Você está na página 1de 59

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Senyawa fitokimia adalah zat kimia alami yang terdapat di dalam
tanaman yang memberikan cita rasa, aroma, ataupun warna khas pada
tanaman tersebut. Beberapa khasiat senyawa fitokimia adalah antikanker,
antimikroba, antioksidan, antitrombotik, meningkatkan sistem kekebalan,
antiinflamasi, mengaatur tekanan darah, menurunkan kolestrol serta
mengatur kadar gula darah (Astawan, 2008).
Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki hutan tropis
terluas di dunia, memiliki keunggulan komperatif dari segi sumber daya
alam untuk dikelola dan dimanfaatkan. Tumbuhan hutan tropis Indonesia
lebih unggul dalam merekayasa bahan-bahan kimia daripada tanaman
sejenis di tempat lain. Oleh karena itu penemuan bahan-bahan kimia baru
untuk berbagai keperluan dari tumbuhan tropis Indonesia sangat tinggi
kemungkinannya.
Isolasi merupakan suatu cara untuk mengambil satu senyawa aktif
yang terdapat di dalam tanaman untuk mengetahui senyawa yang
berkhasiat dalam tumbuhan. Untuk dapat melakukan isolasi harus melalui
berbagai tahapan yang cukup panjang hingga kita dapat memperoleh
suatu senyawa murni yang berkhasiat dalam tumbuhan tersebut. Teknik
isolasi di berbagai negara juga berbeda seperti di Indonesia dan jepang
tapi prinsip yang digunakan tetap sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Uraian Tanaman (Kenikir)
II.1.1. Klasifikasi Tanaman
Berdasarkan taksonominya, tumbuhan kenikir diklasifikasikan
sebagai berikut (Simpson, 2006):
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Fabales
Suku : Asteraceae
Marga : Cosmos
Jenis : Cosmos caudatus Kunth.
II.1.2 Deskripsi Tanaman
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) tergolong tumbuhan herba
semusim dengan tinggi berkisar antara 0,5 – 1,5 m (Gambar 4).
Tumbuhan ini tergolong dalam kelas dikotil, yaitu memiliki akar tunggang,
berbatang tegak berwarna hijau terang keunguan, beralur dan memiliki
banyak percabangan. Daunnya tergolong daun majemuk dengan bentuk
lanset, ujung daun meruncing dan tepi daun bergerigi. Bunga tumbuhan
ini tergolong dalam bunga majemuk dengan tangkai berbentuk seperti
cawan berwarna kuning dan memiliki daun pembalut berbentuk lonceng
berwarna hijau. Kenikir memiliki buah dan biji yang keras dan berbentuk
jarum. Bagian ujung buah tampak berambut, biji kenikir berwarna hitam
dengan panjang sekitar 1 cm (Hassan, 2006). Daerah asli Cosmos
caudatus Kunth. adalah daerah tropis di Amerika Tengah dan hampir
sebagian besar daerah beriklim tropis.
Gambar 1. Tumbuhan Kenikir (http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id)
II.1.3 Kandungan Kimia
Berdasarkan hasil skrining fitokoimia, daun kenikir secara umum
mengandung senyawa flavonoid, polifenol, saponin, terpenoid, steroid dan
minyak atsiri. Bagian akar kenikir mengandung hidroksieugenol dan
koniferil alkohol (Sarmoko dan Sulistyorini, 2010; Liliwiarinis et al.,2011).
Bunawan et al. (2014) memaparkan kandungan senyawa aktif
pada
kenikir dalam Tabel berikut :

II.1.4 Khasiat Tanaman


Secara tradisional kenikir digunakan sebagai penambah nafsu
makan, obat lemah lambung penguat tulang dan pengusir serangga.
Menurut Cheng et al. (2015) potensi tanaman kenikir sebagai obat herbal
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Beberapa penelitian menyatakan bahwa daun kenikir memiliki efek
antioksidan tinggi, antibakteri, antijamur, antiosteoporosis, antihipertensi,
dan antidiabetes (Bunawan et al., 2014). Kenikir juga memiliki kandungan
kalsium tinggi sehingga dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk
mengatasi osteoporosis pasca-menopause pada wanita (Mohamed et al.,
2013).
Ren, et al. (2003) meneliti didalam kenikir terkandung senyawa
flavonoid yang mampu menginduksi terjadinya apoptosis pada sel kanker.
Penelitian daun kenikir sebagai antikanker antara lain telah diteliti bahwa
kuersetin (jenis dietary flavonoid) mampu menginduksi apoptosis pada sel
kanker kolon Caco-2 dan HT-29 serta menginduksi apoptosis sel kanker
leukimia HL-60. Dietary flavonoid adalah golongan senyawa polifenol
yang diketahui memiliki efek antiproliferasi sehingga dapat dijadikan
sebagai agen kemopreventif, terutama pada kanker saluran pencernaan
karena senyawa ini kontak secara langsung dengan makanan
(Taraphadar et al., 2001).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Pebriana et al. (2008), ekstrak
metanolik daun kenikir mengandung flavonoid dan glikosida kuersetin
yang berpotensi sebagai antikanker dan terbukti bersifat sitotoksik dalam
memacu apoptosis sel kanker payudara T47D melalui berbagai macam
kemungkinan mekanisme.
II. 1. Uraian Tanaman (Beilschmiedia)
II.1.1. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Class : Angiosperms
Clade : Magnoliid
Order : Laurales
Family : Lauraceae
Genus : Beilschmiedia
II.1.2 Deskripsi Tanaman
Kulit batang pucat menjadi coklat gelap, halus atau kasar, dan
memiliki rambut coklat kemerahan yang padat yang menutupi cabang, dan
daun muda berwarna kemerahan. Daun hijau gelap adalah alternatif dan
kasar. Kadang-kadang luas, yang lain kecil dan sempit, daun memiliki urat
depresi yang khas. Bunganya berwarna kehijauan hingga krem hingga
kuning kehijauan, dan pedicellate 4–6 mm. Bunganya sering dibalut
dengan rambut cokelat kemerahan padat. Bunganya bersifat
hermaphroditic dan tersusun dalam perbungaan. Perbungaan adalah erick
tegak yang timbul dari daun axil. Benang sari berada dalam dua lingkaran;
ovarium berada pada posisi superior. Buah beilschmiedia roxburghiana
bervariasi dari satu spesies ke spesies lain 'di beberapa spesies itu adalah
buah berbiji, besar dan bulat hijau, 12 cm dengan ujung di puncak. Pada
spesies lain, buahnya tegak, seperti plum, ungu gelap atau kadang-
kadang elips ke ovoid drupe, ungu tua ketika matang, dan tertutup mekar
lilin. Di bagian lain, buahnya berwarna hitam, bulat drupe dengan mekar
glaukous, dengan satu biji di dalamnya.
Dalam genus Beilschmiedia, penyebaran benih oleh burung-burung
yang menelan mereka, sehingga mereka dibentuk untuk menarik burung.
Buah-buahan satu-benih adalah sumber makanan penting bagi burung,
termasuk menjadi makanan favorit merpati asli di Selandia Baru.
II.1.3 Morfologi Tanaman
Beilschmiedia adalah genus pohon dan semak dalam keluarga
Lauraceae. Sebagian besar spesiesnya tumbuh di iklim tropis, tetapi
beberapa di antaranya berasal dari daerah beriklim sedang, dan mereka
tersebar luas di Asia tropis, Afrika, Madagaskar, Australia, Selandia Baru,
Amerika Utara, Amerika Tengah, Karibia, dan Amerika Selatan.
Beilschmiedia gaboonensis adalah pohon berukuran sedang
dengan tinggi hingga 30 m dengan diameter bole hingga 60 cm. Ini
didistribusikan dari Nigeria ke DR Kongo dan terjadi di lokasi basah dan
berawa di hutan hujan dataran rendah. B. lebrunii adalah pohon langka
dengan tinggi hingga 15 m dengan diameter bole hingga 30 cm, terjadi di
DR Congo di hutan pada ketinggian 1450-1700 m. B. nitida adalah semak
atau pohon kecil setinggi 8 m, didistribusikan di Kamerun dan Kongo.
Beilschmiedia variabilis adalah semak atau pohon kecil setinggi
hingga 10 m dengan diameter bole hingga 25 cm, yang terjadi agak umum
di Kongo di hutan bawah di lokasi berawa rawa, terendam secara berkala
atau lebih kering. B. zenkeri adalah semak atau pohon kecil setinggi 15 m,
terjadi di Kamerun dan Kongo di hutan rawa dan terendam secara
berkala.
Genus Beilschmiedia menanggapi periode iklim yang
menguntungkan dan diperluas di habitat yang tersedia, beradaptasi juga
dengan kondisi yang lebih ekstrim, tetapi tergantung pada kondisi edaphic
tanah yang menguntungkan. Spesies Beilschmiedia membutuhkan osilasi
tahunan dari suhu yang dimoderasi oleh kedekatan laut dan banyak
spesies menahan dingin dan es yang buruk.
Genus Beilschmiedia hadir di Meksiko, Venezuela, Chili selatan,
dan Argentina dari Samudra Pasifik ke Andes antara 38℃ dan 45℃
lintang, di mana curah hujan melimpah, dari 1500 hingga 2500 mm
menurut lokalitas, didistribusikan sepanjang tahun, tetapi dengan
pengaruh iklim Mediterania subhumid selama tiga hingga empat bulan di
musim panas. Suhu tidak berubah cukup dan ringan, dengan tidak ada
bulan jatuh di bawah 5°C, dan bulan terpanas di bawah 22°C. Juga,
mereka hadir di ujung timur Malesia, termasuk New Guinea, yang juga
memiliki banyak elemen tambahan dari flora Antartika, termasuk beech
selatan (Nothofagus) dan eukaliptus. Dataran tinggi New Guinea dan New
Britain terkait dengan Australia sekitar 40 Mya, lempeng tekton Indo-
Australia mulai terpisah dari supercontinent Gondwana kuno. Laurifolia
muncul di Semenanjung Cape York, pegunungan di pesisir New South
Wales di Australia, New Guinea, Kaledonia Baru, Tasmania, dan Selandia
Baru. Hutan laurel ini adalah rumah bagi spesies yang terkait dengan
mereka di hutan laurel Valdivian, termasuk beech selatan (Nothofagus)
melalui koneksi flora Antartika

II. 1. Uraian Tanaman (Kenikir)


II.1.1. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom: Viridiplantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Alpinia
Spesies : Alpinia galanga (L.) (Sastrahidayat, 2016)

II.1.2 Deskripsi Tanaman


Herba setinggi 3,5 m, tumbuh secara berkelompok dan kerap
menghasilkan tunas baru pada rizom dalam tanah atau pada permukaan
tanah. Batangnya memanjang tegak, ramping berwarna kehijauan dengan
daun lebar yang memanjang terbentuk secara berselang-seling pada
batang tersebut. Tandan bunganya tumbuh di pucuk tanaman, terdiri atas
banyak bunga yang berwarna putih. Rimpangnya merayap, berdaging,
aromatik, berwarna putih (Sastrahidayat, 2016).

Gambar Tanaman Lengkuas

II.1.3 Kandungan Kimia


Tanaman ini mengandung senyawa kimia berguna. Buahnya
mengandung caryophyllene oxide, caryophyllenol I, II, isorhamnetin,
kaemferide, galangin, dan galangin-3-methil ether. Rimpang mengandung
asetoksicavikol, 1-asetoksieugenol, minyak atsiri 1%, metilsinamat, sineol,
kamfer, alfa-pinen, alfa-terpineol, galangin,, camphor, galangol, dan
cadineae (Permadi, 2008 ).
II.1.4 Khasiat Tanaman
Selain bersifat diuretik, tanaman ini memiliki rasa pedas, hangat,
menetralkan racun, menurunkan panas, menghilangkan sakit, antifungi,
meningkatkan nafsu makan, radang telinga, diare ( Permadi, 2008).

II. 1. Uraian Tanaman (T. Catappa)


II.1.1. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliopsida
Class : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Combretaceae
Genus : Terminalia
Spesies : T. Catappa
II.1.2 Deskripsi Tanaman
Daun lengkap adalah daun yang terdiri atas pelepah daun (vagina),
tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Daun ketapang
(Terminalia catappa) termasuk daun yang tidak lengkap karena hanya
memiliki tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Terminalia
catappa memiliki bentuk tangkai daun seperti bentuk tangkai daun
tumbuhan pada umumnya, yaitu berbentuk silinder dengan sisi agak pipih
dan menebal pada pangkalnya. Ketapang memiliki helaian daun bundar
telur terbalik. Helaian di pangkal berbentuk jantung, pangkal dengan
kelenjar di kiri-kanan ibu tulang daun di sisi bawah. Daun ketapang
memiliki daun berambut halus di sisi bawah dan berbentuk lebar dibagian
tengah daun, ujung daun meruncing, tepi daun yang merata, daging daun
tipis dan memiliki tulang daun menyirip.
II.1.3 Kandungan Kimia
Hasil uji fitokimia terhadap serbuk daun dan ekstrak etanol daun T.
muelleri sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Farnsworth [8]
menunjukkan bahwa serbuk daun dan ekstrak etanol positif terhadap
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin galat, kuinon, dan triterpenoid.
II.1.4 Khasiat Tanaman
Tanaman ketapang sering digunakan untuk ramuan tradisional.
Diantaranya dapat dipergunakan untuk mengobati diare, radang perut,
hipertensi, rematik sendi, disentri, lepra, kudis, dan penyakit kulit lainnya.
Bagian tumbuhan ketapang khususnya daun selain untuk obat kulit daun
ketapang dapat dimanfaatkan untuk menurunkan pH air tawar dan
menyerap zat-zat kimia yang terdapat pada air tawar.

II. 1. Uraian Tanaman (Tumbuhan bakau merah)


II.1.1. Klasifikasi Tanaman
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Species : Rhizophora sp.
(Noor, 1999).
II.1.2 Deskripsi Tanaman
Rhizophora stylosa memiliki akar tunjang yaitu akar yang terdapat
di atas permukaan tanah. Pangkal akar berasal dari pangkal batang.
Ujung akar menembus tanah dan kuat. Akar berwarna keputih-putihan
pada daerah yang tidak dekat denga permukaan tanah, akar yang dekat
dengan permukaan berwarna lebih gelap. Pada umumnya akar tanaman
ini cukup tinggi di atas permukaan tanah. Akarnya memilki penampakan
yang kokoh dan kuat serta tidak mudah patah (lentur namun keras).
Rhizophora stylosa memiliki daun yang umumnya berwarna hijau
agak kekuningan pada pangkal daunnya serta terdapat bintik-bintik kecil
berwarna hitam namun tidak terlalu banyak. Memiliki bentuk daun yang
elliptical (sama dengan Rhizophora apiculata) yaitu memiliki bentuk ujung
dan pangkal daun yang sama. Apabila daun dilipat pada bagian tengah,
akan tegak lurus tulang daun, maka akan didapatkan bentuk simetri daun.
Daun single dan terletak sejajar antara daun satu dengan daun yang lain
dalam satu tangkai, saling bersisihan atau bersebrangan. Memilki panjang
daun antara 10-18 cm.
Bunga pada Rhizophora stylosa termasuk dalam bunga cyme
dicotom, yang terdiri dari 16 atau lebih bunga dalam satu tangkai bunga. –
Rhizophora stilosa terletak secara aksilar pada cabang bunga perbedaan
Rhizophora stylosa dan Rhizophora apiculata. Adalah pada rangkaian
pecabangan bunga dalam satu tangkai bunga.
Buah dari Rhizophora stylosa berbentuk hamper sama dengan
Rhizophora apiculata., hanya panjang dari buah Rhizophora stylosa lebih
panjang dari pada buah Rhizophora apiculata. Panjang buah ini dapat
mencapai 30 cm. warna buah adalah hijau sampai kuning. Bagian pagkal
buah berwarna hinjau dengan daun buah menghadap ke atas dan
berwarna hijau kekuningan. Permukaan buah licin atau rata (Noor, 1999)
II.1.3 Kandungan Kimia
Tumbuhan mangrove Rhizophora sp. mengandung senyawa
seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin (Kordi, 2012), dan
tannin (Rohaetidkk, 2010).
II.1.4 Khasiat Tanaman
Tumbuhan mangrove sebagai anti mikroba, antifungi, antivirus,
antitumor, insektisida, antileukemia Soetarno (2000), sebagai obat masuk
angina, menghentikan pendarahan, diare, deman dan malaria (Akyar,
2010)

II. 2. Teori Umum


II.2. Isolasi Bahan Alam
Isolasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk memisahkan
senyawa yang bercampur dalam tumbuhan sehingga kita dapat
menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Tumbuhan mengandung
ribuan senyawa sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder.
Biasanya proses isolasi senyawa dari bahan alami mengisolasi
senyawa metabolit sekunder,karena dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia.
Beberapa tahapan untuk melakukan Isolasi :
1. Ektraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan, penarikan atau
pengeluaran suatu komponen cairan/campuran dari campurannya.
Biasanya menggunakan pelarut yang sesuai dengan kompnen yang
diinginkan.
2. Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut
diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair
atau gas).
3. Isolat Baru
4. Uji Identifikasi
5. Uji Efektifitas
II.2.1. Penyiapan Sampel
Bahan berkhasiat obat telah disediakan oleh alam ini sebagai
salah satu sumbernya adalah tumbuhan yang terdapat secara liar,
demikian pula tanaman yang sengaja dibudidayakan karena telah
diketahui sebagai bahan dasar dalam pengobatan baik secara empiris
maupun yang telah dibuktikan khasiatnya dengan penelitian ilmiah.
Dalam pengambilan bahan alam diperlukan sebuah cara yang khusus
karena sampel yang akan diambil memiliki sifat yang berbeda dengan
sampel yang lainnya, begitu pula mengenai waktu pengambilannya dan
alat yang digunakan pada saat pengambilan serta cara pengolahannya
setelah masa pengumpulan/panen telah dilakukan. Berikut ini akan
diuraikan secara singkat cara pengambilan sampel yang berasal dari
bagian tumbuhan/tanaman, meliputi (Depkes RI, 2000):
a. Akar (Radix), diambil bagian yang berada di bawah tanah.
b. Batang (Caulis), diambil mulai dari cabang pertama sampai leher akar,
dipotong dengan panjang dan diameter tertentu.
c. Kulit batang/klika (Kortex), diambil dari batang utama dan cabang,
dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu dan tidak
mengambilnya dengan satu lingkaran penuh pada batang.
d. Kayu (Lignum) diambil dari cabang atau batang, kulit dikelupas dan
dipotong-potong kecil.
e. Daun (Folium), diambil daun tua (bukan daun kuning) daun kelima dari
pucuk. Daun dipetik satu persatu secara manual.
f. Bunga (Flos), dapat berupa kucup, bunga mekar atau mahkota bunga
atau daun bunga, dipetik langsung dengan tangan.
g. Rimpang (Rhizoma), diambil dan dibersihkan dari bulu-bulu akar,
kemudian dipotong melintang dengan ketebalan tertentu. Dipanen
pada saat daun meluruh (layu)
h. Buah (Fructus), dapat berupa buah matang, buah muda, dipetik
dengan tangan.
i. Biji (Semen), buah dikupas dan biji dikumpulkan dan dibersihkan,
diambil dari buah yang masak.
j. Herba adalah bagian tanaman yang berada di atas tanah, diambil dan
dibersihkan.
Semua proses diatas dilakukan dengan dasar bahwa kandungan
bahan berkhasiat yang ada dalam tumbuhan/tanaman dalam keadaan
maksimal dan untuk sampel yang melakukan proses fotosintesis diambil
pada saat proses ini maksimum (pukul 10:00–12:00). Perlu diingat
bahwa ada komponen kimia yang dapat berinteraksi dengan alat yang
digunakan pada saat sampel tersebut dikumpulkan/dipanen, hal ini
apabila dibiarkan akan merusak komponen yang ada dalam sampel
tersebut. Setelah proses pengumpulan telah dilakukan maka tahapan
selanjutnya adalah pencucian yang bertujuan untuk membersikan
sampel dari sisa-sisa tanah/kotoran yang masih melekat dan
memisahkannya dengan bagian tumbuhan yang tidak diinginkan. Sampel
yang basah sangat rentan tehadap pertumbuhan mikroba, maka untuk
mencegah hal ini diperlukan tahapan selanjutnya yaitu proses
pengeringan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh simplisia yang dapat
disimpan lebih lama, susut pengeringan yang diingikan adalah 10 %.
Secara umum proses pengeringan dipercepat dengan memotong-
motong kecil sampel dengan derajat halus 4/18, akan tetapi untuk
sampel yang mengandung minyak menguap proses ini dilakukan setelah
sampel kering, ini bertujuan untuk mencegah menguapnya minyak yang
terkandung dalam sampel dikonstankan (Depkes RI, 2000).
II.2.2. Pembuatan Simplisia
Simplisia yang aman dan berkhasiat adalah simplisia yang tidak
mengandung bahaya kimia, mikrobiologis, dan bahaya fisik, serta
mengandung zat aktif yang berkhasiat. Ciri simplisia yang baik adalah
dalam kondisi kering (kadar air < 10%), untuk simplisia daun, bila
diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan, simplisia bunga
bila diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan atau mudah
dipatahkan, dan simplisia buah dan rimpang (irisan) bila diremas mudah
dipatahkan. Ciri lain simplisia yang baik adalah tidak berjamur, dan
berbau khas menyerupai bahan segarnya (Herawati, dkk, 2012).
Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses
yang menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi
senyawa kandungan, kontminasi dan stabilitas bahan. Namun demikian
simplisia sebagai produk olahan, variasi senyawa kandungan dapat di
perkecil, diatur atau dikonstankan (Depkes RI, 2000).
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku dan produk siap
konsumsi langsung dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun
parameter standar umum (Depkes RI, 2000) :
1. Simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3
parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis
(identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis)
serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat
tetap diupayakan memenuhi 3 paradigma produk kefarmasian, yaitu
Quality–Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).
3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung
jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia,
yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.
Standarisasi suatu simplisia tidak lain pemenuhan terhadap
persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari
produk seperti yang ditetapkan sebelumnya. Standarisasi simplisia
mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan yang
tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan
(Materia Medika Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung
dikonsumsi (serbuk jamu dsb.) masih harus memenuhi persyaratan
produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Depkes RI,
2000).
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai
berikut (Depkes, 1985):
1. Pengumpulan bahan baku: kualitas bahan baku simplisia sangat
dipengaruhi beberapa faktor, seperti : umur tumbuhan atau bagian
tumbuhan pada waktu panen, bagian tumbuhan, waktu panen dan
lingkungan tempat tumbuh.
2. Sortasi basah: Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-
kotoran atau bahan asing lainnya setelah dilakukan pencucian dan
perajangan.
3. Pencucian: dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran
lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan
dengan air bersih.
4. Perajangan: dilakukan untuk mempermudah proses pengeringa,
pengepakan dan penggilingan. Perajangan dapat dilakukan dengan
menggunakan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga
diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehedaki.
5. Pengeringan: mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
6. Sortasi kering: tujuannya untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-
pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
7. Pengepakan
8. Penyimpanan dan pemeriksaan mutu.
II.2.3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai
separating agent (Anonim, 2015).
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute
dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair.
Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen ( immiscible, tidak
saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat)
dan fase solven (ekstrak) (Anonim, 2015).
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.
Pemilihan solven menjadi sangat penting, dipilih solven yang
memiliki sifat antara lain (Anonim, 2015).:
a. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven
sedikit atau tidak melarutkan diluen.
b. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi.
c. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali.
d. Tersedia dan tidak mahal.
Macam-macam Metode Ekstraksi
1. Ekstraksi Cara Dingin
Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses
ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya
senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi
dingin adalah maserasi dan perkolasi (Anonim, 2015).
a. Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dengan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat
aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel (Anonim, 2015).
b. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan
melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia
dalam suatu percolator. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat
tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat
yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari
akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya
beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya
kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang berperan
pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut,
tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya
geseran (friksi) (Anonim, 2015).
2. Ekstraksi Cara Panas
Metode ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan
adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian
dibandingkan cara dingin. Metodanya adalah refluks, ekstraksi dengan
alat soxhlet dan infusa (Anonim, 2015).
a. Metode Refluks
Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks,
metode ini digunakan apabila dalam sintesis tersebut
menggunakan pelarut yang volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan
pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi
berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut
volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun
akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya
dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi
ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama
reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak
ada uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa
organologam untuk sintesis senyawa anorganik karena sifatnya
reaktif (Anonim, 2015)
b. Metode Sokhlet
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu
komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan
berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga
semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Sokletasi
digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan,
sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan
membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan
kembali ke dalam labu dengan membawa senyawa kimia yang
akan diisolasi tersebut (Anonim, 2015) .
3. Destilasi
Jenis-jenis destilasi sebagai berikut :
a. Destilasi sederhana
Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan
titik didih yang jauhatau dengan salah satu komponen bersifat
volatil (mudah menguap). Jika campurandipanaskan maka
komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih
dulu.Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu
kecenderungan sebuahsubstansi untuk menjadi gas. Distilasi ini
dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasidistilasi sederhana
digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol.
b. Destilasi Fraksionisasi
Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-
komponen cair, dua ataulebih, dari suatu larutan berdasarkan
perbedaan titik didihnya.Distilasi ini juga dapatdigunakan untuk
campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 °C dan
bekerjapada tekanan atmosfer atau dengan tekanan
rendah.Aplikasi dari distilasi jenis inidigunakan pada industri minyak
mentah, untuk memisahkan komponen-komponendalam minyak
mentah. Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana
adalahadanya kolom fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan
secara bertahap dengansuhu yang berbeda-beda pada setiap
platnya. Pemanasan yang berbeda-beda inibertujuan untuk
pemurnian destilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin
keatas, semakin tidak volatil cairannya.
c. Destilasi Uap
Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang
memiliki titik didihmencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat
menguapkan senyawa-senyawa inidengan suhu mendekati 100 °C
dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uapatau air
mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah dapat
mendistilasicampuran senyawa di bawah titik didih dari masing-
masing senyawa campurannya.Selain itu distilasi uap dapat
digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air disemua
temperatur, tapi dapat didistilasi dengan air. Aplikasi dari distilasi
uap adalahuntuk mengekstrak beberapa produk alam seperti
minyak eucalyptus dari eucalyptus dan minyak sitrus dari lemon
atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari tumbuhan.
Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan ke dalam
campuran dan mungkinditambah juga dengan pemanasa. Uap dari
campuran akan naik ke atas menuju kekondensor dan akhirnya
masuk ke labu destilat.
d. Destilasi Vakum
Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin
didistilasi tidak stabil,dengan pengertian dapat terdekomposisi
sebelum atau mendekati titik didihnya ataucampuran yang memiliki
titik didih di atas 150 °C. Metode distilasi ini tidak dapatdigunakan
pada pelarut dengan titik didih yang rendah jika
kondensornyamenggunakan air dingin, karena komponen yang
menguap tidak dapat dikondensasioleh air. Untuk mengurangi
tekanan digunakan pompa vakum atau aspirator. Aspiratorberfungsi
sebagai penurun tekanan pada sistem distilasi ini. (S.
Dominggus, 2005)
II.2.4. Partisi (Metode Konvensional)
Partisi merupakan proses sorpsi yang analog dengan
ekstraksi pelarut (Rohman, 2007). Hukum distribusi atau partisi
dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua
pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur
yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka
banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain
apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan
sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla,
1990). Partisi atau fraksinasi dibagi menjadi :
1) Ekstraksi padat-cair
Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen
yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan
pelarut. Pada ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur
dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler dalam
bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan
konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan
ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi kesetimbangan
konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar
bahan padat.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai unjuk
kerja ekstraksi atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada
ekstraksi padat-cair, yaitu:
a. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak
antara fase padat dan fase cair, maka bahan itu perlu sekali
memiliki permukaan yang seluas mungkin.
b. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan
dengan laju alir bahan ekstraksi.
c. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah,
kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya
menguntungkan unjuk kerja ekstraksi (Svehla, 1990).
2) Ekstraksi cair-cair
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih
dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut.
Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan
campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan
(misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena
kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti
ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari
sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan
ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu
sesempurna mungkin (Svehla, 1990).
II.2.5. Partisi Dengan Menggunakan Instrumen
1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia.
Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam,
atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa
larutan, ditotolkan berbentuk bercak atau pita (awal), kemudian
pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi
selama perambatan kapiler (pengembangan). Senyawa yang tidak
berwarna selanjutnya harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah
dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom.
Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi
lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat
dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan
setiap saat secara cepat. Beberapa keuntungan kromatorafi lapis
tipis diantaranya :
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan
pereaksi warna, fluorosensi, atau dengan radiasi menggunakan
sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara menarik (ascending), menurun
(descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen
yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak
(Rohman, 2007).
Fase diam yang digunakan dalam KLT adalah bahan
penyerap. Penyerap yang umum adalah silika gel, alumunium
oksida, selulosa, kiselgur, selulosa dan turunannya. Dua sifat yang
penting dari penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya,
karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada hal
tersebut. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk
menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penyerap yang
butirannya halus (Sastrohamidjojo, 1991).
Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam karena adanya
gaya kapiler. Laju rambat tergantung kepada viskositas pelarut
dan struktur lapisan (misalnya butiran penyerap). Pemisahan yang
baik dan reproducible perlu diperhatikan pemilihan kondisi kerja
yang meliputi sifat pengembangan, kejenuhan bejana dan lain-lain
(Stahl, 1985). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut
pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena
pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik
(ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan
secara menurun (descending) (Rohman, 2007).
Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa tak
berwarna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah
jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah ultraviolet (UV)
gelombang pendek (radiasi utama pada kira-kira 254 nm) atau jika
senyawa tersebut dapat dieksitasi ke flourosensi radiasi UV
gelombang pendek dan atau gelombang panjang (366 nm). Jika
dengan kedua cara itu senyawa tidak dapat dideteksi, maka harus
dicoba dengan menggunakan reaksi kimia.
Pada sistem KLT dikenal istilah kecepatan rambat suatu
senyawa yang diberi simbol Rf (Retardation factor). Harga Rf
ditentukan oleh jarak rambat senyawa dari titik awal dan jarak
rambat fase gerak dari titik awal. Harga Rf ini dapat digunakan
untuk identifikasi senyawa yang dianalisa. Penentuan harga Rf
adalah sebagai berikut:

(Stahl, 1985).
2. Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi merupakan cara yang paling lama dari
kromatografi yang ada. Fase diam, baik bahan penjerap atau film
zat cair pada penyangga, ditempatkan didalam tabung kaca
berbentuk silinder, pada bagian bawah tertutup dengan katup atau
keran, dan fase gerak dibiarkan mengalir ke bawah melaluinya
karena gaya berat.
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan
diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penjerap yang
berada dalam tabung kaca, tabung logam, atau bahkan tabung
plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom
karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong
dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom
dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa
fraksi yang keluar dari atas kolom.
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran biasanya
terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian
bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.
(Gritter, et al. 1991)
Proses penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi
dua macam, yaitu:
a. Cara Basah
Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan
melarutkan fasa diam dalam fasegerak yang akan digunakan.
Campuran kemudian dimasukkan ke dalam kolom dan dibuat
merata. Fasegerak dibiarkan mengalir hingga terbentuk lapisan
fase diam yang tetap dan rata, kemudian alirandihentikan (Sarker
et al ., 2006).
b. Cara kering
Preparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan
cara memasukkan fase diam yangdigunakan ke dalam kolom
kromatografi. Fase diam tersebut selanjutnya dibasahi dengan
pelarut yangakan digunakan (Sarker et al., 2006).
Prinsip Kerja Kromatografi Kolom
Didasarkan pada absorbsi komponen-komponen campuran
dengan afinitas berbeda terhadap permukaan fase diam.
Kromatografi kolom terbagi menjadi :
1. Kromatografi Kolom Konvensional
Kromatografi kolom konvensional adalah metode
kromatografi klasik yang sampai saat ini masih banyak
digunakan. Kolom konvensional digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa dalam jumlah banyak. Prinsip dari
kromatografi kolom jenis ini adalah kecendrungan komponen
kimia untuk terdistribusi ke dalam fase diam atau fase gerak
dengan proses elusi berdasarkan gaya grafitasi (Raymond et
al, 2006).
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan
dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas penjerat
yang berada pada kolom kaca, logam atau bahkan plastic.
Eluen (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui fase diam dalam
kolom dan hanya disebabkan oleh gaya gravitasi (Raymond et
al, 2006).
Pita senyawa linarut bergerak bergerak melalui kolom
dengan laju yang berbeda dan memisah berdasarkan sifat
kepolarannya. Pita-pita hasil isolasi dikumpulkan dalam vial
berupa fraksi ketika keluar dari kolom. Metode ini merupakan
contoh kromatografi cair karena linarut dielusi dalam kolom
menggunakan eluen (Sudjadi, 1986).
Untuk kromatografi kolom, kolom tertentu diisi dengan
bahan penjerat/sorpsi dan pelarut pengembang dengan tingkat
kepolaran yang berbeda. Kolom yang diisi dengan bahan
penjerat/sorpsi yang disebut kolom pemisah. Penggunaan
kolom tergantung dari masalah pemisah yaitu kolom berfilter
dengan gelas berpori, yang pada ujung bawah menyempit
(tabung Allihn) atau tabung gelas yang pada bagian bawah
menyempit dan dilengkapi dengan kran sedangkan tabung bola
jarang digunakan. Perbandingan panjang tabung terhadap
diameter pada umumnya ialah 40 : 1. Pengisian kolom dengan
absorben yang juga disebut pengemasan kolom, harus
dilakukan secara hati-hati dengan permukaan yang rata.
Aluminium oksida atau silica gel dapat dikemas dengan metode
kering ke dalam kolom. Agar pengisian rata, tabung diisi sambil
diketuk-ketuk menggunakan tangan atau benda lunak lainnya
pada dinding kolom (Stahl, 1991).

2. Kromatografi Kolom Vakum


Kromatografi kolom vakum (KKV) adalah kromatografi
yang dilakukan untuk memisahkan senyawa dengan
menggunakan silika gel sebagai adsorben dan berbagai
perbandingan pelarut (elusi gradien) dan menggunakan pompa
vakum untuk memudahkan penarikan eluen (6).
Kromatografi kolom vakum sama dengan kromatografi cair
vakum. Karena kromatografi cair vakum merupakan salah
satu jenis dari kromatografi kolom. Kromatografi kolom
merupakan suatu metode pemisahan campuran larutan
dengan perbandingan pelarut dan kerapatan dengan
menggunakan bahan kolom. Kromatografi kolom lazim
digunakan untuk pemisahan dan pemurnian senyawa (7).
Kromatografi kolom vakum/kromatografi cair vakum
merupakan kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja
pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi
vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom
kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar
diperoleh kerapatan maksimum. Alat yang digunakan terdiri dari
corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan
dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi.
Walaupun KKV/KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih
banyak dari pada kromatografi lapis tipis (KLT), KKV/KCV
tetap ekonomis dalam sisi biaya (8).
Kromatografi cair vakum (KCV) pertama kali
diperkenalkan oleh para ilmuwan dari Australia untuk mengatasi
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk separasi menggunakan
kolom kromatografi klasik. Pada dasarnya metode ini adalah
kromatografi lapis tipis preparatif yang berbentuk kolom.
Aliran fase gerak dalam metode ini diaktifkan dengan
bantuan kondisi vakum. Kromatografi cair vakum pada awalnya
digunakan untuk separasi senyawaan steroid dan produk-
produk natural dari laut. Kromatografi cair vakum terdiri dari
suatu corong Buchner yang memiliki kaca masir. Corong
Buchner ini diiisi dengan fase diam yang tingkat
kehalusannya seperti yang umumnya dipakai dalam
kromatografi lapis tipis (70-230 mesh). Corong Buchner yang
berisi fase diam ini digunakan dalam kondisi
vakum/bertekanan, yang berakibat pada kemampuan yang
dihasilkan olehkromatografi cair vakum akan sama dengan
kromatografi gravitasi namundiperlukan waktu yang lebih
singkat. Cara asli yang diperkenalkan oleh Coll
menggunakan corong Buchner kaca masir atau kolom
pendek, sedangkan Targett menggunakan kolom yang lebih
panjang untukmeningkatkan daya pisah (9).
Prinsip kerja dari kromatografi kolom vakum adalah
adsorpsi atau serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan
pada senyawa-senyawa yang akan dipisahkan terdistribusi di
antara fasa diam dan fasa gerak dalam perbandingan yang
berbeda-beda. Dimana mekanisme adsorpsinya yaitu
mengadsorbsi ion-ion dan molekul-molekul senyawa pada fase
diam dan pemisahannnya berdasarkan kelarutan senyawa
dengan eluen yang digunakan (10).
Keuntungan kromatografi kolom vakum :
1. Mempunyai biaya ekonomis
2. Adanya aliran fase gerak lebih cepat
3. Pengerjaannnya sederhana
4. Cuplikan yang dipisahkan lebih banyak
Kerugian kromatografi kolom vakum :
1. Membutuhkan waktu yang cukup lama
2. Sampel yang digunakan banyak jika dibandingkan dengan
KLT dan terbatas jika dibandingkan dengan kromatografi
konvensional
Adapun perbedaan kromatografi kolom vakum dengan
kromatografi kolom konvensional yaitu (13) :
1.`Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil
dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom
mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-
100µl/menit)
2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom
mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spectrometer
massa
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih
pekat karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika
jumlah sampel terbatas missal sampel klinis
3. Kromatografi Kolom Flash
Flash Chromatography Column dipopulerkan oleh Clark
W. Still dari Universitas Columbia pada tahun 1978, sebagai
alternatif lain dari kromatografi gravitasi yang lambat dan sering
tidak efisien. Flash chromatography berbeda dari teknik
konvensional, yaitu partikel silika gel yang digunakan sedikit
lebih kecil yaitu silica gel 60, 70-230 mesh (63200 µm), aliran
pelarut terbatas yang disebabkan oleh partikel silika gel kecil,
dan menggunakan tekanan gas nitrogen (ca.10-15 psi) untuk
mendorong pelarut melalui kolom dari fase diam. Hasil akhirnya
cepat dengan kromatografi yang beresolusi tinggi.
Sepacore flash chromatography menjawab keterbatasan
dalam flash chromatography column dengan meningkatkan
tekanan sampai dengan 10 bar/145 psi atau 50 bar/725 psi.
Sistem kromatografi ini sepenuhnya otomatis termasuk deteksi
UV, kolektor fraksi dan perangkat lunak di antara banyak fitur
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan spesifik pemisahan.
Flash chromatography merupakan sistem pemisahan yang
sangat populer sekarang ini, karena sangat mudah untuk
dilakukan, fleksibel, dan dapat dikerjakan secara universal
(Talamona,2005).
4. Kromatografi Kolom Gravitasi
Pada Kromatrografi kolom, kolomnya diisi dengan bahan
seperti alumina, silika gel atau pati yang dicampur dengan
adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom. Larutan
sampel kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga
sampel diasorbsi oleh adsorben. Kemudian pelarut yang
berfungsi sebagai fase gerak ditambahkan tetes demi tetes dari
atas kolom. Partisi zat terlarut berlangsung di pelarut yang
turun ke bawah dan pelarut yang teradsorbsi oleh adsorben
yang befungsi sebagai fase diam.
Selama perjalanan turun, zat terlarut akan mengalami
proses adsorpsi dan partisi berulangulang. Laju penurunan
berbeda untuk masing-masing zat terlarut dan bergantung pada
koefisien partisi masing-masing zat terlarut. Kemudian, zat
terlarut akan terpisahkan membentuk beberapa lapisan zona
berwarna yang disebut kromatogram. Akhirnya, masing-masing
lapisan dielusi dengan pelarut yang cocok untuk memberikan
spesimen murninya.

(Anonim. 2011)

5. Kromatografi Kolom Eksklusi


Pemisahan berbagai konstituen dengan meninjau
perbedaan ukuran dan geometri molekul adalah dasar
kromatografi eksklusi. Perbedaan ukuran menyebabkan
beberapa partikel bergerak lebih cepat dari yang lainnya
sehigga menimbulkan perbedaan permukaan migrasi.
Kromatografi kolom eksklusi terbagi menjadi:
a) Kromatografi Permeasi Gel
Kromatografi gel merupakan metode kromatografi baru,
meliputikromatografi eksklusi, kromatogeafi penyaring gel,
dan kromatografi permeasigel. Kromatografi ini paling mudah
dimengerti dan paling mudah dikerjakan.Selain
kesederhanaannya, teknik ini sangat berguna.
KPG dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Spesies dengan BM tinggi(BM>2000) terutama yang tak
terionkan
2. Campuran yang terdiri dari komponen yg sangat berbeda
berat molekulnya
3. Pemisahan awal, eksplorasi cuplikan yang tak diketahui
Prinsip pemisahan
• KPG bekerja berdasarkan perbedaan ukuran komponen
atau BM komponen dalam cuplikan
• Analit yg lebih kecil akan memasuki pori lebih mudah,
waktu retensinya akan lebih lama. Sebaliknya, analit yg
lebih besar sedikit memasuki pori sehingga lebih cepat
terelusi.
b) Kromatografi Filtrasi Gel
Kromatografi filtrasi gel adalah suatu teknik yang
menguraikan campuran zat-zat sesuai dengan ukuran
molekulnya. Teknik ini didasari atas inklusi dan eksklusi
suatu zat terlarut melalui fase diam yang terbuat dari gel
polimer yang terikat silang dan berpori heterogen. Dalam
kromatografi elusi cair-padat, pemisahan terjadi antara fase
cair didalam partikel gel dan cairan diluar yang mngelilingi
partikel gel.
Prinsip dari teknik filtrasi gel (kromatografi filtrasi gel)
adalah pemisahan molekul berdasarkan perbedaan
ukurannya. Perlakuan enzim selanjutnya adalah pemurnian
berdasarkan ukuran dengan kolom kromatografi filtrasi gel
menggunakan sephadex G-100. Sampel diteteskan pada
bagian atas kolom gel sephadex G-100 yang berfungsi
sebagai fase diam dan larutan buffer fosfat pH 8 yang
berfungsi sebagai fase gerak. Sampel enzim yang memiliki
bobot molekul lebih besar dari pori-pori gel akan melewati
ruang antar pori-pori sehingga akan lebih dahulu keluar dari
kolom sebaliknya yang berbobot molekul lebih kecil akan
masuk ke dalam pori-pori matriks sehingga akan keluar lebih
lambat. Setelah proses kolom berlangsung, eluen ditampung
pada wadah sebesar 15 ml. Eluen yang telah ditampung
pada wadah kemudian diukur kadar protein dan aktivitas
enzimnya.
Kromatografi gel memiliki beberapa keuntungan dalam
penggunaannya, yaitu :
1. Pita-pita sempit.
2. Waktu pemisahan pendek.
3. Waktu pemisahan mudah diramalkan.
4. Harga Tr sesuai dengan ukuran cuplikan.
5. Tidak terjadi kehilangan cuplikan atau reaksi selama
pemisahan.

6. Hanya terjadi sedikit masalah dalam deaktivasi kolom.


Kromatografi gel juga memiliki kelemahan, yaitu:
1. Kapasitas terbatas
2. Tidak dapat digunakan untuk cuplikan yang mempunyai
ukuran hampir sama.
3. Prinsip pemisahan tidak seperti kromatografi lain.

II.2.7. Purifikasi
Pemurnian merupakan suatu proses memurnikan suatu
campuran larutan untuk mendapatkan zat-zat murni. Sedikit
ditemukan reaksi organik yang dapat memberikan hasil yang
murni, yaitu satu senyawa yang antara lain adalah hasil
sampingan bahan baku yang tidak larut atau tidak ikut bereaksi
yang berfungsi sebagai pelarut katalisator dalam suatu reaksi
untuk menghasilkan senyawa yang dimaksud maka diperlukan
senyawa pemisahan dan pemurnian. Berbagai zat harus
dipisahkan untuk mendapatkan zat-zat murni dengan berbagai
cara seperti filtrasi, sentrifugasi, ekstraksi dan reakristalisasi
(Sudjadi. 1998).
• Kristalisasi & Rekristalisasi
A. Kristalisasi
Kristalisasi merupakan teknik pemisahan kimia antara
bahan padat-cair, di mana terjadi perpindahan massa
(mass transfer) dari suat zat terlarut (solute) dari cairan
larutan ke fase kristal padat. Pemisahan secara kristalisasi
dilakukan untuk memisahkan zat padat dari larutannya
dengan jalan menguapkan pelarutnya. Zat padat tersebut
dalam keadaan lewat jenuh akan bentuk kristal. Kristal
kristal dapat terbentuk bila uap dari partikel yang sedang
mengalami sublimasi menjadi dingin. Selama proses
kristalisasi, hanya partikel murni yang akan mengkristal.
B. Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari
campuran atau pengotornya dengan cara mengkristalkan
kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang
cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan
antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat
pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terjadi
dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang
diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya.
• KLT 2 Dimensi
KLT dua dimensi merupakan metode pemisahan yang
pada umunya cukup sering digunakan. Namun kebanyakan
pemisahan dengan metode dua dimensi memakan waktu
seharian untuk melakukannya dan hanya satu sampel per
lempeng yang bisa dianalisa dalam satu Waktu. Hasilnya
adalah suatu kromatogram seperti cetakan jari,
mengidentifikasi noda dengan membandingkannya dengan
standar sangat memakan waktu dan harus dilakukan terpisah
pada kondisi eluen yang sama. Dalam hal ini untuk
mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk memilih dua
campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan
pelarut yang sama (Ibnu Gholib. 2008).
KLT dua dimensi memiliki prinsip yaitu adsorbsi dan
partisi, pada KLT dua dimensi didasarkan pada proses elusi
yang bertujuan untuk memperpanjang jarak lintasan noda
untuk memperoleh senyawa tunggal.
KLT dua dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan
resolusi sampel ketika komponen-komponen solute
mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya
nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam
amino. Selain itu, sistem dua fase gerak yang sangat berbeda
dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran
sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit
yang mempunyai tingkat polaritas (Ibnu G.2008).
Ekstrak murni yang diperoleh, ditotolkan pada lempeng
KLT PF 254 nm, dielusi menggunakan 2 eluen dengan tingkat
kepolaran dan arah yang berbeda dengan cara lempeng yang
telah dielusi pada fase gerak pertama diputar 90°, dan
diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak
kedua, sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan
pertama terletak dibagian bawah sepanjang lempeng, lalu
dikromatografi lagi. Hasil elusi diamati menggunakan
penampak noda sinar ultra violet 254 nm dan 366 nm. Hasil
pengamatan yang menunjukkan satu spot atau bercak tunggal
menandakan senyawa ekstrak yang diperoleh merupakan
senyawa kimia tunggal atau murni (Harborne, J.B.1984).
• KLTP
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan metode
yang relatif sederhana, murah, cepat dan memiliki daya pisah
yang cukup baik. Metode ini tidak dianjurkan untuk pemisahan
awal, tetapi digunakan untuk pemurniaan akhir dalam
prosedur isolasi senyawa (Harborne, 1987).
Hal yang harus diperhatikan pada Kromatografi Lapis
Tipis Preparatif (KLTP) adalah penyaputan pelat kaca dengan
penyerap. Pelat kaca harus dibersikan hati-hati dengan aseton
untuk menghilangkan lemak. Kemudian bubur silica gel atau
penyerap lainnya dalam air harus dikocok kuat-kuat selam
jangka waktu tertentu (misalnya 90 detik) sebelum
penyaputan. Apabila diperlukan, penambahan kalsium sulfat
hemihidrat (15%) untuk membantu melekatkan penyerap pada
plat kaca. Setelah penyaputan, plat harus dikeringkan pada
suhu kamar dan kemudian diaktifkan dengan pemanasan
dalam tanur pada suhu 100 – 110⁰ C selama 30 menit
(Harborne, 1987)
Prinsip dari kromatografi lapis tipis preparatif yaitu
adsorpsi dan partisi, adsorpsi yaitu penyerapan pada
permukaan oleh adanya fase diam (silica) sedangkan partisi
yaitu pemisahan oleh adanya fase gerak(eluen).
Tujuan dilakukannya kromatografi lapis tipis preparatif
yaitu untuk mendapatkan isolat aktif dari suatu sampel.
• KLT Multi Eluen
Multi eluen adalah penggunaan eluen atau fase gerak
yang berbeda yang memungkinkan pemisahan analit dengan
berdasarkan tingkat polaritas yang berbeda (Ibnu G.2008).
KLT multi eluen memiliki prinsip yaitu adsorbsi dan
partisi, pada KLT multi eluen jumlah totolannya yang berbeda
yaitu berupa cuplikan yang berkesinambungan dan
menghasilkan hasil elusi berupa pita (Ibnu G.2008).
Pada pengerjaan KLT Multi Eluen, ekstrak ditotolkan
pada lempeng KLT, dielusi dengan menggunakan dua atau
tiga fase gerak dengan perbandingan yang berbeda. Spot
atau noda tunggal yang tampak menandakan bahwa senyawa
ekstrak yang diperoleh merupakan senyawa kimia tunggal
atau murni (Mathias, O. 1987).
Adapun keuntungan digunakan metode KLT 2 dimensi
dan multieluen ini adalah untuk mendapatkan resolusi yang
baik dari hasil KLT, dan memfokuskan zona pemisahan. KLT 2
dimensi memiliki potensi pemisahan 150-300 komponen
senyaa kimia. Sedangkan untuk multi eluen, baik digunakan
untuk sampel yng memiliki spot dengan nilai Rf di bawah 0.5
(Mona Z, 1983).
II.3. Karakterisasi
Proses karakterisasi material sangat diperlukan dalam
menginvestigasi suatu bahan atau material, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Berbagai prinsip dalam proses investigasi ini
menjadi dasar dalam menjalankan fungsi dari alat spektroskopi
seperti, Uv-Vis, FT-IR, NMR dan GC-MS.
II.3.1. Spektrofotometer UV
Berbeda dengan spektrofotometri Visible, spektrofotometri
UV berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV
memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar
dapat digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy
hidrogen yang merupakan isotop hidrogen yang stabil yang
terdapat berlimpah di laut dan di daratan. Inti atom deuterium
mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hydrogen
hanya memiliki satu proton dan tidak memiliki neutron. Nama
deuterium diambil dari bahasa Yunani, deuteros, yang berarti
“dua”, mengacu pada intinya yang menjadi dua partikel.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata manusia
maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini merupakan
senyawa yang tidak memiliki warna bening dan transparan.
Prinsip Kerja
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun
wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa
menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter
cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan
mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis
(tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu
kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung
suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat
cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan.
Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector.
Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan
mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang
diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung
dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam
sampel secara kuantitatif (Triyati, 1985).

II.3.2. Spektrofotometer UV-Vis


Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran
energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang
tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang
gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible)
mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran
spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang
melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul
yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak
dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara
kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer
(Rohman, 2007).
a. Instrumen Spektrofotometri UV – Vis

Instrumen spektrofotometri UV- Vis meliputi (Khopkar, 2003):


1. Sumber cahaya. Sumber cahaya pada spektrofotometer
harus memiliki panacaran radiasi yang stabil dan
intensitasnya tinggi. Sumber cahaya pada
spektrofotometer UV-Vis ada dua macam :
a) Lampu Tungsten (Wolfram), Lampu ini digunakan untuk
mengukur sampel pada daerah tampak. Bentuk lampu
ini mirip dengna bola lampu pijar biasa. Memiliki
panjang gelombang antara 350-2200 nm. Spektrum
radiasianya berupa garis lengkung. Umumnya memiliki
waktu 1000 jam pemakaian.
b) Lampu Deuterium. Lampu ini dipakai pada panjang
gelombang 190-380 nm. Spektrum energy radiasinya
lurus, dan digunakan untuk mengukur sampel yang
terletak pada daerah uv. Memiliki waktu 500 jam
pemakaian.
2. Wadah Sampel. Kebanyakan spektrofotometri melibatkan
larutan dan karenanyan kebanyakan wadah sampel
adalah sel untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya
spektrofotometer. Sel itu haruslah meneruskan energi
cahaya dalam daerah spektral yang diminati: jadi sel kaca
melayani daerah tampak, sel kuarsa atau kaca silika tinggi
istimewa untuk daerah ultraviolet. Dalam instrument,
tabung reaksi silindris kadang-kadang diginakan sebagai
wadah sampel. Penting bahwa tabung-tabung semacam
itu diletakkan secara reprodusibel dengan membubuhkan
tanda pada salah satu sisi tabunga dan tanda itu selalu
tetaparahnya tiap kali ditaruh dalam instrument. Sel-sel
lebih baik bila permukaan optisnya datar. Sel-sel harus
diisi sedemikian rupa sehingga berkas cahaya menembus
larutan, dengan miniskus terletak seluruhnya diatas
berkas. Umumnya sel-sel ditahan pada posisinya dengan
desain kinematik dari pemegangnya atau dengan jepitan
berpegas yang memastikan bahwa posisi tabung dalam
ruang sel (dari) instrument itu reprodusibel.
3.Monokromator. Monokromator adalah alat yang akan
memecah cahaya polikromatis menjadi cahaya tunggal
(monokromatis) dengan komponen panjang gelombang
tertentu. Bagian-bagian monokromator, yaitu :
a) Prisma. Prisma akan mendispersikan radiasi
elektromagnetik sebesar mungkin supaya di dapatkan
resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
b) Grating (kisi difraksi). Kisi difraksi memberi keuntungan
lebih bagi proses spektroskopi. Dispersi sinar akan
disebarkan merata, dengan pendispersi yang sama,
hasil dispersi akan lebih baik. Selain itu kisi difraksi
dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spektrum.
c) Celah optis. Celah ini digunakan untuk mengarahkan
sinar monokromatis yang diharapkan dari sumber
radiasi. Apabila celah berada pada posisi yang tepat,
maka radiasi akan dirotasikan melalui prisma, sehingga
diperoleh panjang gelombang yang diharapkan.
d) Filter. Berfungsi untuk menyerap warna komplementer
sehingga cahaya yang diteruskan merupakan cahaya
berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang
yang dipilih.
4. Detektor. Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan
oleh larutan. Sinar kemudian diubah menjadi sinyal listrik
oleh amplifier dan dalam rekorder dan ditampilkan dalam
bentuk angka-angka pada reader (komputer). Detector
dapat memberikan respons terhadap radiasi pada
berbagai panjang gelombang Ada beberapa cara untuk
mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode
umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu
penggunaan serapan ultra-violet. Banyak senyawa-
senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa
panjang gelombang. Jika anda menyinarkan sinar UV
pada larutan yang keluar melalui kolom dan sebuah
detektor pada sisi yang berlawanan, anda akan
mendapatkan pembacaan langsung berapa besar sinar
yang diserap. Jumlah cahaya yang diserap akan
bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melewati
melalui berkas pada waktu itu. Anda akan heran mengapa
pelarut yang digunakan tidak mengabsorbsi sinar UV.
Pelarut menyerapnya tetapi berbeda, senyawa-senyawa
akan menyerap dengan sangat kuat bagian-bagian yang
berbeda dari specktrum UV. Misalnya, metanol, menyerap
pada panjang gelombang dibawah 205 nm dan air pada
gelombang dibawah 190 nm. Jika anda menggunakan
campuran metanol-air sebagai pelarut, anda sebaiknya
menggunakan panjang gelombang yang lebih besar dari
205 nm untuk mencegah pembacaan yang salah dari
pelarut.
5. Visual display/recorder. Merupakan sistem baca yang
memperagakan besarnya isyarat listrik, menyatakan
dalam bentuk % Transmitan maupun Absorbansi.
b. Prinsip Kerja
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun
wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa
menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter
cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan
mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya
monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan
panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel
yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu.
Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi)
dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini
kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan
menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya
yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding
dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel
sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel
secara kuantitatif (Triyati, 1985).
c. Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan (Rohman, 2007) :
1) Larutan yang dianalisis merupakan larutan berwarna.
Apabila larutan yang akan dianalisis merupakan larutan
yang tidak berwarna, maka larutan tersebut harus diubah
terlebih dahulu menjadi larutan yang berwarna. Kecuali
apabila diukur dengan menggunakan lampu UV.
2) Panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang yang
digunakan adalah panjang gelombang yang mempunyai
absorbansi maksimal. Hal ini dikarenakan pada panajgn
gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena
pada panjang gelombang tersebut, perubahan absorbansi
untuk tiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
Selain itu disekitar panjang gelombang maksimal, akan
terbentuk kurva absorbansi yang datar sehingga hukum
Lambert-Beer dapat terpenuhi. Dan apabila dilakukan
pengukuran ulang, tingkat kesalahannya akan kecil sekali.
3) Kalibrasi Panjang gelombang dan Absorban.
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur intensitas
cahaya yang dipancarkan dan cahaya yang diabsorbsi.
Hal ini bergantung pada spektrum elektromagnetik yang
diabsorb oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya
pada panjang gelombang tertentu tergantung pada
senyawa yang terbentuk. Oleh karena itu perlu dilakukan
kalibrasi panjang gelombang dan absorban pada
spektrofotometer agar pengukuran yang di dapatkan lebih
teliti.
II.3.2. Spektrofotometri FT-IR
Spektrofotometer inframerah (IR) merupakan suatu alat
yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa kimia.
Spektra infra merah suatu senyawa dapat memberikan
gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR
dapat dihasilkan dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau
emisi di daerah IR. Daerah infra merah pada spektrum
gelombang elektromagnetik mencakup bilangan gelombang
14.000 cm-1 hingga 10 cm-1. Daerah infra merah sedang (4000-
400 cm-1) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul
yang memberikan informasi mengenai gugus-gugus fungsi
dalam molekul tersebut. Daerah infra merah jauh (400-10 cm -1)
bermanfaat untuk menganalisis molekul yang mengandung
atom-atom berat seperti senyawa anorganik, namun
membutuhkan teknik khusus yang lebih baik. Daerah infra merah
dekat (12.500-4000 cm-1) yang peka terhadap vibrasi overtone
(Schechter, 1997).
Kegunaan spektrum infra merah yaitu setiap tipe ikatan
memiliki sifat frekuensi yang berbeda, dan karena tipe ikatan
yang sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam
lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul
yang berbeda bentuknya akan mempunyai serapan infra merah
yang sama. Dengan membandingkan serapan dari dua senyawa
yang diperkirakan identik, baru dapat diperoleh kesimpulan
apakah senyawa itu identik atau tidak. Pelacakan ini biasa
disebut dengan bentuk sidik jari dari dua spectrum infra merah.
Manfaat lain dari spectrum infra merah adalah memberikan
keterangan tentang molekul. Kisaran serapan yang kecil dapat
digunakan untuk menentukan tipe ikatan. Untuk memperoleh
interpretasi lebih jelas. Dibutuhkan tabel korelasi dari infra merah
pada saat menentukan puncak dari gugus spesifik dalam daerah
spektrum infra merah vibrasi ulur lebih bermanfaat.
Spektroskopi FT-IR adalah teknik pengukuran untuk
mengumpulkan spektrum infra merah. Energi yang diserap
sampel pada berbagai frekuensi sinar infra merah direkam,
kemudian diteruskan ke interferometer.Sinar pengukuran sampel
diubah menjadi interferogram. Perhitungan secara matematika
Fourrier Transform untuk sinyal tersebut akan menghasilkan
spectrum yang identic pada spektroskopi infra merah.
FT-IR terdiri dari lima bagian utama yaitu :
a. Sumber sinar, yang terbuat dari filament ners atau globar yang
dipanaskan menggunakan listrik hingga temperature 1000-
1800oC.
b. Beam splitter, berupa material transparan dengan indeks
relative, sehingga menghasilkan 50% radiasi akan
direfleksikan dan 50% radiasi akan diteruskan..
c. Interferometer, merupakan bagian utama dari FT-IR yang
berfungsi untuk membentuk interferogram yang akan
diteruskan menuju detector.
d. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk
ke dalam daerah cuplikan dan masing-masing menembus sel
acuan dan cuplikan secara bersesuaian.
e. Detector, merupakan piranti yang mengukur energy pancaran
yang lewat akibat panas yang dihasilkan. Detector yang sering
digunakan adalah thermocouple dan balometer.
Mekanisme yang terjadi pada alat FT-IR dapat dijelaskan
sebagai berikut: sinar yang datang dari sumber sinar akan
diteruskan dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar
menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini
kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan
cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan
dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling
berinteraksi. Dan pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan
menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerak cermin
yang maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai pada
detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika
kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detector, dan
akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang
berbeda. Fluktuasi sinar yang samapi pada detector ini akan
menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram.
Interferogram ini akan diubah menjadi spektra IR dengan
bantuan computer berdasarkanoperasi matematika (Tahid,
1994).
II.3.3 Spektorofotometer NMR (C-NMR dan HNM)

Spektorofotometer C-NMR adalah suatu pengembangan


teknologi yang berarti dalam dunia instrumentasi pada dua
decade terakhir, mengingat kelimpahan isotope karbon terbesar
di alam adalah 12C karbon -13 ( 13C) ialah satu satunya isotop
karbon yang terjadi secara alami dan memiliki spin. Akan tetapi
dalam kelimpahan isotope ini di alam hanya sekitar kira kira 1%
artinya hanya ada satu isotope ( 13C) dari setiap 100 atom
karbon di dalam molekul organik yang dapat diamati oleh
spektrofotometer NMR.
Oleh karena rendahnya kelimpahan 13C maka
instrumentasi 13C mesti jauh lebih sensitive dan mahal dari
instrumentasi yang diperlukan untuk H-NMR dan berkat
perkembangan teknologi elektronik dan teknik computer kendala
tersebut telah dapat diatasi. Saat ini 13C-NMR merupakan alat
terpenting dalam penentuan struktur. Pengukuran dengan alat ini
dapat dilakukan dengan jumlah contoh 10 mg dalam waktu
beberapa jam.
Keuntungan utama dari 13C-NMR adalah untuk membantu
kita dalam membantu menghitung jumlah karbon yang terdapat
dalam suatu molekul organic yang belum diketrahui
strukturnya.Dan disamping itu juga dapat dikertahui lingkungan
kimia karbon dalam molekul. Karbon berhidrisari sp3 biasanya
menyerap 100-210 ppm, sedangklan karbon karbonil ( C=0)
berada dalam 170-210 ppm. ( Dasril, 2009).
II.3.4 Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)
Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)
digunakan untuk mengidentifikasi komponen flavor dalam minyak
nilam. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui
rumus molekul tanpa melalui analisis unsur misalnya C4H10O,
biasanya memakai cara kualitatif atau kuantitatif. Setelah
diketahui rumus empirisnya, yakni (CxHyOz), kemudian baru
ditentukan BM-nya.
Komputer pada alat GC-MS dapat langsung diketahui
rumus molekulnya.GC-MS hanya dapat digunakan untuk
mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap.Glukosa,
sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehingga tidak dapat
dideteksi dengan alat GC-MS.
Secara umum, GC-MS memiliki tiga konfigurasi utama, yitu
GC, konektor, dan MS. Prinsip kerja GC-MS didasarkan pada
perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang dapat
diuapkan. Sampel yang berupa cairan atu gas langsung
diinjeksikan ke dalam injektor, jika sampel berbentuk padatan
maka harus dilarutkan pada pelarut yang dapat diuapkan. Aliran
gas yang mengalir akan membawa sampel yang teruapkan untuk
masuk ke dalam kolom.
Komponen-komponen yang ada pada sampel akan
dipisahkan berdasarkann partisi diantara fase gerak (gas
pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya adalah berupa
molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada
spektrofotometer massa sehingga molekul gas itu akan
mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion akan
memiliki rasio yang spesifik antaramassa dan muatannya
(Karliawan 2009).
GC-MS semakin meluas penggunaannya sejak tahun 1960
dan banyak diaplikasikandalam kimia organik.Sejak saat itu
terjadi kenaikan penggunaann yang sangat besar pada metode
ini.Hal tersebut dikarenakan GC-MS dapat menguapkan hampir
semua senyawa organic dan mengionkannya.Selain itu, fragmen
yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan
struktur molekulnya. Instrumen GC-MS merupakan gabungan
dari alat GC dan MS, yang berarti sampel yang akan dianalisis
diidentifikasi dahulu dengan alat GC kemudian diidentifikasi
kembali dengan alat MS. GC dan MS merupakan kombinasi
kekuatan yang masukan GC penghubung ke vakum Sumber ion
penganalisis massa detektor kontrol instrumen dan proses data
sistem vakum 9 simultan untuk memisahkan dan
mengidentifikasi komponen-komponen campuran. (Harvey,
2000).

Gambar :Bagan Alat Kromatografi Gas (Rohman, 2009)


II.4 Bioassay
II.4.1 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang memberikan elektron
yang mempunyai berat molekul kecil namun dapat
menginaktivasikan dan menghambat proses oksidasi dengan
mengikat radikal bebas. Radikal bebas dihambat dengan 3 cara
yaitu:
1. Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas
yang baru.
2. Menginaktivasi atau menangkap radikal dan memotong
propagasi (pemutusan rantai).
3. Memperbaiki kerusakan oleh radikal bebas
a. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl)
Metode DPPH merupakan metode yang cepat,
sederhana, dan tidak membutuhkan biaya tinggi dalam
menentukan kemampuan antioksidan menggunakan radikal
bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Metode ini sering
digunakan untuk menguji senyawa yang berperan sebagai
free radical scavengers atau donor hidrogen dan
mengevaluasi aktivitas antioksidan, serta mengklasifikasi
jumlah kompleks radikal-antioksidan yang terbentuk. Metode
DPPH dapat digunakan untuk sampel yang berupa padatan
maupun cairan.
Gugus kromofor dan ausokrom pada radikal bebas
DPPH memberikan absorbansi maksimum pada panjang
gelombang 517 nm sehingga menimbulkan warna ungu.
Warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning seiring
penambahan antioksidan yaitu saat electron tunggal pada
DPPH berpasangan dengan hydrogen dari antioksidan. Hasil
depolarisasi oleh antioksidan setara dengan jumlah electron
yabng tertangkap.Mekanisme penangkapan radikal
ditunjukkan pada reaksi dibawah ini.
b. Metode FRAP ( Ferric reducing antioxidant power)
Metode ini adalah berdasarkan kerja dari reduksi analog
ferroin, kompleks Fe3+ dari tripiridiltriazin Fe (TPTZ)3+
menjadi kompleks Fe2+. Fe2+ jika ditambahkan antioksidan
dalam suasana asam akan berwarna biru. Hasil pengujian
diinterpretasikan dengan peningkatan asorbansi pada panjang
gelombang 593 nm.
c. Metode deoksiribosa ( 2-Deoksi-D-Ribosa)
Deoksiribosa merupakan gula ribose turunan gula
pentose dan yang mempunyai 5 atom karbon. Deoksiribosa
apabila dipanaskan dengan suhu dan pH tertentu akan
terdekomposisi menjadi malondialdehid (MDA) yang dapat
dideteksi dengan asam tiobartiturat (TBA) menghasilkan
kromogen MDA-TBA. Perubahan deoksiribosa menjadi
malondialdehid adalah dasar uji penangkapan radikal
hidroksil.
d. Metode TRAP ( Total Radical-trapping antioxidant parameter)
Metode ini adalah berdasarkan pengukuran penggunaan
oksigen selama reaksi oksidan lipid terkontrol yang diinduksi
oleh hasil dekomposisi dari AAPH (2-2’-Azobis( 2-
Amninodokpropana) hidroklorida) untuk mengukur aktivitas
antioksidan.
II.4.2 Anti Mikroba
a. Metode pengujian antibakteri
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan
bakteri oleh senyawa antibakteri dapat berupa perusakan
dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau
mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan
keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul
protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan
penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Di bidang
farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik,
yaitu suatu substansi kimia yang dhasilkan oleh mikroba dan
dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa
antibakteri dapat bekerja sebagai bakteristatik, bakterisidal,
dan bakterilitik (Pelczar & Chan 1986).
Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukandengan
metode difusi dan metode pengenceran (Pharmacopeial,
1993):
1. Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering
digunakan, metode difusi dapatdilakukan 3 cara yaitu
a) Metode silinder, yaitu meletakkan beberapa silinder yang
terbuat dari gelas atau besi tahan karat di atas
mediaagar yang telah diinokulasi dengan bakteri. Tiap
silinder ditempatkan sedemikian rupa hingga berdiri di
atas media agar, diisi dengan larutan yang akan diuji dan
diinkubasi.Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri
diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di
sekeliling silinder.
b) Metode lubang yaitu membuat lubang pada agar
padatyang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan
letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian,
kemudian lubang diisi dengan larutan yang akan diuji.
Setelah inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk
melihat ada tidaknya daerah hambatan disekeliling
lubang.
c) Metode cakram kertas yaitu meletakkan cakram kertas
yang telahdirendam larutan uji di atas media padat yang
telahdiinokulasi dengan bakteri. Setelah
diinkubasi,pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat
ada tidaknyadaerah hambatan disekeliling cakram.
2. Metode pengenceran yaitu mengencerkan zat antimikroba
dan dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi steril. Ke
dalam masing-masing tabung itu ditambahkan sejumlah
mikroba uji yang telah diketahui jumlahnya. Pada interval
waktu tertentu, dilakukan pemindahan dari tabung reaksi ke
dalam tabung-tabung berisi media steril yang lalu
diinkubasikan dan diamati.
3. Metode KLT bioautografi. Menurut Betina (1972)
bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk
mememukan suatu senyawa antimikroba yang
belumteridentifikasi dengan cara melokalisir aktivitas
antimikroba tersebut padasuatu kromatogram. Metode ini
memanfaatkan pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Pada bioautogafi ini didasarkan atas efek biologi
berupaantibakteri, antiprotozoa, antitumor dan lain-lain dari
substansi yang diteliti.
Ciri khas dari prosedur bioautografi adalah didasarkan
atas teknik difusi agar, dimana senyawa antimikrobanya
dipindahkan dari lapisan KLT kemedium agar yang telah
diinokulasikan dengan merata bakteri uji yang Jarak yang
ditempuh senyawa Rf = Jarak yang ditempuh pelarut
pengembang 25 peka.
Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan
terlihat zona hambatan di sekeliling spot dari KLT yang
telah ditempelkan pada mediaagar. Zona hambatan
ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang terdapat di
dalam bahan yang diperiksa terhadap pertumbuhan
mikroorganisme uji.
Biautografi dapat dipertimbangkan karena paling
efisien untuk mendetekski komponen antimikroba, sebab
dapat melokalisir aktivitasmeskipun dalam senyawa aktif
tersebut terdapat dalam bentuk senyawa kompleks dan
dapat pula diisolasi langsung dari komponen yang aktif.
Bioautografi dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu:
1) Bioautografi Langsung, yaitu dimana mikroorganismenya
tumbuhsecara langsung di atas lempeng Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) prinsip kerja dari metode ini adalah
suspensi mikroorganisme uji yang peka dalam medium
cair disemprotkan pada permukaan. Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) yang telah dihilangkan sisa-sisa eluen yang
menempel pada lempeng kromatogram.Setelah itu
dilakukan inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Pengeringan Kromatogram dilakukan secara hati-hati
dengan menggunakan hair dryer untuk menghiangkan
sisa eluen.Senyawa dalam lempeng kromatogram
dideteksi dengan menggunakan sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Setelah diketahui
letakdan jumlah senyawa aktif yang terpisah atau
terisolasi, dengan 26 timbulnya noda (spot) pada
lempeng KLT, selanjutnya disemprotkan suspense
bakteri uji sebanyak 5-6 ml di atas permukaan lempeng
KLT tadi secara merata. Besarnya lempeng KLT yang
sering digunakan adalah 20x20 cm dan untuk meratakan
suspensi bakteri yang telah disemprotkan dapat
menggunakan alat putar atau roller yang dilapisi dengan
kertas kromatogram (Whatman, Clipton). Lempeng KLT
diinkubasi semalam (1x24 jam) dalam box plastik dan
dilapisi dengan kertas, kemudian disemprot dengan 5 ml
larutan TTC (20 mg/ml)atau INT (5 mg/ml), INTB (5
mg/ml) serta MTT (2,5 mg/ml) dan selanjutnya diinkubasi
kembali selama 4 jam pada suhu 37°C.
2) Bioautografi kontak, dimana senyawa antimikroba
dipindahkan dari lempeng KLT ke medium agar yang
telah diinokulasikan bakteri uji yang peka secara merata
dan melakukan kontak langsung. Metode ini didasarkan
atas difusi dari senyawa yang telah dipisahkan dengan
Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) atau kromatografi kertas.
Lempeng kromatografi tersebut ditempatkan di atas
permukaan Nutrien Agar yang telah diinokulasikan
dengan mikroorganisme yang sensitif terhadap senyawa
antimikroba yang dianalisis. Setelah 15-30 menit,
lempeng kromatografi tersebut dipindahkan dari
permukaan medium. Senyawa antimikroba yang telah
berdifusi dari lempeng kromatogram ke dalam media
agar akan menghambat pertumbuhan bakteri setelah
diinkubasi pada waktu dan suhu yang tepat sampai 27
noda yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme
uji tampak pada permukaan membentuk zona yang
jernih. Untuk memperjelas digunakan indikator aktivitas
dehidrogenase.
3) Bioautografi pencelupan, dimana medium agar telah
diinokulasikan dengan suspensi bakteri dituang di atas
lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT), metode ini
dilakukan sebagai berikut yaitu bahwa lempeng
kromatografi yang telah dielusi diletakkan dalam cawan
petri, sehingga permukaan tertutup oleh medium agar
yang berfungsi sebagai base layer. Setelah base
layernya memadat, dituangkan ke dalam.
II.4.3 Toksisitas
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik
suatu zat pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis
respon yang khas dari sediaan uji. Hasil uji toksisitas tidak dapat
digunakan secara mutlak untuk membuktikan keamanan suatu
bahan/sediaan pada manusia, namun dapat memberikan
petunjuk adanya toksisitas relatif dan membantu identifikasi efek
toksi bila terjadi pemaparan pada manusia.
Tujuan akhir dari uji toksisitas ini berkaitan dengan nilai
keamanan suatu zat kimia dalam penggunaan pada manusia,
dan idealnya data yang dikumpulkan seharusnya berasal juga
dari manusia itu sendiri. Tetapi, karena hambatan tidak
memungkinkan perlakuaan langsung pada manusia, maka uji
toksikologi dilakukan pada binatang, hewan sel tunggal dan sel
kultur.
Pengujiaan toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kategori
(Lu, 2006) :
1. Uji toksisitas akut
Uji yang dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang
diuji sebanyak satu kali, dalam jangka waktu 24 jam.
2. Uji toksisitas jangka pendek (subakut)
Uji yang dilakukan dengan memberikan bahan tersebut
berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu
selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup
hewan.
3. Uji toksisitas jangka panjang (kronik)
Uji yang dilakukan denngan memberikan zat kimia secara
berulang-ulang selama masa hidup hewan percobaan.
Metode pengujian toksisitas :
a. Metode pengujian BSLT (Brine Shrimp Lethality Test).
Untuk mengetahui potensi antikanker suatu ekstrak, uji
bioaktivitas yang digunakan adalah uji BSLT. Uji BSLT
mengacu pada metode yang digunakan, salah satu metode
awal yangs sering dipakai untuk mengamati toksisitas
senyawa dan merupakan metode penapisan untuk aktivitas
antikanker senyawa kimia dalam ekstrak tanaman (Sari,Et al,
2011).
 Prinsip: Metode ini ditujukan terhadap tingkat mortalitas
larva udang yang disebabkan oleh ekstrak uji. Hasil yang
diperoleh dihitung sebagai nilai LC 50 (lehtal concentration)
ekstrak uji, yaitu jumlah dosis atau konsentrasi ekstrak uji
yang dapat menyebabkan kematian larva udang sejumlah
50% setelah masa inkubasi 24 jam.
 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT
Telur udang ditetaskan di dalam bejana gelap dan terang.
Zona gelap letak telur dan aerator, sedangkan zona terang
diletakkan lampu untuk memberi pencahayaan dalam
penetasan serta memisahkan antara kista. Pada bejana diisi
dengan ±50-100 mg telur udang yang akan ditetaskan,
selanjutnya pada bejana dibagi menjadi 2 bagian zona gelap
dan zona terang yang diberi lampu yang dinyalakan selama
48 jam. Kemudian larva dipipet sebanyak 10 ekor pada 2500
μL air laut . Agar Sampel larut tambahkan 2 tetes DMSO.
Ekstrak yang akan diuji dibuat dalam konsentrasi 20, 200,
400, 1000 dan 2000 ppm. Selanjutnya di pipet larutan sampel
yang akan diuji masing-masing sebanyak 2,5 ml atau 2500 μL
dan ditepatkan hingga 5 ml atau 5000 μL sehingga didapat
konsentrasi 10, 100, 200, 500 dan 1000 ppm. Untuk setiap
konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan. Untuk kontrol
dilakukan tanpa penambahan sampel hanya ditmbahkan 2
tetes DMSO sebagai kontrol negatif. Larutan dibiarkan selama
24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan masih
hidup dari tiap vial kemudian dihitung dengan analisa probit
untuk mentukan LC50(Meyer et al., 1982; Juniarti dkk, 2009;
McLaughlin et al., 1998).

b. Lemna Minor Bioassay.


Digunakan sebagai uji pendahuluan terhadap bahan
yang dapat menghambat dan meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Dengan pengujian ini dapat diamati bahwa senyawa
anti tumor alami juga dapat menghambat pertumbuhan lemna,
walaupun kolerasinya dengan pengujian anti tumor lainnya
kurang baik. Oleh karena itu pengujian ini lebih diarahkan
untuk mencari herbisida dan stimulan pertumbuhan tanaman
baru (Mclaughlin, 1991).
c. Crown-Gall Potato Disc Bioassay.
Metode pengujian toksisitas yang relatif cepat
pengerjaanya, tidak mahal, tidak memerlukan hewan
percobaan serta menunjukkan korelasi yang sangat baik
dengan uji anti tumor lainnya. Crown-Gall merupakan suatu
penyakit neoplastik pada tumbuhan yang disebabkan bakteri
gram negatif Agrobacterium tumefaciens yang selanjutnya
menyebabbkan pertumbuhan jaringan tumor secara otonom
dan tidak dipengaruhi oleh mekanisme kontrol normal
tumbuhan. Pengujian dilakukan dengan mengukur
kemampuan suatu senyawa menghambat pertumbuhan tumor
Crown-Gall pada umbi kentang yang diinfeksikan dengan
bakteri Agrobacterium tumefaciens (Mclaughlin, 1991).

Você também pode gostar