Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Relasi antara Tuhandan manusia, menurut Toshihiko Izutsu, terdiri dari empat
tipe, yaitu : relasi ontologi, relasi komunikatif, relasi Tuhan-hamba, dan relasi
etik.
1. Relasi Ontologi
Sala satu pertanyaan dasar dan selalu mengusik pikiran manusia dalam
weltanshauung religiud dan filosofis adalah eksistensi manusia. Pertanyaan
abadi dan berulang-ulang adalah : “ dari mana manusia berasal ? Apa sumber
wujudnya di dunia ini ?” menurut konsepsi Al-Qur’an, Allah adalah pencipta
manusia. Dialah sumber wujud yang menganugrahkan eksistensi kepada
manusia. Jadi seara ontologi, relasi antara Allah dan manusia adalah relasi
antara sang pencipta (Khaliq) dan di ciptakan (makhluq).
Konsep Allah sebagai pencipta alam semesta secara umum sudah dikenal
pleh masyarakat Arab pra-Islam. Meskipun ada Juga beberapa orang
penyembah berhala, sebagaimana dilansir oleh ayat Al-Qur’an, yang
menghubungkan kekuatan penciptaan dengan berhala-berhala, namun pada
umumnya, orang-orang Arab pagan itu menisbatkan segala bentuk aktivitas
penciptaan kepada Allah, Tuhan yang maha Tinggi. Toshihiko Izutsu
membuktikan hal ini dengan adanya syair-syair Arab pra-Islam, misalnya
karya Antarah yang menghubungkan penciptaan burung dan penciptaan sega
sesuatu dengan Tuhan. Bahkan dalam karya penyair serdadu terkenal, Baith
Ibn Suraim al-Yashkuri, konsepsi tentang Allah sebagai Dzat yang telah
meninggikan langit dan bulan di sana sudah dikenal.
2. Relasi komunikatif
Dalam relasi ontologi telah diketahui bahwa Allah adalah pencipta dan
manusia adalah yang diciptakan. Antara pencipta dan yang diciptakan
terdapat hubungan komunikatif yang bersifat langsung dan bertimbal balik.
Komunikasi antara Allah dan manusia terjadi melalui dua cara yaitu,
pertama, melalui penggunaan bahasa yang dapat dipahami oleh kedua belah
pihak; kedua, melalui pengunaan “tanda-tanda alam” oleh Tuhan dan isyarat-
isyarat atau gerakan tubuh oleh manusia. Dengan demikian komunikasi tipe
pertama bersifat linguistik atau verbal, sedang komunikasi tipe kedua
bersifat non linguistik atau non verbal.
Bila komunikasi linguistik daru Tuhan berupa wahyu, maka dari pihak
manusia berupa doa yang dipanjatkan kehadira-Nya. Sama seperti halnya
wahyu, problem eksistensi ontologi antara Tuhan dan manusia juga menjadi
kendala daalam komunikasi linguistik dari arah bawah ini. Menurut
Toshihiko Izutsu, doa dapat menjadi komunikasi dari manusia hanya terjadi
dalam situasi yang sangat istimewa, yakni ketika manusia mendapati dirinya
berada dalam situasi tidak wajar. Ketika manusia sedang tidak dalam
keadaan sebagaimana hari-harinya, maka ia berada dalam posisi yang dapat
mengucapkan kata-kata secara langsung kepada Tuhan. Toshihiko Izutsu
menegaskan bahwa hanya dalam situasi demikian saja hti manusia dapat
sepenuhnya murni dari semua pikiran keduniaan. Dengan demikian, bahasa
yang diucapkan manusia secara spiritual menjadi lebih tinggi, dan doa
merupakan percakapan personal paling intim antara hati dengan Tuhan.
Situasi luarbiasa itu pada umumnya disebabkan oleh rasa patuh yang
mendalam terhadap Tuhan atau, yang lazim, karena bahaya kematian yang
sudah mendekat. Dengan menguti al-Kirmani, Toshihiko Izutsu mengatakan
dalam situasi seperti itu manusia bukan lagi manusia dalam pengertian
umum, ia sudah mentransformasi diri menjadi sesuatu yang berada diatas
dirinya.
3. Relasi Tuan-hamba
4. Relasi Etik
Etika berkaitan denga apa yang harus dilakukan oleh manusia terhadap
Tuhan berkaitan dengan perintah dan larangan Tuhan, maupun bagaimana
Tuhan berkehendak terhadap mahluk-Nya. Menurut Toshihiko Izutsu,
terdapat tiga kategori yang berbeda mengenai konsep etik di dalam al-
Qur’an, yaitu: pertama, kategori yang menunjukan dan menguraikan sifat
Tuhan; kedua, kategori yang menjelaskan berbagai macam aspek sifat
fundamenatam manusia terhadap Tuhan ; dan ketiga, kategori yang
menunjukan tentang prinsip-prinsip dan aturan tingkah laku yang menjadi
milik dan hidup di dalam masyarakat Islam. Ketiga konsep etika ini pada
dasarnya tidak berdiri sendiri, namun memiliki hubungan yang sangat erat.
Kelompok pertama terdiri dari nama-nama Tuhan, seperti Maha pemurah,
Maha baik, Maha adil, dan Maha agung. Nama-nama ini pada hakikatnya
menggambarkan bahwa sifat dan tindakan Tuhan terhadap manusia adalah
etik, dan oleh karena itu manusia harus bersikap seperti dalam merespon
sifat an tindakan Tuhan tersebut. Implikasi dari sikap etik manusia terhadap
Tuhan tercermin dalam etika antara sesama manusia yang hidup dalam
masyarakat yang sama.
Relasi etis ini didasarkan pada dua aspek yang bertentangan secara
fundamental mengenai konsepsi Tuhan dalam al-Qur’an. Alah di satu sisi
disebut sebagai Tuhan penuh keadilan dan kebaikan. Dengan kata lain,
Tuhan bertindak kepada manusia dengan tindakan-tindakan yang baik.
Namun di sisi lain, Dia disebut sebagai Tuhan yang keras, yang membalas di
hari Pengadilan dengan balasan yang sangat pedih (shadid al-iqab), Tuhan
yang membalas dendam (dhu intiqam), Tuhan yang kemarahan-Nya
(ghadab) akan melemparkan siapa saja kedalam kebinasaan. Pandangan al-
Qur’an yang menunjukan dua aspek secara fundamental bertentangan satu
sama lain menurut Toshihiko Izutsu sangat sulit dipahami oleh logia orang-
orang awam, bahka para pemikir pun menghadapi kesulitan untuk
mempertemukan kedua aspek tersebut satu sama lain, akan tetapi bagi orang-
orang saleh dan beriman hal ini tidak menjadi problem.