Você está na página 1de 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang berarti “pancung”. Amputasi
adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari
malapetaka atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya, seperti
kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau
dilakukan karena alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan
dan kualitas hidup pasien. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan
teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat membahayakan keselamatan
tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain, (Demet K, 2003,
Glass, Vincent, 2004)
Amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan
sistem cardiovaskuler. Lebih lanjut amputasi dapat menimbulkan masalah
psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan
produktifitas, (Wahid, 2013).
Amputasi ekstremitas bawah adalah prosedur pembedahan yang dihasilkan
dari sebuah kondisi medis yang serius seperti diabetes, trauma atau neoplasma,
gangren, deformitas kongenital. Dari semua penyebab tadi, penyakit vaskuler
perifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi ekstremitas bawah, (Senra,
Arago, Leal, 2011).
2.2 Etioigi
Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh
penyakit DM, Gangren, cedera, dan tumor ganas.
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh
lainnya.
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif.
f. Deformitas organ
Penyakit vaskular perifer adalah penyebab utama amputasi pada individu
non diabetes dan memberikan kontribusi sekitar setengah dari semua
amputasi pada individu dengan diabetes. Kontroversi mengenai penilaian
yang tepat dan manajemen penyakit pembuluh darah perifer juga ada
meskipun beberapa pusat keunggulan telah melaporkan penurunan tingkat
amputasi setelah revaskularisasi bedah agresif (Wrobel, Mayfield, Rieber,
2001).
Lebih dari 60 % dari amputasi tungkai bawah non traumatik di Amerika
Serikat terjadi di antara orang-orang dengan diabetes melitus, dan meningkat
enam hingga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes.
Setelah amputasi tungkai bawah pertama, hingga 50 % pasien memerlukan
amputasi lain dalam waktu 3-5 tahun, (Lipsky, Weigelt, Sun, 2011). Menurut
Jumeno dan Adliss (2010) amputasi dapat juga disebabkan oleh berbagai hal
seperti penyakit, faktor cacat bawaan lahir ataupun kecelakaan.
2.3 Patofisioogi
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit
pembuluh darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi
harus dilakukan karena dapat mengancam jiwa manusia.Adapun pengaruhnya
meliputi :
a. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah
sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih
besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid
plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar
keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga
menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke
hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.
c. Sistem respirasi
1.Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi
otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
2.Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan
terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi
hipoksia.
3.Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental
dan mengganggu gerakan siliaris normal.
d. Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai
pada pasien dengan immobilisasi.
2.Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
arteriol dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih
panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah
ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak
dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat
bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
b. Sistem Muskuloskeletal
1.Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu
sehingga menjadikan kelelahan otot.
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
3.Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan
tulang menjadi keropos.

f. Sistem Pencernaan
1.Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat
dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air
besar.
g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya
gravitasi dan pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat
menyebabkan :
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia,
hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit
dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
2.4 Manifestasi Klinis
a. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
b. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf
yang dekat dengan permukaan.
c. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa
dengankeronitis.
d. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
e. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
f. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
g. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan

2.5 Kondisi Kegawatan Yang Dilakukan


a. Amputasi ibu jari kaki
Tingkat transfalangeal dapat digunakan jika nekrosis terletak dari distal ke
proksimal sendi interfalangeal.
b. Amputasi transmetatarsal
Prosedur ini digunakan jika nekrosis memanjang dari proksimal ke
proksimal sendi interfalangeal, tetapi distal dari kaput metatarsal pada
permukaan plantar. Flap plantar panjang sering digunakan, memotong
tulang metatarsal pada posisi tengah.
c. Amputasi syme
Prosedur ini biasanya digunakan jika kaki telah hancur oleh trauma.
Amputasi ini menyelamatkan panjang ekstremitas, mengangkat kaki antara
talus dan kalkaneus.
d. Amputasi dibawah lutut (BL)
Prosedur ini umumnya dilakukan pada penyakit vascular perifer stadium
akhir. Prosedur ini memberikan rehabilitasi yang sangat baik karena dapat
menyelamatkan sendi lutut. Kontraktur lutut atau panggul merupakan
kontra indikasi dari prosedur ini. Teknik flap posterior panjang umumnya
digunakan, dan suatu prosthesis kadang-kadang digunakan segera setelah
operasi.
e. Amputasi di atas lutut (AL)
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan
penyakit vaskular perifer. Suatu amputasi AL yang tidak sembuh
merupakan situasi yang tidak menyenangkan dengan mortalitas yang
sangat tinggi. Flap kulit anterior dan posterior umumnya memberikan
panjang yang sama, menggunakan insisi “mulut ikan”
f. Disartikulasi panggul dan hemipelvektomi
Prosedur ini biasanya dilakukan untuk tumor ganas dari tungkai. Mungkin
kadang-kadang dilakukan pada penyakit vascular perifer, tetapi biasanya
mempunyai hasil yang buruk.
g. Amputasi ekstremitas atas
Kebanyakan amputasi ini dilakukan dalam kasus-kasus trauma. Penyakit
keganasan merupakan indikasi berikutnya yang paling umum. Penyakit
penyumbatan arteri jarang yang membutuhkan amputasi ekstremitas atas;
tetapi amputasi jari-jari sering dilakukan pada pasien dengan penyakit
vaskular kolagen dan penyakit Buerger (Jong, 2005).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Rontgen (untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang)
b) CT scan (mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomfelitis, pembentukan
hematoma)
c) Angiografi dan pemeriksaan aliran darah (mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial
penyembuhan jaringan setelah amputasi
d) Kultur Luka (mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab)
e) Biopsy (mengkonfirmasi diagnosa benigna/maligna)
f) Led (mengidentifikasi respon inflamasi)
g) Hitung darah lengkap/deferensial

2.7 Penatalaksanaan Amputasi


Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit
yang sehat pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka
karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan
penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa
tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak
(rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk
menghindari infeksi.
a.Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris
yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini
harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan
pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara
(pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan
kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri
dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan
bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting)
kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan
memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat
pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan
suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila
diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai
imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol
dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
c. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi.
Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua
jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering.
Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil,
dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.
d. Protesis
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan
segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah
membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang
protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada
amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan
setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian
ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus
diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini
sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu
sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas
sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.

2.8 Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.
Karena adanya pembuluh darah yang besar yang dipotong, dapat terjadi
perdarahan massif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan,
dengan peredaran darah buruk atau terkontaminasi luka setelah amputasi
traumatika, dimana risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk
dan iritasi akibat prostetis dapat menyebabkan kerusakan kulit ( Suzane &
Brenda, 2001).
Kejadian klinis umum sering menjadi sumber ketidak nyamanan untuk
kebanyakan pasien adalah sensasi fantom limb. Rasional untuk fenomena ini
tidak jelas tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi potongan ujung
saraf. Meskipun jarang, sensasi fantom limb dapat menjadi kronis, masalah
berat yang memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi,
terapi obat, stimulasi saraf listrik atau eksisi neuroma (Engram, 2000).

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Pada tanggal 05 April 2016 Tn.A berangkat bekerja ke kantor naik motor, tiba-
tiba di tengah perjalanan Tn.A tertabrak mobil tangki sehingga dia terpelanting
kurang lebih 5 meter dari motornya, kondisi Tn.A sangat mengenaskan dia
berlumuran darah kurang lebih 350 cc dan kaki kanannya patah pada tulang
cruris , sehingga dia di bawa ke rumah sakit terdekat. Dari pemeriksaan tim dokter
di nyatakan kaki Tn.A tidak dapat di pertahankan sehingga Tn.A harus di lakukan
operasi amputasi. Tn.A sangat terkejut mendengarkan pernyataan tim dokter
tersebut sehingga dia tampak tidak percaya. Ekspresi wajah tampak tegang dan
sedih dan mengatakan saya tidak mau di lakukan operasi amputasi karena saya
tidak mau kehilangan anggota tubuh saya. Saya malu dan tidak bisa melakukan
aktivitas apa-apa lagi. Setelah di lakukan penjelasan akhirnya Tn.A mau di
lakukan amputasi.

Penanganan gadar

Masalah Intervensi
Airway Tidak ada Tidak ada
Breating Tidak ada Tidak ada
Circulation Perdarahan 350cc, - Catat karakteristik
ekstreitas dingin banyaknya pendarahan.
- Pertahankan tirah
baring.
- Dep perdarahan
- Posisikan luka lebih
tinggi dari tubuh

Disability Penurunan kekuatan - imobilisasi pergerakan


otot - Bantu klien untuk
5-5
menggunakan tongkat saat
0-5
berjalan
- balut bidai
- Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
Exposuer Terdapat open fraktur - balut bidai
femur sebelah
kanan

1.1 Pengkajian
2. Nama Pasien/Usia : Tn A/28 tahun
3. No Register : 098765
4. Tanggal Masuk : 05 April 2016
5. Nama Dokter : dr. E
6. Diagnosa Medis : Open Fraktur cruris
7. Data diambil dari : Klien
8. Agama : Islam
9. Pendidikan : SMA
10. Pekerjaan : Karyawan swasta
11. Pangkat/Golongan : Tidak ada Nrp/Nip :
tidak ada
12. Alamat : jalan genggong No. 1 kraksaan No
Tlp : 0856 9591 2029
13. Keluhan Masuk : Dengan open fraktur cruris, terdapat
pendarahan 350cc,
14. klien tampak nyeri kesakitan, klien tampak lemas
15. Kategori Triage : Gawat Darurat

15.1.1 Keluhan Utama


 Pasien di bawa dengan keluhan perdarahan pada open
fraktur

15.2 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum: komposmentis.
a. keadaan penyakit: akut.
b. Tanda-tanda vital normal
c. Sistem Integumen
Terdapat kerusakan integritas kulit pada kaki kanan bagian bawah,
suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
d. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
e. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
f. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
g. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
h. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
i. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

j. Mulut dan Faring


Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
k. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

l. Paru
1. Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
2. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
3. Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau
suaratambahan lainnya.
4. Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada
wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
m. Jantung
1. Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
n. Abdomen
1. Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
3. Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
o. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
p. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
 Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1. Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
2. Cape au lait spot (birth mark).
3. Fistulae
4. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
5. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan
hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
6. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
7. osisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
 Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
1. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit.
2. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
3. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).
q. Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
5-5
0–5

3.3 Diagnosa keperawatan


A. Kekurangan volume cairan
B. Nyeri
C. Gangguan mobilitas fisik
D. Resiko Infeksi
3.4 intervensi keperawatan

Diagnosa Noc Nic


keperawata
n
Kekurangan  Fluid balance 1. Catat karakteristik
volume  Hydration banyaknya pendarahan.
cairan  Natritional status: 2. Kaji tanda-tanda
food and fluid intake vital
Kriteria hasil : 3. Onitor intake dan
Ttv dalam batas output cairan
normal 4. Pertahankan tirah
Mempertahankan baring.
5. Kolaborasi
urine output sesuai
peberian cairan sesuai
dengan usia dan BB
Tidak terdapat indikasi

tanda-tanda
kekurangan cairan.
Nyeri  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
 pain control,
 comfort level nyeri secara komprehensif
Kriteria hasil: termasuk lokasi,
 Mampu karakteristik, durasi,
mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab
faktor presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
menggunakan tehnik nonverbal dari
nonfarm akologi ketidaknyamanan
untuk mengurangi 3. Bantu pasien dan
nyeri, mencari keluarga untuk mencari dan
bantuan) menemukan dukungan
 Melaporka 4. Kontrol lingkungan
n bahwa nyeri
yang dapat mempengaruhi
berkurang dengan
nyeri seperti suhu ruangan,
menggunakan
pencahayaan dan kebisingan
manajemen nyeri 5. Kurangi faktor
 Mampu
presipitasi nyeri
mengenali nyeri
6. Kaji tipe dan sumber
(skala, intensitas,
nyeri untuk menentukan
frekuensi dan tanda
intervensi
nyeri)
7. Ajarkan tentang teknik
 Menyataka
n rasa nyaman non farmakologi: napas dala,
setelah nyeri relaksasi, distraksi, kompres
berkurang hangat/ dingin
 Tanda vital 8. Berikan analgetik untuk
dalam rentang
mengurangi nyeri:
normal
 Tidak
9. Berikan informasi
mengalami
tentang nyeri seperti
gangguan tidur
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur

10. Monitor vital sign


sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

Hambatan  Joint Movement : 1. Monitoring vital sign


mobilitas Active sebelm/sesudah latihan dan
fisik  Mobility Leve
 Self care : ADLs
lihat respon pasien saat
 Transfer latihan
performance 2. Konsultasikan dengan

Kriteria Hasil: terapi fisik tentang rencana


 Klien meningkat ambulasi sesuai dengan
dalam aktivitas fisik kebutuhan
 Mengerti tujuan 3. Bantu klien untuk
dari peningkatan menggunakan tongkat saat
mobilitas berjalan dan cegah terhadap
 Memverbalisasikan
cedera
perasaan dalam
4. Ajarkan pasien atau
meningkatkan
tenaga kesehatan lain
kekuatan dan
tentang teknik ambulasi
kemampuan berpindah 5. Kaji kemampuan pasien
 Memperagakan
dalam mobilisasi
penggunaan alat Bantu
6. Latih pasien dalam
untuk mobilisasi
(walker) pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADL
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika
diperlukan

Resiko infeksi  Imumune 1. Kaji adanya tanda-


status tanda infeksi
 Knowladg 2. Bersihkan area
luka
e: infection
3. Anjurkan klien
control elaporkan jika luka terasa
 Risk
panas
control 4. Pertahankan
Kriteria Hasil
 Menunjuk kebersihan di area sekitar
luka.
kan prilaku
hidup sehat
 Menunjuk
kan kemampuan
untuk mencegah
timbulnya
infeksi
 Klien bebas
dari tanda dan
gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

 Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media


Aesculapius FK-UI, Jakarta.
 NANDA, 2015, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,
Philadelphia, USA
 Evelyn C. Peurce.2010. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Você também pode gostar