Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASLAH
1. Bagaiman proses perkembangan arsitektur kolonialise di Indonesia
berdasrkan strudi kasus
2. Menganalisis konsep bangunan kolonialisme
1
C. TUJUAN
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah arsitektur berwawasan budaya
2. Untuk mengetahui proses perkembangan arsitektur kolonialisme di
Indonesia dengan berbagai studi kasus
3. Untuk Menganalisis konsep bangunan kolonialisme
2
BAB II
PEMBAHASAN
ANALISIS KONSEP BANGUNAN MASA KOLONIALISME
3
berbentuk segi tiga atau setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela
berfungsi sebagai hiasan.
Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya
Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan
diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum
kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit
banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial disamping itu juga adanya pengaruh
dari keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada.
Arsitektur klonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di
Netherland tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni fasad simetris, material dari batu
bata atau kayu tanpa pelapis, entrance mempunyai dua daun pintu, pintu masuk
terletak di samping bangunan, denah simetris, jendela besar berbingkai kayu,
terdapat dormer (bukaan pada atap).
Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya
Eropa kedaerah jajahannya, Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur
Belanda yang dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih
dalam kekuasaan Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun 1942.
B. Karakteristik Arsitektur
Model bangunan berarsitektur Kolonial ini memiliki kekhasan bentuk
bangunan terutama pada fasade bangunannya. Diantara ciri-ciri bangunan
Kolonial yaitu:
4
Gambar 1: Berbagai Variasi Bentuk Gawel (Sumber : American Design 1870-
1940 dalam Handinoto, 1996: 167)
5
C. STUDI KASUS GEDUNG SATE
Informasi umum
6
Dengan melibatkan 2000 pekerja dan 150 orang di antaranya adalah
pemahat. Gerber memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya.
Setiap elemen bangunan rancangannya memiliki gaya/tema dan filosofi masing
masing yang menarik.
Pada tahun 1808, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem
Daendels, mengubah posisi ibukota Bandung yang mulanya di Krapyak (Bandung
Selatan) menjadi Bandung Kota (Bandung Tengah). Semasa pemerintahannya,
pemerintah kolonial melihat potensi yang besar dimana Eek (nama lama kota
Bandung) dapat dikembangkan menjadi kota yang direncanakan secara matang.
Pembangunan sarana dan prasarana pun dilakukan secara terus-menerus. Hal
inilah yang pada akhirnya memunculkan beberapa karya-karya arsitektur yang
menjadi ikon di Kota Bandung itu sendiri.
Gedung Sate, dengan ornamen ciri khasnya yang berupa tusuk sate
merupakan suatu ikon Kota Bandung yang sudah dikenal diseluruh penjuru
Tanah Air. Umurnya yang hampir mencapai 100 tahun (mulai dibangun tanggal
27 Juli 1920) memiliki nilai sejarah tersendiri bagi masyarakat Jawa Barat
khususnya Kota Bandung. Ornamen-ornamen pada gedung ini memiliki
perpaduan nilai antara arsitektur Eropa dan arsitektur Nusantara (atau bisa disebut
arsitektur Indo-Eropa/ Indo Europeeschenachiectuur stijl) yang menarik dan
anggun. Badan dari Gedung Sate itu sendiri mengingatkan kita pada gaya
arsitektur Italia di masa reinaissance, sedangkan atap bertingkat yang berdiri tegak
mirip dengan atap Pagoda. Ini merupakan ungkapan arsitektur yang berhasil
menghasilkan keharmonisan antara langgam Timur dan Barat. Hal tersebut yang
akan diangkat dan dikupas menjadi pembahasan utama dimana perpaduan tersebut
dapat menciptakan karya arsitektur yang begitu anggun dan menjadi dambaan
banyak maestro arsitek dan ahli bangunan. Dengan itu, pembahasan ini dapat
membuat pembaca menjadi mengetahui lebih dalam nilai-nilai arsitektur yang
terkandung dalam bangunan ini serta mampu mengapresiasinya sebagai ikon
sejarah yang berharga.
7
a. Fasad
Dilihat dari tampak bangunannya, Gedung Sate memiliki tugas untuk
mencerminkan kemegahan Bandung dalam desain arsitekturnya. Kesan megah
sangat ingin ditampilkan oleh Gerber dalam setiap elemen bangunannya, terlebih
Gedung Sate ini yang memang direncanakan sebagai gedung pusat pemerintahan.
Oleh karena itu, gaya arsitektur Reinaissance Perancis yang megah diambil dan
diaplikasikan dalam fasad Gedung Sate ini. Gaya ini diambil dalam bentuk
penggunaan bentuk busur yang berulang dan pengerjaannya yang benar-benar rapi
dengan ukiran yang halus pada setiap busur.
8
Gambar 4 Contoh Kori Agung pada Pura
Gresik (Sumber:
https://puramedangkamulan.wordpress.co
m/puralain-di-gresik/)
Selain bentuk candi tersebut, gaya arsitektur Hindu-Buddha pun juga dapat
terlihat pada ornamen yang digunakan pada tiang pada tepi kanan dan kiri
bangunan Gedung Sate ini. Tiang tersebut berbentuk segi delapan dan terbagi
dalam 3 sekmen vertikal yang memiliki diameter berbeda-beda. Tiang tersebut
menyerupai tiang pada bangunan arsitektur Hindu-Buddha namun dengan
ornamen dan ukiran yang lebih sederhana.
Gambar 5. Perbandingan tiang pada Gedung sate dengan tiang pada Kuil Sri Maha
Nageswari Amman di India
(Sumber : http://www.projekdialog.com/featured/kuil-sri-maha-nageswari-
amman/)
9
b. Atap
Pada Gedung Sate ini, terdapat 2 bentuk atap yang digunakan. Pada
puncak atap yang menaungi bagian depan bangunan dan berbentuk perisai,
terdapat ornamen atap yang berciri tradisional dan merupakan perpaduan ragam
hias Hindu, Buddha, dan India.
10
c. Jendela
Untuk mendukung fasad bangunan yang bergaya Reinassance ini, Gerber
mengambil tema Moor Spanyol untuk jendelanya. Jendela ini berbentuk seperti
busur yang terbuat dari material bata plester yang condong ke arah luar dan
dilengkapi dengan kaca berkusen kayu pada bagian dalamnya. Di sekeliling, bata
plester ini diukir secara sederhana mengikuti bentuk busur jendela tersebut.
Gambar 8. Perbandingan jendela pada Gedung Sate dan jendela pada ornamen
banguanan arsitektur India
(Sumber : https://pixabay.com/en/india-maharaja-temple-window-347/)
11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gedung Sate mampu menunjukkan bagaimana kolaborasi antar arsitektur
Eropa dan Indonesia dapat menghasilkan suatu karya arsitektur yang memiliki
kemegahan, keindahan, dan keanggunan yang dikagumi oleh begitu banyaknya
arsitek dan ahli bangunan dari Eropa maupun Indonesia. Konsep arsitektur Indo-
Eropa yang harmonis ini dapat memberikan inspirasi kepada kita semua dalam
merancang bangunan yang tidak terbatasi oleh satu langgam saja Kolaborasi yang
baik dapat dihasilkan dengan memperhatikan proporsi dan komposisi yang
seimbang antar elemen untuk menghasilkan suatu rancangan yang harmonis.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_kolonial_di_Indonesia
http://www.berbagaireviews.com/2015/03/sitemap.html
https://dheavours.wordpress.com/2015/06/11/arsitektur-kolonial/
http://kanalrumah.blogspot.co.id/2016/05/arsitektur-gedung-sate-bandung.html
https://www.arsitur.com/2017/03/perkembangan-arsitektur-kolonial-di.html
13