Você está na página 1de 22

1.

Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ berpasangan; satu ginjal berbobot 120–200 g. Ginjal
normal berukuran tinggi 10–12 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 3 cm. Permukaan
luar dapat dibagi menjadi sisi anterior, sisi dorsal, kutub atas, dan kutub
bawah. Permukaan lateralnya cembung. Permukaan medialnya cekung,
memiliki alur yang dalam (sinus renalis) dan membentuk hilus
renalis. Pelvis ureter / renalis, arteri renalis, vena renalis, vasa limfatik dan
saraf masuk atau keluar melalui hilus renalis pada ginjal.
a. Fascia pada ginjal

Ginjal memiliki kapsula organ yang keras (capsula fibrosa), yang


mengikuti parenkim ginjal medial dan tidak mengelilingi hilus
renalis. Ginjal dikelilingi oleh lapisan lemak perinefrik (capsula
adiposa). Lemak perinefron dikelilingi oleh selubung jaringan
ikat, Fascia Gerota (Fascia renalis). Fascia Gerota mengelilingi
ginjal, termasuk lemak perinefrik dan kelenjar adrenal. Secara
kranial dan lateral, fascia Gerota tertutup oleh fusi dari lapisan
anterior dan posterior. Di sisi medial dan inferior, tidak ada
perhubungan antara lapisan anterior dan posterior fascia Gerota agar
kumpulan cairan ginjal dapat mengalir ke panggul. Lapisan anterior
dari fascia Gerota terletak tepat di bawah peritoneum parietal
(Perhatikan Gambar 1).
Gambar 1. Fascia ginjal dan retroperitoneal: fasia transversalis (1), lapisan
anterior fascia Gerota (2), peritoneum parietal (3), lemak perinefron (Capsula
adiposa) (4), lemak paranfrik (5), M. quadratus lumborum (6), M. erector spinae
(7). Gambar dari Grey's Anatomy, Lea dan Febinger 1918, Philadelphia, Amerika
Serikat

b. Topografi Anatomi ginjal

Ginjal terletak di retroperitoneum, di sebelah kanan dan kiri dari vertebra


dan di bawah diafragma. Posisi normal dijelaskan sebagai berikut:

Ginjal kiri:
 Posisi di antara costa ke-11 hingga vertebra lumbalis ketiga.
 Batas dorsal: costa ke 11 dan ke 12, nervus subcostalis, nervus
iliohypogastricus, nervus ilioinguinalis, m quadratus lumborum,
diafragma dengan pleura di kutub atas
 Batas cranial: kelenjar adrenal, lien.
 Batas medial: m psoas major, aorta, ovarium / testis, ureter.
 Batas ventral: lien, pankreas, lambung, colon desendens.
Ginjal kanan:
 posisi sedikit lebih rendah, dari costa ke-12 hingga bagian bawah
vertebra lumbaris ketiga.
 Batas dorsal: costa 12, nervus subcostalis, nervus iliohypogastricus,
nervus ilioinguinalis, m quadratus lumborum, diafragma serta
pleura di bagian atas
 Batas cranial: kelenjar adrenal.
 Batas medial: m psoas major, vena cava inferior, vena ovarium /
testis, ureter.
 Ventral: liver, duodenum, kolon asendens.

c. Anatomi internal ginjal

Parenkim ginjal memiliki dua komponen berbeda: korteks renal


dan medula renal. Karena medula renal berbentuk piramida,
bagian ini juga disebut piramida renal. Pada potongan longitudinal,
unit fungsional tunggal ginjal dapat dilihat [Gambar 2]. Ginjal
terdiri tas 7–9 lobus renalis. Setiap lobus memiliki piramid renal
dan dikelilingi oleh korteks. Setiap lobus mengalirkan cairan dengan
tubulus colectivus menuju calix renalis, tubulus collectivus bertemu
calix dan membentuk papilla renalis. Setiap ginjal memiliki 7–9
calix. Parenkim mirip korteks yang terletak di antara piramida ginjal
disebut columnae Bertin (columnae renales).
Ginjal manusia pada dasarnya merupakan perpaduan dari sekitar 14
ginjal tunggal. Pada spesies lain, pemisahan morfologi dari ginjal
tunggal lebih jelas terlihat (renculasi). Sebagai varian morfologis,
renculasi dapat dilihat sebagai Ren lobatus pada beberapa orang.
Urine mengalir dari calix melalui pelvis renalis menuju ureter.
Gambar 2. Anatomi internal ginjal: pyramid renalis (medulla renalis) (1),
cortex renalis (2), calix minor (3), papilla renalis (4), calix major (5), sinus (6),
Columna Bertin (7), columna calix (8), pelvis renalis (9), ureter (10). Gambar dari
Grey's Anatomy, Lea dan Febinger 1918, Philadelphia, Amerika Serikat.

d. Suplai Vaskulatur Ginjal: Arteri, Vena dan Saraf pada Ginjal


i. Arteri renalis

Ginjal disuplai oleh cabang parietalis dari aorta (arteri


renalis). Pasokan vaskular (A. renalis dextra et sinistra)
sering mengalami variasi. Arteri renalis dextra lewat di
bawah vena cava ke ginjal kanan. Kedua arteri ginjal
berjalan bersama dengan vena renalis.

ii. Vena Ginjal

Vena renalis mengalirkan darah menuju vena cava


inferior. Vena renalis sinistra lebih panjang dan melewati
aorta di bawah arteri mesenterika superior menuju vena
cava.

e. Pembuluh Limfatik pada Ginjal

Ginjal kiri mengalirkan cairan limfatik ke nodus limfatikus


paraaorta. Ginjal kanan mengalirkan ke nnll paracavalis dan nnll
interaortocavalis. Cakupan cranial dan kaudal dari kelenjar getah
bening ginjal sepanjang vena cava dan aorta berkisar dari arteri
mesenterika inferior hingga diafragma.

f. Innervasi ginjal

Plexus renalis terletak di sekitar arteri renalis dan mengandung


serabut postganglionik dari sistem saraf simpatis (T10 sampai
L2). Serabut saraf dari pleksus masuk ke ginjal dengan cabang-
cabang arteri ginjal dan mengatur tonus vaskular dan sekresi renin.
Fungsi ginjal tidak bergantung pada persarafan yang disebutkan di
atas, seperti yang ditunjukkan pada fungsi ginjal setelah
transplantasi ginjal (transeksi komplit terhadap inervasi). Sebagian
besar fungsi ginjal diatur oleh hormon.

2. Laju Filtrasi Glomerulus


Dalam glomerulus, urin primer disaring dari darah, yang mengalir melalui
kapiler glomerulus. Dengan pengecualian terhadap protein dengan massa
molekul di atas 10 kDa, semua komponen plasma disaring ke dalam urin
primer. Selanjutnya, reabsorpsi aktif dan pasif zat penting dalam tubulus
renalis terhadap urin primer adalah hal penting yang terjadi kemudian.

Aliran darah ke ginjal kira-kira adalah 20% dari cardiac output saat istirahat
(1–1,2 l / mnt). Sekitar 10% dari aliran darah ginjal disaring dan membentuk
urin primer. Kecepatan filtrasi urine primer disebut laju filtrasi
glomerulus (glomerular filtration rate [GFR]) dan kira-kira 120 ml /
menit. Variabel berikut meningkatkan GFR: peningkatan tekanan hidrolik
di kapiler glomerulus dan daerah (jumlah) kapiler glomerulus. Variabel
berikut menurunkan GFR: tekanan hidrolik meningkat pada simpai
Bowmann, meningkatnya tekanan osmotik koloid pada kapiler glomerulus,
permeabilitas yang menurun pada kapiler glomerulus.
a. Regulasi Laju Filtrasi Glomerulus

Tekanan hidrostatik di kapiler glomerulus secara langsung


bergantung pada tekanan darah arteri dan merupakan faktor penentu
untuk regulasi laju filtrasi glomerulus (GFR) yang normal. Beberapa
mekanisme ginjal dapat menghasilkan GFR yang konstan pada
variasi tekanan darah fisiologis yang luas.

i. Refleks (miogenik) vasoreaktif otonom:


Fluktuasi tekanan darah dikompensasi oleh vasokonstriksi
dan vasodilatasi arteriol aferen.
ii. Umpan balik tubuloglomerular:
Peningkatan tekanan hidrostatik di glomerulus
menyebabkan hiperfiltrasi glomerulus dan peningkatan
beban cairan pada tubulus. Ini tertumpuk di makula densa
tubulus distal dan menyebabkan vasokonstriksi arteriol
aferen dengan menggunakan ATP transmitter dan adenosin.
iii. Sistem renin-angiotensin:
Tekanan darah yang rendah dan penurunan perfusi ginjal
mengakibatkan pelepasan renin dan aktivasi angiotensin II.
Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi arteriol eferen
dan meningkatkan tekanan filtrasi di glomerulus.

3. Renal Clearance
Laju filtrasi glomerulus tidak dapat diukur secara langsung. Untuk
meperkirakannya, eliminasi suatu zat perlu diukur, dengan pemahaman
bahwa suatu zat dapat
 tersaring secara sempurna pada urin primer
 tidak diserap kembali oleh tubulus ginjal
 tidak disekresi di tubulus ginjal
a. Definisi dari Renal Clearance (Cl)

Renal clearance adalah volume plasma virtual per menit, dari mana
suatu zat benar-benar tereliminasi. Jika suatu zat tertentu, yang
mana tidak tersekresikan atau terserap kembali ke dalam tubulus
ginjal, clearance yang terukur dari zat tersebut akan sesuai dengan
laju filtrasi glomerulus (GFR).

i. Perhitungan clearance kreatinin


Konsentrasi kreatinin (UKrea dalam mg / dl) dan volume
urin (Uvol dalam ml) dari urin tampung 24 jam dapat
diukur. Selain itu, konsentrasi serum kreatinin
(PKrea dalam mg / dl) diukur. Jangka waktu pengumpulan
urin harus dihitung dalam hitungan menit (biasanya 24 jam
= 1440 menit). Clearance kreatinin (ClKrea) dihitung
dengan rumus berikut:

Estimasi clearance kreatinin dapat diperoleh dengan


menggunakan rumus Cockroft dan Gault menggunakan
konsentrasi serum kreatinin (SKrea dalam mg / dl), jenis
kelamin (faktor F = 72 untuk pria dan F = 85 untuk wanita),
berat badan (kgKG dalam kg) dan usia (Alter dalam tahun):

Zat dengan filtrasi glomerular yang eksklusif (tanpa sekresi


tubular atau reabsorpsi) seperti kreatinin, memiliki
konsentrasi serum yang secara langsung bergantung dari laju
filtrasi glomerulus (GFR). GFR yang hanya 50%,
menyebabkan penggandaan konsentrasi kreatinin serum. Ini
berarti, bahwa pengurangan GFR sebesar 75% akan
menghasilkan kenaikan kreatinin serum yang signifikan
hingga empat kali lipat. Lebih lanjut (hanya sedikit) reduksi
dalam GFR yang menyebabkan peningkatan dramatis dalam
konsentrasi kreatinin (Gambar 3).

Gambar 3. Konsentrasi kreatinin yang tergantung pada laju filtrasi


glomerulus (GFR). Hanya reduksi GFR signifikan yang mengarah pada
peningkatan konsentrasi kreatinin serum yang signifikan.

4. Reabsorpsi Tubular terhadap Natrium, Klorida dan Cairan


Sebanyak 99% volume filtrat glomerulus (urin primer, 120 ml / menit),
sebanyak 99% natrium yang terfiltrasi dan 99% klorida yang terfiltrasi
diserap kembali di tubulus ginjal nefron. Reabsorpsi adalah proses yang
mengkonsumsi energi; energi yang dibutuhkan meningkat secara linier
dengan Reabsorpsi-NaCl. Pendorong paling umum untuk reabsorpsi adalah
pompa Na-K-ATPase (berbasis natrium-potasium) yang terletak secara
basolateral, yang mengangkut tiga atom natrium keluar dari sel dan dua
atom kalium ke dalam sel, energi berasal dari hidrolisis satu molekul ATP.

a. Tubulus Proksimal dan Pars Desendens Lengkung Henle

Di tubulus proksimal, dua pertiga volume urin primer dengan


elektrolit diserap kembali. Reabsorpsi elektrolit mengarah ke
reabsorpsi air dengan bantuan ruang antarsel yang bocor dari epitel
tubulus proksimal. Jumlah pelarut menghambat penyerapan
paracellular air dan klorida akibat gradien konsentrasi elektrolit
antara lumen tubulus dan interstitium ginjal.
Dorongan transportasi natrium dicapai melalui pompa natrium-
kalium basolateral. Pada sisi luminal dari epitel tubulus proksimal,
natrium memasuki sel melalui protein membran simporter (ko-
transportasi dengan glukosa, galaktosa, fosfat, sulfat atau asam
amino) atau protein membran antiporter (ko-transportasi dengan
proton). Reabsorpsi HCO3- terkait dengan reabsorpsi natrium dan
sekresi proton dengan bantuan anhidrida karbonat luminal dan
intraselular.
Reabsorpsi klorida tidak begitu jelas teridentifikasi. Di
samping hambatan pelarut, ada jalur transport transeluler minor bagi
klorida di membran luminal dan basolateral.

b. Bagian Asendens Lengkung Henle

Thick ascending loop (TAL) pada lengkung Henle bersifat kedap air
dan mengangkut elektrolit ke dalam interstitium ginjal,
menghasilkan tekanan osmotik interstitium yang tinggi. Sebanyak
30% natrium yang disaring akan direabsorpsi menggunakan
mekanisme Na-K-2Cl-cotransport luminal. Energi untuk reabsorpsi
natrium berasal dari pompa natrium-kalium basolateral. Pencegahan
efektif terhadap aliran air pasif dengan tight junction kedap air
menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi di medula ginjal. Urine
di akhir TAL bersifat hipotonik. Furosemide menghambat
cotransporter Na-K-2Cl dan menyebabkan natriuresis dan
kehilangan kalium, kalsium dan magnesium secara masif.

c. Tubulus distal

Pengangkutan natrium aktif melalui pengikat Na-Cl-co-transporter


sensitif thiazide; sekitar 10% natrium yang tersaring akan diserap
kembali di tubulus distal. Thiazides menghambat reabsorpsi
natrium di tubulus distal dan menyebabkan diuresis ringan tanpa
kehilangan kalsium (diuretik calcium-sparring).

d. Tubulus Colectivus

Permeabilitas tubulus collectivus terhadap air menyebabkan


konsentrasi urin mencapai hingga lima kali lipat osmolaritas
plasma. Permeabilitas tubulus collectivus diatur oleh ADH (hormon
antidiuretik, Vasopressin). ADH menyebabkan penggabungan
saluran air tambahan (aquaporin) ke dalam membran
luminal. Tekanan osmotik tinggi dari medula ginjal adalah
pendorong yang bertanggung jawab mengatur konsentrasi
urin. ADH dapat mengendalikan 10% volume urin primer, sehingga
dapat mengatur diuresis antara 1-20 liter / hari.
Ketika ADH tidak ada, permeabilitas tubulus collectivus terhadap
air menjadi rendah, urin tidak akan mengental. Kekurangan sekresi
ADH menyebabkan diabetes insipidus, kelainan berupa diuresis
massif dan rasa haus yang berlebihan.
Reabsorpsi natrium tambahan terjadi di duktus collectivus melalui
saluran natrium luminal. Energi untuk reabsorpsi natrium berasal
dari pompa natrium-kalium basolateral. Aldosteron mengatur
reabsorpsi natrium dan air dan sekresi potassium melalui ekspresi
saluran natrium dan pompa natrium kalium basolateral. Saluran
natrium luminal dapat dihambat oleh amilorida, diuretik potassium-
sparring.

5. Reabsorpsi Kalium pada ginjal


Sebanyak 60-70% dari kalium (K+) yang difiltrasi diserap kembali di
tubulus proksimal. Tidak ada transporter spesifik K, reabsorpsi dikelola
dengan penyerapan air (solvent drag). Sebanyak 25-35% dari kalium yang
disaring, direabsorpsi dalam lengkung Henle dengan mekanisme Na-K-2Cl-
cotransport. Sebanyak 5–15% dari kalium yang tersaring mencapai nefron
distal. Tergantung pada metabolisme sekarang ada kemungkinan reabsorpsi
kalium atau ekskresi (dikontrol oleh aldosteron).

6. Reabsorpsi Kalsium oleh Ginjal


Sebanyak 60% kalsium yang tersaring diserap kembali dalam tubulus
proksimal dengan penyerapan air parsial (solvent drag). Selain itu, ada
mekanisme transportasi aktif.

7. Reabsorpsi Fosfat oleh Ginjal


Fosfat benar-benar terfiltrasi, 80-90% dari fosfat direabsorpsi di tubulus
proksimal. Dengan konsentrasi fosfat dalam serum yang tinggi, saturasi
reabsorpsi fosfat tercapai dan fosfat yang diekskresikan dapat mencapai
normalisasi konsentrasi fosfat. Konsentrasi fosfat yang meningkat adalah
stimulus untuk pelepasan hormon paratiroid dan menyebabkan ekskresi
fosfat, deposisi kalsium fosfat ke dalam tulang dan penurunan kalsium di
dalam serum.

8. Ekskresi Proton dan Homeostasis Basa Asam


Ekskresi ginjal proton merupakan faktor utama dalam homeostasis asam-
basa; Mekanisme yang terjadi adalah ekskresi fosfat, ekskresi amonia dan
reabsorpsi bikarbonat.
a. Ekskresi fosfat:

Fosfat berdisosiasi dalam darah menjadi 80% dalam HPO42-. Dalam


tubulus ginjal, fosfat sekunder ini mengikat proton dan hasilnya
adalah H2PO4-. Fosfat primer yang baru terbentuk tidak dapat
diserap kembali dan dengan bantuan ekskresi fosfat, proton akan
tereliminasi.

b. Reabsorpsi Bikarbonat:
Bikarbonat yang tersaring oleh glomerulus lalu diserap kembali di
tubulus proksimal melalui mekanisme berikut: HCO3- yang
tersaring dan H+ yang disekresi dari sel tubulus (Na-H exchanger)
terbentuk dengan bantuan luminal carbonic anhydrase H2CO3, yang
terdisosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 masuk dengan mudah
ke dalam sel tubulus dan berikatan dengan OH− (sisa-sisa sekresi
H+) dengan bikarbonat (HCO3-). Dengan bantuan Na+/ HCO3-
kotransporter di membran basal, bikarbonat dikembalikan ke dalam
darah. Dalam kasus alkalosis, bikarbonat dapat disekresikan untuk
menyeimbangkan homeostasis asam-basa.

c. Ekskresi Amonium:

Ekskresi ammonium bisa meningkat 10 kali lipat jika terjadi


asidosis. NH3 terbentuk di ginjal dengan deaminasi glutamin oleh
sel-sel tubulus dan dapat berdifusi ke lumen tubulus. Pada tubulus
ginjal, NH3 membentuk bersama dengan proton NH4+, yang tidak
dapat reabsorpsi.

9. Reabsorpsi Glukosa di Ginjal


Reabsorpsi glukosa terjadi sampai 100% di tubulus proksimal
menggunakan sodium-glucose-cotransporter. Dalam kasus konsentrasi
glukosa dalam serum yang terlalu tinggi, mekanisme ini tunduk pada
kejenuhan dan glukosuria sebagai hasilnya. Konsentrasi ambang batas
untuk saturasi ini adalah 10 mmol / l (180 mg / dl) glukosa dalam serum.

10.Reabsorpsi Asam Amino di Ginjal


Berbagai kotransporter asam amino-natrium bertanggung jawab atas
reabsorpsi asam amino di tubulus proksimal. Sejauh ini, tujuh transporter
berbeda telah dijelaskan: untuk asam amino asidik (Glu, Asp), asam amino
basa (Arg, Lys, Orn) dan lima sistem lain untuk asam amino netral. Ada
prinsip serupa untuk saturasi transport asam amino seperti untuk reabsorpsi
glukosa (lihat di atas). Kegagalan cotransporter asam amino, biasanya
karena alasan genetik atau efek samping obat, menyebabkan aminoaciduria
selektif (Cystinuria, penyakit Hartnup, sindrom Fanconi).

11.Transportasi Urea dari Ginjal


Sekitar 50 g urea tersaring tiap harinya, yang kira-kira 25–40 g
diekskresikan dalam urin. Reabsorpsi urea (tubulus proksimal, duktus
collectivus) dan sekresi aktif urea (lengkung Henle) menyebabkan sirkulasi
urea antara lumen nefron dan medula ginjal, yang merupakan elemen
penting konsentrasi urine ginjal.
Urea tersaring secara bebas, 50% direabsorpsi kembali di tubulus proksimal
melalui reabsorpsi air (solvent drag). Urea disekresikan di lengkung Henle
asendens, sehingga sejumlah besar urea mencapai nefron distal. Di tubulus
collectivus, urea diserap kembali bersama air. Mekanisme ini
memungkinkan terbentuknya gradien urea dengan osmolaritas tinggi di
medula renalis, yang penting untuk konsentrasi urin ginjal. Jika absorpsi
urea (dan air) terhenti di tubulus collectivus, osmolaritas medula berkurang
dan mekanisme konsentrasi akan runtuh.

12.Transportasi asam urat dari ginjal


Asam urat disaring sepenuhnya dan sebagian diserap di dalam tubulus
proksimal. Selain itu, asam urat disekresikan dalam tubulus
proksimal. Asam urat memiliki kelarutan yang baik dalam bentuk natrium
urat. Untuk mencegah kristal kalsium urat selama konsentrasi urin, berbagai
zat pengompleks seperti kalsium sitrat, protein pengikat kalsium dan
mukopolisakarida diperlukan.

13.Mekanisme Pengaturan Konsentrasi Urin


Dalam kasus defisiensi air, ginjal manusia dapat mengkonsentrasikan urin
hingga 4 kali dari osmolaritas plasma 290 mosmol / liter. Dengan
antidiuresis, volume urin harian adalah 0,5-1 liter. Sebuah
kompleks sistem arus balik, yang mencakup lengkung Henle, Vasa recta
dan tubulus collectivus, menghasilkan cairan medula ginjal yang hipertonik,
1.200 mosmol / liter. Osmolaritas yang tinggi dari medula ginjal
memungkinkan konsentrasi osmolaritas urin dapat mencapai angka setinggi
ini.
a. Renal Countercurrent System

Motor dari renal countercurrent system dan konsentrasi urin adalah


reabsorpsi NaCl pada TAL. Tansportasi Na+ aktif dan Cl- di loop
Henle asendens yang kedap air menyebabkan peningkatan
osmolaritas interstitium ginjal. Mekanisme lain dari osmolaritas
yang tinggi di medula ginjal adalah reabsorpsi urea (tubulus
proksimal, tubulus collectivus) dan sekresi aktif urea (lengkung
Henle). Peredaran urea antara nefron proksimal dan distal
membantu pembentukan peningkatan osmolaritas secara bertahap
ke arah papila ginjal.
Suplai darah pada medula ginjal cukup terbatas dan juga dirancang
berdasarkan prinsip arus balik; osmolaritas yang tinggi tidak akan
terganggu. Osmolaritas meningkat di vasa recta ke arah papila ginjal
dan menurun pada jalan keluar menuju korteks. Pada prinsipnya, zat
aktif osmotik dari interstitium ginjal beredar terus menerus. Dalam
kasus peningkatan aliran darah ginjal, interstitium ginjal kehilangan
zat aktif secara osmotik. Hasilnya adalah apa yang disebut tekanan
diuresis, mekanisme untuk memperbaiki hipertensi arteri.

14.Fungsi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS)


RAAS memainkan peran sentral dalam regulasi tekanan darah dan terdiri
dari serangkaian protein fungsional (renin, angiotensinogen, angiotensin I
dan II) [Gambar 4. Kaskade sistem renin-angiotensin-aldosteron ]. Secara
fisiologis RAAS penting dalam kompensasi hipovolemia, hiponatremia dan
hipotensi. Pada orang dengan tekanan darah normal dan homeostasis garam
yang seimbang, RAAS tidak teraktivasi. Signifikansi patofisiologis RAAS
terjadi ketika aktivasi salah, misalnya pada stenosis arteri ginjal, gagal
jantung atau penyakit hati tahap lanjut.

15.Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS)


Sistem kaskade renin-angiotensin-aldosteron dimulai dengan
pembelahan angiotensinogen untuk angiotensin I (Ang.I) yang dimediasi
oleh renin. Ini adalah langkah yang menentukan
laju. Berikutnya, angiotensin-converting enzyme (ACE) membelah
angiotensin I dan menghasilkan angiotensin II (Ang.II), vasokonstriktor
yang sangat kuat. Selain itu, Angiotensin II merangsang
pelepasan aldosteron pada korteks adrenal.

Gambar 4. Kaskade untuk aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron


(RAAS). Deskripsi lihat teks.

a. Renin

Renin adalah protease aspartil, yang secara khusus memotong


angiotensinogen menjadi angiotensin I (Ang. I). Ini adalah langkah
yang menentukan laju RAAS. Renin diproduksi di sel-sel
juxtaglomerular dari arteriol aferen di ginjal, tetapi juga terdeteksi
pada organ lain dengan RAAS lokal.

i. Kontrol pelepasan renin:


Pelepasan renin membutuhkan penggunaan adenilat siklase
dan pembentukan cAMP sebagai sistem messenger
kedua. Rangsangan berikut menyebabkan pelepasan renin
dengan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron:
Makula densa: mengurangi konsentrasi natrium dan klorida
di tubulus distal
Baroreseptor pada arteriol aferen: penurunan tekanan darah
Mekanisme syaraf: sel juxtaglomerular diinervasi oleh
serabut saraf simpatik beta-adrenergik yang
melimpah. Aktivasinya mengarah pada sekresi renin.
Mekanisme hormonal: histamin, dopamin, epinephrine,
prostaglandin I2 (prostasiklin) dan E2 merangsang pelepasan
renin. Efek penghambatan memiliki angiotensin II, ANF,
endotelin dan vasopresin.
b. Angiotensinogen

Fungsi angiotensinogen adalah inhibitor protease serin. Renin


membelah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen
diproduksi di hati, tetapi juga terbentuk di SSP, ginjal, kelenjar
adrenal, leukosit dan jantung. Angiotensin II, estrogen dan
glukokortikoid merangsang sintesis angiotensinogen, sedangkan
renin adalah penghambatan.

c. Angiotensin converting enzyme (ACE)

Angiotensin converting enzyme (ACE) adalah glikoprotein yang


mengandung Zn dengan aktivitas peptidase dipeptidil-
karboksi. ACE memotong dua asam amino dari angiotensin I,
mengubahnya menjadi angiotensin II. Protease lain juga dapat
secara khusus mengaktifkan angiotensin II. Selanjutnya, ACE
menonaktifkan sistem bradykinin-kallikrein-kinin. ACE diproduksi
oleh banyak sel endotel dan epitel, aktivitasnya pada paru sangat
tinggi. Untuk RAAS, aktivitas ACE bukanlah langkah yang
menentukan laju.

d. Angiotensin II (Ang.II)

Angiotensin II (Ang.II) adalah octapeptide, yang diproduksi oleh


pembelahan proteolitik (ACE) dari dua asam amino dari angiotensin
I. Fungsi-fungsi berikut diketahui:
Angiotensin II mengatur laju filtrasi glomerulus:
Dengan perfusi ginjal yang berkurang, Ang.II menyebabkan
penyempitan vasa efferentes dan dengan demikian meningkatkan
tekanan filtrasi. Inhibitor ACE dapat menyebabkan gagal
ginjal akut, bila diberikan pada stenosis arteri ginjal, karena perfusi
ginjal benar-benar bergantung pada RAAS.
Angiotensin II meningkatkan reabsorpsi natrium dan konsentrasi
urine:
Ang.II mengurangi aliran darah meduler; ini meningkatkan
osmolaritas medulla ginjal, reabsorpsi natrium tubulus dan
konsentrasi urin.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat:
Ang.II secara langsung merangsang kontraksi otot polos pada
pembuluh resistensi dan meningkatkan tekanan darah.
Angiotensin II menstimulasi pelepasan aldosteron:
Ang.II bekerja di korteks adrenal, yang menyebabkannya
meningkatkan produksi dan pelepasan aldosteron.
Angiotensin II memiliki efek pada sistem saraf pusat:
Ang. II menstimulasi tekanan darah, meningkatkan rasa haus dan
nafsu makan garam.
Cara kerja molekuler angiotensin II:
Efek angiotensin II dimediasi oleh reseptor angiotensin (AT1 dan
AT2). Efek vaskular Ang.II dimediasi oleh reseptor
AT1. Transduksi sinyal reseptor AT1 dimulai dengan reseptor G-
protein, ini menyebabkan aktivasi intraselular fosfolipase C, DAG,
IP3 dan protein kinase C. Antagonis terhadap reseptor AT1
adalah sartans, misal losartan, yang digunakan untuk pengobatan
antihipertensi.

e. Aldosteron

Aldosteron adalah hormon steroid pada korteks adrenal, yang


berpengaruh penting pada keseimbangan air dan garam
(mineralokortikoid).
Cara kerja molekuler aldosteron:
Aldosteron bersifat lipofilik, memasuki sel target dan mengikat
protein reseptor steroid nuklir dengan mudah. Reseptor steroid yang
diaktifkan mengikat sekuens DNA spesifik (unsur respons hormon,
HRE) dan menyebabkan peningkatan ekspresi gen.
Aldosterone meningkatkan retensi natrium dan air, meningkatkan
tekanan darah dan menurunkan konsentrasi kalium. Efek aldosteron
terjadi di beberapa organ:
Ginjal: peningkatan ekspresi pompa natrium-kalium,
peningkatan permaikan Na+ luminal.
Kelenjar keringat: merangsang reabsorpsi Na+ dan air
sebagai ganti K+
Saluran gastrointestinal: merangsang reabsorpsi Na+ dan
air sebagai ganti K+

16.Erythropoetin (EPO)
Erythropoetin, juga disebut Erythropoietin, adalah hormon pertumbuhan
yang mengendalikan eritropoies (pembentukan sel darah merah). Sel target
Erythropoetin adalah prekursor sel darah merah di sumsum tulang (colony
forming unit-erythroid, CFU-E). Durasi perkembangan eritrosit dari
prekursor ke retikulosit memakan waktu 7 hari dan mencakup 4-6 bagian
sel.
a. Struktur Molekul Erythropoetin

Erythropoetin adalah glikoprotein, bagian protein terdiri dari 165


asam amino dan memediasi fungsi sitokin. Sebanyak 40% adalah
bagian karbohidrat, yang berfungsi melindungi hormon dari in vivo
proteolysis. Secara keseluruhan, Erythropoetin memiliki massa 30
kDa. Perbedaan kecil dalam bagian karbohidrat antara Erythropoetin
fisiologis dan rekombinan memungkinkan kontrol doping
menggunakan elektroforesis.

b. Lokasi Produksi Erythropoetin

Selama hematopoiesis janin, erythropoetin terbentuk di hati. Setelah


lahir, sebagian besar erythropoetin diproduksi di sel-sel ginjal
peritubular interstisial (fibroblas) di korteks ginjal. Dalam jumlah
kecil, Erythropoetin juga diproduksi di SSP dan memiliki fungsi
dalam neuroproteksi.

c. Pengendalian Erythropoetin

Stimulus fisiologis untuk produksi dan sekresi Erythropoetin adalah


hipoksemia dan anemia. Sinyal transduksi kaskade untuk aktivasi
Erythropoetin bersifat kompleks dan melibatkan sekuens DNA HIF
1–3 (hypoxia-induced factor) dan HRE (hypoxia response
elements). Setelah pelepasan, Erythropoetin mengikat reseptor
Erythropoetin dari sel target CFU-E, yang merupakan reseptor
tirosin kinase. Pensinyalan mencegah apoptosis sel target di
sumsum tulang.
17.Endotelin
Endothelin adalah sekelompok hormon peptida, yang diaktifkan melalui
sistem kaskade seperti sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS). Fungsi
endotelin adalah sebagai vasokonstriksi yang sangat poten, agen retensi
natrium dan peningkatan tekanan darah. Selanjutnya, endothelin memiliki
signifikansi patofisiologis pada penyakit ginjal, gagal jantung,
arteriosklerosis dan hipertensi pulmonal.
ANATOMI DAN FUNGSI GINJAL

Disusun oleh:
dr. Erwin Pasaribu

Pembimbing:
dr. Dimas Sindhu, SpU

STASE SUB BAGIAN BEDAH UROLOGI


TAHAP II PERIODE MARET 2018

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

Você também pode gostar

  • Apendisitis Akut Tepi
    Apendisitis Akut Tepi
    Documento33 páginas
    Apendisitis Akut Tepi
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Prostat Hiperplasia 2
    Prostat Hiperplasia 2
    Documento6 páginas
    Prostat Hiperplasia 2
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Zonasi
    Zonasi
    Documento2 páginas
    Zonasi
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • LAPORAN Striktur Rima
    LAPORAN Striktur Rima
    Documento6 páginas
    LAPORAN Striktur Rima
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Kalig Rafi
    Kalig Rafi
    Documento62 páginas
    Kalig Rafi
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Hidrokel
    Hidrokel
    Documento18 páginas
    Hidrokel
    Rina Natalia Sihombing
    Ainda não há avaliações
  • Hidrokel
    Hidrokel
    Documento48 páginas
    Hidrokel
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Hidrokel
    Hidrokel
    Documento48 páginas
    Hidrokel
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • CEK CEK CEDERA KRANIOSEREBRAL
    CEK CEK CEDERA KRANIOSEREBRAL
    Documento31 páginas
    CEK CEK CEDERA KRANIOSEREBRAL
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Referat Osteosarcoma
    Referat Osteosarcoma
    Documento21 páginas
    Referat Osteosarcoma
    Nur Atika
    Ainda não há avaliações
  • Cedera Kepala
    Cedera Kepala
    Documento26 páginas
    Cedera Kepala
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Cedera Kepala
    Cedera Kepala
    Documento13 páginas
    Cedera Kepala
    Ottiara Febriannisa Akbariah
    Ainda não há avaliações
  • Vertex Epidural Hematoma
    Vertex Epidural Hematoma
    Documento11 páginas
    Vertex Epidural Hematoma
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Hernia
    Hernia
    Documento14 páginas
    Hernia
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Referat Osteosarcoma
    Referat Osteosarcoma
    Documento21 páginas
    Referat Osteosarcoma
    Nur Atika
    Ainda não há avaliações
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Documento15 páginas
    Journal Reading
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Bedah Anak
    Bedah Anak
    Documento10 páginas
    Bedah Anak
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações
  • Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol7 Okt2010
    Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol7 Okt2010
    Documento23 páginas
    Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol7 Okt2010
    Hendrik Miko Lenzu
    Ainda não há avaliações
  • Dehidrasi Dan Hipernatremia
    Dehidrasi Dan Hipernatremia
    Documento7 páginas
    Dehidrasi Dan Hipernatremia
    Aulia Dewi Ratih
    Ainda não há avaliações
  • Digestif
    Digestif
    Documento3 páginas
    Digestif
    Erwin Pasaribu
    Ainda não há avaliações