Você está na página 1de 25

1

LAPORAN KASUS
PERSALINAN PRETERM

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi

Oleh:

Mohammad Haedar Faraby


132011101075

Pembimbing:

dr. Gogot Suhariyanto, Sp. OG

KSM/LAB OBSGYN RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2018
2

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................... ............................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Persalinan Preterm.................................... 2
2.2 Etiologi Persalinan Preterm.......................................... 2
2.3 Patofisiologi..................................................................... 3
2.4 Klasifikasi Persalinan Preterm..................................... 4
2.5 Faktor risiko .................................................................. 5
2.6 Diagnosis ........................................................................ 9
2.7 Permasalahan................................................................. 9
2.8 Tatalaksana .................................................................... 10
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan .................................................................... 13
3.2 Saran .............................................................................. 13
BAB IV. LAPORAN KASUS
4.1 Identitas Pasien ............................................................. 14
4.2 Anamnesis ..................................................................... 14
4.3 Pemeriksaan Fisik dan Umum .................................... 15
4.4 Diagnosis ....................................................................... 16
4.5 Penatalaksanaan ........................................................... 17
4.6 Lembar Follow Up ....................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ..................... ............................................... 20
LAMPIRAN..................................................................................... 24

ii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Pada tahun 2012 sekitar 44% bayi meninggal pada 28 hari pertama kehidupan
(masa neonatal). Penyebab terbesar (37%) ialah persalinan preterm. Persalinan
preterm menjadi penyebab kematian kedua tersering pada usia kurang dari lima
tahun setelah pneumonia (WHO, 2015). Di Amerika Serikat sebanyak 13.000
kematian neonatal atau sekitar 45% disebabkan karena persalinan preterm. Di
Afrika sebanyak 265.000 kematian neonatal atau sekitar 23% disebabkan karena
persalinan preterm. Pada tahun 2000-2003 di Asia, angka kematian neonatal yang
disebabkan persalinan preterm sebesar 413.000 atau 30% dari kematian neonatal
(WHO, 2005).
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu. Menurut data WHO tahun 2015 bahwa di dunia setiap tahunnya
diperkirakan 15 juta bayi lahir dari persalinan preterm. Pada tahun 2005 angka
kejadian persalinan preterm di rumah sakit Indonesia sebayak 3.142 kasus dan pada
tahun 2006 yaitu sebanyak 3.063 kasus (Depkes RI, 2008). Hal ini menunjukkan
terjadinya penurunan kejadian persalinan preterm namun pada tahun 2010 angka
kejadian persalinan preterm di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan yaitu berkisar 675.700 kasus. Angka ini menyebabkan Indonesia
menempati peringkat kelima negara dengan persalinan preterm terbesar (WHO,
2016).
Persalinan preterm dapat disebabkan adanya masalah kesehatan pada ibu hamil
dan janin itu sendiri. Penyebab pasti terjadinya persalinan preterm masih belum
jelas. Menurut Cunningham et al. (2014) terdapat faktor risiko yang dapat
menyebabkan terjadinya persalinan preterm yaitu faktor idiopatik, anomali saluran
reproduksi, hipertensi ibu, solusio plasenta, plasenta previa, ketuban pecah dini, dan
kehamilan gemelli. Preterm memiliki banyak komplikasi khususnya bagi neonatus
antara lain berupa Respiratory Distress, Intra Ventricular Haemorhagge dan
Necrotizing Eneterocolitis.
2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Persalinan Preterm


Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan
20–37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2014).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa bayi preterm adalah bayi
yang lahir pada usia kehamilan kurang dari37 minggu (Cunningham et al., 2014).
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan
bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22–
37 minggu.

2.2 Etiologi Persalinan Preterm


Menurut Drife dan Magowan (2004) bahwa 35% persalinan preterm terjadi
tanpa diketahui penyebabnya, 30% akibat persalinan efektif, 10% pada kehamilan
gemelli, dan sebagian lain akibat kondisi ibu dan janinnya. Namun secara umum,
penyebab terjadinya persalinan preterm dapat dikelompokan dalam lima golongan,
yaitu:
1) Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun janin
2) Inflamasi desidua-koreoamnion atau sistemik akibat infeksi ascenden dari
traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3) Perdarahan desidua
4) Peregangan uterus patologik
5) Kelainan pada uterus atau serviks
(Prawirohardjo, 2014)

2.3 Patofisiologi Persalinan Preterm


Menurut Beckmann et al. (2010) terdapat empat mekanisme utama yang dapat
menyebabkan terjadinya persalinan preterm, yaitu:
1. Aktivasi aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal pada ibu dan janin karena
stress maternal dan janin
3

2. Decidua-chorioamniotis atau inflamasi sistemik karena infeksi


3. Perdarahan desidua
4. Distensi uterus patologik
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas. Stres fisik dan
psikologi menyebakan aktivasi aksis hormon adrenal pada plasenta yang
menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Trimesterakhir ditandai dengan
meningkatnya kadar serum plasenta yang berasal dari hormon Corticotropin
Releasing Hormone (CRH). Hormon ini bekerja dengan Adrenocorticotropic
Hormone (ACTH) untuk meningkatkan produksi hormon steroid adrenal pada ibu
dan janin, termasuk inisiasi sintesis kortisol janin. Meningkatnya kadar kortisol ibu
dan janin meningkatkan sekresi CRH pada plasenta, sehingga mengakibatkan
umpan balik positif produksi CRH terus-menerus. Meningkatnya kadar CRH lebih
merangsang sintesis dehydroepiandrosteron sulfate(DHEA-S) pada janin, yang
akan meningkatkan kadar estrogen ibu, terutama estriol. Meningkatnya kadar
kortisol dan estrogen akan mengganggu ketegangan miometrium dan mempercepat
pematangan serviks (Cunningham et al., 2014).
Mekanisme kedua adalah decidua-chorioamniotis atau inflamasi
sistemik.Decidua-chorioamniotis yaitu infeksi bakteri yang menyebar ke uterus
dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial terjadinya
persalinan preterm. Infeksi intraamnion akan menyebabkan pelepasan mediator
inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin
akan merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis Hypothalamus-
Pituitary-Adrenal (HPA) janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-
hormon ini bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan
endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan dalam
meningkatkan pelepasan matrix metaloprotease(MMP) yang mengakibatkan
perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban (Herawati, 2013).
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan
desidua dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan
kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan
aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
4

protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu


menstimulasi kontraksi miometrium (Snegovskikh et al., 2006).
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa
disebabkan oleh kehamilan gemelli, polyhydramnion atau distensi berlebih yang
disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini
dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2 (Novaz et al.,2008). Berikut
Gambar 2.1 merupakan mekanisme terjadinya persalinan preterm.

Gambar 2.1 Patofisiologi persalinan preterm (Sumber: Beckmannet al., 2010)

2.4 Klasifikasi Persalinan Preterm


Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, terdapat 3
subkategori persalinan preterm berdasarkan usia kehamilan, yaitu:
1) Extremely preterm (< 28 minggu)
2) Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3) Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).
5

2.5 Faktor Risiko Persalinan Preterm


1. Usia Ibu
Risiko terjadinya persalinan pretermmeningkat pada ibu usialebih dari atau
sama dengan 35 tahun. Pada usia ibu lebih dariatau sama dengan 35 tahun telah
terjadi penurunan fungsi organ reproduksi. Penurunan fungsi organ reproduksi akan
mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.Ibu dan janin yang
dikandungnya akan memiliki banyak hal yang dapat mempersulit dan memperbesar
risiko kehamilan (Cunningham et al., 2014).

2. Penyakit Dalam Kehamilan


a. Preeklampsia/Eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) yang timbul
setelah usia 20 minggu kehamilan dan disertai dengan proteinuria, sedangkan
eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma
(Prawirohardjo, 2014). Preeklampsia meningkatkan risiko terjadinya solusio
plasenta, persalinan preterm, Intrauterine Growth Retardation (IUGR), dan
hipoksia akut. Preeklampsia menyumbang sekitar 15% dari semua kelahiran
preterm. Preeklampsia/eklamspia didasari oleh beberapa teori, namun teori yang
saat ini paling banyak digunakan adalah teori iskemia plasenta, radikal bebas dan
disfungsi endotel.
Berdasarkan teori ini terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” sehingga
menyebabkan plasenta mengalami iskemia dan terjadi disfungsi endotel
(Prawirohardjo, 2014). Spasme pembuluh darah arteriola yang menuju organ
penting dalam tubuh dapat menyebabkan mengecilnya aliran darah yang menuju
retroplasenta sehingga mengakibatkan gangguan pertukaran CO2, O2 dan nutrisi
pada janin. Hal ini menyebabkan terjadinya vasospasme dan hipovolemia sehingga
janin menjadi hipoksia dan malnutrisi.Hipoksia menyebabkan plasenta
mengtransfer kortisol dengan kadar yang tinggi ke dalam sirkulasi janin.
Konsentrasi kortisol yang tinggi akan mensintesis prostaglandin yaitu protasiklin
(PGE-2) yang menyebabkan timbulnya kontraksi, perubahan pada serviks dan
6

pecahnya kulit ketuban, sehingga bayi sering terlahir preterm (Snegovskikh et al.,
2006).
b. Anemia
Anemia adalah suatu kelainan darah yang terjadi ketika tubuh menghasilkan
terlalu sedikit sel darah merah (SDM), penghancuran SDM berlebihan, atau
kehilangan banyak SDM. Anemia selama kehamilan didefinisikan sebagai suatu
keadaan kadar hemoglobin < 10 g/dL (Cunningham et al., 2014). Angka kejadian
anemia pada kehamilan berkisar 24,1% di Amerika dan 48,2% di Asia Tenggara
pada tahun 1993-2005 (WHO, 2005).
Pada ibu hamil, total jumlah plasma dan jumlah SDM meningkat dari
kebutuhan awal, namun peningkatan volume plasma lebih besar dibandingkan
peningkatan massa SDM.Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin,
sehingga mempengaruhi kadar O2 yang masuk ke dalam jaringan. Kurangnya
pasokan O2 ke jaringan dapat menyebabkan hipoksia jaringan yang kemudian akan
menyebabkan diproduksinya. Kortisol dan prostaglandin akan mencetuskan
terjadinya persalinan preterm pada ibu dengan anemia (U.S. Departement Of
Health and Human Services, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Levy
et al. pada tahun 2005, kadar hemoglobin yang dapat menyebabkan terjadinya
persalinan preterm adalah < 8 g/dL.

3. Riwayat Persalinan Preterm


Wanita yang mengalamin persalinan preterm memiliki risiko untuk
mengalami persalinan preterm kembali pada kehamilan selanjutnya. Menurut data
Health Technology Assessment Indonesia tahun 2010 bahwa insiden terjadinya
persalinan pretermselanjutnya setelah 1x persalinan pretermmeningkat hingga
14,3%. Insiden terjadinya persalinan preterm selanjutnya setelah 2x persalinan
preterm meningkat hingga 28%.

4. Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban sebelum persalinan dan
sebelum usia kehamilan <37 minggu. Ketuban pecah dini terjadi pada 1% -3% dari
7

seluruh kehamilan dan bertanggung jawab untuk sepertiga dari semua persalinan
preterm (Coltart et al., 2011). Ketuban pecah selama persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang, keseimbangan antara
sintesis dan degradasi matriksekstraseluler, perubahan struktur dan jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah.Degradasi kolagen
dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor
jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antar MMP dan Tissue Inhibitor
of Metalloproteinase (TIMP-1) mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks
ekstraseluler dan membran janin. Pecahnya selaput ketuban yang berfungsi
melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim pecah dan
mengeluarkan air ketuban menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan
ruangan dalam rahim yang memudahkan terjadinya infeksi asenden. Semakin lama
periode laten maka semakin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan
pretermdan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan
bayi atau janin dalam rahim (Prawirohardjo, 2014).

5. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 24
minggu hingga sebelum kelahiran bayi. Perdarahan antepartum menyebabkan
seperlima bayi lahir dengan persalinan preterm dan juga menyebabkan bayi yang
dilahirkan mengalami cerebral palsy. Penyebab paling sering dari perdarahan
antepartum adalah plasenta previa dan solusio plasenta.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum.Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
plasenta maternal dari tempat implantasinya sebelum waktunya. Perdarahan tidak
dapat berhenti dikarenakan uterus yang sedang mengandung tidak mampu
berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteri spiralis yang terputus (Prawirohardjo,
2014).Perdarahan yang terjadi pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi
dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
8

protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu


menstimulasi kontraksi miometrium dan menginduksi persalinan preterm
(Snegovskikh et al., 2006).n Gambar 2.2 merupakan mekanisme perdarahan
anteparum yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm.

Gambar 2.2 Patofisiologi terjadinya persalinan preterm pada perdarahan plasenta


(Sumber: Snegovskikh et al., 2006)

6. Kehamilan Gemelli
Kehamilan gemelli adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih yang
dikandung. Kehamilan gemelli dianggap mempunyai risiko tinggi karena dapat
menyebabkan komplikasi lebih tinggi untuk mengalami hiperemesis gravidarum,
hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan polihidroamnion, persalinan
preterm, pertumbuhan janin terhambat (Manuaba et al., 2007). Kehamilan gemelli
merupakan 30% penyebab terjadinya persalinan preterm di Indonesia pada tahun
2010 (Health Technology Assessment Indonesia, 2010).Fisiologi dari kehamilan
gemelli yaitu dua ovum yang dibuahi pada saat hampir besamaan atau berasal dari
satu ovum yang mengalami pemecahan disaat dini. Persalinan preterm pada
kehamilan gemelli dapat terjadi dikarenakan terjadinya overdistensi, maka retraksi
9

akibat ketegangan otot uterus makin dini sehingga dimulailah proses Braxton
Hicks, kontraksi makin sering dan menjadi HIS persalinan (Manuabaet al., 2007).
7. Polihidroamnion
Polihidroamnion adalah keadaan dimana jumlah air ketuban lebih dari
2000mL. Produksi air ketuban berlebih menyababkan terjadinya peregangan yang
berebih sehingga merangsang persalinan sebelum usia kehamilan 28 minggu. Hal
tersebut dapat menyebabkan kelahiran pretermdan dapat meningkatkan kejadian
bayi dengan berat badan lahir rendah (Cunningham et al., 2014).

2.6 Diagnosis Persalinan Preterm


Terdapat kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan preterm
karena tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar
merupakan ancaman persalinan. Beberapa kriteria dapat digunakan sebagai
diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu:
1) Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali
dalam 10 menit
2) Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
3) Bercak perdarahan
4) Perasaan menekan daerah serviks
5) Pemeriksaan serviks menunjukan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm
dan penipisan 50-80%
6) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isciadicus
7) Selaput ketuban pecah
8) Terjadi pada usia kehamilan 22 sampai 37 minggu
(Prawirohardjo, 2010)

2.7. Permasalahan Persalinan Preterm


Persalinan preterm memiliki dampak yang cukup serius bagi bayi. Adapun
secara garis besar, kedua dampak tersebut dibagi menjadi dampak jangka pendek
dan dampak jangka panjang. Adapun dampak jangka pendeknya adalah berupa
10

Respiratory Distress Syndrome, Intra Ventrikuler Hemorhaage dan Necrotizing


Enterocolitis. Hal hal diatas disebabkan oleh hipoksia pada persalinan preterm.
Sedangkan dampak jangka panjangnya adalah kelainan otak dan masalah
keterampilan (Hariadi,2014).

2.8. Tatalaksana Persalinan Preterm


1. Usia Kehamilan <34 minggu
a. Tokolitik
Tokolitik yang digunakan bermacam-macam dengan memperhatikan efek samping
pada maternal dan fetal

1. Beta 2 agonis
Beta 2 agonis terikat pada reseptor beta 2 pada permukaan miosit dan memediasi
relaksasi miometrial dengan perantara cAMP. Namun, beta 2 agonis juga memiliki
efek pada beta 1 yang mengakibatkan palpitasi hebat. Penggunaan jangka lama
pada beta 2 mimetik dapat menyebabkan penurunan kepekaan pada reseptor beta 2
(Tak Yuen Fung,2009).
Spesimen yang sering digunakan adalah terbutalin. Terbutalin sebanyak 2 ampul
atau 1000 mcg dicampurkan dalam 500 ml NaCl 0,9% sehingga didapatkan
konsentrasi 0,5 mcg tiap 5 tetes. Untuk mencegah kontraksi dimulai dengan 1 mcg
dan dikoreksi tiap 15 menit dengan naik sebanyak 0,5 mcg. Batasnya hingga 5 mcg.
Apabila pada tetesan tertentu kontraksi sudah berhenti pertahankan kurang lebih 1
jam lalu perlahan tiap 15 menit diturunkan 0,5 mcg hingga didapatkan dosis
maintanance 2 mcg. Setelah 8 jam tanpa kontraksi dalam dosis maintanance maka
dapat diberikan terbutalin per oral 2,5 mg/tabtiap 8 jam hingga 5 hari. Efek samping
dari beta 2 agonis adalah takikardi gangguan sirkulasi fetomaternal (Hariadi,2014)..

2. Non Steroidal Anti Inflammatory drugs


Salah satu agen yang menyebabkan kontraksi prematur adalah prostaglandin. Untuk
itulah dibutuhkan anti prostaglandin untuk memotong cascade prostaglandin
11

sehingga tidak menyebabkn kontraksi yang prematur (Tak Yuen Fung,2009).


Contohnya adalah Nimesulid (Hariadi,2014).

3. Calcium channel blocker


Calcium channel blocker mencegah influk kalsium pada miometrium sehingga dapt
mencegah kontraksi otot uterus (Tak Yuen Fung,2009). Salah satu contoh dari obat
ini adalah nifedipine dengan dosis 3x10 mg. Efek samping yang sering terjadi
adalah hipotensi dan nyeri kepala (Hariadi,2014).

4. Progesteron
Progesteron juga digunakan untuk mencegah persalinan preterm (Hariadi,2014).

b. Maturasi paru
Kortikosteroid digunakan untuk pematangan paru. Spesimen yang digunakan
biasanya adalah bethametasone 12-16 mg/hari selama 2 hari ataupun
dexamethasone 6 mg setiap 6 jam secara intramuskular. Pemakaian berulang tidak
dianjurkan karena dapat meningkatkan efek hipertensi pada ibu dan gangguan
perkembangan syaraf pada janin (Hariadi,2014).

c. Antibiotik
Digunakan untuk mencegah infeksi. Spesimen yang digunakan biasanya adalah
derivat penisilin/ampisilin (Hariadi,2014).

d. Cara Persalinan
Diusahakan yang minimal efek traumatisnya. Cara yang biasa digunakan adalah
persalina per vaginam atau SC sesuai indikasi obstetri(Hariadi,2014).

2. Usia Kehamilan >34 minggu


Pemakaian tokolitik pada usia kehamilan 34 minggu atau lebih diberikan hanya
untuk memberikan terapi kortikosteroid untuk maturasi paru yakni selama 48 jam,
12

kecuali jika paru sudah matang (dengan pemeriksaan cairan amnion untuk
pemeriksaan lecithin/spyngomyelin).
13

BAB 3. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari
37 minggu. Ada berbagai macam faktor risiko dan etiologis dari persalinan preterm.
Persalinan preterm sendiri memiliki banyak komplikasi, baik bagi janin maupun
bagi ibu. untuk itu, penanganan bagi persalinan preterm perlu dilakukan dengan
tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

3.2 Saran
Edukasi bagi ibu yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya persalinan preterm
sehingga pencegahan maupun penanganan dapat diberikan sedini mungkin.
14

BAB 4. LAPORAN KASUS

4.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Novi Anita
No. RM : 056512
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl lahir/ Umur : 11-08-1982/35 tahun
Status Nikah : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Madura / Indonesia
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : Wuluhan
MRS : 1 Februari 2018 pukul 15.00 WIB

4.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Kenceng-kenceng
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli hamil dengan
mengeluh kenceng-kenceng sejak 3 hari yang
lalu. Pasien merasa hamil 5 bulan lebih,
HPHT lupa, kemudian dirujuk ke RSD dr.
Soebandi. Pasien memiliki riwayat keputihan
sejak 2 minggu yang lalu, gatal (+), berbau (-
). Keputihan tidak diobati.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menyangkal memiliki penyakit
saluran reproduksi (infeksi/ keganasan).
HT (-) DM (-) Asma (-)
Pasien tidak pernah dirawat inap di rumah
sakit dan tidak pernah dioperasi.
Riwayat Alergi : Riwayat alergi obat/ makanan (-)
15

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada pada keluarganya mengalami


keluhan yang serupa.
Riwayat Sosial : Pasien adalah seorang Ibu Rumah Tangga.
Pola makan pasien sehari-hari baik dan
teratur. Pasien mengaku tidak memiliki
kecenderungan mengonsumsi jenis makanan
tertentu. Pasien tidak memiliki kebiasaan
minum alkohol dan merokok. Hubungan
pasien dengan keluarga serta lingkungan
sekitar baik (riwayat sosial ekonomi: sedang)
Riwayat menarche : 11 tahun
Riwayat Menstruasi : 7 hari, teratur. Siklus 28 hari
Riwayat Marital : 1 kali, saat usia 18 tahun
Riwayat Obstetri :
1. Perempuan/16thn/1900g/bidan/Hidup
2. Laki-laki/13thn/3500gr/bidan/Hidup
3. Hamil ini
Riwayat Kontrasepsi : Suntik KB 1 Bulan
Riwayat ANC : Rutin di bidan, sejak UK 12 minggu
HPHT : Pasien merasa hamil 5 bulan (?-8-2017)
HPL : ?-5-2018

4.3 Pemeriksaan Fisik dan Umum


Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 36,0o C
RR : 20 kali/menit
TB/BB : 155cm / 70kg
16

TBJ : 930 gr
• Pemeriksaan Umum

Mammae
Inspeksi : aerola mammae menonjol
Kepala/Leher : anemis/icterus/cyanosis/dipsneu (-/-/-/-)
Thorax :
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V mcl s
Perkusi : redup
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/-
Pulmo
Inspeksi : simetris, retraksi -/-
Palpasi : fremitus raba +/+
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen :
Inspeksi : cembung, distensi -/-, gambaran pembuluh darah
kolateral -/-
Palpasi : His 2x10’x15”
L1 : TFU 18 cm
L2 : puka
L3 : Preskep
L4 : belum masuk PAP
Perkusi : redup
Auskultasi : DJJ 142x/menit, reguler
suara bising usus +/+, metallic sound -/-
Ekstremitas : hangat +/+, edema -/-
Genitalia
Pemeriksaan Dalam :
17

VT Ø 0 cm, eff 50%, Hodge I, ketuban + upd dbn den dbn

Laboratorium:
Jenis Pemeriksaan Nilai (Normal) Keterangan
Hemoglobin 13,0 (12,0-16,0) Normal
Leukosit 34,8 (4,5-11,0) Meningkat
Hematokrit 38,2 (36-46) Normal
Trombosit 178 (150-450) Normal

4.4 Diagnosis
Diagnosis : G3P1102Ab000 gr 24-26 minggu Janin T/H
+Partus Prematurus Iminens

4.5 Penatalaksanaan
Planning :
• Diagnosis : DL, UL, USG
• Terapi :
• Bedrest
• Tokolitik  kaltrofen supp II
• Nifedipin 20mg 8x1
• Asam mefenamat 500mg 3x1
• Pro Konservatif
• Obs. Keluhan, His, DJJ, TTV, tanda-tanda inpartu

4.6 Lembar Follow Up

Nama pasien : Ny. Novi Anita


Ruang kelas : VK Bersalin
Diagnosis : G3P1102Ab000 gr 24-26 minggu Janin T/H
+Partus Prematurus Iminens
S O A P
18

1-2-2018 O/ KU : Cukup G3P1102Ab000 gr 24-26 Pro pindah


19.00 Kes : CM minggu Janin T/H +Partus ruangan dahlia
S/ pasien TD: 120/70 Prematurus Iminens
mengeluh RR: 20
kenceng- HR: 80
kenceng Tax: 36,3
berkurang K/L: a/i/c/d -/-/-/-
Thorax: Cor:
S1S2 e/g/m -/-/-
Pulmo: Ves +/+
rh -/- wh-/-
Abd :
His (+)
1x10’x15’’
DJJ (+) 145 x/mt
reguler
Gen: VT 0 cm
eff : 50%

2-2-2018 G3P1102Ab000 gr 24-26 Pro MRS


09.00 O/ KU : Cukup minggu Janin T/H +Partus Bedrest
S/ Pasien Kes : CM Prematurus Iminens Isoxuprine 3x1
tidak ada TD : 110/70 Nifedipin 20mg
keluhan. RR : 20 K/P
Kenceng- N : 80 Roborantia 1x1
kenceng Tax : 36,7
menghilang K/L : a/i/c/d -/-/-/-
Tho : Cor : S1S2
e/g/m -/-/-
Pulmo :Ves +/+
rh -/-wh-/-
19

Abd :
His (-)
DJJ (+) 147 x/mt
reguler
Gen: VT 0 cm
eff : 50%
1

DAFTAR PUSTAKA

Abdelhady, A. S. dan A. Abdelwahid. 2015. Rate and Risk Factors of Preterm


Births in a Secondary Health Care Fasility in Cairo. World Journal of
Medical Sciences. 12(1): 09-16.

American Society for Reproductive Medicine. 2012. Multiple Pregnancy and Birth:
Twins, Triplets, and High-order Multiples.USA: American Society for
Reproductive Medicine.

Ameye, L. dan M. F.Young. 2002. Mice Deficient in Small-Rich


Proteoglicans.Glycobiology 12. 107.

Aufdenblatten, M., M. Baumann, L. Raio, B. Dick, B. M. Frey, dan H. Schneider.


2009. Prematurity is Related to High Placental Cortisol in Preeclamsia.
Pedriatric Research. 63. 198-202.

Beck, S., D. Wojdyla, L. Say, A. P. Betran, M. Merialdi, J. H. Requejo, C. Rubens,


R. Menon, dan P. F. V. Look. 2010. The worldwide Incidence Of Preterm
Birth: A Systematic Review Of Maternal Mortality And Morbidity. Bulletin
Of The World Health Organization. 88(1): 31-38.

Beckhann, C. R. B., F. W. Ling, B. M. Barzansky, W. N. P. Herbert, D. W. Laube,


dan R. P. Smith. 2010. Obstetrics and Gynecology 6th Edition. USA: The
American College of Obstetrics and Gynecologist.

Canty, E. G. dan K. E. Kadler. 2005. Procollagen Trafficking, Proccesing and


Fibrillogenesis.Cell Sci. 118:1341.

Chauhan, S., J. Scardo, E. Hayes, A. Abuhamad, dan V. Berghella. 2010. Twin:


Prevalance, Problems, Preterm Birth. American Journal Obstetrics &
Gynecology. 203(4):305-315.

Chiabi, A., E. M. Mah, N. Mvondo, S. Ngefack, L. Mbuagbaw, K. K. Kamga, S.


Zhang, E. Mboudou, P. F. Tchokoteu, dan E. Mbonda. 2013. Risk Factor
for Premature Birth: A Cross-Sectional Analysis of Hospital Records in a
Cameroonian Health Facility. African Journal of Reproductive Health.
17(4): 77.

Coltart, C.E.M., M. Festin. 2011. Antibiotics for Preterm Rupture of Membranes.


http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/complications/prom/cd00105
8_coltartc_com/en/index.html. [Diakses 20 Desember 2017].
2

Cunningham, F. G., K. J. Leveno, L. S. Bloom, C. Y. Spong, J. S. Dashe, B. L


Hoffman, B. M. Casey, dan J. S. Sheffield. 2014. William Obstetric 24th
Edition. McGraw Hill Education. ISBN 978-0-07-179894-5.

Dahlan, M. S. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel pada Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Dera, A., G. H. Breborowicz, dan L. Keith. 2007. Twin Pregnancy-Physiology,


Complications, and He mode of Delivery. Perinatal Medicine. 13(3): 7-16.

Drife, J. dan B. A Magawon. 2004. Clinical Obstetrics and Gynaecology:


Prematurity. Saunders. 378.

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Ed. Perdana. Surabaya: Himpunan


Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Herawati, S. 2013. Kadar Progesteron Estriol Saliva pada Ancaman Persalinan


Prematur. Disertasi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Health Technology Assessment Indonesia. 2010. Prediksi Persalinan Preterm.


http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com. [Diakses 20 Desember
2017].

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005. Manajemen Persalinan Preterm.


http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com. [Diakses 20 Desember
2017].

Kementerian Kesehatan Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:


Depkes RI.

Kiran, P., B. Ajay, G. Neena, dan K. Geetanjaly. 2010. Predictive Value f Risk
Factors For Preterm Labor. The Journal Of Obstetrics and Gynecology of
India. 60(2): 141-145.

Offiah, I., K. O’Donoghue, dan L. Kenny. 2012. Clinical Risk Factor Of Preterm
Birth. Preterm Birth- Mother and Child. 73-94.

Levy, A., M. Katz, M. Mazor, dan E. Sheiner. 2005. Maternal Anemia During
Pregnancy Is An Independent Risk Factor For Low Birthweight and Preterm
Delevery.European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive
Biology. 182-186.

Manuaba, I.B.G., M. Chandranita, dan M. Fajar. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.


Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.


3

Novak, Z., V. Vodusek, L. Steblovnik, dan G. Kavsek. 2008. Extermly Preterm


Delivery: Prediction and Prevention. TMJ. 59(2).

Patel, P. K., D. P. Pitre, dan S. P. Bhooker. 2015. Predictive Value of Various Risk
Factor for Preterm Labor. National Journal Community Medicine. 6(1):
121-125.

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2011. Anterpartum


Haemorrhage.Royal College of Obstetricians and Gynaecologists Green-
top Guidline. 63.

Ruscheinsky, M, D. L. Motte, dan M. Mahendro. 2008. Hyluronan and Its Binding


Proteins during Cervical Ripening and Parturition.Matrix Biol.

Sahran, A. D. dan H. E. Aini. 2015. Risk Factor of Preterm Birth among Palestinian
Women: Case Control Study. Austin Journal of Nursing & Health Care.
2(1): 1011.

Sastrawinata, S., D. Martaadisoebrata, dan F. F. Wirakusumah. 2005. Ilmu


Kesehatan Reproduksi:Obstetri Patologi. Jakarta: ECG.

Smith, R. 2007. Parturition. TheNew English Journal of Medicine. 356:271.

Sugiyono. 2015. Statistika Untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta.

Snegovskikh, V., J.S. Park, dan E. Norwitz. 2006. Endocrinology of Parturition


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3659907/. [Diakses 20
Desember 2017].

Tehranian, N., M. Ranjbar, dan F. Shobeiri. The Prevalence Rate and Risk Factor
for Preterm Delivery in Tehran, Iran. Journal Of Midwifery Reproductive
Health. 4(2): 600-604.

Timmons, B. C. dan M. Mahendroo. 2007. Processes Regulating Cervical Ripening


Differ from Cervical Dilation and Postpartum Repair.Journal of
Reproductive Sciences. 14:53.

Turner, J.A. 2010. Diagnosis and Management of Pre-eclamsia: An Update


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990902/. [Diakses 20
Agustus 2016].

U.S. Departement of Health and Human Services. 2011. Your Guide To Anemia.
USA: The National Heart, Lung, and Blood Institute.
4

Wijayanegara, H. 2009. Prematuritas. Bandung: PT. Refika Aditama.

World Health Organization. 2015. WHO Recommendations On Interventions To


Improve Preterm Birth Outcomes. WHO Library Catologuing in
Publication Data. ISBN 978 92 4 150898 8.

World Health Organization. 2005. Worldwide Prevalence Of Anaemia 1993-


2005http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241596657_eng.pd
f. [Diakses 20 Desember 2017].

World Health Organization. 2016. Preterm Birth


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/. [Diakses 20
Desember 2017].
Word, R. A., X. H. Li, dan M. Hnat. 2007. Dynamics of Cervical Remodeling
during Pregnancy and Parturition.Seminar in Reproductive Medicine
Journal. 25 (1):69.

Você também pode gostar