Você está na página 1de 13

TUGAS

MITIGASI BENCANA ALAM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajan Geografi

Disusun

Fatlatul Khoir (11)

XI IPS 4

SMA NEGERI DARUSSHOLLAH


JL. RAYA Gumirih No. 39 Gumirih, ingojuruh, Banyuwangi
Telepon: (0333)635381
Kode pos: 68464
E-mail : smandarussholah@ymail.com
Website : smandarussholah.siap-sekolah.com

2018
MITIGASI BENCANA ALAM

1. PENGERTIAN MITIGASI BENCANA


Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun , mitigasi didefinisikan sebagai serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana
alam adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan
dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana
terjadi, baik korban jiwa maupun harta.

2. TUJUAN UTAMA DARI MITIGASI


a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan
kerusakan sumber daya alam.
b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja
dengan aman (safe).

3. MACAM-MACAM MITIGASI
Mitigasi bencana terbagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non
struktural. berikut penjelasannya,
a. Mitigasi Struktural
Mitigasi strukural adalah serangkaian upaya untuk meminimalkan bencana yang
dilakukan melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik serta dengan menggunakan
pendekatan teknologi. Contoh dari mitigasi struktural adalah pembuatan kanal khusus untuk
pencegahan banjir, alat pendeteksi akitivitas gunung yang masih aktif, bangunan yang tahan
gempa, dan juga alat pendeteksi dan peringatan jika terjadinya gelombang tsunami.
b. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non–struktural adalah serangkaian upaya mengurangi dampak bencana selain
dari mitigasi struktural. Seperti upaya pembuatan kebijakan dan pembuatan suatu peraturan.
Contoh dari mitigasi non struktural adalah pembuatan Undang-Undang Penanggulangan
Bencana, pembuatan tata ruang kota yang baik, capacity building masyarakat, ataupun
menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna untuk menambah pengetahuan
masyarakat.

4. KEGIATAN MITIGASI BENCANA DIANTARANYA :


a. Pengenalan dan pemantauan risiko bencana
b. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana
c. pengembangan budaya sadar bencana
d. Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana
e. Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana
f. Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam
g. Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi
h. Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.

5. PENERAPAN MITIGASI
5.1 Bencana Tsunami
a. Pengertian
 Tsunami merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia.
Tsunami adalah gelombang besar yang dihasilkan oleh gempa bumi di dasar
samudera, letusan gunung api, atau longsoran masa batuan di sekitar basin samudera
(Djunire 2009).
 Simandjuntak (1994) mengartikan tsunami sebagai salah satu kejadian alam yang
dicirikan oleh terjadinya pasang naik yang besar secara medadak yang biasanya
terjadi sesaat setelah terjadi goncangan gempa bumi tektonik. Gelombang yang
dihasilkan oleh bencana alam ini dapat menghancurkan daerah pemukiman yang
berada di dekat pantai.
 Berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) (2006),
tsunami adalah gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan tinggi hingga
lebih dari 900 km/jam, gelombang ini disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi di
dasar laut.
 Tsunami sendiri sangat berkaitan dengan perubahan bentuk dasar laut dengan cepat
karena adanya faktor-faktor geologi, seperti letusan gunung berapi ataupun gempa
bumi (Sudrajat 1994).
b. Jenis-Jenis Tsunami
 Tsunami vulkanik adalah jenis tsunami yang disebabkan gempa yang berasal dari
kegiatan vulkanik bumi.
 Tsunami tektonik disebabkan karena adanya gempa yang terjadi akibat aktivitas
tektonik bumi.
 Tsunami lokal berhubungan dengan episentrum gempa di sekitar pantai sehingga
waktu tempuh dari sumber kejadian sampai ke bibir pantai berkisar antara lima
sampai tiga puluh menit. Biasanya dampak dari tsunami ini cukup besar karena
kekuatan dari gelombang masih sangat terasa ketika sudah mencapai daratan.
 Tsunami berjarak adalah jenis tsunami yang paling umum terjadi di pantai-pantai
yang bertemu langsung dengan Samudera Pasifik. Jenis tsunami ini memiliki sumber
penyebab yang jauh dari bibir pantai sehingga kekuatan gelombang yang dihasilkan
tidak sebesar tsunami lokal. Waktu tempuh pada saat gempa sampai terjadinya
tsunami di daratan berkisar antara 5.5 jam sampai 18 jam.

c. karakteristik
Karakteristik umum dari tsunami pada dasarnya berbeda dengan karakteristik ombak
pada biasanya. Ombak merupakan gelombang air yang dihasilkan dari tiupan angin,
sedangkan tsunami merupakan gelombang yang dibentuk akibat adanya kegiatan geologi
bumi. Tsunami merupakan gelombang yang dapat mencapai panjang gelombang lebih dari
150 km, serta memiliki kecepatan gelombang seperti pesawat jet, yaitu sekitar 800 km/jam
(King 1972). Menurut PVMBG (2006), kecepatan gelombang tsunami bergantung pada
kedalaman laut.
Tsunami memiliki panjang gelombang antara dua puncaknya lebih dari 100 km di laut
lepas dan selisih waktu antara kedua puncak tersebut diperkirakan antara 10 menit sampai 1
jam. Pada saat mencapai pantai yang dangkal, teluk, atau muara sungai, gelombang ini
kemudian akan menurun kecepatannya, namun tinggi gelombang akan meningkat sehingga
sangat bersifat merusak benda-benda yang berada di sekitar pantai.
Tsunami menurut PVBMG (2006), dapat terjadi dari gempa tektonik maupun vulkanik
apabila memenuhi syarat berikut:
1. Pusat gempa terjadi di dasar laut
2. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km
3. Magnitude lebih besar dari 6.0 Skala Richter
4. Jenis patahan tergolong sesar naik atau sesar turun

Sedangkan menurut King (1972) dan Anhert (1996), faktor-faktor yang dapat
menyebabkan tsunami adalah sebagai berikut:
1. Ada retakan di dasar laut yang disertai dengan suatu gempa bumi. Retakan di sini
maksudnya adalah suatu zona planar yang lemah yang melewati daerah kerak bumi.
2. Ada tanah longsor, baik yang terjadi di bawah air atau yang berasal dari atas lautan
yang kemudian menghujam ke dalam air.
3. Ada aktivitas gunung berapi yang terletak di dekat pantai atau di bawah air yang
sewaktu-waktu dapat terangkat atau tertekan seperti gerakan yang terjadi pada
retakan.

d. Dampak Bencana Tsunami


 Dampak Negatif
1. Memakan banyak korban manusia dan hewan
2. Merusak infrastruktur bangunan, tumbuhan, dan apa saja yang dilalui oleh
gelombangnya
3. Mengeluarkan banyak dana pemerintah untuk pembangunan pasca tsunami
4. Dapat menambah tingkat kemiskinan
5. Memakan harta benda
 Dampak Positif
1. Rasa gotong royong semakin meningkat
2. Sebagai bahan pembelajaran jika terjadi tsunami lagi
3. Dapat melakukan identifikasi seberapa kuat konstruksi bangunan yang terkena
dampak
4. Lapangan pekerjaan meningkat pasca tsunami

e. Mitigasi Bencana Tsunami


1. Pendekatan Mitigasi Non Fisik
Mitigasi bencana tsunami dengan pendekatan non fisik biasanya dilakukan dengan
memetakan tingkat kerawanan daerah tertentu terhadap bencana tsunami selanjutnya
diadakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan berbagai hal yang berkaitan
dengan tsunami.
Hal-hal yang disosialisasikan kepada masyarakat biasanya mengenai:
 Pengertian tsunami
 Penyebab terjadinya tsunami
 Ciri-ciri akan terjadinya tsunami
 Dampak bencana alam tsunami
 Cara penyelamatan diri dan evakuasi jika terjadi bencana
Sosialisasi ini penting agar masyarakat nantinya paham dan mengerti bagaimana cara
mereka untuk menyelamatkan diri, andaikata terjadi bencana alam ini. Selain dengan
sosialisasi, perlu diadakan juga simulasi aksi bencana tsunami. Simulasi ini dimaksudkan
agar masyarakat tidak panik saat memperoleh informasi ketika akan terjadi bencana alam
tsunami. Dengan adanya simulasi ini juga, masyarakat akan terbiasa dengan keadaan yang
genting sehingga ketika saat terjadi bencana masyarakat sudah mengerti apa yang harus
mereka lakukan.
2. Pendekatan Mitigasi Fisik
Mitigasi bencana dengan pendekatan fisik dapat dilakukan dengan upaya struktural, non
struktural, maupun gabungan antar keduanya. Pemilihan upaya mitigasi fisik ini bergantung
pada kondisi fisik pantai, tata ruang, tata guna lahan, serta modal yang tersedia.
Mitigasi fisik tsunami dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah (Ihsan
2017):
a. Pendekatan non struktural dengan sabuk hijau (green belt)
Pendekatan non struktural dengan sabuk hijau misalnya perlindungan daerah pantai dari
bencana tsunami dengan menggunakan vegetasi, seperti cemara laut (Casuarina
equisetifolia), bakau, pohon api-api, nipah, dan vegetasi lainnya yang berhabitat di pantai.
Mitigasi dengan cara ini harus memenuhi persyaratan teknis dari vegetasi tersebut dalam
meredam gelombang. Salah satu parameter yang paling penting adalah nisbah dari lebar
hutan bakau dari pantai sampai ujung hutan mangrove yang menghadap langsung ke laut (B)
dengan panjang gelombang tsunami (L), atau dapat dirumuskan dengan B/L. Semakin besar
nilai B/L maka semakin efektif metode mitigasi bencana tsunami dengan sabuk hijau. Hutan
mangrove atau hutan bakau juga sangat efektif dalam meredam gelombang air laut atau
ombak. Hutan mangrove ini dapat mencegah terjadinya abrasi juga.
b. Pendekatan struktural dengan peringatan dini
Salah satu upaya struktural dalam mitigasi bencana ini adalah pemberitahuan dini
terjadinya tsunami. Penyampaian informasi ini dapat menggunakan sirine, lonceng, bel, dan
sebagainya. Pemasangan alat pendeteksi dini mutlak harus dilakukan pada metode ini. Sistem
peringatan dini menggunakan alat sensor kenaikan tinggi muka air laut, satelit, dan receiver
gelombang yang langsung terhubung dengan alat pemberitahu bahaya bencana tsunami.
c. Bangunan sipil penahan tsunami
Bangunan sipil yang dikhususkan untuk menahan bencana tsunami di Indonesia belum
pernah dibangun. Bangunan sipil ini dapat kita temui di negara Jepang. Meskipun sangat
efektif dalam meredam terjangan gelombang air, bangunan ini dinilai merusak nilai estetik
dari suatu lansekap di pantai.
d. Bangunan sipil untuk evakuasi
Lokasi evakuasi harus mudah dijangkau apabila bencana tsunami benar-benar terjadi.
Lokasi evakuasi dapat berupa lahan yang memiliki ketinggian tertentu dan bangunan tinggi
yang tahan terhadap gelombang dan getaran gempa. Apabila suatu pemukiman jauh dari
dataran yang memiliki elevasi yang tinggi maka perlu dibuat suatu bangunan sipil yang
dikhususkan untuk evakuasi. Bangunan ini sangat penting untuk mengurangi jumlah korban
akibat dari lambatnya proses evakuasi ke daerah yang lebih tinggi.

5.2 Bencana Tanah Longsor


a. Pengertian
Tanah longsor merupakan peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan massa
batuan atau tanah. Tanah longsor dapat pula diartikan dengan peristiwa perpindahan material
dari tempat yang tinggi ketempat yang lebih rendah. Material ini merupakan material
penbentuk lereng seperti batuan dan tanah. Peristiwa tanah longsor ini terjadi dengan
berbagai tipe dan jenisnya, minsalnya jatuhnya gumpalan tanah.
b. Jenis-Jenis Tanah Longsor
Tanah longsor terdiri dari beberapa jenis. Jenis-jenis tanah longsor ini digolongkan dari
bidang dimana tanah tersebut bergerak, runtuhan dan rombakan. Berdasarkan hal tersebut
maka tanah longsor dapat dibagi kedalam beberapa jenis sebagai berikut:

1. Tanah longsor translasi. Tanah longsor translasi merupakan tanah longsor yang kerap
terjadi karena adanya pergerakan masa tanah dan bebatuan yang terdapat dalam bidang
gelincir berbentuk rata.
2. Tanah longsor rotasi. Tanah longsor rotasiadalah tanah longsor yang kerap terjadi karena
adanya pergerakan massa tanah dan bebatuan yang bergerak dibidang gelincir berbentuk
cekung.
3. Tanah longsor blok batu. Tanah longsor blok batu ini merupakan jenis tanah longsor
yang terjadi karena adanya berpindahan batuan yang bergerak dibidang gelincir
berbentuk rata.
4. Tanah longsor runtuhan batu. Tanah longsor runtuhan batu ini merupakan salah satu jenis
tanah longsor yang parah. Tanah longssor jenis ini umumnya terjadi di bukit terjal dekat
yang dekat dengan daerah pantai. Tanah longsor ini terjadi karena sejumlah besar batuan
bergerak kebawah dengan gerak jatuh bebas. Daerah yang berada dibawah tanah
longsoran ini akan mengalami kerusakan yang parah hal ini karena batu besar yang jatuh
kebawah.
5. Tanah Longsor Rayapan Tanah. Tanah longsor rayapan tanah merupakan jenis tanah
longsor yang tidak terdeteksi. Tanah longsor jenis dapat diketahui akan terjadi jika
pepohonan, atap rumah, dtiang listrik dan lain-lain banyak terdapat tanah halus atau
tanah yang sedikit kasar. Terjadinya tanah longsor ini secara perlahan-lahan dari atas
kebawah.
6. Tanah Longsor Bahan Rombakan. Tanah longsor bahan rombakan ini merupakan jenis
tanah longsor yang terjadi karena adanya bantuan air hujan deras sehingga bebatuan yang
besar menggelinding kebawah. Tanah longsor jenis ini merupakan tanah yang terparah.
Jika tanah longsor ini biasanya memakan korban jiwa. Tanah longsor bahan rombakan
umumnya terjadi.
c. Penyebab Tanah Longsor

1. Erosi tanah. Penyebab terjadinya tanah longsor salah satunya disebabkan oleh erosi
tanah. Erosi tanah bisa disebabkan karena berbagai hal seperti aliran air yang terlalu hal
ini bisa menyebabkan tanah longsor, karena tidak ada penopang yang kuat di bagian kaki
lerengnya.

2. Gempa bumi. Selanjutnya hal yang menyebabkan tanah longsor adalah gempa bumi
(baca: akibat gempa bumi). Gempa bumi berupa getaran yang ada di dalam bumi atau
tanah. Getaran yang berasal dari gempa bumi bisa merupakan getaran yang kuat, sedang
maupun ringan. Namun getaran yang berasal dari dalam tanah ini mampu menimbulkan
tekanan pada partikel- partikel mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah
yang dapat mengakibatkan longsornya lereng- lereng tersebut.
3. Gunung meletus. Penyebab tanah longsor selanjutnya adalah gunung meletus. Gunung
meletus (baca: ciri gunung meletus) juga dapat menimbulkan getaran yang dapat memicu
terjadinya tanah longsor. Selain itu, gunung berapi yang meletus atau erupsi
mengeluarkan material- material seperti debu dan juga lahar dingin. Apabila material-
material ini bertumpuk terlalu berat maka ada kemungkinan tanah atau lereng yang
menopangnya tidak akan kuat sehingga menyebabkan terjadinya tanah longsor.

4. Getaran. Seperti halnya gempa bumi dan juga gunung meletus, pada dasarnya tanah
longsor ini disebabkan oleh getaran. Selain gempa bumi dan gunung meletus, getaran ini
juga ditimbulkan oleh berbagai hal seperti mesin, lalu lintas, penggunaan bahan- bahan
peledak hingga petir.

5. Tingginya curah hujan. Di Indonesia, terjadinya tanah longsor kebanyakan disebabkan


oleh curah hujan (baca: proses terjadinya hujan) yang meninggi. Hal ini terbukti bahwa
tanah longsor sering terjadi ketika musim hujan (baca: pembagian musim di Indonesia).
Ketika curah hujan ini deras maka aliran air hujan akan menghantam tanah yang ada di
permukaan Bumi. Hal ini jika terjadi secara terus menerus maka tanah yang tidak kuat
(tanah yang miring dan berada di lereng) akan tidak dapat menahan aliran air dan terpaan
air hujan, sehingga lama kelamaan hal ini akan menyebabkan tanah longsor. Bagian
tanah yang sering longsor apabila hujan deras adalah tanah yang bentuknya miring,
seperti lereng gunung.

6. Hancurnya bebatuan. Bebatuan yang hancur juga bisa menyebabkan terjadinya longsor.
Longsor yang disebabkan karena hancurnya bebatuan lebih sering terjadi pada batuan
yang ada di lereng gunung. Jenis batuan yang sering longsor adalah jenis batuan sedimen
kecil dan batuan endapan yang berasal dari gunung berapi. Biasanya batu yang ada di
lereng bersofat lapuk atau tidak memiliki kekuatan dan mudah hancur menjadi tanah. Hal
inilah yang memicu terjadinya tanah longsor.

7. Tumpukan sampah. Siapa sangka ternyata sampah yang telah menumpuk juga dapat
menyebabkan tanah longsor. Sampah akan bisa menjadi pemicu tanah longsor ketika
sampah tersebut sudah menumpuk hingga menggunung. Hal ini apabila ditambah dengan
hujan deras maka dapat mengakibatkan longsornya gunungan sampah beserta tanah yang
telah melapuk di bawah sampah tersebut.
8. Hutan gundul. Salah satu fungsi dari pepohonan adalah memperkuat struktur tanah. Akar
pohon tidak hanya dapat menyimpan air namun juga dapat memperkuat struktur tanah.
Apabila hutan yang banyak pohonnya ditebangi secara liar maka hal ini menjadikan
tanah lemah strukturnya sehingga ketika hujan lebat akan sangat mudah bagi tanah
tersebut longsor. Hal ini sudah banyak terjadi di Indonesia.

9. Bendungan susut. Tanah longsor juga dapat disebabkan karena susutnya bendungan.
Turunnya permukaan tanah dan timbulnya retakan dapat diakibatkan oleh penyusutan
muka air danau atau bendungan dengan cepat. Penyusutan ini akan berdampak juga pada
hilangnya gaya penahan lereng. Waduk yang mempunyai kemiringan sebesar 220 derajat
memiliki potensi untuk longsor.

10. Lereng dan tebing yang terjal. Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang
memiliki lereng dan tebing yang terjal, maka harus lebih waspada karena tanah longsor
dapat mengintai kapan saja. Proses pembentukan lereng maupun tebing yang terjal
adalah melalui angin dan juga air yang berada di sekitar lereng. Hal ini berdampak pada
pengikisan lereng tersebut. Dengan pengikisan ini maka sangat mudah bagi tanah untuk
mengalami longsor.

11. Lahan pertanian di lereng. Adanya lahan pertanian yang ada di lerang gunung menjadi
salah satu penyebab terjadinya tanah longsor. Penataan lahan pertanian maupun
perkebunan yang buruk akan berdampak pada timbulnya bencana longsor. Tanaman
pertanian dan juga perkebunan mempunyai akar yang kecil dan tidak cukup kokoh untuk
mnejaga struktur tanah agar tetap kuat. Pepohonan yang ditebangi untuk dibuat lahan
pertanian dan perkebunan tanpa mempertimbangkan efek sampingnya. Dengan
menyusutnya jumlah pepohonan yang ada di lereng maka akan sangat memudahkan
lereng tersebut untuk terserang tanah longsor.

12. Tanah tidak padat. Bencana tanah longsor juga dapat terjadi akibat tanah mempunyai
struktur yang tidak padat. Tanah yang mempunyai struktur yang tidak padat contohnya
adalah tanah liat. Sifat tanah yang pecah ketika musim kemarau dan akan lembek ketika
musim penghujan tiba. Melembeknya tanah ketika diterpa hujan akan berpotensi longsor
jika hujan yang yang turun sangat deras. Tanah yang ketebalannya sekitar 2,5 meter akan
berpotensi longsor jika terdapat di kemiringan lereng 220 derajat.
13. Kelebihan beban. Adanya beban yang berlebihan pada tanah juga akan memicu tanah
mudah mengalami longsor. Adanya beban yang berlebihan akan memberikan tekanan
pada tanah, sehingga tanah tersebut akan mudah longsor. Contoh beban yang dapat
memicu terjadinya tanah longsor adalah adanya rumah atau pemukiman di lereng,
kendaraan yang berlalu lalang di tikungan lembah.

14. Longsoran lama. Tanah yang sudah pernah mengalami longsor sebelumnya (longsoran
lama), maka tanah tersebut rawan terkena longsor lagi. Maka dari itulah ketika memilih
daerah tempat tinggal, kita harus menghindari daerah yang pernah mengalami tanah
longsor.

15. Menumpuknya material. Tanah dari hasil tumpukan material akan lebih mudah
mengalami longsor. Banyak orang yang ingin melakukab perluasan pemukiman dengan
cara menimbun lembah atau memotong tebing. Tanah yang digunakan untuk menimbun
lembah belum benar padat strukturnya, jadi ketika ada hujan yang turun maka dapat
menimbulkan retakan dan permukaan tanah yang turun.

d. Dampak Tanah Longsor


1. Menimbulkan korban jiwa. Tanah longsor merupakan jenis bencana alam yang
berpotensi menimbulkan korban jiwa. Hal ini terlebih jika tanah longsor terjadi ketika
malam hari atau waktu- waktu dimana masyarakat sedang tertidur. Tanpa mengetahui
akan terjadinya tanah longsor, masyarakat terlelap dan bisa tertimbun. Di Indonesia
sendiri peristiwa tanah longsor sudah banyak menimbulkan korban jiwa.
2. Banyak insfrastruktur rusak. Rusaknya insfrastuktur juga merupakan salah satu
dampak yang pasti terjadi ketika tanah longsor. Infrtastruktur yang rusak ini boleh
dibilang yang berada di atas tanah yang longsor maupun yang berada di bawah
(tertimbun).
3. Timbulnya berbagai macam bibit penyakit. Tanah longsor juga berpotensi
menimbulkan berbagai macam bibit penyekit. Timbulnya bibit penyakit sebenarnya tidak
hanya terjadi pada tanah longsor saja, namun juga berbagai macam bencana alam. Ketika
pemukiman warga terkena bencana, maka mereka akan mengungsi. Ah, ditempat
pengungsian tersebut biasanya muncul banyak penyakit.
4. Mengganggu sumber mata pencaharian. Tanah longsor juga dapat mengganggu
sumber mata pencaharian masyarakat, khususnya bagi mereka yang bercocok tanam.
Ladang atau sawah mereka yang tertimbun tanah pasti tidak bisa diolah dalam beberapa
jangka waktu, sehingga akan menjadikan masyarakat terganggu.
5. Memburuknya sanitasi lingkungan. Ketika tanah longsor datang, maka saluran air
akan menjadi terputus. Jika air bersih saja tidak ada, maka bisa dipastikan sanitasi
lingkungan menjadi buruk.
e. Mitigasi Tanah Longsor
1. Sebelum Terjadi Bencana Longsor. Sebelum terjadinya longsor, hal yang dapat
dilakukan berupa kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan terhadap longsor, yaitu sebagai berikut.
1) Tidak membangun rumah di daerah rawan longsor
2) Melakukan penanaman pohon-pohon pada daerah-daerah miring yang memiliki akar
kuat, seperti bambu dan, lamtoro
3) Membangun tembok penahan atau batu-batu (bronjong) lereng yang rawan longsor.
4) Penyuluhan menghindari daerah rawan longsor
5) Tidak merusak hutan dengan cara menebang pohon.
6) Membuat terasering pada lahan miring
7) Waspada gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah) terutama di musim hujan.
2. Sedang Terjadi Bencana. Kegiatan yang dapat dilakukan ketika sedang terjadi longsor,
yaitu sebagai berikut:
1) Segera menyelamatkan diri dengan keluar rumah jika terjadi hujan besar
2) Jika ada suara gemuruh setelah hujan besar, segera menghindar
3. Setelah Terjadi Longsor. Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang ditujukan agar
kehidupan masyarakat kembali normal.
1. Menyelamatkan korban secepatnya ke daerah yang lebih aman
2. Menyelamatkan harta benda yang masih dapat diselamatkan
3. Menyiapkan tempat penampungan sementara seperti tenda-tenda
4. Menyediakan dapur umum
5. Menyediakan air bersih dan sarana kesehatan
6. Mengerahkan tim penyelamat jika ada yang masih tertimbun longsor
7. Memberikan obat-obatan kepada korban yang luka
8. Segera menggali timbunan longsor seperti yang menimbun rumah dan jalan raya
9. Memperbaiki infrastruktur
10. Merelokasi warga ke tempat yang lebih aman
11. Melaporkan kerusakan dan kerugian harta benda kepada pihak berwenang
12. Tanami kembali daerah yang bekas longsor atau daerah di sekitarnya untuk
menghindari erosi yang telah merusak lapisan tanah
13. Perhatikan terjadinya longsor susulan
14. Mematuhi instrksi dari pemerintah

Você também pode gostar