Você está na página 1de 5

Ahmad Khotib as-Sambasi

Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama yang mendirikan perkumpulan Tarekat
Qodiriyah wa Naqsyabandiyah. Perkumpulan Tarekat ini merupakan penyatuan dan
pengembangan terhadap metode dua Tarekat sufi besar. yakni Tarekat Qadiriyah dan Tarekat
Naqsyabandiyah.

Kehidupan Awal
Ahmad Khatib Sambas dilahirkan di daerah Kampung Dagang, Sambas, Kalimantan Barat, pada
bulan shafar 1217 H. bertepatan dengan tahun 1803 M. dari seorang ayah bernama Abdul
Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir dari sebuah
keluarga perantau dari Kampung Sange’. Pada masa-masa tersebut, tradisi merantau memang
masih menjadi bagian dari cara hidup masyarakat di Kalimantan Barat.

Sebagai sebuah daerah yang dibangun oleh Raja Tengah, keturunan dari Raja Brunei
Darussalam, pada tahun 1620 M. dan menobatkan diri sebagai sebuah kerajaan sepuluh tahun
kemudian. Maka wilayah Sambas adalah daerah yang telah memiliki ciri-ciri kemusliman khusus
sejak Raden Sulaiman yang bergelar Muhammad Tsafiuddin dinobatkan sebagai Sultan Sambas
pertama.

Pada waktu itu, rakyat Sambas hidup dari garis agraris dan nelayan. Hingga ditandatanganinya
perjanjian antara Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin (1815-1828) dengan pemerintahan kolonial
Belanda pada tahun 1819 M. Perjanjian ini membentuk sebuah pola baru bagi masyarakat
Sambas yakni, perdagangan maritim.

Dalam suasana demikianlah, Ahmad Khatib Sambas menjalani masa-masa kecil dan masa
remajanya. Di mana sejak kecil, Ahmad khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang terkenal
sangat alim dan wara’ di wilayah tersebut. Ahmad Khatib Sambas menghabiskan masa
remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru lainnya di
wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H.
Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.

Karena terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad Khatib


Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke Timur
Tengah, khususnya ke Makkah. Maka pada tahun 1820 M. Ahmad Khatib Sambas pun berangkat
ke tanah suci untuk menuntaskan dahaga keilmuannya. Dari sini kemudian ia menikah dengan
seorang wanita Arab keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Sejak saat itu, Ahmad Khatib
Sambas memutuskan untuk menetap di Makkah sampai wafat pada tahun 1875 M.

Sebagian besar penulis Eropa membuat catatan salah, ketika mereka menyatakan bahwa sebagian
besar Ulama Indonesia bermusuhan dengan pengikut sufi. Hal terpenting yang perlu ditekankan
adalah bahwa Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah sebagai seorang Ulama (dalam arti
intelektual), yang juga sebagai seorang sufi (dalam arti pemuka thariqat) serta seorang pemimpin
umat yang memiliki banyak sekali murid di Nusantara. Hal ini dikarenakan perkumpulan Tarekat
Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang didirikannya, telah menarik perhatian sebagian masyarakat
muslim Indonesia, khususnya di wilayah Madura, Banten, dan Cirebon, dan tersebar luas hingga
ke Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam.

Peran dan Karya


Perlawanan yang dilakukan oleh suku Sasak, pengikut Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah
yang dipimpin oleh Guru Bangkol juga merupakan bukti yang melengkapi pemberontakan petani
Banten, bahwa perlawanan terhadap pemerintahan Belanda juga dipicu oleh keikutsertaan
mereka pada perkumpulan Tarekat yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Khatib Sambas ini.

Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim


Indonesia, terutama dalam membantu membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan semata
karena Syaikh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang dari Nusantara, tetapi bahwa
para pengikut kedua Thariqat ini adalah para pejuang yang dengan gigih senantiasa mengobarkan
perlawanan terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan
dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.

Ajarah Syeikh Ahmad Khatib Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari karya Fathul Arifin
yang merupakah notulensi dari ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh salah seorang muridnya,
Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi ini dibukukan di Makkah pada tahun 1295 H.
kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah dan silsilah Tarekat
Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

Buku inilah yang hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para mursyid dan pengikut
Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah untuk melaksanakan prosesi-prosesi peribadahan khusus
mereka. Dengan demikian maka tentu saja nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas selalu dikenang
dan di panjatkan dalam setiap doa dan munajah para pengikut Thariqah ini.

Walaupun Syeikh Ahmad Khatib Sambas termasyhur sebagai seorang tokoh sufi, namun ia juga
menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikih yang berupa manusrkip risalah Jum’at. Naskah
tulisan tangan ini dijumpai tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau
Subi, Kepulauan Riau. Demikian menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, seorang ulama penulis
asal tanah Melayu. Kandungan manuskrip ini, membicarakan masalah seputar Jum’at, juga
membahas mengenai hukum penyembelihan secara Islam.

Pada bagian akhir naskah manuskrip, terdapat pula suatu nasihat panjang, manuskrip ini ditutup
dengan beberapa amalan wirid Ia selain amalan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai thaharah, sholat dan
penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten
Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6 Syawal 1422 H/20 Desember 2001 M. karya ini berupa
manuskrip tanpa tahun, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan yang menyatakan disalin
pada hari kamis, 11 Muharam 1281.

Sedangkan mengenai masa hidupnya, sekurang-kurangnya terdapat dua buah kitab yang ditulis
dalam bahasa Arab oleh orang Arab, menceritakan kisah ulama-ulama Mekah, termasuk di
dalamnya adalah nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim,
karya Umar Abdul Jabbar. Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz Zahar,
karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh Muhammad Sa'id al-'Amudi dan
Ahmad Ali.

Umar Abdul Jabbar, menyebut bulan Safar 1217 H (kira-kira bersamaan 1802 M.) sebagai
tanggal lahirnya demikian pun Muhammad Sa’id al-Mahmudi. Namun mengenai tahun wafatnya
di Mekah, terdapat perbedaan. Abdullah Mirdad Abul Khair menyebut bahwa Syeikh Ahmad
Khatib wafat tahun 1280 H. (kira-kira bersamaan 1863 M.), tetapi menurut Umar Abdul Jabbar,
pada tahun 1289 H. (kira-kira bersamaan 1872 M.).

Tahun wafat 1280 H. yang disebut oleh Abdullah Mirdad Abul Khair sudah pasti ditolak, karena
berdasarkan sebuah manuskrip Fathul Arifin salinan Haji Muhammad Sa'id bin Hasanuddin,
Imam Singapura, menyebutkan bahwa Muhammad Sa'ad bin Muhammad Thasin al-Banjari
mengambil tariqat (berbaiat) dari gurunya, Syeikh Ahmad Khatib sedang berada di Makkah
menjalani khalwat. Manuskrip ini menyebutkan bahwa baiat ini terjadi pada hari Rabu ketujuh
bulan Dzulhijjah, tahun 1286 H. Jadi berarti pada tanggal 7 Dzulhijah 1286 H. Syeikh Ahmad
Khathib Sambas masih hidup. Oleh tanggal wafat Syeikh Ahmad Khatib Sambas, yang wafat
tahun 1289 H. yang disebut oleh Umar Abdul Jabbar lebih mendekati kebenaran.

Ajaran
Ajaran Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah memiliki
ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang
merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien.
Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada Al-Qur'an, Al-Hadits, dan perkataan
para 'ulama arifin dari kalangan Salafus shalihin.

Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim


Indonesia. Dan yang sangat penting adalah membantu dalam membentuk karakter masyarakat
Indonesia. Bukan karena Syekh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang lokal
(Indonesia) tetapi para pengikut kedua Tarekat ini ikut berjuang dengan gigih terhadap
imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi
pendidikan setelah kemerdekaan.

Survey tentang sejarah Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah mempunyai hubungan
yang erat dengan pembangunan masyarakat Indonesia. Thariqat ini merupakan salah satu
keunikan masyarakat muslim Indonesia, bukan karena alasan yang dijelaskan di atas, tetapi
praktik-praktik Thariqat ini menghiasi kepercayaan dan budaya masyarakat Indonesia.
Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah secara substansial merupakan aktualisasi seluruh ajaran
Islam (Islam Kaffah); dalam segala aspek kehidupan. Tujuan Tarekat Qodiriyah wa
Naqsyabandiyah adalah tujuan Islam itu sendiri. Menurut sumber utamanya, Alquran, Islam
sebagai agama diturunkan untuk membawa umat manusia ke jalan yang lurus, jalan keselamatan
yang bermuara pada kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat (hasanah fi al-dunya dan
hasanah fil al-akhirat).

Pandangan Filosofis
Pandangan filosofis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah mengenai hubungan
kemasyarakatan, baik dengan sesama muslim mahupun dengan yang bukan muslim, dapat dilihat
dalam bagian uraian Tanbih berikut:

1. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi dari kita, baik zahir maupun batin, harus kita hormati,
begitulah seharusnya hidup rukun saling menghargai.

2. Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya jangan sampai terjadi
persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati bergotong- royong dalam melaksanakan
perintah Agama maupun Negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaaan, kalau-
kalau kita terkena firmanNya “Adzabun Alim” yang artinya duka nestapa untuk selama-lamanya
dari dunia hingga akhirat;

3. Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah menghinanya atau berbuat
tidak senonoh bersika angkuh, sebaliknya harus bersikap belas kasihan dengan kesadaran, agar
mereka merasa senang dan gembira hatinya harus dituntun dan dibimbing dengan nasihat yang
lemah lembut yang akan memberi keinsafan dalam menginjak jalan kebajikan;

4. Terhadap fakir miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah
tangan, mencerminkan bahwa kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika
dalam keadaan kekurangan.
BIODATA PESERTA LOMBA DUTA BACA PERPUSTAKAAN
TINGKAT KABUPATEN KLATEN

2018

Nama : Siti Jariah Susilawati

Tempat / Tanggal Lahir : Klaten, 24 Februari 2005

Kelas : VIII H

No : 34

NIS : 12799

NISN : 0050672937

Asal Sekolah : SMP N 1 Cawas

Alamat Sekolah : Jln. Tembus Barepan, Cawas, Klaten

Alamat : Wonorejo RT. 02/ RW. 10, Sajen, Trucuk,

Klaten

No HP : 085728240410

Você também pode gostar