Você está na página 1de 27

Nama : Eko Afriyanto Putro

NIM : 105020100111051

ANALISIS PENDAPATAN PETANI

Abstrak

Indonesia merupakan Negara agraris, karena sebagian besar


penduduknya bermata pencahariannya adalah petani. Sektor pertanian
merupakan salah satu sektor yang sejak pertama kali Negara tercinta kita ini
berdiri sampai pada saat negara kita ini mengalami masa-masa sulit dalam
sejarahnya (krisis moneter, politik, moral dan kepercayaan) mampu bertahan dan
terus memberikan kontribusinya berupa devisa dan lapangan kerja serta
lapangan usaha bagi negara kita ini. Berkaitan dengan hal ini seharusnya kita
mampu untuk mensejahterakan petani, meningkatkan pendapatan petani dan
swasembada pangan. Namun pada era ini walaupun produksi padi meningkat
namun pendapatan petani tetap rendah. Berkaitan dengan hal ini maka
pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada sector pertanian ini yang
telah member banyak kontribusi pada perekonomian Indonesia. Tujuan utama
pembahasan ini adalah untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan petani. Data yang digunakan adalah data sekunder dari Badan
Pusat Statistik ( BPS ). Metode yang digunakan adalah metode empiris. Hal-hal
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah factor-faktor pendapatan petani ,
dampak pendapatan petani bagi perekonomian Indonesia dan dampaknya bagi
petani tersebut, bagaimana kebijakan pemerintah untuk meningkatkan
pendapatan petani dan kesejahteraan petani.

Keyword : Agriculture, Income

1
Abstract

Indonesia is an agrarian country, because most of the population are subsistence


farmers edged. The agricultural sector is one sector that since the first time our
beloved country stand up to the moment our country is experiencing difficult
times in its history (the monetary crisis, political, and moral beliefs) can survive
and continue its contribution in the form of foreign exchange and employment,
and field of business for our country. In this regard we should be able to prosper
the farmers, increase farmer income and food self-sufficiency. But in this era,
although the production of rice farmers' incomes are increasing but remain low. In
this regard, the government should give more attention to the agricultural sector
which has been a member many contributions to the economy of Indonesia. The
main purpose of this discussion is to analyze the factors that affect farmers'
income. The data used are secondary data from the Central Statistics Agency
(BPS). The method used is the empirical method. Things that will be discussed in
this paper are the factors farmers' income, the impact of farmers' income to the
economy of Indonesia and its impact on farmers, how government policies to
increase farmers' income and welfare of farmers.

Keywords : Agriculture , Income

2
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pertanian merupakan sector terbesar dalam hampir setiap ekonomi
Negara berkembang. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagian besar
penduduknya dan memberikan lapangan pekerjaan. Transformasi structural
dari perekonomian Indonesia menuju kearah industrialisasi tidak dengan
sendirinya menetapkan nuansa agraris. Berbagai teori pertumbuhan ekonomi
klasikmenunjukkan bahwa sukses pengembangan industrialisasi di suatu
Negara selalu diiringi dengan menigkatnya produktivitas dan pertumbuhan
yang berkelanjutan di sector pertanian. Selain menyediakan kebutuhan
pangan bagi masyarakat serta menyerap tenaga kerja, sector pertanian
merupakan sector pemasok bahan baku baki industry dan menjadi sumber
penghasilan devisa.
Tujuan pembangunan dalam suatu perekonomian tidak saja untuk
meningkatkan penghasilan. Upaya peningkatan pendapatan adalah hal yang
sangat penting namun tidak berjalan sendiri. Perlu disertai perombakan
berbagai segi kehidupan masyarakat, agar pembangunan tidak menimbulkan
ketimpangan, ketidak merataan dan menghalau kemiskinan petani pada
khususnya. Indonesia merupakan Negara tropis dan kaya akan jenis
tanaman palawija. Iklim di Indonesia memungkinkan untuk tumbuh suburnya
tanaman, buah-buahan dan palawija tersebut.
Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting
dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman
budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari
marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Produksi
padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia,
setelah jagung dangandum. Namun demikian, padi merupakan sumber
karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Negara produsen padi
terkemuka adalah Republik Rakyat Cina (31% dari total produksi
dunia), India (20%), dan Indonesia (9%). Namun hanya sebagian kecil
produksi padi dunia yang diperdagangkan antar negara (hanya 5%-6% dari
total produksi dunia). Thailandmerupakan pengekspor padi utama (26% dari
total padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Vietnam (15%) dan Amerika
Serikat(11%). Indonesia merupakan pengimpor padi terbesar dunia (14% dari

3
padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Bangladesh (4%),
danBrasil (3%).Produksi padi Indonesia pada 2006 adalah 54 juta ton ,
kemudian tahun 2007 adalah 57 juta ton (angka ramalan III), meleset dari
target semula yang 60 juta ton akibat terjadinya kekeringan yang disebabkan
gejala ENSO.
Tingkat kesejahteraan petani sering dikaitkan dengan keadaan usaha tani
yang sering dicerminkan dengan pendapatan petani. Tingkat pendapatan
petani ini dipengruhi oleh banyak factor, seperti factor social, ekonomis dan
agronomis. Salah satu factor tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah
penggunaan factor produksi yang dihasilkan.
Dari kaca mata makroekonomi, dapat dilihat bahwa sebagian besar
wilayan Indonesia dapat digunakan untuk menghasilkan tanaman dan buah-
buahan, namun tidak semua usaha tani tersebut merupakan daerah sentral
produksi tanaman yang berkualitas. Sebagian besar wilayah Indonesia dapat
digunakan untuk menanam padi. Hal ini karena iklim Indonesia yang cocok
untuk pertumbuhan tanaman padi.
Dengan uraian di atas penulis tertarik untuk membuat makalah dengan
judul Analisis Pendapatan Petani.

Rumusan Masalah
1. Apa peran pertanian bagi Indonesia?
2. Bagaimana Keadaan dan pendapatan Petani Padi Indonesia saat ini?
3. Apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani?
4. Bagaimana usaha pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani?

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambaha pengetahuan
dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

BAB II
Pembahasan

2.1 Peran Pertanian bagi Indonesia

Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan


manusia yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan,
perikanan dan juga kehutanan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di
Negeri Indonesia adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat

4
penting untuk dikembangkan di negara kita. Bentuk-Bentuk Pertanian Di
Indonesia :

1. Sawah

Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan
memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan
maupun sawah pasang surut.

2. Tegalan

Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada
pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari
lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat
pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau
lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian.

3. Pekarangan

Perkarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah


(biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan / digunakan
untuk ditanami tanaman pertanian.

4. Ladang Berpindah

Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di banyak


lahan hasil pembukaan hutan atau semak di mana setelah beberapa kali panen /
ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga perlu pindah ke lahan lain
yang subur atau lahan yang sudah lama tidak digarap.

Beberapa Hasil-Hasil Pertanian Di Indonesia :

1. Pertanian Tanaman Pangan


- Padi
- Jagung
- Kedelai
- Kacang Tanah
- Ubi Jalar
- Ketela Pohon

5
2. Pertanian Tanaman Perdagangan
- Kopi
- Teh
- Kelapa
- Karet
- Kina
- Cengkeh
- Kapas
- Tembakau
- Kelapa Sawit
- Tebu

Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat


adli dan makmur berdasarkan pancasila. Dalam rangka pembangunan
nasional itu, tujuan pembangunan pertanian adalah untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani melalui kebutuhan pangan masyarakat
yang terus meningkat dalam upaya memantapkan swasembada pangan dan
perbaikan gizi.
Sepanjang sejarah pembangunan Indonesia, kedudukan dan peranan
sector pertanian masih memegang peranan penting dalam perekonomian
nasional. Hal ini dapat ditunjukan dengan banyaknya penduduk yang bekerja
pada sector pertanian. Pertanian merupakan sector dominan bagi Indonesia
untuk prioritas pembangunan ekonominya. Dengan melihat keberadaan
sector pertanian di dalam perekonomian suatu Negara perlu diuraikan perna
sector pertanian dalam pembangunan, yaitu :
1. Sektor pertanian menjadi tulang punggung dalam proses pembangunan
ekonomi dan berfungsi sebagai usaha pemerataan dari segala aspeknya
sesuai dengan factor historis serta peluang pengembangannya.
2. Pembangunan sector pertanian menjadi pendukung bagi usaha rakyat
dalam bidang budi daya dan pengelolaanya serta pelayanan dan
pemusatan hasilnya.
3. Pembangunan pertanian menjadi penunjang yang mampu mewarisi
perkembangan kewiraswastaan petani ke arah yang rasional.

Ditinjau dari sudut pembangunan pertanian hal yang terpenting


mengenai usaha tani adalah bahwa usaha tani hendaknya senantiasa
berubah, baik dalam ukuran maupun susunannya. Untuk memanfaatkan
metode usaha tani yang cocok bagi pertanian yang masih primitive
bukanlah corak yang paling produktif apabila sudah tersedia metode-
metode yang modern. Pada mulanya usaha hanya ditujukan untuk

6
menghasilkan bahan makanan guna menutupi kebutuhan primer dari
keluarga petani. Pada tingkat itu usaha petani merupakan usah
swasembada murni. Usaha tani swasembada murni belum banyak
melakukan tukar menukar bahan dengan pihak luar. Kehidupan
perekonomian yang sifatnya masih tertutup. Lambat laun ekonomi
kebendaan itu kemasukan uang. Usaha tani swasembada adalah suatu
usaha tani yang secara murni diusahakan untuk memperoleh produk
yang diperlukan untuk menutupi keperluan primer dari keluarga petani.
Di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam
negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari
jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di
Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7
juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor
pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri
manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan
suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua
meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang
di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi
dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa
semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor
primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari
sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang
ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor
pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri
manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap
peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau
pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor
atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup
bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara,
hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi
dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari
sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar
karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar

7
kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor.
Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap
pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi
kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat
bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal
yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan
meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara
agraris, termasuk Indonesiamelaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah
terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan
penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan
yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka
pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok),
seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok
pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang
rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara
permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau
akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.
Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses
industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif
menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder
lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti
ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian
terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi
berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya
lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain.
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk
swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak
faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak
bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan
teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi
pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim
biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah
hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan
tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi
oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit,

8
berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida,
ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan
kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor
tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat
produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah
produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian
(beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini
berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi
untuk menigkatkan produktivitas pertanian.
Pertanian merupakan isu sensitif dan penting yang menjadi ciri
sosial ekonomi bagi sebagian besar dari negara-negara berkembang di
dunia. Namun, negara maju yang sudah menjadi negara industri, yang
memiliki jumlah petani dan kontribusi pertanian yang kecil ternyata juga
ikut membela dengan serius sektor pertaniannya. Di Indonesia, kita
jumpai banyak sekali industri-industri yang bergerak dalam mengelola
hasil-hasil dari sektor pertanian. Selain itu banyak hasil karya anak
bangsa yang mengubah hasil pertanian sebagai bahan baku yang
kemudian disulap menjadi barang yang sangat bermanfaat dan bernilai
jual tinggi. Contohnya pemanfaatan pelepah pisang yang dibuat menjadi
berbagai kerajinan tangan. Biji-biji jarak yang kemudian diolah menjadi
biodiesel. Hasil dari perkebunan tembakau, karet, kopi, tanaman sayur
dan hortikultura serta masih banyak lagi industri-industri pertanian yang
dimiliki oleh Indonesia.
Dalam pembangunannya, industri pertanian tidaklah lepas dari
perkembangan teknologi. Pemanfaatan hasil pertanian sebagai bahan
baku industri mampu memberikan kontribusi tenaga kerja sehingga
tingkat pengangguran di Indonesia secara perlahan-lahan dapat
menurun. Peran bioteknologi juga sangat diperlukan di sektor ini,
sehingga menjadi peluang untuk tenaga-tenaga ahli dalam bidang
pertanian untuk bekerja. Dalam proses pengelolaan yang tidak tepat pada
subsektor ini, banyak keuntungan dari hasil produksi yang dimiliki oleh
badan usaha asing sehingga penghasilan dari ekspor bisa berkurang dari
nilai tertingginya. Kurangnya modal dan hutang luar negeri Indonesia
memaksa hal tersebut terjadi. Oleh karena itu, seharusnya ada usaha-
usaha yang dilakukan agar keuntungan negara dapat meningkat dan laju

9
inflasi dapat diturunkan sehingga kondisi ekonomi negara Indonesia
dapat stabil dan terjamin untuk keberlanjutan proses pembangunan.

2.2 Keadaan dan Pendapatan Petani di Indonesia


Setelah beberapa tahun pemerintah Indonesia meluncurkan
berbagai program untuk mendokrak stok pangan nasional ternyata ada
yang masih dilupakan pemerintah, yaitu nasib petani itu sendiri. Sehingga
seakan-akan petani hanyalah sebuah lilin, yang menerangi sekelilingnya
namun sedikit demi sedikit dirinya akan terbakar habis. Pemerintah perlu
membuat terobosan kebijakan yang benar-benar memikirkan nasib petani
kedepan. Jangan sampai keadaan petani semakin miskin dan tidak menentu
sehingga generasi penerus petani akan habis karena menganggap menjadi
petani tidak ada yang bisa diharapkan.
Penyebab utama kemiskinan petani adalah karena kepemilikan lahan
yang relatif sempit. Kita biasa menyebutnya sebagai petani gurem. Rata-rata
kepemilikan lahan petani Indonesia adalah dibawah 0,25 ha. Jika anda ingin
mengetahui berapa kecil pendapatan seorang petani yang mempunyai lahan
garapan 0,25 ha silahkan melanjutkan membaca artikel ini. Kisah dibawah ini
hanyalah kutipan yang maspary baca dari sebuah harian kompas. Ironis
sekali ternyata petani Indonesia masih miskin. Pendapatan rumah tangga
petani saat ini ada yang hanya Rp 300.000 per bulan. Itu pun kalau panen
padinya dalam kondisi bagus dan iklim bersahabat. Perlu kebijakan
revolusioner untuk mencegah pemiskinan petani yang semakin meluas.
Ironi Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris tetapi
ketersediaan petani saat ini didominasi oleh struktur usia tua dan lanjut.
Diperkirakan 10-15 tahun ke depan sumberdaya manusia di usaha tani
akan mengalami kelangkaan. Minat generasi muda memasuki sektor
pertanian semakin berkurang. Berdasarkan data di sejumlah daerah
penghasil beras, petani saat ini didominasi oleh struktur usia di atas 45
tahun. Berdasarkan penelitian PSPI, pendapatan rata-rata setiap petani
Rp750 ribu tiap bulannya, dan pendapatan petani penggarap hanya
sebesar Rp250 ribu. Minimnya pendapatan petani membuat generasi
muda memilih sektor lain. Selain itu, petani menanggung kerugian sendiri
saat menghadapi berbagai macam tantangan pertanian seperti hama,
dan perubahan iklim, tanpa ada bantuan dari pemerintah.
produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil keluaran
dengan hasil masukan. keefektifan ini dilihat dari beberapa faktor

10
masukan yang dipakai dibandingkan dengan hasil yang dicapai.
Sedangkan produktivitas kerja yaitu jumlah produksi yang dapat
dihasilkan dalam Waktu tertentu.

Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Provinsi Indonesia

Provinsi Jenis Tanaman Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton


Indonesia Padi 2007 12147637 47.05 57157
Indonesia Padi 2008 12327425 48.94 60325
Indonesia Padi 2009 12883576 49.99 64398
Indonesia Padi 2010 13253450 50.15 66469
Indonesia Padi 2011 13201316 49.8 65740

Sumber : Badan Pusat Statistik ( BPS )

Dilihat dari table diatas bahwa produktivitas padi semakin meningkat dari
tahun 2007-2010 namun mengalami penurunan pada tahun 2010.

Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Provinsi


Jawa Barat

Provinsi Jenis Tanaman Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produks


Jawa Barat Padi 2007 1829085 54.2 99
Jawa Barat Padi 2008 1803628 56.06 10
Jawa Barat Padi 2009 1950203 58.06 11
Jawa Barat Padi 2010 2037657 57.6 11
Jawa Barat Padi 2011 1964457 59.22 11

Sumber : Badan Pusat statistic ( BPS )

Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Provinsi Jawa Tengah

11
Jenis Luas
Provinsi Tahun Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)
Tanaman Panen(Ha)

Jawa Tengah Padi 2007 1614098 53.38 8616855

Jawa Tengah Padi 2008 1659314 55.06 9136405

Jawa Tengah Padi 2009 1725034 55.65 9600415

Jawa Tengah Padi 2010 1801397 56.13 10110830

Jawa Tengah Padi 2011 1724246 54.47 9391959

12
Tabel Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Provinsi Jawa Timur

Jenis
Provinsi Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton
Tanaman
Jawa Timur Padi 2007 1736048 54.16 9402
Jawa Timur Padi 2008 1774884 59.02 10474
Jawa Timur Padi 2009 1904830 59.11 11259
Jawa Timur Padi 2010 1963983 59.29 11643
Jawa Timur Padi 2011 1926796 54.89 10576
Sumber : Badan Pusat Statistik ( BPS )

Melihat dari table diatas pulau Jawa masih menjadi lahan persawahan
yang dominan untuk memproduksi padi. Namun jika penduduk di pulau Jawa
semakin padat maka lahan-lahan persawahan ini akan berkurang dan mungkin
saja pulau Jawa tidak dapat diandalkan lagi dalam peningkatan produksi padi
nasional ke depan.

Impor Beras

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total beras impor yang masuk ke
Indonesia hingga September 2011 ini telah mencapai 1,9 juta ton atau senilai
US$ 997,4 juta atau kurang lebih Rp 8,47 Triliun (Rp 8.500/dolar AS). Salah satu
yang menarik adalah dari jumlah itu terdapat beras impor dari Amerika Serikat
(AS). Menurut data BPS, AS turut menyumbang ketersediaan beras impor di
tanah air dengan adanya impor sebesar 1,4 ribu ton dengan nilai US$1,7 juta
hingga September 2011.

Beras dari negara lain yang juga masuk ke Indonesia juga berasal dari India
dengan total beras yang telah masuk sebanyak 1,8 ribu ton dengan nilai US$ 5,3
juta. Sementara itu beras impor dari Negeri Tirai Bambu China sebanyak 1,9 ribu
ton dengan nilai US$ 5,1 juta. Pada periode bulan Agustus dan September tidak
ada impor beras dari China. Beras impor dari negara lainnya sebanyak 7 ribu ton
dengan nilai US$ 3,4 juta. Khusus beras impor dari Vietnam dan Thailand,
selama Januari hingga September 2011, tercatat beras Vietnam yang masuk ke
tanah air sebanyak 1,14 juta ton dengan nilai US$ 585,3 juta.

13
Jumlah tersebut meningkat pesat mengingat pada bulan Agustus 2011, impor
beras asal Vietnam hanya 13,1 ribu ton, kemudian pada bulan September lalu,
beras yang masuk dari negara ini naik menjadi 232,5 ribu ton dengan nilai US$
125 juta. Sementara untuk beras dari Thailand, semenjak banjir terjadi pada awal
bulan Agustus lalu terjadi penurunan. Pada Agustus 2011, Thailand berhasil
memasukkan 39,6 ribu ton berasnya ke Indonesia. Sedangkan, pada bulan
September 2011, beras yang masuk dari negeri 1.000 Pagoda ini hanya 14,8 ribu
sehingga total beras yang masuk sepanjang tahun ini dari Thailand sebanyak
720,2 ribu ton dengan nilai US$ 396,6 juta.

Selama 3 bulan pertama 2012, beras impor yang masuk ke Indonesia


mencapai 770,3 ribu ton dengan nilai US$ 420,7 juta atau Rp 3,8 triliun. Vietnam
menjadi negara yang paling banyak mengirim berasnya ke Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan I-2012, impor beras
dari Vietnam sebanyak 390.000 ton dengan nilai US$ 219,4 juta. Sementara itu,
212.000 ton beras dari Thailand dengan nilai US$ 121,4 juta. Negeri Hindustan,
India juga mengirimkan berasnya sebanyak 135,2 ribu ton dengan nilai US$ 64,3
juta.

Tercatat juga beras impor dari Pakistan dan Myanmar pun masuk ke
Indonesia. Jumlahnya sebanyak 26,9 ribu ton dari Pakistan dengan nilai US$
10,7 juta. Sedangkan, setelah bulan Desember 2011 dan Januari 2012 tidak
dilakukan impor beras dari Myanmar. Indonesia kembali mendatangkan beras
impor dari negara tersebut pada bulan Februari sebanyak 4,9 ribu ton dengan
nilai US$ 2,35 juta dan bulan Maret 650 ton dengan nilai US$ 208 ribu sehingga
total pada triwulan I ini untuk beras dari Myanmar sebanyak 5,5 ribu ton dengan
nilai US$ 2,6 juta.

Usaha Tani

Lahan garapan yang sempit dengan rata-rata 0,32 ha per musim


mendorong petani untuk memaksimalkan pendapatan dengan cara
meningkatkan intensitas tanam dan menyesuaikan pola tanam dengan masukan
sangat intensif. Pada musim hujan dan musim kemarau, produktivitas padi
masing-masing 5,65 ton dan 5,49 ton/ha. Nilai penerimaan dari usahatani
padi dengan status garapan milik pada musim hujan (MH), musim
kemarau (MK) I, dan MK II berturut- turut adalah Rp 5,5 juta, Rp 5,4

14
juta, dan Rp 5,3 juta/ha. Total biaya tunai untuk masing-masing musim
tanam adalah Rp 2,7 juta, Rp 2,9 juta, dan Rp 3 juta/ha, sehingga
keuntungan atas biaya tunai berturut-turut adalah Rp 2,7 juta, Rp 2,6
juta, dan Rp 2,3 juta/ha.
Pada usahatani padi dengan status garapan sewa, keuntungan atas
biaya tunai pada musim hujan hanya sekitar Rp 1 juta/ha karena kompensasi
untuk sewa lahan mencapai Rp 1,56 juta/ha/musim. Pada MK I keuntungan lebih
rendah dan bahkan pada MK II keuntungan kurang dari Rp 500 ribu/ha. Untuk
menyiasati keuntungan yang rendah tersebut, petani penyewa umumnya
mengusahakan komoditas nonpadi pada MK II, terutama hortikultura.
Pendapatan usahatani padi dengan status garapan sakap (bagi hasil)
lebih tinggi daripada garapan sewa. Pada musim hujan, keuntungan
atas biaya tunai rata-rata Rp 1,15 juta/ha, sedangkan pada MK I
meningkat menjadi Rp 1,35 juta/ha. Walaupun demikian tidak semua
petani penyakap bernasib lebih baik daripada petani penyewa, karena
kualitas lahan yang disewakan umumnya lebih baik dan petani
penyewa umumnya menanam komoditas yang bernilai ekonomi lebih
tinggi.

Produktivitas padi sawah yang cukup tinggi, dibarengi harga jual gabah
yang bagus dalam waktu dua tahun terakhir membawakan berkah
keberuntungan bagi petani padi, yang berakibat pula terhadap kenaikan
kesejahteraan petani. Betulkah hal tersebut terjadi pada seluruh petani padi di
perdesaan? Jawabannya ternyata terbagi dua: ya, bagi sebagian kecil, dan tidak
bagi sebagian besar petani. Walaupun jawaban tersebut sudah dapat diduga
sebelumnya, namun anatomi mengapa demikian dan berapa pendapatan petani
dari usaha tani produksi padi sawah, menarik untuk diketahui.
Bagi kita yang biasa berhitung secara ekstrapolatif atau berdasarkan
konversi, adalah sangat mudah menghitung keuntungan usaha tani padi per
hektar, dan berapa nisbah atau rasio antara keuntungan dengan ongkos usaha.
Untuk memberikan gambaran “keuntungan” petani dari usaha tani padi sawah
pada lahan milik sendiri disajikan pada Tabel 1. Petani yang memiliki lahan
sawah dua hektar akan mendapat keuntungan sekitar Rp 21,9 juta sekali panen
(jangka waktu 4 bulan), atau sekitar Rp 5,48 juta per bulan. Bila petani memiliki
lahan sawah 5 hektar, pendapatan per bulan mencapai sekitar Rp 13,7 juta, dan

15
bila petani hanya memiliki 1 hektar, pendapatan per bulan hanya Rp 2,7 juta.
Pendapatan dari usaha tani padi dinilai cukup layak bagi penghidupan keluarga
petani apabila petani memiliki lahan sawah 2 hektar, atau minimal 1 hektar.

Jadi, adalah benar bahwa produktivitas padi sawah yang tinggi dan harga
jual gabah yang bagus, membawa keberuntungan usaha bagi petani, yaitu petani
pemilik lahan yang agak luas, lebih dari satu hektar. Dan memang
seharusnyalah, petani padi memiliki lahan sawah sendiri, idealnya minimal 2
hektar per KK. Seperti halnya petani padi di Thailand, mereka rata-rata memiliki
luas lahan garapan 5 hektar /KK, di Malaysia 4 hektar /KK, dan bahkan di
Australia mencapai 100 hektar /KK. Sayangnya petani padi di Indonesia
kepemilikan lahan sawahnya rata-rata hanya 0,5 hektar. Di Karawang dan di
Indramayu, Jawa Barat, memang ada beberapa petani yang luas sawahnya 50
hektar, bahkan ada yang lebih. Akan tetapi, jumlah pemilik lahan yang luasnya
demikian hanya sedikit, kurang dari 1%, sedangkan yang terbanyak antara 0,3-
0,7 hektar. Dapat dibayangkan betapa akan sejahteranya petani Indonesia
apabila skala usahanya sama dengan petani Thailand, apalagi bila sama dengan
petani Australia.

Petani Penggarap

Petani penggarap tidak mempunyai lahan sawah, mereka menanam padi


atas dasar bagi-hasil dengan pemilik lahan. Petani penggarap merupakan petani
padi aktif, karena ia mengerjakan usaha tani padi dari sejak membuat
persemaian, olah tanah, tanam, pemupukan dan seterusnya hingga panen.
Bahkan, petani penggarap membeli benih, pupuk, pestisida, dan membayar
ongkos pengolahan tanah dengan traktor dan membayar tenaga kerja tanam,
penyiangan, dan panen. Faktor yang membedakan petani penggarap dengan
petani padi biasa adalah mereka tidak memiliki lahan sawah yang mereka garap.
Istilah lain petani penggarap adalah petani pemaro, pengedok, atau petani bagi
hasil. Dalam bahasa Inggris, petani penggarap disebut sebagai share-cropper.
Dalam istilah lain, petani penggarap ini dapat juga disebut sebagai buruh tani
atau petani kuli kendo.

Oleh banyaknya petani yang tidak memiliki lahan, maka “status petani aktif”
menjadi golongan tersendiri dalam masyarakat pedesaan menempati strata
lapisan atas, Entah bagaimana proses terbentuknya pada akhir abad XX (sejak

16
tahun 1990-an) petani pemilik lahan banyak yang mengalihkan pengelolaan
operasional usahataninya kepada petani penggarap. Lahan sawah seolah-olah
mempunyai fungsi sosial untuk “pemerataan kesejahteraan”, sehingga seberapa
pun luasan sawah milik petani selalu dibagihasilkan dengan petani tanpa lahan.
Di salah satu kabupaten di Jawa Barat, seorang petani pemilik lahan sawah 0,7
hektar membagi-hasilkan kepada lebih dari seorang petani penggarap, dan
seorang petani penggarap mendapat jatah garapan antara 100-350 bata (1 ha =
700 bata) atau 15-50 are. Secara umum ketentuan bagi hasil adalah biaya
sarana dan upah usaha tani padi ditanggung oleh petani penggarap dan pada
saat panen petani penggarap memperoleh bagian 40% dari hasil bersih, setelah
dipotong bawon. Ketentuan ini dapat sedikit berbeda antar wilayah dan antar
pemilik lahan. Dengan bagian hasil yang hanya 40%, maka pendapatan petani
penggarap setelah dikurangi biaya produksi jelas sangat kecil. Untuk garapan
seluas 50 are, pendapatan petani penggarap setelah dikurangi biaya produksi
hanya Rp. 990.000,- dari satu musim panen padi (empat bulan), sedangkan
pemilik lahan yang tidak mengeluarkan modal justru memperoleh pendapatan
Rp.4.485.000.

Setelah dipotong biaya produksi, petani penggarap rata-rata hanya menerima


penghasilan sebesar 22% dari penghasilan petani pemilik lahan. Dengan luas
lahan garapan antara 30-40 are, maka pendapatan petani penggarap hanya
berkisar antara Rp. 600.000,- hingga Rp. 800.000,- per musim panen (empat
bulan), atau antara Rp. 150.000,- hingga Rp. 200.000 per bulan. Pendapatan
kepala keluarga petani penggarap tersebut jelas lebih kecil bila dibandingkan
dengan upah minimum regional buruh industri. Perbedaannya, petani penggarap
tidak harus bekerja secara terus menerus di sawah selama empat bulan, dan
bahkan mereka mendapatkan “upah” dari kegiatan kerja di lahan sawah
garapannya. Banyak penelitian menyebutkan bahwa usaha tani padi hanya
mengambil pangsa 30-40% dari total pendapatn keluarga tani. Apabila porsi
pendapatan yang berasal dari usahatani padi tersebut merata di beberapa
wilayah, berarti total pendapatan keluarga tani penggarap mencapai Rp.
600.000,- hingga Rp. 800.000,- per bulan per KK. Apabila total pendapatan
petani penggarap benar dapat mencapai Rp. 800.000,- per bulan, di perdesaan
ini termasuk cukup besar. Masalahnya adalah mungkinkah selalu tersedia
pekerjaan luar pertanian (of farm) di desa atau di kota yang terjangkau oleh

17
petani, yang mampu menyediakan penghasilan hingga dua kali lipat pendapatan
petani dari usahatani padi.

Dari gambaran pola pendapatan petani penggarap tersebut, terlihat bahwa


produktivitas padi yang meningkat belum dapat menyejahterakan petani kecil
(yang kepemilikan lahannya kurang dari 0,7 ha dan apalagi petani penggarap.
Dalam sistem usahatani berbasis padi di Indonesia saat ini, rendahnya
pendapatan petani padi bukan karena factor teknologi, produktivitas, atau harga
gabah, tetapi karena skala usahanya yanga terlalu kecil atau luas garapannya
yang terlalu sempit. Oleh karena itu, boleh jadi kemiskinan atau kemelaratan di
balik kenaikan produktivitas padi akan tetap berlanjut apabila kita tidak memahmi
akar permasalahan yang sesungguhnya, yang dihadapi oleh sektor pertanian.

18
Upah Nominal dan Riil Buruh Tani di Indonesia
(Rupiah),
Tahun 2008 - 2012
(2007=100)
Buruh Tani
Tahun dan
(Harian)
Bulan
Nominal Riil
2012

19
Januari 39,727 28,582
Februari 39,854 28,542
Maret 40,002 28,607
2011
Januari 38,648 28,705
Februari 38,769 28,755
Maret 38,852 28,832
April 38,976 29,098
Mei 39,082 29,175
Juni 39,144 29,104
Juli 39,215 28,975
Agustus 39,287 28,816
September 39,345 28,774
Oktober 39,412 28,787
November 39,503 28,736
Desember 39,599 28,701
2010
Januari 37,426 29,997
Februari 37,637 29,987
Maret 37,721 30,093
April 37,844 30,138
Mei 37,897 30,153
Juni 37,946 29,980
Juli 38,069 29,507
Agustus 38,198 29,356
September 38,301 29,315
Oktober 38,382 29,354
November 38,494 29,209
Desember 38,577 28,934
2009
Januari 36,190 30,551
Februari 36,392 30,438
Maret 36,526 30,449
April 36,632 30,633
Mei 36,742 30,718
Juni 36,827 30,680
Juli 36,908 30,747
Agustus 37,002 30,521
September 37,065 30,292
Oktober 37,105 30,115
November 37,230 30,301
Desember 37,305 30,233

2008
Januari 16,106 2,550
Februari 16,277 2,575
Maret 16,407 2,576
April 16,658 2,611
Mei 28,986 26,999
Juni 34,908 30,821

20
Juli 35,225 30,583
Agustus 35,348 30,520
September 35,455 30,358
Oktober 35,544 30,259
November 35,704 30,404
Desember 35,842 30,393

Catatan : 1) Sebelum Mei 2008 Upah BuruhTani menggunakan Tahun


Dasar 1996=100
Sumber : Badan Pusat Statistik ( BPS )

2.3 Hal-hal yang Mempengaruhi Pendapatan Petani

Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum


dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan
petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di
Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada
beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia
mempunyai peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar
dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar,
besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang
menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan
masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian
Indonesia yang besar namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar
dari petani kita masih banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemerintah pada masa lalu bukan saja kurang
memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor pertanian keseluruhan.
Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan, yakni
hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta
pendekatannya yang sentralistik. Hal yang mempengaruhi pendapatan petani
karena pertanian pada saat ini masih di dominasi oleh usaha lain :

1. Skala Kecil
2. Modal yang terbatas
3. Penggunaan teknologi yang masih sederhana
4. Sangat dipengaruhi oleh musim
5. Wilayah pasarnya local
6. Akses terhadap kredit rendah
7. Pasar komoditi masih dikuasai oleh pedagang besar
8. Penguasaan lahan

21
Selain itu, masih ditambah lagi dengan permasalahan-permasalahan
yang menghambat pembangunan pertanian di Indonesia seperti pembaruan
agraria (konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian) yang semakin
tidak terkendali lagi, kurangnya penyediaan benih bermutu bagi petani,
kelangkaan pupuk pada saat musim tanam datang, swasembada beras yang
tidak meningkatkan kesejahteraan petani dan kasus-kasus pelanggaran Hak
Asasi Petani, menuntut pemerintah untuk dapat lebih serius lagi dalam upaya
penyelesaian masalah pertanian di Indonesia demi terwujudnya pembangunan
pertanian Indonesia yang lebih maju demi tercapainya kesejahteraan masyarakat
Indonesia.

Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya


dihadapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga
dihadapkan pula pada tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di
Indonesia yang mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan otonomi daerah
dan pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan pula pada tantangan
untuk mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi
dunia. Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut
untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun
juga mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan
masyarakat. Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita
semua apabila menginginkan pertanian kita dapat menjadi pendorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak
pembangunan bangsa.

Umumnnya sebagian besar pendapatan petani berasal dari usaha


pertanian lahan sawah, kebun, kolam dan kegiatan berburuh tani. Rendahnya
sumber pendapatan pertanian dikarenakan oleh ketimpangan kepemilikan dari
lahan persawahan. Pada kondisi tersebut sangatlah wajar apabila petani yang
mempunyai lahan yang sempit melakukan diversifikasi sumber pendapatan di
luar sector pertanian. Berarti sudah terjadi pergeseran sumber pendapatan dari
sector pertanian ke sector non pertanian.

2.4 Kebijakan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani

22
Kenaikan harga berbagai produk pertanian pangan dan perkebunan mulai
mengguncang Indonesia di awal tahun 2008. Goncangan harga pangan ini
sebenarnya telah terjadi secara merata hampir di seluruh dunia semenjak tahun
2007. Goncangan harga tersebut dengan cepat berubah menjadi krisis harga
pangan dan mulai menuai keresahan di berbagai belahan dunia, bahkan di
beberapa negara berkembang terjadi kerusuhan sosial, seperti di Haiti dan
negara-negara sub-sahara Afrika. Negara-negara seperti Cina, Filipina, Meksiko,
bahkan Italia serta negara-negara di Amerika Selatan juga ikut tergoncang. Di
Indonesia sendiri tingginya harga kebutuhan pokok telah menyeret sebagian
rakyat ke dalam kubangan kemiskinan yang semakin akut. Hal ini ditandai
dengan beberapa fenomena yang terjadi di masyarakat. Banyak orang rela
menyabung nyawa demi mendapatkan zakat atau sedekah yang nilainya tak
seberapa, antrian orang yang membeli minyak tanah terjadi hampir diseluruh
kota-kota di Indonesia, di beberapa tempat terjadi kasus gizi buruk.
Dalam masalah perberasan, pemerintah mengeluarkan Inpres No. 1
tahun 2008 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dalam perberasan pada
bulan April. Namun kebijakan HPP tersebut menjadi tidak berarti, menyusul
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan berikutnya. HPP menjadi
tidak efektif karena harga riil beras sudah jauh lebih tinggi. Menjelang akhir tahun
2008, pemerintah sepertinya mengkoreksi kebijakannya. Lewat Inpres No. 8
tahun 2008 pemerintah menaikan lagi HPP dan menurunkan harga BBM. Untuk
memenangkan hati rakyat, pemerintah mengkampanyekan surplus beras
nasional dan swasembada. Namun pada faktanya, suplus atau swasembada
beras yang digembar-gemborkan pemerintah tidak menaikan tingkat
kesejahteraan petani kecil. Berdasarkan survey yang dilakukan SPI, pendapatan
petani tidak beranjak dari angka Rp. 4.300/hari dari awal tahun hingga tahun
2008 berakhir.
Selanjutnya di sektor pertanahan, konversi lahan terus terjadi dan konflik
agraria terus meningkat. Petani kecil yang tergusur dari lahan garapannya yakni
sebanyak 24.257 Kepala Keluarga (KK) pada tahun 2007 meningkat jadi 31.267
KK di tahun 2008. Ketimpangan struktur penguasaan tanah semakin hari
semakin parah. Petani yang tidak mempunyai lahan (buruh tani) dan petani
gurem (petani berlahan sempit, kurang dari 0,5 hektar) semakin hari semakin
bertambah dengan laju pertambahan 2,2 persen per tahun. Dalam kondisi seperti
itu, pemerintah tetap tidak mau melaksanakan land reform. Program Pembaruan

23
Agraria Nasional (PPAN) yaitu suatu program untuk meredistribusikan tanah
kepada rakyat yang dicanangkan pemerintah SBY-JK sejak tahun 2006, tidak
pernah direalisasikan. Kerusakan lingkungan akibat pembangunan yang tidak
terencana dan pembukaan lahan secara besar-besaran oleh perusahaan-
perusahaan perkebunan dan kehutanan semakin menggila. Petani harus
menghadapi kenyataan pahit setiap memasuki musim kemarau karena
kekeringan semakin meluas dan di saat musim hujan banjir datang menerjang.
Sawah yang rusak karena kekeringan dan banjir dari masa ke masa semakin
meluas.
Paruh terakhir tahun 2008 ditandai dengan krisis keuangan global yang
berimbas pada menurunnya harga minyak dan produk perkebunan. Situasi ini
menyebabkan persoalan ekonomi seperti pemutusan hubungan kerja yang
meluas. Krisis ini seakan melengkapi krisis-krisis yang terjadi sebelumnya yakni
krisis pangan dan krisis energi, dan menjelma menjadi krisis multidimensi atau
krisis kapitalisme global. Diperlukan kebijakan yang memiliki keberpihakan
terhadap sektor pertanian untuk memperluas lapangan kerja, menghapus
kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi yang lebih luas.

Strategi dan kebijakan pembangunan pertanian 2005-2009


disusun berlandaskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN). Agenda pembangunan ekonomi dalam RPJMN yang
terkait dengan pembangunan pertanian, antara lain:
(a) revitalisasi pertanian,
(b) peningkatan investasi dan ekspor non-migas;
(c) pemantapan stabilisasi ekonomi makro;
(d) penanggulangan kemiskinan;
(e) pembangunan perdesaan; dan
(f) perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup.

Revitalisasi pertanian antara lain diarahkan untuk meningkatkan:


(a) kemampuan produksi beras dalam negeri sebesar 90-95 persen dari
kebutuhan;
(b) diversifikasi produksi dan konsumsi pangan;
(c) ketersediaan pangan asal ternak;

24
(d) nilai tambah dan dayasaing produk pertanian; dan
(e) produksi dan ekspor komoditas pertanian.

Bab III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Indonesia merpakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bekerja
sebagai petani, namun seiring perkembangan jaman kesejahteraan petani
menurun padahal produktifitas padi meningkat dari tahun ke tahun tentu saja
terdapat factor-faktor yang menyebabkan pendapatan petani ini menurun. Hal-
hal yang berkaitan dengan pendapatan petani adalah luas lahan, luas lahan ini
sangat mempengaruhi produktifitas pertanian yang tentu saja akan

25
mempengeruhi pendapatan pertanian. Ketika lahan produktif di konversi untuk
property atau yang lain maka secara otomatis juga akan mengurangi
produktivitas pertanian. Tidak terlepas dari luas lahan tersebut kepemilikan lahan
juga berpengaruh bagi pendapatan petani, sekarang banyak petani yang hanya
memiliki luas tanah tidak lebih dari 0,5 Ha atau yang disebut petani gurem,
terlebih lagi banyak yang hanya menjadi buruh tani. Dari seluruh pertanian yang
ada di Indonesia yang paling dominan adalah di pulau Jawa, namun hal ini juga
mendapat hambatan yaitu semakin banyaknya penduduk di pulau Jawa.

3.2 Saran

Berkaitan dengan hal ini maka pemerintah harus memberikan perhatian


lebih pada kesejahteraan petani. Karena sector pertanian sangat berpengaruh
bagi perekonomian Indonesia. Mungkin dengan bertambahnya penduduk
sehingga lahan produktif harus bersaing dengan pembangunan perumahan atau
property, pemerintah sebaiknya menerapkan intensifikasi pertanian. Selain dari
pihak pemerintah, lembaga keuangan juga sebaiknya mempermudah prosedur
untuk perkreditan petani, agar mereka mudah untuk memperoleh modal guna
untuk mengembangkan pertanian mereka. . Untuk petani dapat menggunakan
lahan kering sebagai alternative pertanian yaitu lahan kering berbasis palawija
(tegalan), lahan kering berbasis sayuran (dataran tinggi) dan pekarangan.
Konsep argoindustri juga dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
petani, namun konsep ini belum sepebuhnya diterapkan. Pelaksanaannya dapat
dilakukan melalui penerapan berbagai inovasi teknologi (mekanisasi), sosial
(kelembagaan) dan ekonomi. Jika pertumbuhan agroindustri terus dipacu, maka
kontribusinya terhadap perekonomian nasional bisa semakin dominan.

Daftar Pustaka

26
G. Kartasasmita Unang, Sumarno. 2010. Kemelaratan Bagi Petani Kecil di Balik
Kenaikan Produktifitas Padi.

Badan Pusat Statistik ( BPS ) , 2012 Upah Nominal dan Riil Buruh Tani di
Indonesia

Serikat Petani Indonesia . Pandangan Petani Terhadap Kebijakan Pemerintah

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ( RPPK ). 2005

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi. 2008

http://pustaka.unpad.ac.id/archives/28827/

http://agriculturproduct.blogspot.com/2012/02/peningkatan-kesejahteraan-
melalui.html

27

Você também pode gostar