselaar LG, Lauer RM. The prudent diet : preventive nutrition. Dalam :
Walker WA, Watkins JB, Duggan C (penyunting). Nutrition in pediatrics.
Edisi ketiga. London : BC Dekker Inc ; 2003. h.134-41.
9. Singhal A, Wells J, Cole TJ, Fewtrell M, Lucas A. Programming of lean body
mass : a link between birth weight, obesity, and cardiovascular disease. Am J
Clin Nutr 2003;77:726-30
10. Enas EA, Senthilkumar A, Chennikkara H, Bjurlin MA. Prudent diet and
preventive nutrition from pediatrics to geriatrics: current knowledge and
practical recommendations. Indian Heart J 2003;55:310-38
11. Koenig W. C-reactive protein and cardiovascular risk: an update on what is
going on in cardiology. Nephrol Dial Transplant 2003;18:1039–41
12. Deforche B, Bourdeaudhuij I.D, Debode P, Vinaimont F,Hills A.P, Vertraete
S, Bouckaert J. Changes in fat mass, fat free mass and aerobic fitness in
severely obesitas children and adolescents following arab residential treatment
programme. Eur J Pediatr. 2003; 162: 616-22
13. Battinelli T. Physique, fitness, and performance. Florida :CRC Press, 2000
14. The National Coaching Foundation. Multistage Fitness Test. A progressive
shuttle-run test for the prediction of maximum oxygen uptake. Australia
15. Utari A, Soetadji A, Soemantri Ag. Hubungan indeks massa tubuh dengan
tingkat kesegaran jasmani pada anak. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. 2006
16. Tolfrey K, Campbell IG, Batterham AM. Exercise training induced
alterations in prepubertal children’s lipid-lipoprotein profile. Med Sci Sport
Exerc 1998; 30(12):1684-92.
17. Gutin B, Barbeau P, Owens S, Lemmon CR, Bauman M, Allison J, et al.
Effects of exercise intensity on cardiovascular fitness, total body composition,
and visceral adiposity of obesitas adolescents. Am J Clin Nutr. 2002; 75: 818-
26
18. Beauloye V, Zech F, Mong HT, Clapuyt P, Maes M, and Brichard SM.
Determinants of early atherosclerosis in obesitas children and adolescents. J
Clin Endocrinol Metab 2007;92: 3025–3032

Você também pode gostar