Você está na página 1de 12

HAK ANGKET DPR TERHADAP KPK

RISKA DIANA H.KACONG


RATNO PRASETIO
ROSMAWATI

KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI MAHASISWA


ANTAR PERGURUAN TINGGI SE-INDONESIA TAHUN 2018

UNIVERSITAS SAWERIGADING
MAKASSAR
FERBUARI, 2018
LEMBAR OROSINALITAS ARTIKEL ILMIAH
KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI MAHASISWA
ANTAR PERGURUAN TINGGI SE-INDONESIA
TAHUN 2018

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Ratno Prasetio
NIM : 2016041036
Asal Universitas : Universitas Sawerigading
Alamat : Jl. Kandea I No. 27 Makassar
Judul : Hak Angket DPR Terhadap KPK

Menyatakan bahwa artikel ilmiah yang kami sertakan dalam kegiatan


Kompetisi Debat Konstitusi Mahasiswa Antar Perguruan Tinggi se-Indonesia
Tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi adalah hasil karya
kami sendiri, bukan jiplakan (plagiat) dari karya orang lain dan belum pernah
diikutkan ddalam segala bentuk perlombaan serta belum pernah dipublikasikan
dimanapun.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa artikel kami tidak sesuai dengan
pernyataan kami, maka secara otomatis karya ilmiah kami dianggap gugur.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenaarnya.

Makassar, 01 Maret 2018


Mengetahui Ketua Tim Debat

Prof. Dr. Hj. A. Melantik Rompegading, SH, MH Ratno Prasetio


NIP. 196405191989032002 NIM. 2016041036

2
DAFTAR ISI

Hal
SAMPUL ............................................................................................................ 1
LEMBAR ORISINILITAS ................................................................................. 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
II. PEMBAHASAN ........................................................................................ 5
III. PENUTUP.................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11

3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran Dewan Perwakilan Rakyat terjadi pasca perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
mendapatkan kekuasaan signifikan. Perubahan pertama terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terjadi
pada tanggal 19 Oktober 1999 dalam sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) yang berlangsung pada tanggal 14-21 Oktober 1999.
Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbentuk Tahun
2002 di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah lembaga Negara yang dibentuk untuk
meningkatkan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK
merupakan lembaga independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
apapun dalam mejalankan tugas dan wewenangnya
Pansus hak angket DPR terhadap KPK resmi di umumkan pada
pada akhir rapat paripurna DPR pada tanggal 30 Mei 2017 meski dikritik
berbagai pihak.DPR membentuk pansus hak angket dengan tujuan untuk
mengevaluasi kinerja KPK dan memeriksa dugaan penyelewengan KPK
B. Rumusan Masalah
Dari hasil dalam latar belakang masalah maka penulis dengan ini
merumuskan suatu rumusan masalah mengenai bagaimana Hak Angket
Dewan Perwakilan Rakyat Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi?

4
II. PEMBAHASAN
Hak angket menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 MPR,
DPR, DPD, dan DPRD atau disingkat dengan UU MD3 pada Pasal 73 ayat (3)
menyatakan bahwa hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu
Undang-Undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal
penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 20A ayat (2) berbunyi dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang
diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini. Dewan perwakilan
rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.
Hal ini diperjelas di dalam Undang-Undang MD3 pada Pasal 79 ayat (1) DPR
mempunyai hak, Interpelasi dan Angket dan menyatakan pendapat Dewan
perwakilan rakyat membentuk pansus hak angket dengan alasan sebagai
berikut:
1. Untuk mengevaluasi kinerja KPK;
2. Memeriksan dugaan penyelewengan wewenang KPK;
3. Memeriksan indikasi ketidakpatuhan pengelolaan anggaran KPK;
4. Melihat adanya indikasi pecahan ditubuh lembaga.
Sejak didirikannya Lembaga Pemberantasan Korupsi (KPK), pemerintah
Indonesia melalui KPK telah berhasil melakukan tindakan penangkapan dan
memenjarakan koruptor. Namun, apakah KPK sudah bekerja sesuai dengan
konstitusi Undang-Undang yang berlaku? Demokrasi tidak mengenal lembaga
superbody atau kekuasaan absolut, termasuk lembaga antikorupsi sekalipun.
Seperti dinyatakan secara tegas oleh Erwin Chemerinsky dalam bukunya
Interpreting the constitution bahwa terjadi “tirani politik” menjadi
kekhawatiran dalam menafsirkan apa yang menjadi konstitusi. Karena,
penafsiran konstitusi adalah proses memutuskan apa yang menjadi nilai-nilai

5
yang sangat mendasar, nilai-nilai fundamental. Untuk menafsirkan konstitusi
ada pada kekuasaan yudikatif. Indenpendensi peradilan dari tekanan politik
membuatnya paling tepat untuk menafsirkan konstitusi. Dengan menyerahkan
otoritas final interpretasi konstitusi ke lembaga peradilan maka pengaruh
politik terhadap konstitusi dapat dibatasi, dan memastikan prinsip-prinsip
dasar tetap dihormati
Panitia khusus hak angket dibentuk dengan prosedur sesat. Secara
khusus Pasal 199 ayat (3) Undang-Undang MD3 tegas menghendaki
dilakukannya mekanisme voting agar usul penggunaan angket menjadi hak
angket. Namun, mekanisme ini tidak di jalankan oleh DPR sebagaimana
mestinya sehingga pansus yang berjalan saat ini cacat prosedur pembentukan.
Kosekuensi sebuah lembaga Negara yang tidak sesuai prosedur adalah batal
demi hukum. Pansus hak angket KPK sendiri telah melanggar ketentuan yang
ada dalam Undang-Undang nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD. Pasal 201 ayat (2) menyebutkan bahwa keanggotaan pansus
angket terdiri dari semua unsur fraksi yang ada dalam di DPR.
Maka dari itu, ada 3 (tiga) subtansi dasar kami menolak hak angket DPR
terhadap KPK, yakni:
1. Aspek Historis
Subjeknya keliru karena secara historis hak angket sebelumnya
hanya untuk pemerintah. Hak angket pertama keluar di Inggris saat itu
ditujukan ke pemerintah. Di Indonesia, pada tahun 1950-an ketika
menganut sistem parlementer untuk kepentingan mosi tidak percaya
kepada pemerintah. Kemudian diadopsi di dalam Undang-Undang yang
sekarang mengatur hak angket akan tetapi konteksnya pemerintah
melainkan DPR itu tidak mengawasi yang bukan pemerintah.
2. Aspek Semantik
Kalimat dalam dalam Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang MD3 jelas
menyatakan bahwa hak angket itu untuk menyelidiki pelaksanaan Undang-
Undang atau kebijakan pemerintah. Disebutkan dalam penjelasannya
bahwa pemerintah itu yakni Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Jaksa

6
Agung, Kapolri, dan lembaga pemerintah non kementrian, seperti
Basarnas, LIPI, Wantimpres. Diluar itu seperti KPK itu bukanlah lembaga
pemerintah.
3. Aspek Prosedur.
Pembuatan pansus hak angket kami yakini melanggar Undang-
Undang. Pada waktu sidang rapat paripurna dipaksakan prosedurnya.
Peserta sidang masih ada yang tidak setuju, tiba-tiba putusan diketok.
Seharusnya jika dalam keadaan belum bulat, mestinya dilakukan voting.
Pada Pasal 201 ayat (3) Undang-Undang MD3 harus semua fraksi ada
didalam pansus. Kalau dipaksakan artinya melanggar juga prosedur yang
ada.
Perlu diketahui bersama bahwa kronologis hak angket terhadap KPK dimulai
dari proses yang dilayangkan sejumlah anggota komisi III kepada KPK terkait
persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jakarta. Dalam persidangan, penyidik KPK, Novel Baswedan, yang
dikonfrontasi dengan politisi Haruna Miryam S Haryani, mengatakan bahwa
Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR agar tidak
mengungkapkan kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP. Menurut Novel, hal
itu diceritakan Miryam saat diperiksa digedung KPK. Melalui pansus hak
angket, Komisi III ingin rekaman pemeriksaan Miryam KPK diputar secara
terbuka serta beberapa hal lainnya. Olehnya itu hal lain yang menjadi
substansial penolakan hak angket DPR terhadap KPK ialah materinya ada
subjek, objek dan prosedur yang keliru. Bahkan isinya juga salah. Di dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 73 ayat (3) bahwa disebutkan
materi hak angket itu menyangkut satu hal penting, hal strategis, punya
pengaruh luas di tengah masyrakat. “Kalau ini pentingnya apa? Urusan
pengakuan Miryam yang mengaku ditekan itukan hal yang biasa saja. Hal ini
sudah dibuktikan di sidang praperadilan bahwa itu benar. dilihat dari sisi
strategisnya, kasus tersebut tidak berpengaruh luas terhadap masyarakat.
Masyarakat mengganggap pemeriksaan terhadap Miryam ini adalah hal yang

7
biasa. Kalau DPR berpikir ini bukan hanya soal Miryam tapi ada soal lain itu
tidak boleh karena hak angket itu harus fokus.
Menurut Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyatakan tetap
menolak adanya hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Hidayat, hak angket bukanlah instrument yang tepat untuk
mengevaluasi KPK. Apalagi, saat ini KPK sedang menyelidiki banyak dugaan
kasus korupsi. “Termasuk, kita dorong KPK memberantas korupsi yang besar-
besar, yang sudah menjadi perhatian public, seperti terkait BLBI, terkait e-
KTP, terkait Century, termasuk yang terkait dengan yang terjadi dengan Pak
Ahok, pembelian tanah RS Sumber Waras, pemebelian tanah di Cengkareng,
Transjakarta.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat bahwa,
semua lembaga bisa menjadi objek hak angket DPR, tidak hanya komisi
pemberantasan korupsi (KPK).
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 yang
menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bagian dari eksekutif
membawa konseksuensi lembaga ini tidak lagi independen kami menilai
bahwa Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi yang dibentuk
Dewan Perwakilan Rakyat tetap tidak sah. Putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut tidak berarti apa-apa. Sebab, pembentukan Pansus Angket KPK
sendiri telah melanggar ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Pasal 201 ayat (2) yang
menyebutkan bahwa keanggotaan Pansus angket terdiri dari semua unsur
fraksi yang ada di DPR Sementara, dalam Pansus Angket KPK, ada sejumlah
fraksi yang tidak ikut ambil bagian, seperti fraksi Partai Gerindra, Partai
Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa. Putusan Mahkamah Konstitusi yang diketok pada Kamis (8/2/2018)
kemarin tidak bisa berlaku surut. Putusan bahwa KPK merupakan lembaga
eksekutif yang merupakan obyek hak angket baru bisa diberlakukan ke depan.
Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenai keabsahan Pansus Hak Angket
dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Menurut

8
Laode, dalam kode etik MK, Menurut Laode Wakil Ketua KPK mengomentari
putusan haim merupakan hal yang tidak boleh dilakukan. “Baru kali ini dalam
sejarah MK dan mungkin sejarah Republik Indonesia putusan hakim harus ada
penjelasan resmi kembali setelah putusan dalam bentuk rilis media untuk
menjelaskan putusannya. Kami menganggap putusan MK terkait hak angket
DPR terhadap KPK dalam Undang-Undang MD3 tidak konsisten. Putusan
Nomor 36/PUU-XV/2017 itu juga bertentangan dengan tiga putusan
terdahulu, dimana MK menyatakan bahwa KPK bukan lembaga yang ada di
lingkup eksekutif. Putusan terdahulu yang dimaksud antara lain, Putusan
Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, Putusan Nomor 5/PUU-IX/2011, dan
putusan Nomor 49/PUU-XI/2013. Bahwa pada putusan-putusan MK
sebelumnya Mahkamah tak pernah menyatakan KPK merupakan lembaga
negara yang berada pada ranah kekuasaan tertentu, legislatif, ekasekutif, dan
yudikatif. Penting ditegaskan, baru pada putusan Nomor 36/PUU-XV/2017
inilah, Mahkamah menyatakan pendapat bahwa KPK merupakan lembaga
negara yang berada diranah eksekutif. KPK itu produk reformasi dan
kepentingan KPK adalah membersihkan siostem politik dari praktik korupsi.
Nah, DPR selama ini menjadi bagian dari praktik korupsi. Maka Hak angket
terhadap KPK sengaja dibuat oleh DPR untuk melemahkan KPK. Mayoritas
public pendukung KPK. Hal ini tercermin dari data survei SMRC yang
menyatakan 64% public percaya pada KPK. Banyak aksi-aksi yang dibuat
untuk mendukung KPK dan mendesak DPR membubarkan pansus namun
pansus angket terkesan tidak menggubris aspirasi publik.

9
III. PENUTUP
Hak Angket DPR terhadap KPK dinilai merupakan taktik untuk melemahkan
dan mengganggu penyidikan KPK. Hak angket DPR sendiri dinilai memiliki
beberapa kelemahan, termasuk rentan disusup kepentingan-kepentingan
tertentu yang kemungkinan akan terganggu dengan penyidikan KPK. Sebgai
lembaga independen, KPK tidak punya kewajiban untuk melapor kepada
kementrian tertentu, namun posisinya menjadi rentan untuk diserang oleh
berbagai pihak, yang memang sudah sering terjadi. Namun dukungan
masyarakat yang kuat terhadap KPK diharapkan bisa menjadi kekuatan
tersendiri bagi komisi anti-korupsi tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan, 2003, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, Yogyakarta:
FH UII Press.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 Pada 8 Februari 2017
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-XI/2013 Pada 14 November 2013.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 Pada 19
Desember 2006
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011 Pada Juni 2011
Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 02/pmk/2003
Tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi
Ihsanuddin. (09/02/2018). Mahfud MD: Pansus Angket KPK Tetap Tidak Sah.
Sumber: Kompas. (Online)
http://nasional.kompas.com/read/2018/02/09/10213031/mahfud-md-pansus-
angket-kpk-tetap-tidak-sah

Ihsanuddin. (09/02/2018). Mahfud MD: Putusan MK Soal Angket KPK


Bertentangan dengan Putusan Sebelumnya. Sumber: Kompas. (Online)
http://nasional.kompas.com/read/2018/02/09/09004431/mahfud-md-putusan-
mk-soal-angket-kpk-bertentangan-dengan-4-putusan

Fachri Fachrudin. (14/09/2017). Menurut Yusril, Hak Angket Bisa Ditujukan


untuk Semua Lembaga Sumber; Kompas. (Online)
http://nasional.kompas.com/read/2017/09/14/17595501/menurut-yusril-hak-
angket-bisa-ditujukan-untuk-semua-lembaga.

Irsyan Hasyin. (15 Juni 2017). 3 Kekeliruan Pansus Hak Angket KPK Versi
Mahfud MD dan Pakar Lain. Sumber; Tempo. (Online).

11
https://nasional.tempo.co/read/884648/3-kekeliruan-pansus-hak-angket-
kpk-versi-mahfud-md-dan-pakar-lain

Estu Suryowati. (12/06/2017).Hidayat Nur Wahid Tetap Tak Setuju Hak Angket
KPK, Ini Alasannyaa. Sumber; Kompas.
(Online http://nasional.kompas.com/read/2017/06/12/06134991/hidayat.nur.w
ahid.tetap.tak.setuju.hak.angket.kpk.ini.alasannya.

Hary Lukita Wardani (15 Juni 2017) Survei SMRC: 64% Publik Percaya KPK, Cuma
6% yang Percaya DPR. Sumber; Detik (Online) https://news.detik.com/berita/d-
3532066/survei-smrc-64-publik-percaya-kpk-cuma-6-yang-percaya-dpr

12

Você também pode gostar