Você está na página 1de 34

ASKEP Batu saluran kemih (UROLITHIASIS)

BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Batu saluran kemih adalah batu yang terdiri dari batu ginjal, batu ureter, batu uretra, dan batu
kandung kemih. Komposisi dari batu saluran kemih ini bisa terdiri dari batu kalsium, batu struvit,
batu asam urat dan batu jenis lainnya yang didalamnya terkandung batu sistin, batu Xanthin, dan
batu silikat. Penyebab tersering terjadinya batu saluran kemih ini adalah adalah sumbatan pada
saluran kemih baik itu terjadi secara herediter maupun karena factor dari luar. (Purnomo, 2011
ed.3)
Penyakit batu saluran kemih ini sudah dikenal sejak zaman babilonia dan zaman mesir kuno.
Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukannnya batu pada kandung kemih seorang mumi.
Penyakit ini dapat menyerang penduduk diseluruh dunia tidak terkecuali penduduk di
Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak diberbagai belahan dunia. Dinegara-negara
berkembang banyak dijumpai pasien dengan batu kandung kemih sedangkan dinegara majulebih
banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas, hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh
status gizi da aktivitas pasien sehari-hari. (Purnomo, 2011 ed.3)
Di Amerika Serikat, 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan diseluruh dunia
rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Selain infeksi saluran
kemih dan Pembesaran prostat benigna, penyakit batu saluran kemih juga merupakan tiga penyakit
terbanyak pada system urologi sehingga perlu untuk dipahami terkait penjelaskan maupun factor
resiko terjadinya batu saluran kemih agar penyakit ini dapat dicegah sedini mungkin. (Purnomo,
2011 ed.3)
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 TujuanUmum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Perkemihan I diharapkan mahasiswa
semester 6 dapat mengerti dan memahami konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan
Urolithiasis dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

1.2.2 TujuanKhusus
1. Untuk mengetahui definisi dari Urolithiasis
2. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Urolithiasis
3. Untuk mengetahui etiologi dari Urolithiasis
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Urolithiasis
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Urolithiasis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk Urolithiasis
7. Untuk mengetahui patofisiologi/ WOC Urolithiasis
8. Untuk mengetahui pencegahan dari Urolithiasis
9. Untuk mengetahui komplikasi Urolithiasis
10. Untuk mengetahi prognosis Urolithiasis
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Urolithiasis
1.3 Manfaat
Penulisan makalah ini sangat diharapkan bermanfaat bagi seluruh pembaca dan penulis
untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Konsep Teori dan Asuhan Keperawatan,
terutama Asuhan Keperawatan pada klien dengan Urolithiasis
BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Fisiologi System Urogenitalia

Sistem urogenitalia terdiri dari system organ reproduksi dan system urinaria. Keduanya
dijadikan satu kelompok system urogenitalia karena mereka saling berdekatan, berasal dari
embriologi yang sama dan menggunakan saluran yang sama sebagai alat pembuangan misalnya
uretra pada pria. System urinaria atau disebut juga sebagai system ekskretori yang merupakan
organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia normal organ ini
terdiri atas ginjal beserta system pelvikalises , ureter, kandung kemih, dan urtera. Pada umumnya
organ urogenitalia terletak dirongga retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang berada
disekitanya kecuali testis, epididimis, vas deferense, penis dan uretra. (Purnomo, 2011 ed. 3)

Gambar 1.( Sumber: apotekerbercerita.wordpress.com)

1. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak dirongga retroperitoneal bagian
atas. Beratnya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini
disebut sebagai hilus renalis, yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang
merawat ginjal yakni pembuluh darah, system limfatik dan system saraf. Besar dan berat ginjal
sangat bervariatif, tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang
lain. Dalam hal ini ginjal laki-laki relative lebih besar dari perempuan. Pada autopsy klinis
didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal orang dewasa adalah 11,5 cm(panjang)x 6cm (Lebar) x
3.5cm (tebal) dengan berat bervariasi antara 120-170 gram ataukuranglebih 0.4% dari berat badan.
(Purnomo, 2011 ed. 3)
a. Struktur ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi atas 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal . korteks ginjal
terletak lebih superficial dan didalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit
fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal terletak lebih profondus banyak terdapat duktuli atau
saluran kecil yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin. Nefron terdiri atas glomerulus,
tubulus kontrotus proksimal, loop of henle, tubulus kontrotus distal dan duktus kolegentes. Darah
yang membawa sisa hasil metabolism tubuh difiltrasi didalam glomerulus dan setelah sampai di
tubulus ginjal beberapa zat yang masih diperlukan tubuh direabsorbsi dan zat sisa yang tidak
diperlukan tubuh mengalami sekresi membentuk urin.
b. Vaskularisasi ginjal
Suplai darah ginjal di perankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis merupakan cabang
langsung dari aorta abdomnalis dan vena renalis bermuara langsung ke dalam vena kafa inferior.
c. Persarafan
Ginjal mendapatkan persafaran melalui pleksus renalis yang seratnya bersama dengan arteri
renalis. Input dari system simpatik menyebabkan vasokontriksi yang menghambat aliran darah ke
ginjal. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju corda spinalis segmen T10-11 dan memberikan
sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri didaerah
pinggang bisa merupakan nyeri referral dari ginjal.
d. Fungsi ginjal
Ginjal memerankan beberapa fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan yakni menyaring
sisa metabolism dan toksin dari darah serta mempertahankan hemostasis cairan dan elektrolit
tubuh yang kemudian dibuang melalui urin. Fungsi tersebut diantaranya
1. Mengontrol sekresi hormone aldosteron dan ADH dalam mengatur jumlah cairan tubuh
2. Mengatur metabolism ion kalsium dan vitamin D
3. Mengasilkan beberapa hormone diantaranya eritropoetin, rennin dan prostaglandin Sumber :
(Purnomo, 2011 ed. 3)
2. Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urindari pielum (pelvis)
ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 25-35 cm dengan diameter
3-4 mm.
3. Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Vesika urinaria terletak tepat di belakang os pubis. Bagian ini merupakan tempat untuk
menyimpan urin, berdinding otot kuat , bentuknya bervariasi sesuai dengan jumlah urin yang
dikandung. Vesika urinaria saat kosong terletak di apeks belakang tepi atas simfisis pubis.
Permukaan posterior berbentuk segitiga (H. Syaifuddin,2011 ed.4).
4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari kandung kemih melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan anterior. Pada
pria, organ ini juga berfungsi untuk menyalurkan air mani.
5. Kelenjar prostat
Prostat merupakan organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli, didepan rectum
dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2.5cm dan
beratnya kurang lebih 20 gram. Prostat menghasilkan cairan yang merupakan salah satu komponen
dari cairan ejaculator.
Fisiologi Pengisian dan Pengosongan Vesika Urinaria
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam bekas spiral longitudinal dan
sirkuler. Kontraksi peristaltic teratur 1-5x/ menit menggerakkan urin dari pelvis renalis ke vesika
urinaria setiap gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui dinding vesika urinaria untuk
menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltic dan mencegah urin tidak kembali ke
ureter. Kontraksi otot detrusor bertanggung jawab dalam proses pengosongan vesika urinaria
selama berkemih. Berkas otot berjalan pada sisi uretra yang disebut dengan sfingter uretra interna.
Sepanjang uretra terdapat sfingter uretra membranosa (Sfingter uretra eksterna). (Syaifuddin, 2011
ed.4)

2.2 Definisi Urolithiasis


Urolithiasis merupakan penyakit batu saluran kemih sedangkan nefrolithiasis merujuk
pada penyakit batu ginjal. Urolithiasis merujuk pada adanya batu dalam system perkemihan. Batu
atau kalkuli dibentuk didalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi
dari substansi ekskresi didalam urin. (Nursalam, 2006)

Teori proses pembentukan batu


Secara teoritis batu dapat berbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat
yang sering mengalami hambatan aliran urin(statis urin) yaitu pada system kalises ginjal atau buli-
buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises(stenosis uretero pelvis ), divertikel,
obstruksiinfravesika kronis seperti pada hyperplasia benigna prostat, striktura dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu
tersebut terdiri atas kristal-kristal yang tersusun bahan-bahan organic dan anorganik yang terlarut
dalam urin. (Purnomo, 2011)
Penghambat Pembentukan Batu Saluran Kemih
Terbentuk atau tidaknya batu saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan
antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat yang mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal
beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu saluran kemih yang bekerja mulai dari
proses reabsorbsi kalsium dalam usus, proses pembentukan inti batu atau Kristal, proses agregasi
kristal hingga retensi kristal. (Purnomo 2011)

2.3 Klasifikasi Batu


Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsure kalsium oksalat atau kalsium fosfat,
asam urat, magnesium-amonium-fosfat(MAP), Xanhyn, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya.
Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha
pencegahan terhadap timbulnya batu residif. Jenis-jenis batu terdiri dari (Purnomo, 2011 ed. 3):
a. Batu kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaotu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu saluran kemih.
Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat , kalsium fosfat, atau campuran kedua unsure
tersebut. Factor terjadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkalsiuria
2. Hiperoksaluri
3. Hiperurikosuria
4. Hipositraturia
5. Hipomagnesuria

b. Batu struvit
Disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu tersebut disebabkan oleh adanya
infeksi saluran kemih. Kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang menghasilkan
urease dan merubah urin menjadi basa melalui proses hidrolisis urea menjadi amoniak merupakan
penyebab terjadinya batu struvit tersebut.
c. Batu Asam Urat
5-10% batu saluran kemih adalah batu asam urat. 75-80% dari batu asam urat terdiri atas asam urat
murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.
d. Batu jenis lain
Batu sistin, batu Xanthin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sisten
terjadi karena kelainan metabolism sistin dalam absorbs sistin di mukosa usus, batu xanthin terjadi
akibat penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis hipoxanthin
menjadi xanthin kemudian menjadi asam urat. Selain itu pemakaian silikat yang berlebihan dan
dalam jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya batu silikat (Purnomo, 2011 ed.3).
Klasifikasi Batu Berdasarkan Lokasinya:
A. Batu Ginjal dan Batu Ureter
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada dikaliks infudibulum, pelvis
ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan
lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu
staghorn. Kelainan atau obstruksi pada system pelvikalis ginjal akan mempermudah timbulnya
batu saluran kemih. Selain itu, batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-otot
system pelvikalis dan turun ke ureter menjadi batu ureter (Purnomo, 2011 ed.3).

B. Batu Kandung Kemih


Batu kandung kemih sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan miksi atau
terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien dengan hyperplasia prostat,
striktura uretra, divertikal buli-buli atau buli-buli neurogenik. Selain itu, batu kandung kemih juga
bisa disebabkan oleh batu ginjal atau batu ureter yang turun ke kandung kemih. Jika penyebabnya
infeksi, biasanya komposisi batu kandung kemih ini terdiri atas asam urat atau struvit.

C. Batu Uretra
Batu uretra primer sangat jarang terjadi. Pada batu uretra biasanya terjadi karena batu
ginjal, ureter dan kandung kemih yang turun ke uretra. Keluhan yang biasa di sampaikan pasien
adalah miksi tiba-tiba berhenti sehingga terjadi retensi urin yang mungkin sebelumnya didahului
nyeri pinggang.
Klasifikasi batu lain berdasarkan X ray characteristic (Turk, C, T. Knoll, A petrik, K. Sarika, C.
Seitz, A. Skolarikos, M. Straub, 2013 Urolithiasis) :
1. Radioopaque: calcium oksalat dihidrat, kalsium oksalat monohidrat, calcium fosfat
2. Poor radiopaque: magnesium ammonium fosfat, cystin
3. Radiolucent: asam urat, ammonium urate, Xanthin, 2.8 dihidroxiadenin, drug stone.
Berdasarkan Etiologi:
1. Batu non infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat
2. Batu infeksi: Magnesium ammonium fosfat, karbonat apatit, ammonium urat
3. Batu genetic : Cystine, Xanthin, 2.8-dihidroxy-adenin
4. Batu yang terbentuk karena obat-obatan (drug stone): contoh( indinavir

2.4 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin,
gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum
terungkap (idiopatik). Secara epidemologi terdapat beberapa factor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Factor-faktor itu adalah factor intrinsic , yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan factor intrinsic yaitu pengaruh dari lingkungan
sekitarnya. (Purnomo,2011 ed.3)
a. Factor intrinsic
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2. Umur: sering pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan
4. Gangguan Metabolik : Hiperparatiroididsme, Hiperkalsiuria, Hiperuresemia.
b. Factor ekstrinsik
1. Geografi: beberapa daerah menunjukan kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal dengan stone belt (sabuk batu) sedangkan daerah bantu afrika selatan
tidak dijumpai batu saluran kemih
2. Iklim dan temperature
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet: diet banyak purin , oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran
kemih
5. Pekerjaan: sering dijumpai pada klien dengan pekerjaan banyak duduk atau kurang activitas atau
sedentary life
Etiologi berdasarkan klasifikasi : (Turk, C, T. Knoll, A petrik, K. Sarika, C. Seitz, A. Skolarikos,
M. Straub, 2013 Urolithiasis):
1. Batu non infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat
2. Batu infeksi: Magnesium ammonium fosfat, karbonat apatit, ammonium urat
3. Batu genetic : Cystine, Xanthin, 2.8-dihidroxy-adenin
4. Batu yang terbentuk karena obat-obatan (drug stone): contoh( indinavir
2.5 Manifestasi Klinis
Batu di ginjal itu sendiri bersifat asimtomatik kecuali apabila batu tersebut menyebabkan
obstruksi atau timbul infeksi (J. Corwin, 2007). Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus
urinarius bergantung pada adanya obsrtuksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran
urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta
ureter proksimal. Iritasi batu yang terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya infeksi
(pielonefritis dan sistitis) yang sering disertai dengan keadaan demam, mengggil dan disuria.
1. Batu di piala ginjal (Purnomo, 2011)
a. Menyebabkan rasa sakit yang dalam dan terus-menerus di area kostovertebral.
b. Dapat dijumpai hematuria dan piuria.
c. Kolik renal : Nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral,
nyeri pinggang, biasanya disertai mual dan muntah
2. Batu di ureter (Purnomo, 2011)
a. Nyeri luar biasa, akut, kolik yang menyebar ke paha & genitalia
b. Sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung
darah akibat aksi abrasi batu.
3. Batu di kandung kemih (Purnomo, 2011)
a. Nyeri kencing/disuria hingga stranguri
b. Perasaan tidak enak sewaktu kencing
c. Kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh
d. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang,
sampai kaki.
4. Batu di uretra (Purnomo, 2011)
a. Miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin
Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada. Batu yang berada pada
uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau rektum
a. Batu yang terdapat di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh pasien berupa benjolan keras di
uretra pars bulbosa maupun pendularis atau kadang-kadang tampak di meatus uretra eksterna
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Umamy (2007) Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan untuk mengetahui
adanya batu ureter (urolithiasis) adalah sebagai berikut:
1. Uji Laboratorium
1) Analisa urin (Urinanalisis)
Analisa ini digunakan untuk menemukan faktor risiko pembentukan batu selain itu juga
dapat menunjukkan hasil secara umum terkait dengan hal-hal berikut ini:
(1) Tes urin lengkap
Warna urin mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukkan SDM, SDP,
kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat amonium,
atau batu kalsium fosfat) (Borley 2006).
Pemeriksaan ini dikenal dengan pemeriksaan urin rutin dan lengkap yaitu suatu pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik dan kimia urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yang
dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar dan nitrit.
Warna urin, adanya eritrosit, bakteri yang ada di dalam urin
(2) Kultur urin
Pemeriksaan ini dilakukan dengan indikasi kecurigaan pada klien dengan adanya ISK karena
berguna untuk mendeteksi adanya infeksi sekunder ataupun infeksi saluran kemih (ISK) akibat
adanya pertumbuhan kuman pemecah vena seperti (Stapilococus aureus, Proteus, Klebsiela,
Pseudomonas).
(3) Tes urin 24 jam
Pengumpulan urin 24 jam ini dilakukan saat klien di rumah pada lingkungan yang normal. Hal ini
berguna untuk mengetahui kadar pH urin, kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
yang mungkin meningkat. Kadar normal pH urin adalah 4,6-6,8. Jika pH asam maka akan
meningkatkan sistin dan batu asam urat. Sedangkan, apabila pH alkali maka dapat meningkatkan
magnesium, fosfat amonium (batu kalsium fosfat). Kadar BUN normalnya mencapai 5-20 mg/dl,
pada pemeriksaan tujuannya untuk melihat kemampuan ginjal dalam ekskresi sisa yang
bernitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate (GFR). Hal
yang mempengaruhi perubahan kadar BUN adalah diet tinggi protein serta darah dalam saluran
pencernaan yang mengalami katabolisme (cedera dan infeksi). Sedangkan untuk Kreatinin Serum
memiliki tujuan yang sama dengan pemeriksaan BUN. Kadar normal laki-laki adalah 0,85-15
mg/dl sedangkan perempuan 0,70-1,25 mg/dl. Jika pada serum tinggi dan atau urin rendah maka
dapat dikatakan sebagai keabnormalitasan sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
yang dapat menyebabkan terjadinya iskemia/ nekrosis.
(4) Kadar klorida, bikarbonat serum, serta hormon paratiroid
Peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis
tubulus ginjal. Selain itu, kadar hormon paratiroid (PTH) juga mungkin meningkat jika terdapat
gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urin).
2) Tes darah lengkap (DL)
Leukosit kemungkinan dapat meningkat, hal ini disebabkan adanya infeksi/septikemia, namun
berbeda dengan eritrosit yang biasanya dalam kadar normal. Sedangkan Hb/Ht menjadi abnormal
bila klien mengalami dehidrasi berat atau polisitemia (mendorong presipitasi pemadatan) atau
anemia (pendarahan, disfungsi/ gagal ginjal). Periksa juga kadar protein plasma darah serta laju
endap darah.
3) Analisa batu
Analisa ini digunakan untuk pemeriksaan adanya batu pada saluran perkemihan dengan
menggunakan pemeriksaan mikroskopik sendimen urin. Pemeriksaan ini juga disebut dengan tes
mikroskopik urin, dimana survei ini berguna untuk menunjukkan adanya sel dan benda berbentuk
partikel lainnya seperti bakteri, virus maupun bukan karena infeksi (perdarahan, gagal ginjal).
Pemeriksaan ini juga dapat dipakai untuk mengetahui ada atau tidaknya leukosituria, hematuria
dan kristal-kristal pembentuk batu seperti yang dijelaskan di bawah ini:
(1) Kalsium oksalat
Kalsium ini dapat dijumpai pada klien yang sehat. Terjadi pada urin dari setiap pH terutama
jika pH asam. Kristal berbentuk amplop atau halter, ukuran bervariasi dan tidak berwarna ini dapat
muncul setelah seseorang mengonsumsi makanan tertentu (seperti asparagus, kubis, dll) serta
ketika keracunan ethylene glycol. Jika kristal Ca-oxallate ini berjumlah 1-5 (Positif 1) per LPL
masih dinyatakan normal, tetapi jika lebih dari 5 (Positif 2 atau 3) sudah dinyatakan abnormal.
(2) Triple fosfat
Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dijumpai pada klien yang sehat. Kristal ini dapat
ditemukan pada pH netral ke basa. Kristal berbentuk prisma empat persegi panjang (seperti tutup
peti mati) dan kadang-kadang berbentuk daun atau bintang ini dapat muncul setelah mengonsumsi
makanan tertentu seperti buah-buahan. Infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease
(Proteus vulgaris) dapat mendukung pembentukan kristal ini dengan meningkatkan pH dan
amonia bebas.

(3) Asam urat


Kristal ini berbentuk belah ketupat atau jarum yang menyerupai bunga mawar serta berwarna
kuning kecoklatan. Kristal ini memberikan nilai klinis pada metabolisme zat sampah atau sisa
metabolisme normal. Namun, jumlahnya tergantung dari beberapa hal seperti: jenis makanan,
jumlah makanan, kecepatan metabolisme, dan konsentrasi urin.
(4) Sistin (Cystine)
Kristal berbentuk heksagonal dan tipis ini muncul akibat dari cacat genetik atau penyakit hati
yang parah. Dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan
ketika konsentrasinya > 300 mg. Kristal ini sering membingungkan dengan kristal asam urat. Sistin
Crystalluria merupakan indikasi cystinuria, diaman merupakan kelainan metabolisme bawaan
yang melibatkan reabsorbsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin.
(5) Leusin dan tirosin
Merupakan kristal asam amino yang sering muncul bersama-sama dalam penyakit hepar
kronis. Leusin muncul dengan berminyak bola dengan radial dan konsentris striations, sedangkan
tirosin tampak sebagai jarum yang tersusun sebagai berkas dan berwarna kuning. Kristal ini sangat
jarang terlihat pada pemeriksaan mikroskopis sendimen urin. Kristal ini dapat diamati pada
beberapa penyakit keturunan seperti tyrosinosis dan Maple Syrup.
(6) Kristal kolesterol
Kristal ini tampak regular atau iregular, transparan, seperti pelat tipis empat persegi panjang.
Penyebabnya tidak jelas, namun hal ini diduga memiliki makna klinis seperti oval fat bodies.
Kristal ini sangat jarang dan biasanya disertai proteinuria.
(7) Kristal lain
Kristal lain yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik sendimen urin, misalnnya
adalah:
a. Kristal dalam urin asam
a) Natrium urat: tidak berwarna, berbentuk batang irregular tumpul, berkumpul membentuk roset.
b) Amorf urat: berwarna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran dan berkumpul.
b. Kristal dalam urin alkali
a) Amonium urat (biurat): berwarna kuning-coklat, berbentuk bulat irregular berduri atau bertanduk.
b) Ca-fosfat: tidak berwarna, berbentuk batang panjang, berkumpul membentuk roset.
c) Amorf fosfat: tidak berwarna, berbentuk butiran-butiran dan berkumpul.
d) Ca-karbonat: tidak berwarna, berbentuk bulat kecil dan halter.
c. Kristal akibat sekresi obat dalam urin
a) Kristal sulfadiazin
Kristal ini terbentuk akibat konsumsi obat sulfadiazine yang biasanya digunakan untuk obat
antibakteri. Obat ini terdapat sulfa yang sukar larut dalam urin dan sangat asam sehingga dapat
menimbulkan kristaluria dan komplikasi ginjal lainnya. Tindakan pencegahannya yaitu klien
dianjurkan minum banyak air putih (≥ 1200 ml/hari) atau diberikan sediaan alkalis (Na-Bikarbonat
untuk menaikkan pH urin).
b) Kristal sulfonamida
Kristal ini terjadi akibat konsumsi obat sulfonamida yang digunakan secara sistemik untuk
pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Kristal ini dapat terjadi karena tidak
dikombinasikan dengan Na-Bikarbonat (natrium sitrat) sehingga tidak dalam suasana alkalis yang
mengakibatkan sulfa-sulfa akan menghambur dalam saluran kemih secara bebas.
2. Tes Radiologi
1) Foto polos abdomen (BOF, KUB)
Radiologi ini dapat dipakai untuk menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomik
pada area ginjal maupun sepanjang ureter. Plain-film radiografi dari ginjal, ureter, dan kandung
kemih (KUB) hanya dapat mendokumentasikan ukuran dan lokasi batu kemih radiopak pada batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat, karena memiliki kandungan kalsium mereka paling mudah
dideteksi oleh radiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
Pertimbangan keperawatan dalam pemeriksaan ini adalah menganjurkan klien untuk
dilakukan Lavement dengan dulcolax sebagai persiapan pemeriksaan.
Selain itu, pemeriksaan ini berperan untuk menilai kandung kemih dan ginjal, dimana
ditentukan dari:
(1) Distribusi udara di dalam usus rata atau tidak.
(2) Bentuk ginjal.
(3) Bayangan batu : dimana dilihat radiopak, radiolusent.
(4) Garis M. Psoas simetris. Jika tidak simetris harus dilakukan transplantasi ginjal.

Gambar 2.5 Gambaran Plain Foto (Foto Polos Abdomen / BOF, KUB)
(Tanagho dan McAninch, 1976)

2) IVP (Intra Vena Pielografi) / IVU (Intravenous Urography)


Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdomen atau panggul.
Tes ini juga dapat menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis
bentuk kalkuli. Saat ini, IVU/IVP memiliki peran yang terbatas dalam manajemen. IVU/IVP
menyediakan informasi yang berguna mengenai ukuran batu, lokasi, dan radiodensity. Anatomi
Calyceal, derajat obstruksi, serta unit ginjal kontralateral juga dapat dinilai dengan akurasi.
IVU/IVP tersedia secara luas, dan interpretasinya baik standar. Selain itu, IVU/IVP
memungkinkan untuk kalkuli saluran kemih dapat dengan mudah dibedakan dari radiografi non-
urologi.
Keakuratan IVU/IVP dapat dimaksimalkan dengan persiapan usus yang tepat, dan efek
ginjal merugikan dari media kontras dapat diminimalkan dengan memastikan bahwa klien
terhidrasi dengan baik. Langkah-langkah persiapan membutuhkan waktu dan sering tidak dapat
dicapai ketika kondisi klien dalam situasi darurat. Dibandingkan dengan ultrasonografi abdomen
dan KUB radiografi, IVU/IVP memiliki sensitifitas yang lebih besar (64-87%) dan spesifisitas
(92-94%) untuk mendeteksi batu ginjal. Kontras diperlukan untuk melakukan IVU/IVP. Efek
nefrotoksik kontras didokumentasikan dengan baik dari literatur IVU dan dibahas secara singkat
untuk memudahkan pembaca tentang kesepakatan klinis dengan situasi di mana penggunaan
kontras masih di pertanyaan.
Indikasi pemeriksaan ini yaitu pada klien dengan:
(1) Hematuria
(2) ISK yang berulang
(3) Batu saluran kemih
(4) Anomali anatomi sistem urinari
(5) Nyeri pinggang yang tidak bisa diterangkan penyebabnya
(6) Nyeri kolik ginjal
(7) Dicurigai terdapat tumor yang mengganggu fungsi saluran kencing-ginjal, ureter, kandung kemih,
dan atau uretra

Kontraindikasi pemeriksaan ini adalah:


(1) Kadar kreatinin >1,5
(2) Alergi terhadap kontras (Aziz 2008).

Pertimbangan keperawatan dalam pemeriksaan ini adalah menyarankan kepada klien agar
melakukan puasa selama 6-8 jam agar pemeriksaan berjalan dengan lancar, selain itu juga
dilakukan lavage. Syarat-syarat pemeriksaan ini adalah klien tidak memiliki alergi kontras dan
fungsi ginjal baik.
Gambar 2.6 Hasil pemeriksaan dengan IVU/IVP
(Tanagho dan McAninch, 1976)

3) Sistoureteroskopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan atau efek
obstruksi (Borley 2006).
4) CT-scan
Pemindaian CT-scan akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi
batu. Pemeriksaan ini dipakai untuk mengidentifikasi kalkuli dan masa lain; ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih. Sangat akurat mendiagnosa ureteral kalkuli, sensitifitas sangat tinggi
untuk mengidentifikasi obstruksi. Selain itu, CT-scan juga sebagai Gold Standart dari pemeriksaan
trauma urinari. Mengidentifikasi atau menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih (Borley 2006).
Indikasi:
(1) Obstruksi saluran kemih
(2) BSK (Batu saluran kemih)
(3) Trauma urinari
(4) Kalkuli ureter
(5) Distensi bladder

Gambar 2.7 Gambaran CT-scan


(Tanagho dan McAninch, 1976)

5) Ultrasound ginjal (USG)


Ultrasonografi Doppler berwarna transabdomen untuk mendeteksi hilangnya “daya
pancaran” ureter ke dalam kandung kemih juga dianjurkan sebagai pemeriksaan diagnostik pada
klien dengan suspek urolithiasis (Leveno 2009).
USG ginjal digunakan untuk menunjukkan perubahan obstruksi, lokasi batu. Namun Saat
ini, USG memiliki penggunaan yang terbatas dalam diagnosis urolithiasis dan stone of lower
urinary. Ultrasonografi adalah teknik yang dapat membaca dengan cepat yang memiliki
sensitivitas tinggi dalam mendeteksi batu ginjal. Penggunaan rutin USG paten pada klien yang
mengalami kolik ginjal akut terbatas. Menariknya, jika batu ureter divisualisasikan oleh USG,
temuan ini dapat diandalkan dengan spesifisitas dilaporkan 97%.
Meskipun peran untuk diagnostis terbatas, USG dapat memainkan peran penting untuk
manajemen dan tindak lanjut untuk klien dengan urolithiasis. USG sangat sensitif terhadap
hidronefrosis yang mungkin merupakan manifestasi dari obstruksi saluran kemih. Selain itu,
ultrasonografi abdomen adalah modalitas penggambaran pilihan untuk evaluasi nyeri ginekologi,
yang lebih umum daripada urolithiasis pada wanita usia subur. Klien dalam kelompok usia anak
serta klien dengan riwayat batu nooradio calculi (asam urat) juga dapat dikelola radiografi dengan
USG (Pearl dan Nakada, 2009).

Indikasi:
(1) Suspek urolithiasis
(2) Kolik ginjal
(3) Batu ginjal
(4) Hidronefrosis
(5) Obstruksi saluran kemih
(6) Batu asam urat
(7) Nyeri ginekologi

Gambar 2.8 Gambaran USG Doppler


(Tanagho dan McAninch, 2008)

6) Sistoskopi
Sistoskopi adalah prosedur pemeriksaan dengan menyisipkan sebuah tabung kecil fleksibel
melalui uretra, yang memuat sebuah lensa dan sistem pencahayaan yang membantu dokter untuk
melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih untuk mengetahui kelainan dalam kandung kemih
dan saluran kemih bawah.
Dengan prosedur ini, batu ginjal dapat diambil dari ureter, kandung kemih atau uretra, dan
biopsi jaringan dapat dilakukan. Retrograde pielografi adalah pemasukan zat kontras melalui
kateter ke dalam ureter dan pelvis ginjal, yang dapat dilakukan selama sistoskopi. Dan berguna
untuk mengetahui kerusakan dari serabut-serabut otot pada kandung kemih (Chang 2009). Indikasi
pemeriksaan ini yaitu klien dengan kelainan anomali bladder, saluran kemih, dan batu ginjal.
7) Uroflowmetry dan Urodinamik
Berguna untuk mengukur kecepatan pengeluaran urin, tekanan bladder dan tekanan
abdominal. Serta untuk mendeteksi pancaran kencing sehingga dapat mengetahui ada tidaknya
kelainan pada saluran kencing bawah, seperti adanya kelainan prostat (BPH) maupun kelainan
striktur uretra. Interpretasi yang bisa dilakukan yaitu dengan cara melihat nilai kecepatan
pengeluaran urin (minimal 100 cc urin) sebagai berikut:
(1) 0 – 10 ml/s : Obstruksi
(2) 10-15 ml/s : Border line
(3) >15 ml/s : Normal

Gambar 2.9 Mekanisme Uriflowmetry

Indikasi:
(1) BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
(2) Striktur uretra
(3) Kelainan saluran kencing bagian bawah

Urodinamik yaitu dengan dua kali tes uroflowmetry dengan volume urin <100cc.

Gambar 2.10 Mekanisme Urodinamik


8) Magnetic Resonance Urography (MRU)
Magnetic resonance urography (MRU) memiliki peran minimal dalam diagnosis dan
manajemen urolithiasis. MRU memberikan alternatif untuk NCCT dalam pengaturan klinis
tertentu, termasuk klien anak-anak dan ibu hamil. MRU memberikan gambaran yang luar biasa
dari saluran kemih dan telah terbukti memiliki akurasi diagnosis batu dari 92,8%. Peran sekarang
dari MRU masih berkembang dan belum dianggap sebagai standar perawatan (Pearl dan Nakada,
2009).
Indikasi:
(1) Hidronefrosis
(2) Batu saluran kemih (BSK)
(3) Obstruksi saluran kemih
(4) Striktur uretra
9) Renogram
Pemeriksaan yang dikhususkan untuk klien yang terkena staghorn stone. Berguna untuk
menilai fungsi ginjal (Umamy 2007).

2.7 Penatalaksanaan Urolithiasis


Tujuan utama penatalaksanaan ini adalah untuk menghilangkan batu, mencegah kerusakan
nefron, dan mengendalikan infeksi, serta mengurangi obstruksi yang terjadi.
Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada batu saluran empedu diantaranya:
1. Terapi konservatif
1) Terapi diet
Terapi diet ini terdiri dari terapi nutrisi dan terapi cairan. Terapi nutrisi berperan penting
dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat serta menghindari makanan tertentu
dalam diet juga dapat mencegah pembentukan batu. Setiap klien yang memiliki riwayat batu renal
harus minum paling sedikit 8 gelas air (+ 2-3 liter) dalam sehari untuk mempertahankan urin encer,
kecuali dikontraindikasikan. Natrium selulosa fosfat telah diteliti lebih efektif dalam mencegah
batu kalsium.
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi antara lain:
(1) Makanan kaya vitamin D meningkatkan reabsorbasi kalsium;
(2) Garam meja dan makanan tinggi natrium, karena Na+ bersaing dengan Ca2+ dalam reabsorbasinya
diginjal.
(3) Makanan yang banyak mengandung purin penyebab asam urat adalah JAS BUKET (Jerohan,
Alkohol, Sarden, Burung dara, Unggas, Kaldu, Emping, dan Tape), maupun BENJOL (Bebek,
Emping, Nangka, Jerohan, Otak, dan Lemak).

Menurut Brunner And Suddarth (2002) Daftar makanan dan minuman yang harus dihindari
adalah sebagai berikut:
1) Produk susu : Semua jenis keju, susu dan produk susu lainnya, krim asam.
2) Daging, ikan.
3) Sayuran : Lobak, bayam, buncis, seledri, kedelai.
4) Buah : Kismis, semua jenis beri, anggur.
5) Roti : Roti murni, gandum, catmeal, beras merah, jagung giling,
sereal.
6) Minuman : Teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua
minuman yang dibuat dari susu atau produk susu.

2) Terapi farmakologi
(1) Antispasmodik
Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.
(2) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada
pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah dikeluarkan, batu ginjal dapat
dianalisis dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu
berikutnya. Urin yang asam harus dibuat basa dengan preparat sitrat (Chang 2009).
(3) Analgesik
Opioid (injeksi morfin sulfat, petidin hidroklorida) atau obat AINS (NSAID’s) seperti
ketorolak dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri.
3) Terapi kimiawi
(1) Mempertahankan pH urin agar tidak terjadi kristalisasi batu
a. NaCO3- : Membuat urin lebih alkali pada asam
b. Asam askorbat : Membuat urin lebih asam pada alkali pencetus
(2) Mengurangi ekskresi dari substansi pembentuk batu
a. Diuretik (tiazid) : Menurunkan eksresi kalsium ke dalam urin dan menurunkan kadar
parathormon. Efek samping gangguan metabolik, dermatitis, purpura.
b. Alupurinol (zyloprim): Mengatasi batu asam dengan menurunkan kadar asam urat plasma dan
ekskresi asam urat ke dalam urin. Efek samping mual, diare, vertigo, mengantuk, sakit kepala.
4) Herbal
Jus kulit manggis dan daun sirsak penghancur batu ginjal paling ampuh tanpa menimbulkan
efek samping. Daun sirsak berfungsi sebagai diuretik alami penghambat terjadinya pembentukan
batu yang baru dan penghancur batu yang telah terbentuk dengan sangat efektif. Selain itu juga
sebagai antioksidan yang sangat tinggi berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta dapat
mencegah infeksi dan melancarkan peredaran darah sehingga urin (hasil buangan akhir lebih
sempurna). Serta banyak lagi kandungan daun sirsak seperti acetogenin, annocatin, annocatalin,
annohexocin. annonacin, annomuricin, anomourine, anonol, caclourine, gentisic acid,
gigantetronin, linoleid acid, muricapentosin yang sangat baik untuk penderita batu ginjal.
Selain daun sirsak, khasiat kulit manggis tidak kalah pentingnya. Kulit manggis mengandung
suatu senyawa xanthone, yaitu zat antioksidan yang dapat melawan radikal bebas. Senyawa ini
baik untuk mengikis endapan di dalam tubuh seperti batu ginjal, leburan batu ginjal akan terbuang
bersama aliran urin.
2. Terapi non invasif
1) Pelarutan Batu
Jenis batu yang dapat dilarutkan adalah jenis batu asam urat. Batu ini hanya terjadi pada
keadaan pH air kemih yang asam (pH 6,2) sehingga hanya dengan pemberian Natrium Bikarbonat
(NaCO3-) disertai dengan makanan alkalis maka batu akan larut bersama urin. Namun, beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa dengan pemberian NaCO3- bersamaan Allopurinol akan
memberikan hasil yang baik dengan menurunkan kadar asam urat air kemih.
Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberikan
pengobatan dengan pengasaman kemih dan pemberian antiurease. Bila terdapat kuman, harus
segera ditindaklanjuti. Akan tetapi, infeksi pada urolithiasis sukar dihilangkan karena kuman ini
berada di dalam batu yang tidak pernah dapat dicapai oleh antibiotik. Solutin G merupakan obat
yang dapat diberikan langsung ke batu di kandung kemih. Selain Solutin G. juga dipakai obat
Hemiasidrin untuk batu di ginjal dengan cara irigasi, tetapi hasilnya kurang memuaskan kecuali
untuk batu sisa pasca bedah yang dapat diberikan melalui nefrostomi yang terpasang.
Kemungkinan penyulit dengan pengobatan seperti ini adalah intoksikasi atau infeksi yang lebih
berat (Sjamsuhidajat 2004).
2) Penghancuran batu (Litotripsi)
Batu kandung kemih dapat dipecahkan dengan memakai litotriptor secara mekanis melalui
sistoskopi atau dengan memakai gelombang elektrohidrolik atau ultrasonik. Sedangkan untuk batu
ureter, digunakan ureteroskopi dan batu dapat dihancurkan memakai gelombang ultrasonik,
elektrohidrolik, atau sinar laser. Beda halnya dengan batu ginjal yang menggunakan litotripsi
dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa transduser melalui sonde ke batu
yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi perkutan.
Terapi yang sering dipakai pada kasus ini adalah Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy
(ESWL). Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) adalah prosedur dimana batu ginjal dan
ureter dihancurkan menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut. Terapi
non-invasif ini membuat klien terbebas dari batu tanpa pembedahan ataupun endoskopi. ESWL
merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt.
Meskipun hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, namun masih
perlu ditinjau efektifitas dan efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu
ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan
kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan.
Menurut Sjamsuhidajat (2004) Terdapat 3 teknik yang digunakan untuk membangkitkan
gelombang kejut, yaitu:
1) Elektrohidrolik
Teknik ini paling sering digunakan untuk membangkitkan gelombang kejut. Pengisian arus
listrik voltase tinggi terjadi melintasi sebuah elektroda spark-gap yang terletak dalam kontainer
berisi air. Pengisian ini menghasilkan gelembung uap, yang membesar dan kemudian pecah,
membangkitkan gelombang energi bertekanan tinggi.
2) Pizoelektrik
Pada teknik ini, ratusan sampai ribuan keramik atau kristal pizo dirangsang dengan denyut
listrik energi tinggi. Ini menyebabkan vibrasi atau perpindahan cepat dari kristal sehingga
menghasilkan gelombang kejut.
3) Elektromagnetik
Aliran listrik di alirkan ke koil elektromagnet pada silinder berisi air. Lapangan magnetik
menyebabkan membran metalik di dekatnya bergetar sehingga menyebabkan pergerakan cepat
dari membran yang menghasilkan gelombang kejut.

Indikasi ESWL:
1. Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan gejala yang mengganggu.
2. Lokasi batu di kaliks ginjal atau ureter distal
3. Tidak adanya obstruksi ginjal distal dari batu
4. Kondisi kesehatan klien memenuhi syarat (lihat kontraindikasi ESWL)
5. Ukuran batunya tidak >10mm
6. Terfiksir di saluran kemih

Kontraindikasi ESWL:
1. Kontraindikasi Absolut
Adanya ISK akut, gangguan perdarahan yang tidak terkoreksi, kehamilan, sepsis serta obstruksi
batu distal.
2. Kontraindikasi Relatif
Kontra indikasi relatif untuk terapi ESWL adalah:
1) Status mental, meliputi kemampuan untuk bekerja sama dan mengerti prosedur.
2) Berat badan >300 lb (150 kg) tidak memungkinkan gelombang kejut mencapai batu, karena jarak
antara F1 dan F2 melebihi spesifikasi lithotriptor. Pada klien seperti ini sebaiknya dilakukan
simulasi lithotriptor terlebih dahulu
3) Klien dengan deformitas spinal atau orthopedik, ginjal ektopik dan atau malformasi ginjal
(meliputi ginjal tapal kuda) mungkin mengalami kesulitan dalam pengaturan posisi yang sesuai
untuk ESWL. Selain itu, abnormalitas drainase intrarenal dapat menghambat pengeluaran fragmen
yang dihasilkan oleh ESWL
4) Masalah paru dan jantung yang sudah ada sebelumnya dan dapat diatasi dengan anestesi.
5) Klien dengan pacemaker aman diterapi dengan ESWL, tetapi dengan perhatian dan pertimbangan
khusus.
6) Klien dengan riwayat hipertensi, karena telah ditemukan peningkatan insidens hematom perirenal
pasca terapi.
7) Klien dengan gangguan gastrointestinal, karena dapat mengalami eksaserbasi pasca terapi
walaupun jarang terjadi.

Persiapan sebelum ESWL:


1. Harus melalui serangkaian pemeriksaan laboratorium baik darah maupun urin untuk melihat
fungsi ginjal, jenis batu, dan kesiapan fisik klien
2. Pemeriksaan yang paling penting adalah rontgen atau USG untuk menentukan lokasi batu dan
kemungkinan jenisnya.
3. Berikan analgesik untuk untuk sedatif ringan
4. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi dan puasa minimal 4 jam sebelumnya.

Tindakan pasca ESWL:


1) Evaluasi pemecahan dapat diketahui langsung (real time) baik dengan x ray dan atau USG
2) Hidrasi yang baik untuk memperlancar keluarnya batu yaitu minimal 2 liter air sehari.
3) Berikan Health Education mengenai keadaan nyeri saat post tindakan karena pecahan batu keluar
spontan bersama urin terkadang sedikit tidak nyaman waktu kencing.
4) Jika dianjurkan untuk analisa maka pecahan batu dikumpulkan untuk dianalisa dalam melihat
komposisi batu dengan cara disaring untuk mencegah relaps.
3. URS (Ureter Resection Cytoscopy/ Ureterorenoskopi)
Ureteroskopi adalah pengembangan dari sistoskopi dan berangsur-angsur menjadi bentuk
teknik utama untuk diagnosis dan terapi kelainan di dalam ureter atau bahkan dengan
ureterorenoskop fleksibel dapat dicapai semua kaliks dalam ginjal. Ureteronoskopi (URS) atau
ureteropieloskopi adalah tindakan endoskopi ureter sampai pelvis renalis dengan menggunakan
alat ureteroskop atau ureterorenoskop, dan digunakan untuk tujuan diagnostik dan intervensi
terapetik. Sebenarnya URS merupakan pengembangan dari teknik sistoskopi. Alat URS dapat
dimasukkan secara retrograde lewat orifisium ureter atau secara antegrade melalui trek nefrotomi.
URS adalah alat pemecah batu saluran kemih yang menggunakan power ultrasonik atau
pneumatik. URS merupakan tindakan invasif secara minimal. Geratan yang digunakan high
frequency sehingga hanya akan merusak batu namun aman bagi jaringan lunak. URS ini berguna
untuk pemeriksaan batu yang letaknya di saluran kemih bagian bawah ureter dan kandung kemih.
Cara penggunaan alat ini dimasukkan melalui penis.
Pada prosedur URS suatu endoskopi semi rigid atau fleksibel dimasukkan ke dalam ureter
bagian lewat buli-buli di bawah anastesi umum atau regional. Dengan ureteroskop yang flaksibel
dapat mencapai batu dalam kaliks ginjal dan dapat dapat diambil atau dihancurkan dengan semua
elektrohidroulik atau laser.
Indikasi URS yaitu besar batu > 4mm sampai 15mm.
4. Metode endurologi
Bidang endourologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk
mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan dilakukan dan nefroskopi
dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan ke dalam parenkim renal. Batu dapat
diangkat dengan forceps atau jaring, tergantung dari ukurannya.
5. Pengangkatan batu dengan pembedahan terbuka
Jika lokasi batu di dalam ginjal, pembedahan dapat dilakukan dengan nefrolitotomi, atau
nefrektomi jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Pembedahan yang sering
dilakukan dengan laparoskopi. Pembedahan jenis ini digunakan untuk mengambil batu saluran
kemih. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter diantaranya bedah terbuka:
1) Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di saluran ginjal
2) Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.
3) Vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria
4) Ureterolitotomi : mengambil batu di uretra.
2.8 Patofisiologis
Tugas utama ginjal adalah mengeluarkan produk samping metabolisme yang meliputi
kalsium, oksalat, dan asam urat. Ketika konsentrasi mineral tersebut meningkat, maka batu dapat
terbentuk di traktus urinarius. Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Ada tidaknya zat inhibitor dalam urin, seperti magnesium,
pirofosfat, sitrat dan substansi lain juga menjadi faktor yang menentukan dalam pembentukan batu
(Chang 2009), karena substansi tersebut secara normal mencegah kristalisasi dalam urin (Smeltzer
et. al, 2002).
Pembentukan batu urinarius juga dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus dan pada
individu dengan ileostomi atau reseksi usus, karena individu ini mengabsorbsi oksalat secara
berlebihan. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut di dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urin, jika tidak ada keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar. Meskipun ukuranya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mapu
membuntu saluran kemih. Oleh karena itu, agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable
dipengaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solut di dalam urin,
laju aliran urin didalam saluran kemih, atau danya korpus alineum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu (Purnomo 2011).
Apabila volume urin sedikit, bahan tersebut membuat urin sangat jenuh hingga terbentuk
kristal, sedangkan pH urin dan status cairan klien dapat mempengaruhhi laju pembentukan batu
karena batu cenderung terjadi pada klien dehidrasi. Selain karena urin sangat jenuh, pembentukan
batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu
yang stasis karena imobilitas (Chang 2009).
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal (hidronefrosis) dan ureter proksimal (hidroureter). Ada pula
beberapa batu yang menyebabkan sedikit gejala, namun secara perlahan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal, sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan.
Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati
kandung kemih, sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai
nyeri tekan diseluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah maka klien sedang
mengalami episode kolik renal (Smeltzer et. al, 2002).
Jenis nyeri ini disertai dengan rasa sakit menetap di daerah kostovertebral (titik di bagian
pungggung yang berhubungan dengan iga ke-12 dan tepi lateral muskulus sakrospinalis). Gejala
gastrointestinal seperti diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi akibat dari refleks
renointestinal dan proksimal anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar. Gejala kolik
ginjal dapat sangat hebat hingga timbul respon saraf simpatik berupa mual, muntah, kulit pucat,
dingin dan lembab (Chang 2009).
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gejala kolik ureteral berupa gelombang nyeri yang
luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Rasa nyeri hebat dan bersifat
hilang timbul karena spasme yang terjadi pada ureter ketika berupaya untuk mendorong batu turun
(Chang 2009).
Klien sering merasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Inflamasi kontinu akibat permukaan batu yang kasar
dapat mengakibatkan infeksi ginjal (pielonefritis) atau kandung kemih (sistitis) sehingga timbul
demam, menggigil, sering berkemih, hematuria, rasa sakit dan terbakar ketika berkemih. Jika batu
menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urin (Smeltzer et. al, 2002).
Jika batu berukuran kecil, dapat keluar tanpa gejala apa pun, namun jika ukurannya besar,
dapat menimbulkan obstruksi dan trauma. Umumnya klien akan mengaluarkan batu dengan
diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya harus
diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara spontan (Smeltzer et.
al, 2002).
Purnomo (2011) Menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar urologi”
mengenai teori pembentukan batu saluran kemih.
Secara teoritis batu dapat berbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat
yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin) yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-
buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi
infravesika kronis seperti pada hiperplasia benigna prostat, striktura dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu tersebut
terdiri atas kristal-kristal yang tersusun bahan-bahan organik dan anorganik yang terlarut dalam
urin.
Terbentuk atau tidaknya batu saluran kemih juga ditentukan oleh adanya keseimbangan
antara zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat yang mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal
beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu saluran kemih yang bekerja mulai dari
proses reabsorbsi kalsium dalam usus, proses pembentukan inti batu atau Kristal, proses agregasi
kristal hingga retensi kristal.

Terdapat beberapa teori dan faktor yang mempengaruhi pembentukan batu pada saluran
kemih menurut Stoller (2000) di antaranya:
1) Teori Fisika Kimiawi
Disebabkan adanya proses kimia, fisika, maupun gabungan fisika kimiawi adalah prinsip
dari teori ini. Terjadinya pembentukan batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk
batu di saluran kemih. Berdasarkan faktor risiko terdapat beberapa teori pembentukan batu secara
fisika dan kimiawi yaitu:
(1) Teori nukleus atau supersaturasi
Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urin yang sudah mengalami
supersaturasi sehingga terjadi kristalisasi batu. Syarat terjadi pengendapan atau dasar terpenting
dalam pembentukan batu adalah supersaturasi urin dengan garam-garam pembentuk batu
(Manuputty 2011).
(2) Teori matriks
Menurut Manuputty (2011) Terdapat matriks organik yang berasal dari serum atau protein-protein
urin yang berasal dari pemecahan mitokondria sel tubulus renalis juga memberikan kemungkinan
terjadinya pengendapan kristal.
(3) Teori inhibitor kristaliasasi
Terdapat substansi dalam urin yang menghambat terjadinya kristalisasi. Substansi tersebut
meliputi peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida, sehingga
jika substansi tersebut berkurang maka akan mempengaruhi terjadinya kristalisasi yang
mengakibatkan terjadinya batu saluran kemih.
(4) Teori epitaksis
Merupakan batu campuran yang terjadi karena kristal menempel pada kristal lain yang berbeda
kemudian membesar. Proses ini disebut juga nukleasi heterogen. Kasus yang paling sering terjadi
adalah menempelnya kristal kalsium oksalat pada kristal asam urat.
(5) Teori kombinasi
Batu saluran kemih dianggap oleh para ahli terbentuk berdasarkan campuran teori yang ada.
(6) Teori infeksi
Pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Pengaruh infeksi terhadap pembentukan
batu saluran kemih dipengaruhi oleh pH air kemih >7 dan terbentuknya magnesium ammonium
fosfat (batu struvit) akibat reaksi sintesis ammonium dengan molekul fosfat dan magnesium.
Selain itu adanya bakteri berukuran kecil yang hidup dalam darah, ginjal, dan air kemih yang
tergolong gram negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dinding bakteri tersebut membentuk
cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu kemudian kristal kalsium
oksalat menempel dan lama kelamaan akan membesar.
2) Teori Vaskuler
Stoller mengajukan teori vaskuler karena pada penderita didapat penyakit hipertensi dan
kadar kolesterol darah yang tinggi.
(1) Hipertensi
Aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180 derajat dan aliran darah berubah dari aliran luminar
menjadi turbulensi yang berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla pada klien
hipertensi yang disebut kalsifikasi ginjal yang dapat berubah menjadi batu. Selain itu, pada kondisi
hipertensi juga menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sehingga berdampak pada obstruksi
pembuluh darah yang memicu agregasi batu.
(2) Diabetes mellitus (DM)
Penyakit DM juga bisa menyebabkan urolithiasis karena pada penyakit ini mengakibatkan
viskositas darah meningkat sehingga darah menjadi semakin kental. Hal ini yang mengakibatkan
mudahnya zat-zat asing mengalami kristalisasi sehingga terbentuk batu.
2.9 WOC
Infeksi

Zat Toksik
Obstruksi Saluran kemih
Vaskuler

Arteriosklerosis
MK : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Suplai nutrisi dalam darah turun
MK : Gangguan Perfusi Jaringan
MK: Intoleransi Aktivitas
Suplai O2 kasar turun
Oksihemoglobin turun
Produksi Hb turun
Sekresi Eritropoitis turun
Edema (kelebihan volume cairan)
vol. interstitial naik
Tek. Kapiler naik
Total CES naik
Retensi Na
Perubahan warna kulit
Urokrom tertimbun di kulit
Gang. Keseimbangan asam-basa
Perpospatemia
Sindrom Uremia
Sekresi protein terganggu
GGK
GFR turun
Anemia
Hematuria
Iritasi/Cidera Jaringan
Menekan saraf perifer
Batu besar dan kasar
Suplai Darah Ginjal turun
Reaksi antigen
antibodi

MK : Gangguan Integritas Kulit


Produksi asam naik
Asam lambung naik
Nausea, vomitus
Iritasi lambung
MK : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Infeksi
Perdarahan
Gastritis
-Hematemesis -Melena
Mual, muntah
Anemia
Preload naik
Beban jantung naik
Hipertrofi ventrikel kiri
Payah jantung kiri
Bendungan atrium kiri naik
Tekanan vena pulmonalis
Kapiler paru naik
Edema paru
MK : Gangguan pertukaran gas
COP turun
Aliran darah ginjal turun
RAA turun
Retensi Na &H2O naik
MK : Kelebihan volume cairan
Suplai O2 jaringan turun
Metab. anaerob
Timb. Asam laktat naik
-fatigue -nyeri sendi
MK : Gangguan rasa nyaman: nyeri
Suplai O2 ke otak turun
Syncope (kehilangan kesadaran)
MK : Resiko Perdarahan
Retensi Urin
MK : Retensi Urin
MK : Resiko infeksi
Tertimbun Ginjal
2.10 Prognosis
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan, baik
di Indonesia maupun di dunia. Kejadian urolithiasis ini banyak dialami oleh pria dari pada wanita.
Biasanya terjadi pada usia dewasa muda. Di beberapa negara Eropa prevelensi kejadian urolithiasis
sekitar 3 %. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi. Semakin besar ukuran batunya, maka semakin buruk prognosisnya. Letak
batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Semakin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi maka akan dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal (Umamy 2007).
Prevelensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan
dewasa, dengan puncak usia dekade ketiga sampai keempat. Angka kejadian batu ginjal
berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia tahun 2002 adalah
sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Selain itu, jumlah
klien yang dirawat mencapai 19.018 orang, dengan mortalitas sebesar 378 orang.
Setelah keluarnya batu baik secara spontan (konsevatif) maupun dengan tindakan (seperti;
bedah terbuka, ESWL,dll) perlu dilakukan tindakan pencegahan kekambuhan batu. Kekambuhan
batu saluran kemih ini dapat terjadi pada 20-30% klien dan pada beberapa klien yang
mengeluarkan batu secara spontan setiap tahun. Juga ada literatur yang mengatakan bahwa secara
umum hampir 50% klien mengalami batu kambuhan dalam 5 tahun. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan darah dan urinalisa untuk mencari/menemukan faktor resiko untuk pembentukan batu
(Stoller 2000).
Dalam kasus tertentu, IVU dapat dimanfaatkan untuk diagnosis urolithiasis pada kehamilan.
Tingginya paparan radiasi terhadap ibu dan janin menjadi perhatian dan karena itu terbatas
protokol 1-shot harus digunakan dengan radiograf diambil 10 menit setelah injeksi kontras. Seperti
disebutkan sebelumnya, masa depan mungkin memiliki peran untuk MRU. Spencer et al.
melaporkan bahwa MRU adalah modalitas yang sangat kuat dalam penyelidikan hidronefrosis
selama kehamilan. Selain itu juga digunakan mengidentifikasi tanda-tanda obstruktif lainnya
seperti hidronefrosis dan hidroureter (Pearl dan Nakada, 2009).

Você também pode gostar