Você está na página 1de 19

HASIL OBSERVASI KLINIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA “TN.M”


RINHOSINUSITIS

RUANGAN POLI THT / RS.BHAYANGKARA

PEMBIMBING : I KADE WIJAYA S.KEP.,NS

DI SUSUN OLEH : KEL.1A

o Ayunandia
o Ernianti
o A.Fauziah Ulfah
o Eka Astuti
o Eka Ayulestari
S1 KEPERAWATAN STIKES
PANAKKUKANG MAKASSAR
T/A 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kami Panjatkan Kehadirat Allah Swt Yang Telah Memberikan

Rahmat Dan Karunia-Nya Sehingga Dengan Seizin Dan Ridhanya Kami Dapat

Menyelesaikan askep

“ Sistem sensori persepsi “ Ini, Yang Dapat Terselesaikan Tepat Pada Waktunya.

Selanjutnya Kami Ucapkan Banyak Terima Kasih Kepada Dosen Pembimbing Kami

Yang Telah Memberikan Kesempatan Dan Kepercayaan Kepada Kelompok Kami

Untuk Menyelesaiakn askep Ini.

Dalam Penyusunan Makalah Ini, Kami Menyadari Berbagai Kelemahn,

Kekurangan , Dan Keterbatsan Yang Ada, Sehingga Tetap Terbuka Kemungkinan

Terjadinya Kekeliruan Dan Kekurangan Di Sana Sini Dalam Penulisan Dan Penyajian

askep Ini. Oleh Karena Itu, Dengan Tangan Terbuka, Saraya Kasih, Kami Sangat

Mengharpakn Kritik Dan Saran Yang Konstruktif Dari Pada Pembaca Dalam Rangka

Penyempurnaan askep Ini.

Semoga Ini Bisa Bermanfaat Dan Berguna Bagi Teman-Teman Semua Terutama Diri

Kami Pribadi.

Makassar, 5 mei 2015


Penyusun,

DAFTAR PUSTAKA

Halaman Sampul ................................. ........................................

Kata Pengantar .................................... ........................................

Daftar Isi .............................................. ........................................

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang..................................... ........................................

BAB II PEMBAHASAN

Devinisi rinhositis kronis ..................... ........................................

Epidemologi rinhositis kronis.............. ........................................

Etiologirinhositis kronis ...................... ........................................

Gejala klinisrinhositis kronis ............... ........................................

komplikasirinhositis kronis ................. ........................................

Pemeriksaan penunjangrinhositis kronis ......................................

BAB III ASUHAN KEPERWATAN

Pengkajian ........................................... ........................................

Diagnosa .............................................. ........................................

Intervensi ............................................. ........................................


 Bab IV penutup

Kesimpulan .......................................... ........................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rinosinusitis, istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan
mukosa hidung dan sinus paranasal, merupakan salah satu masalah kesehatan
yang mengalami peningkatan secara nyata dan memberikan dampak bagi
pengeluaran finansial masyarakat.1,2 Rinitis dan sinusitis umumnya terjadi
bersamaan, sehingga terminologi saat ini yang lebih diterima adalah
rinosinusitis.1,2 Rinosinusitis dibagi menjadi kelompok akut, subakut dan
kronik.2
Berdasarkan data dari National Health Interview Survey 1995, sekitar
17,4 % penduduk dewasa Amerika Serikat (AS) pernah mengidap sinusitis
dalam jangka waktu 12 bulan.3 Dari survei yang dilakukan, diperkirakan angka
prevalensi rinosinusitis kronik pada penduduk dewasa AS berkisar antara 13-
16 %, dengan kata lain, sekitar 30 juta penduduk dewasa AS mengidap
rinosinusitis kronik.1-4 Dengan demikian rinosinusitis kronik menjadi salah
satu penyakit kronik yang paling populer di AS melebihi penyakit asma,
penyakit jantung, diabetes dan sefalgia.2,4 Kennedy melaporkan pada tahun
1994 adanya peningkatan jumlah kunjungan pasien sinusitis kronik sebanyak 8
juta menjadi total 24 juta pertahun antara tahun 1989 dan 1992.5 Dari Kanada
tahun 2003 diperoleh angka prevalensi
Diagnosis rinosinusitis kronik dibuat oleh berbagai bidang ilmu terkait
termasuk didalamnya antara lain allergologist, otolaryngologist,
pulmonologist, dokter umum dan lainnya, namun keseragaman definisi dan
standar diagnosis rinosinusitis kronik belum tercapai.1 Mengingat luasnya
cakupan ilmu terkait dengan rinosinusitis kronik, besarnya dampak kesehatan
yang diakibatkan terutama bagi kelompok penduduk dewasa usia produktif
namun disertai keterbatasan data yang ada, maka perlu dipelajari lebih jauh
tentang rinosinusitis kronik tanpa polip nasi. Tujuan makalah ini dibuat adalah
untuk menguraikan tentang patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi khususnya pada orang dewasa dengan
berdasarkan pada makalah EP3OS 2007.
rasio wanita berbanding pria yaitu 6 berbanding 4 (lebih tinggi pada
kelompok wanita).1,3 Berdasarkan penelitian divisi Rinologi Departemen
THT-KL FKUI tahun 1996, dari 496 pasien rawat jalan ditemukan 50 %
penderita sinusitis kronik.6 Dampak yang diakibatkan rinosinusitis kronik
meliputi berbagai aspek, antara lain aspek kualitas hidup ( Quality of Life /
QOL ) dan aspek sosioekonomi.1-4
Sejumlah konsensus, guidelines dan position papers yang mencakup
epidemiologi, diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis kronik mulai
berkembang pada dekade ini.1 Pada tahun 2005 European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) pertama kali dipublikasikan,
dipelopori oleh European Academy of Allergology and Clinical Immunology
(EAACI) dan diterima oleh European Rhinology Society.1 Pada tahun 2007,
EPOS mengalami revisi seiring dengan meningkatnya perkembangan baru
pada patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis dan polip nasi.1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI

o Rinosinusitis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal,


yang selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal
oleh infeksi, obstruksi mekanik atau alergi (Hwang dkk, 2009; Jorissen
dkk, 2000; Baroody, 2007)
o Definisi rinosinusitis kronik terbaru dinyatakan dalam makalah EP3OS
tahun 2007 yaitu suatu inflamasi pada (mukosa) hidung dan sinus
paranasal, berlangsung selama dua belas minggu atau lebih disertai dua
atau lebih gejala dimana salah satunya adalah buntu hidung (nasal
blockage / obstruction / congestion) atau nasal discharge (anterior /
posterior nasal drip) :nyeri fasial / pressure ,penurunan / hilangnya daya
penciuman
o Menurut Task Force on Rhinosinusitis (TFR) 1996 disponsori oleh
American Academy of Otolaryngology / Head and Neck Surgery(AAO-
HNS), disebut rinosinusitis kronik bila rinosinusitis berlangsung lebih dari
dua belas minggu dan diagnosa dikonfirmasi dengan kompleks faktor
klinis mayor dan minor dengan atau tanpa adanya hasil pada pemeriksaan
fisik
o Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan
sinus paranasal. Peradangan ini sering bermula dari infeksi virus, yang
karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan
penyebab bakteri pathogen yang terdapat di saluran napas bagian atas.
Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan dapat pula terjadi
akibat fraktur dan tumor (Benninger dan Gottschall, 2006; Soetjipto dkk,
2006)
B. EPIDEMIOLOGI
Rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di
Amerika dan jumlah yang mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta orang.
[5,8]
Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), kurang
lebih dilaporkan 14 % penderita dewasa mengalami rhinosinusitis yang
bersifat episode per tahunnya dan seperlimanya sebagian besar didiagnosis
dengan pemberian antibiotik. Pada tahun 1996, orang Amerika menghabiskan
sekitar $3.39 miliyar untuk pengobatan rhinosinusitis.[5,9]Sekitar 40 %
acuterhinosinusitis merupakan kasus yang bisa sembuh dengan sendirinya
tanpa diperlukan pengobatan. Penyakit initerjadi pada semua ras, semua jenis
kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua kelompok umur.
Chronic rhinosinusitis mempengaruhi sekitar 32 juta orang per
tahunnya dan 11,6 juta orang mengunjungi dokter untuk meminta pengobatan.
Penyakit inibersifat persisten sehingga merupakan penyebab penting angka
kesakitan dan kematian. Adapun penyakit ini dapat mengenai semua ras,
semua jenis kelamin dan semua umur.

C. ETIOLOGI
Etiologirinosinusitis kronik bersifat multifaktorial dan belum
sepenuhnya diketahui; rinosinusitis kronik merupakan sindrom yang terjadi
karena kombinasi etiologi yang multipel. Ada beberapa pendapat dalam
mengkategorikan etiologi rinosinusitis kronik. Berdasarkan EP3OS 2007,
faktor yang dihubungkan dengan kejadian rinosinusitis kronik tanpa polip nasi
yaitu “ciliary impairment, alergi, asma, keadaan immunocompromised, faktor
genetik, kehamilan dan endokrin, faktor lokal, mikroorganisme, jamur,
osteitis, faktor lingkungan, faktor iatrogenik, H.pylori dan refluks
laringofaringeal”.1
Publikasi Task Force (2003) menyatakan bahwa rinosinusitis kronik
merupakan hasil akhir dari proses inflamatori dengan kontribusi beberapa
faktor yaitu “faktor sistemik, faktor lokal dan faktor lingkungan”. 2,14

Berdasarkan ketiga kelompok tersebut, maka faktor etiologi rinosinusitis


kronik dapat dibagi lagi menjadi berbagai penyebab secara spesifik,

1. Faktor Host
a. Umur, Jenis Kelamin dan Ras
Rinosinusitis kronik merupakan penyakit yang dapat mengenai
semua kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua ras.
b. Riwayat Rinosinusitis Akut
Rinosinusitis akut biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran
pernafasan atas seperti batuk dan influenza. Infeksi saluran pernafasan
atas dapat menyebabkan edema pada mukosa hidung, hipersekresi dan
penurunan aktivitas mukosiliar. Rinosinusitis akut yang tidak diobati
secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia
yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret
sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.
c. Infeksi Gigi
Infeksi gigi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
rinosinusitis maksila. Hal ini terjadi karena sinus maksila mempunyai
hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas.
Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang
berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan
infeksi sinus maksila.
d. Rinitis Alergi
Alergi merupakan suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap
paparan bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat
atopi sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi
apapun.
Peranan alergi pada rinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti
gen anti bodi menimbulkan pembengkakan mukosa sinus dan
hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium
sinus dan mengganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi,
yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan. Kejadian yang
berulang terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronis.
e. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes
mellitus berada dalam kondisi immunocompromised atau turunnya sistem
kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti
rinosinusitis.
f. Asma
Asma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
rinosinusitis kronik. Sebesar 25-30 % penderita asma dapat berkembang
menjadi polip hidung sehingga mengganggu aliran mukus.
g. Kelainan anatomi hidung
Kelainan anatomi seperti septum deviasi, bula etmoid yang
membesar, hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa
dapat mempengaruhi aliran ostium sinus, menyebabkan penyempitan pada
kompleks osteomeatal dan menggangu clearance mukosilia sehingga
memungkinkan terjadinya rinosinusitis.
h. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik
dapatmengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom
kartagener atau sindrom silia immortal merupakan penyakit yang
diturunkan secara genetik, dimana terjadi kekurangan/ketiadaan
lengan dynein sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada
koordinasi gerakan silia dan disorientasi arah dari denyut silia. Gangguan
pada transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksi
kronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan
rinosinusitis. Pada fibrosis kistik terjadi perubahan sekresi kelenjar yang
menghasilkan mukus
2. Faktor Agent
Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen
seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella
catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri,
rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus,
parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik
yaitu polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat
mengiritasi saluran hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan
memperlambat gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat
menyebabkan rinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi
karena menyebabkan mukosa sinus membengkak. Hal ini membuat jalannya
mukus terhambat dan terjebak di dalam sinus, yang kemudian menyebabkan
bakteri berkembang di daerah tersebut
D. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik, yang
merupakan perluasan infeksi dari hidung (Hilger, 1997). Walaupun gejala
klinis yang dominan merupakan manifestasi gejala. infeksi dari sinus frontal
dan maksila, tetapi kelainan dasarnya tidak pada sinussinus itu sendiri
melainkan pada dinding lateral rongga hidung (Mangunkusumo, 2000).
Kompleks ostiomeatal (KOM) atau celah sempit di etmoid anterior
yang merupakan serambi muka bagi sinus maksila dan frontal memegang
peranan penting dalam terjadinya sinusitis. Bila terdapat gangguan didaerah
KOMseperti peradangan, udema atau polip maka hal itu akan menyebabkan
gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis (Mangunkusumo, 2000).
Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka
bulosa atau hipertrofi konka media, maka celah yang sempit itu akan
bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya
(Mangunkusumo, 2000).
Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari
KOM, berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa
ditempat ini berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang
sempit ini dapat lebih efektif karena silia bekerja dari duasisi atau lebih
(Mangunkusumo, 1999; Nizar, 2000).
Apabila terjadi udema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu
sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan
terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. Karena
gangguan ventilasi, maka akan terjadi penurunan pH dalam sinus, silia
menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga
merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman patogen (Busquets, 2006;
Mangunkusumo, 1999; Nizar, 2000; Wilma, 2007).
Bakteri juga akan memproduksi toksin yang akan merusak silia.
Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid atau
terbentuk polip dan kista (Mangunkusumo, 1999; Nizar, 2000). Kuman
didalam sinus dapat berasal dari rongga hidung sebelum ostium tertutup
ataupun merupakan kuman komensal didalam rongga sinus (Massudi, 1996).
Virus dan bakteri yang masuk kedalam mukosa akan menembus kedalam
submukosa, yang diikuti adanya infiltrasi sel polimorfonuklear, sel mast dan
limfosit, kemudian akan diikuti lepasnya zat-zat kimia seperti histamin dan
prostaglandin. Zat-zat kimia ini akan menyebabkan vasodilatasi kapiler,
sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat dan terjadilah udema di
submukosa (Massudi, 1996). Selain virus dan bakteri sebagai penyebab infeksi
pada peradangan rongga sinus juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi lokal
dan sistemik

Faktor predisposisi lokal antara lain: septum deviasi, udema/hipertrofi


konka, rinitis alergi/rinitis vasomotor, barotrauma, korpus alienum, rinolit dan
sebagainya. Sedang faktor predisposisisistemik yang mempengaruhi adalah:
infeksi saluran nafas atas oleh karena virus, keadaan umum yang lemah,
malnutrisi, DM yang tidak terkontrol dan iritasi udara sekitar (Massudi, 1996).
Faktor yang lebih penting untukdiketahui dan merupakan dasar patofisiologi
terjadinya infeksi sinus adalah: adanya gangguan dari mukosa sinus, mukosa
osteum sinus dan sekitarnya (komplek ostiomeatal) (Massudi, 1996). Infeksi
saluran nafas atas menyebabkan terjadinya reaksi peradangan pada mukosa
hidung, mukosa sinus termasuk juga mukosa ostium sinus. Keadaan ini akan
mempersempit ostium sinus yang secara keseluruhan sudah sempit dan
letaknya tersembunyi atau bahkan menyebabkan obstruksi ostium (Massudi,
1996). Oksigen yang ada dalam rongga sinus akan diresorbsi oleh kapiler
submukosa sehingga terjadi hipoksia dan tekanan oksigen yang rendah
didalam rongga sinus. Keadaan hipooksigen juga akan menyebabkan
vasodilatasi kapiler di submukosa, permeabilitas pembuluh darah meningkat
dan terjadilah proses transudasi (Facer dan Kern, 1993 ; Massudi, 1996).
Transudat yang terbentuk sebagian diresorbsi oleh submukosa
sehingga akan menambah udema submukosa dan sebagian lagi akan
terperangkap didalam rongga sinus. Tekanan oksigen yang rendah juga akan
mengganggufungsi sinus dimana kelumpuhan gerak silia ini akan menambah
timbunan transudat didalam rongga sinus (Facer dan Kern, 1993 ; Massudi,
1996). Transudat yang tertimbun, kadar oksigen yang terendah, gerak silia
yang berkurang dan sempitnya ostium merupakan kondisi yang baik untuk
pertumbuhan kuman (Facer dan Kern, 1993 ; Massudi, 1996). Rinosinusitis
kronis berbeda dari rinosinusitis akut dalam berbagai aspek. Rinosinusitis
kronis umumnyasukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja.
Harus dicari faktorpenyebab dan faktor predisposisinya. (Mangunkusumo dan
Rifki, 2000). Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi
perubahan mukosa hidung. Perubahan mukosa hidung juga dapat disebabkan
alergi dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa hidung akan
mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila
pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna (Mangunkusumo dan Rifki,
2000). Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka, sehingga drainase
sekret akan terganggu. Drainase sekret yang terganggu dapat menyebabkan
silia rusak dan seterusnya (Mangunkusumo dan Rifki, 2000)

E. MANIFESTASI KLINIS
Pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan nasoendoskopi dan foto
polos hidung dan sinus paranasal atau SPN (Busquets JM , 2000 ; Draft , 1995
; Stankiewicz, 2001)

1) Gejala Mayor :
o Hidung tersumbat
o Sekret pada hidung / sekret belakang hidung / PND
o Sakit kepala
o Nyeri / rasa tekan pada wajah
o Kelainan penciuman (hiposmia / anosmia)
2) Gejala Minor :
o Demam, halitosis
o Pada anak; batuk, iritabilitas
o Sakit gigi
o Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga.
Gejala dan Tanda Klinis : (Ballenger, 1997 cit Setiadi 2009)
1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau
mungkin tidak. Secara anatomi, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali
gigi insisivus) dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis
tulang atau mungkin tanpa tulang hanya oleh mukosa, karenanya
sinusitis maksila sering menimbulkan nyeri hebat pada gigi-gigi ini
b. Sakit kepala
Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada
sinusitis. Wolff menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul
merupakan akibat adanya kongesti dan udema di ostium sinus dan
sekitarnya. Penyebab sakit kepala bermacam-macam, oleh karena itu
bukanlah suatu tanda khas dari peradangan atau penyakit pada sinus.
Jika sakit kepala akibat kelelahan dari mata, maka biasanya bilateral
dan makin berat pada sore hari, sedangkan pada penyakit sinus sakit
kepala lebih sering unilateral dan meluas kesisi lainnya. Nyeri kepala
pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan
berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum
diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari
terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya
statis vena.
c. Nyeri pada penekanan
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin
terjadi pada penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan
permukaan wajah

d. Gangguan penghindu
Indra penghindu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium
bau yang tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih
sering adalah hilangnya penghindu (anosmia). Hal ini disebabkan
adanya sumbatan pada fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh
karena itu ventilasi pada meatus superior hidung terhalang, sehingga
menyebabkan hilangnya indra penghindu. Pada kasus kronis, hal ini
dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal nervus olfaktorius,
meskipun pada kebanyakan kasus, indra penghindu dapat kembali
normal setelah infeksi hilang.
2. Gejala Objektif
a. Pembengkakan dan udem
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut,
dapat terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat
periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti pada
penebalan ringan atau seperti meraba beludru.
b. Sekret nasal
Mukosa hidung jarang merupakan pusat fokus peradangan
supuratif, sinus-sinuslah yang merupakan pusat fokus peradangan
semacam ini.
Adanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah
menimbulkan kecurigaan adanya suatu peradangan dalam sinus. Pus
di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya sinus
maksila, sinus frontal atau sinus etmoid anterior, karena sinus-sinus
ini bermuara ke dalam meatus medius.
F. KOMPLIKASI
Kompikasi rinosinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan
antibiotika. Komplikasi yang dapat terjadi ialah:
1. Osteomielitis dan abses subperiostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan
pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral.
2. Kelainan Orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis
frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Variasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis
orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi
trombosis sinus kavernosus.

3. Kelainan Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis
sinus kavernosus.
4. Kelainan Paru
Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu
dapat juga timbul asma bronkial
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada
daerah sinus yang terkena disamping pemeriksan rinoskopi anterior dan
rinoskopi posterior.
2. Transiluminasi
Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya dapat
dipakai untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas
pemeriksaan radiologik tidak tersedia
3. Pemeriksaan radiologi
a. Foto rontgen sinus paranasal
Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters,
PA dan Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto
rontgen, tetapi jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema
permukaan mukosa. Permukaan mukosa yang membengkak dan udema
tampak seperti suatu densitas yang paralel dengan dinding sinus.
Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada
resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang
berasal dari gigi atau daerah periodontal.Jika cairan tidak mengisi
seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan (air fluid
level) pada foto dengan posisi tegak.
b. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat
pada penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan
komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan
sifat dan sumber masalah.
CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan,
memberikan visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung,
komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang
mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus.
Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi
akan terlihat jelas.
CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan
menggunakan sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini
sangat sederhana untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor
angka hasil gambaran CT scan. Lund-MacKay Radiologic Staging
System ditentukan dari lokasi Gradasi Radiologik sinus maksila, etmoid
anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid, Penilaian Gradasi
radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 :
Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit.
4. Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas
pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang
berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum
nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui
adanya polip atau tumor.
H. PENATALAKSANAAN
Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti
deviasi septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada
anak, polip, kista, jamur, gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan
penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan (Ulusoy, 2007).
I. Medikamentosa
a) Antibiotika
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat
diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-
laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin
klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua,
makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan
mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan.
b) Terapi Medik Tambahan
 Dekongestan.
 pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine.
 Antihistamin
 Kortikosteroid,
II. Penatalaksanaan Operatif
Beberapa macam tindakan bedah mulai dari
 antrostomi meatus inferior
 Caldwel-Luc
 trepanasi sinus frontal
 Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
\

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
 Identitas
- Nama : Tn’M’
- jenis kelamin : Laki-laki
- umur : 56 tahun
-alamat :jl.Hj yusuf no12 kel.sabulambo

 keluhan utama : nyeri hidung


 Riwayat kesehatan sekarang :
klien mengatakan nyeri pada daerah hidung, dan klien merasa
hidungnya tersumbat,klien juga mengatakan sering sakit kepala
dan telinganya berdengung. Klien merasa cemas dengan
kondisi yang dialami saat ini.
 Riwayat peyakit dahulu :
klien pernah dioperasi polip hidung sebelumnya.
 Riwayat penyakit keluarga :
keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini
 Kebiasaan :
Klien memiliki kebiasaan merokok
 Alergi :
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi makanan maupun
obat-obatan.
 Pengkajian psikososial dan spiritual :
- Klien merasa cemas dengan kondisi saat ini
- Klien mengatakan sakitnya saat ini adalah ujian dari
tuhan
 Pemeriksaan fisik :
o Rambut dan kepala
Inspeksi
- Rambut nampak rapi dan pendek
- Bentuk kepala mesonchepal

Palpasi

- Terdapat nyeri tekan pada kepala


- Tidak ada pembengkakan pada kepala
o Hidung
Inspeksi
- Bentuk hidung simetris kiri dan kanan
- Terdapat pembengkokan pada lubang hidung
sebelah kanan
- Tidak terdapat polip pada hidung

Palpasi

- Terdapat nyeri tekan pada hidung sebelah kanan

o Telinga :
Inspeksi
- Simetris kiri dan kanan
- Tidak ada secret pada telinga
- Klien mengatakan telinganya berdengung
- Tidak ada tanda-tanda peradangan

Palpasi

- Tidak terdapat nyeri tekan


- Tidak ada pembengkakan
o Mulut
Inspeksi
- Nampak bersih
- Tidak ada tanda-tanda stomatitis

Palpasi

- Tidak ada nyeri tekan


o Faring :tidak ada pembengkakan tonsil

ANALISA DATA
NO DATA MASALAH
1 DS:
 klien mengatakan nyeri pada hidung
kurang lebih 3 jam sebelum masuk Nyeri
rumah sakit
 klien mengatakan nyeri tembus
sampai kepala secara terus menerus
dengan skala sedang
DO:
 klien nampak meringisterdapat nyeri
tekan pada hidung

2 DS:
 klien mengatakan hidung tersumbat
 Klien mengatakan sakit kepala pada Ketidakefektifan pola
saat mengeluarkan ingus napas
DO:
 terdapat pembengkokan hidung
sebelah kanan
3 DS:
 Klien mengatakan cemas dengan
penyakitnya
 klien Klien mengatakan sakitnya saat
ini adalah ujian dari tuhan
ansietas
DO:
 klien nampak cemas
 klien nampak takut dengan
penyakitnya

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan adanya sekret dihidung
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

C. INTERVENSI
NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi (NIC)
hasil
(NOC)
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan  Kaji Skala nyeri
dengan proses inflamasi tindakan keperawatan
 Ajarkan pasien
selama..x24 jam
DS: pasien dapat untuk mengatasi
 klien mengatakan nyeri Mengurangi rasa nyeri di
rasa nyerinya
pada hidung kurang kepala dan hidung
lebih 3 jam sebelum dengan indikator:  Memberikan
masuk rumah sakit  Klien tidak
merasa nyeri pada pijatan refleksi
 klien mengatakan nyeri
hidung
tembus sampai kepala pada bagian
 Klien
secara terus menerus mengetahui cara kepala
dengan skala sedang mengatasi nyeri
DO:  Pemberian obat
 klien nampak
analgesik
meringis
 terdapat nyeri tekan
pada hidung

2 Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan  Periksa hidungnya


berhubungan adanya sekret tindakan keperawatan
dihidung selama..x24 jam apakah ada sekret/tidak
Jalan nafas pasien efektif  Catat adanya bunyi
setelah secret dikeluarkan
dengan indikator: napas
 Klien tidak bernafas
 Kaji pasien untuk posisi
DS: lagi melalui mulut
 klien mengatakan  Jalan nafas kembali yang nyama
hidung tersumbat normal terutama
 Kolaborasi dengan tim
 Klien mengatakan sakit hidung
kepala pada saat medis untuk pemberian
mengeluarkan ingus
obat
DO:
 terdapat pembengkokan
hidung sebelah kanan
3 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan  Kaji tingkat kecemasan
kurangnya pengetahuan tindakan keperawatan klien
selama..x24 jam  Berikan kenyamanan
kecemas klien dan ketentaman pada
DS: berkurang/hilang klien :
 Klien mengatakan dengan indikator: - Temani klien
cemas dengan  Klien akan - Perlihatkan rasa
penyakitnya menggambarkan empati( datang dengan
 klien Klien mengatakan tingkat menyentuh klien )
sakitnya saat ini adalah kecemasan dan  Berikan penjelasan
ujian dari tuhan pola kopingnya pada klien tentang
 Klien mengetahui penyakit yang
DO: dan mengerti dideritanya perlahan,
 klien nampak cemas tentang penyakit tenang serta gunakan
 klien nampak takut yang dideritanya kalimat yang jelas,
dengan penyakitnya serta singkat mudah
pengobatannya. dimengertid.
 Singkirkan stimulasi
yang berlebihan
misalnya perasaan
cemas.
 Observasi tanda-tanda
vital
 kolaborasi dengan tim
medis
DAFTAR PUSTAKA

1. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps. Rhinology, 2007; 45(suppl 20): 1-139.
2. Busquets JM, Hwang PH. Nonpolypoidrhinosinusitis: Classification, diagnosis and
treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, eds. Head & Neck Surgery –
Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006; 406-
416.
3. Jr File. Sinusitis: Epidemiology. In Brook I, eds. Sinusitis from microbiology to
management. New York: Taylor & Francis,2006; 1-13.
4. Lund VJ. Impact of chronic rhinosinusitis on quality of life and health care expenditure.
In Hamilos DL, Baroody FM, eds. Chronis rhinosinusitis pathogenesis and medical
management. New York: Informa,2007; 15-21.
5. Gosepath J, Mann WJ. Current concepts in therapy of chronic rhinosinusitis and nasal
polyposis. ORL,2005; 67: 125-136.
6. NN. Sinusitis termasukpenyakitmahal. Waspada Online.2007 Agustus 9.
http://www.waspada.co.id. Accessed at 20th September 2008.
7. Clement PAR. Classification of rhinosinusitis. In Brook I, eds. Sinusitis from
microbiology to management. New York: Taylor & Francis, 2006; 15-34.

Você também pode gostar