Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Jawab :
1. Pendahuluan
2. Deskripsi Kegiatan
Penimbunan kembali tanah penutup (Over Burden) penambangan batubara
dekat sungai
a. Pemuatan Over Burden (OB) oleh excavator (tipe xy) menggunakan dump tuck
dari disposal ke area penimbunan
b. Pembongkaran muatan dump truck yang berisi material OB yang berasal dari
disposal dengan bantuan excavator (tipe xy)
c. Penimbunan front tambang menggunakan alat berat berupa excavator (tipe xy)
d. Perataan tanah timbunan (OB) menggunakan loader sampai menutupi area front
Penimbunan kembali tanah pucuk (top soil) penambangan batubara dekat
sungai
a. Pemuatan top soil oleh excavator (tipe xy) menggunakan dump tuck dari top soil
storage ke area penimbunan
b. Pembongkaran muatan dump truck yang berisi material top soil yang berasal dari
top soil storage dengan bantuan excavator (tipe xy)
c. Penimbunan front tambang menggunakan alat berat berupa excavator (tipe xy)
d. Perataan tanah timbunan top soil menggunakan loader sampai menutupi area
front bekas tambang
Revegetasi front kerja yang sudah selesai pada tambang batubara dekat aliran
sungai
a. Pemiliha jenis tanaman sagu yang sesuai dengan karakteristik tanah serta iklim
pada lahan bekas tambng tersebut agar tahap revegetasi dapat berjalan lancer
b. Proses penanaman tanaman sagu secara manual
c. Proses controlling berupa pemupukan serta pembersihan dari hama pengganggu
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman sagu sampai pada tanaman
tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
3.1.1 Geologi
Pt. Tampo Napabalano merupakan daerah dengan kondisi lahan gambut yang
menjadi salah satu syarat utama proses pembatubaraan. Daerah ini termasuk kedalam
komleks cekungan belakng busur yang biasa disebut cekungan napabalano.
Keterdapatan batubara di daerah Ini di sekitar delta sungai x yang menjurus ke laut.
3.1.2 Hidrologi
Daerah lahan pasca tambang memiliki Kuantitas air sungai di Kabupaten Muna
relative cukup tinggi meskipun terjadi fluktuasi debit aliran yang cukup besar antara musim
hujan dan musim kemarau, sedangkan kualitasnya menunjukkan adanya indikasi pencemaran
di beberapa sungai. Sebagai gambaran potensi air sungai dan rawa yang merupakan potensi
air permukaan di Kabupaten Muna berdasarkan Satuan Wilayah Sungai (SWS) menunjukan
potensi sebagai berikut:
a. Debit terkecil rata‐rata bulanan SWS kakesa-kapasole, sebesar 2,551 m³/dt diwakili
oleh pengukuran di Sungai kambuse, stasiun Parigi, sedang debit terbesar rata‐rata
bulanan sebesar 115,315 m³/dt, diukur di Sungai kakesa, stasiun Batu Beulah.
b. Di SWS kakesa-kangkonggena, belum ada data pengukuran jangka panjang,
pengukuran dilakukan sesaat menggunakan current meter dan didapat debit
aliran terkecil sebesar 0,078 m³/dt diwakili oleh pengukuran di Sungai
kakosahea, stasiun lambiku pada tanggal 5 September 2002, sedang debit
terbesar adalah 2,454 m³/dt diwakili oleh pengukuran di Sungai kanggela,
stasiun bonea
c. Air hujan yang setelah dianalisis dengan perhitungan neraca air menunjukan
bahwa Kabupaten muna mengalami defisit air pada bulan Maret sampai bulan
November (8 bulan) sementara suplus air hanya terjadi pada bulan Desember,
Januari dan Februari (3 bulan).
1) Kualitas Air Permukaan
Kualitas air sungai yang ada di Kabupaten Muna yaitu Sungai kadada, Sungai
kakolo dan kakesa. Wilayah sungai yang berbatasan dengan wilayah Pt. tampo
Napabalano adalah muara sungai Cimanceuri; berdasarkan hasil pemantauan yang
dilakukan oleh Bagian Laboratorium BLHD Kabupaten Muna pada tahun 2010
dinyatakan dalam keadaan baik, sebagai berikut:
Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cimanceuri; Titik Pengambilan Sampel
Sungai Cimanceuri yaitu di Jembatan Kutruk (Desa Pasir Barat, Jl. Kutruk,
Kec. Jambe), Jembatan Surya Toto (Jl. Arya Jaya Santika, Ds. Pasir Bolang,
Kec.Tigaraksa), Jembatan Balaraja (Jl. Raya Serang Km. 24, Ds. Talaga Sari,
Kec.Balaraja), Jembatan Barong (Ds. Ranca Labuh, Kec.Kemiri) dan
Jembatan Lontar (Jl. Raya Kronjo‐Mauk, Ds. Kronjo, Kec. Kronjo).
Parameter yang melebihi nilai ambang baku mutu untuk sungai Cimanceuri
yaitu: Residu Tersupensi (TSS), Belerang sebagai H2S, BOD5, COD,
Kadmium, Khlorida Bebas (Cl), K hrom Hexavalent (Cr6+), Nitrit sebagai N
(NO2‐N), pH, Seng (Zn), Senyawa Fenol sebagai Fenol,Sianida, Tembaga
(Cu).
3.1.3 Jenis tanah
Menurut jenis tanahnya terdiri dari aluvial kelabu tua, asosiasi glei humus
tinggi dan aluvial kelabu, asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan,
podsolik kuning, aluvial kelabu, asosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu,
asosiasi aluvial kelabu dan glei humus tinggi, serta asosiasi hidromorf kelabu dan
paluosol. Daerah bagian utara kabupaten Muna merupakan daerah yang sedikit
bergelombang lemah, daerah ini termasuk dalam ketegori bentuk lahan bentukan asal
pengendapan (alluvial).
3.1.4 keadaan klimatologi
Keadaan curah hujan tertinggi pada tahun 2008 ‐ 2010 terjadi pada bulan
pebruari tahun 2008 yaitu sebesar 664 mm, sedangkan rata‐rata curah hujan dalam 3
tahun terakhir tahun 2008 – 2010 yaitu sebesar 159,3 mm. Sedangkan rata‐rata hari
hujan pada tahun 2008 ‐ 2010 yaitu sebesar 11,6 hari hujan. Berdasarkan data Badan
Meteorologi Geofisika Klas I Muna temperatur udara di Kabupaten Muna tahun 2008
– 2010 berada pada suhu 25,90 ⁰C – 28,50 ⁰C, suhu maksimum terjadi pada bulan
September 2009 yaitu 28.50 ⁰C dan suhu minimum pada bulan pebruari 2008 yaitu
25.90 ⁰C. rata‐rata suhu udara di Kabupaten muna dalam kurun waktu tahun 2008 –
2010 yaitu 27,50⁰C. Suhu rata‐rata di Lontar sekitar 27℃ menghasilkan kondisi udara
cenderung panas dengan kelembaban tinggi karena di samping laut. Angin dominan
di wilayah Pt. Tampo Napabalano bertiup dari barat daya dan timur laut dengan
kecepatan mulai dari 7‐11 knot, dengan gambar mawar angin disajikan dalam gambar
3.1.5 Hidrogeologi
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muna 2011‐2031 diketahui
bahwa di sebagian wilayah Kabupaten Muna (meliputi 6 kecamatan yaitu:
Napabalano, Rajeg, Pasar Kemis, Cikupa, Curug dan Legok) terdapat 3 lapisan akifer
meliputi:
1) Akifer dangkal dengan kedalaman < 20 m yang didominasi oleh lapisan
pasir;
2) Akifer menengah dengan kedalaman 20 – 70 m yang merupakan lapisan
lempung formasi Bantam Atas;
3) Akifer dalam dengan kedalaman > 70 m yang merupakan bagian dari
formasi Genteng dan formasi Bojongmanik.
Air tanah, debit air tanah di Kabupaten Muna berkisar antara 3 – 10
liter/detik/km2. Air tanah ini cenderung diambil secara berlebihan di sepanjang jalan
Buton tengah – Muna oleh industri‐industri, sehingga terjadi penurunan muka air
tanah yang cukup drastis. Di bagian utara kabupaten air tanah umumnya tidak dapat
digunakan karena asin/payau.
Kualitas air tanah Kabupaten Muna sendiri memiliki kualitas air tanah yang
relatif lebih baik. potensi sumberdaya air tanah‐dalam di Kabupaten Muna terdapat 5
buah CABT di Kabupaten Muna dengan potensi air tanah secara total cukup besar.
Potensi tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1) Potensi sebagai imbuhan air tanah bebas (Q1) sebesar 3.278 juta m³/tahun dan
2) Potensi sebagai aliran air tanah tertekan (Q2) sebesar 100 juta m³/tahun.
.
3.1.6 Kualitas udara
Berdasarkan data hasil pengukuran pada monitoring periode Triwulan 4 Tahun
2013 (Tabel 2.3, Seluruh parameter kualitas ambien masih memenuhi baku mutu PP
No. 41 Tahun 1999. Sebaran konsentrasi parameter kualitas udara ambien di lokasi
pantau sekitarnya cenderung lebih rendah
Dari tabel tersebut di atas, seluruh parameter uji kualitas udara ambien yang
dipantau pada periode Triwulan‐4 Tahun 2013 (SO2, CO, NO2, Pb, PM10 dan
PM2.5 ) memenuhi baku mutu PP No. 41 Tahun 1999.
3.1.6 Kualitas kebisingan
Hasil pemantauan Triwulan‐4 Tahun 2013, tingkat kebisingan di Pt.Tampo
Napabalano dan sekitarnya memenuhi baku mutu untuk kawasan industri.
Tabel 2.4. Hasil Pemantauan Tingkat Kebisingan
1) Dampak primer berupa penurunan kualitas udara oleh debu yang berterbangan
sepanjang jalan yang dilewati yang diakibatkan aktivitas hauling dari sejumlah
alat berat yang melakukan pengangkutan tanah penutup (OB). Dari penurunan
kualitas udara tersebut dapat menyebabkan berbagai dampak sekunder seperti
berkurangnya aktivitas masyarakat di area bekas lahan tambang
tersebut,penurunan kualitas aliran permukaan (sungai) serta infeksi penyakit
ISPA. Kemudian munculah dampak tersi er dari kegiatan tersebut seperti
berkurangnya pendapatan masyarakat sekitar yang memiliki mata pencaharian
di daerah sekitar seperti ladang yang berada disebelah selatan area tambang
akibat penyakit ISPA yang dideritanya dan kualitas air sungai yang keruh.
Kemudian terdapa masalah baru yang sifatnya kuarter berupa kebutuhan air
warga untuk mandi, cuci, kakus tidak layak digunakan.
2) Dampak primer berupa tererosinya tanah timbunan OB dan tanah pucuk oleh
air hujan. Dari masalah tersebut munculah masalah sekunder berupa penurunan
kualitas air permukaan warga (surface run off) berupa air sungai dan sumur-
sumur warga dan terjadinya sedimentasi pada dasat sungai.kemudian munculah
dampak tersier terganggunya kehiduoan biota air tawar dan pendangkalan dasar
sungai serta menyebabkan terjadinya penyakit kulit pada warga sekitar.
3) Dampak primer berupa kebisingan yang ditimbulkan aktivitas alat berat pada
proses hauling tanah OB dan tanah pucuk. Menimbulkan dampak sekunder
seperti menurunnya kualitas hidup masyarakat akibat kebisingan dan
terganggunya kehidupan fauna di sekitar daerah tersebut. Kemudian muncul
dampak turunan berupa dampak tersier seperti menurunnya fungsi pendengaran
warga sekitar, fauna yang berada disekitar area tambang bermigrasi ke tempat
lain sehingga berkurangnya jumlah fauna-fauna endemik.
Menentukan dampak potensial dari kegiatan revegetasi front kerja yang sudah
selesai pada penambangan batubara dekat sungai
Berdasarkan deskripsi kegiatan diatas dapat dianalisis beberapa dampak
potensial yang ditimbulkan dari kegiatan penuutpan kembali tanah penutup seperti
berikut:
1) Dampak primer berupa munculnya kecemburuan sosial dalam masyarakat
dalam hal penjualan bibit sagu. Dampak sekunder yang timbul adalah adanya
pertentangan antara pedagang bibit dengan jenis yang berbeda berupa saling
menjatuhkan satu sama lain
2) Dampak primer berupa kecemburuan sosial dalam masyarakat. Dampak
sekunder yang timbul berupa adanya konflik dalam masyarakat dalam hal
penerimaan pekerja untuk penanaman sagu tersebut.
3) Dampak primer berupa pencemaran tanah akibat penggunaan pupuk kimia.
Kemudian akan menimbulkan dampak sekunder berupa penurunan kesuburan
tanah dan pencemaran air permukaan . Selanjutnya akan berdampak tersier
berupa matinya mikroba-mikroba tanah yang berperan dalam proses
dekomposisi senyawa-senyawa hidup dan matinya biota-biota sungai akibat
dari bahan kimia tersebut serta kualitas air yang digunakan masyarakat akan
menurun dan munculnya penyakit kulit pada masyarakat.
OLEH
HARLIN
R1D1 15 035
KENDARI
2017