Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ABSTRAK
Intervensi koroner perkutan adalah tindakan non bedah yang diterapkan sebagai
alternatif selain bedah tandur arteri koroner dalam pengobatan sindrom koroner
akut (SKA). Kemajuan teknik dalam intervensi koroner perkutan telah membawa
hasil perbaikan secara keseluruhan namun komplikasi iatrogenik, seperti
perdarahan masih mungkin terjadi, dilaporkan bahwa komplikasi vaskuler masih
terjadi antara 1,6% sampai 15,4%. Kejadian komplikasi ini berhubungan dengan
peningkatan risiko yang merugikan termasuk kematian, infark miokard, stroke,
tindakan pembedahan ulang, peningkatan lama rawat inap dan peningkatan biaya
perawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian hematom femoral pada pasien setelah menjalani
intervensi koroner perkutan yang di rawat di ruang intensif jantung. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan analitik observasional dengan
desain studi cross-sectional. Dan teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah consecutive sampling dengan ukuran sampel 46 pasien setelah menjalani
intervensi koroner perkutan yang telah di angkat sheat kateter diobservasi
terhadap adanya kejadian hematom femoral. Variabel independen pada penelitian
ini adalah umur, jenis kelamin, berat badan, perokok, hipertensi, kholesterol, DM
dan riwayat penggunaan obat antikoagulan sedangkan variabel dependennya
adalah hematom femoral. Data dianalisis bivariat dengan Fisher’s Exact Test dan
Analisis multivariat dengan regresi logistik binomial. Hasil analisis bivariat
menunjukan ada hubungan yang signifikan antara perokok dengan hematom
femoral setelah menjalani intervensi koroner perkutan dengan nilai p 0,001
(p<0,05) begitu juga hasil analisis multivariat menunjukan ada hubungan yang
signifikan antara perokok dengan kejadian hematom femoral dengan nilai p 0,003
(p<0,05). Kesimpulannya bahwa faktor risiko perokok secara bermakna
berhubungan dengan kejadian hematom femoral setelah intervensi koroner
perkutan. Penelitian dengan fokus kajian yang sama dan jumlah sampel yang
lebih besar diperlukan untuk memperoleh kesimpulan penelitian yang lebih dapat
mewaikili karakteristik dari setiap faktor risiko.
1
2
ABSTRACT
PENDAHULUAN
darah koroner dengan memecah plak atau ateroma yang telah tertimbun dan
tindakan pembedahan ulang, peningkatan lama rawat inap dan peningkatan biaya
kateterisasi jantung atau intervensi koroner perkutan (IKP) sejak tahun 2001,
pada periode tahun 2002-2004. Hasil survei menunjukan dari 182 pasien yang
pasien meninggal.
intervensi koroner perkutan, termasuk faktor internal dan faktor ekternal. Usia tua,
4
jenis kelamin perempuan, berat badan terlalu besar atau terlalu kurus, perokok,
yang digunakan, penggunaan jenis penutup (closur devices) juga dianggap sama
penelitian dari American College of Cardiology yang dilakukan oleh Ahmed dkk,
tahun 2009, yang meneliti tentang perbedaan komplikasi vaskuler pada laki laki
komplikasi perdarahan femoral pada jenis kelamin perempuan dua kali lipat
satunya adalah dengan cara melakukan kajian dan analisa terhadap faktor risiko
METODE PENELITIAN
variabel dan mencari hubungan antar variabel untuk menerangkan kejadian yang
sindrom koroner akut yang menjalani intervensi koroner perkutan. yang dirawat di
RSHS Bandung pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2011
setelah IKP atas indikasi sindrom koroner akut dengan hari perawatan minimal 24
jam, pasien yang telah dilakukan pengangkatan sheat kateter, pasien dilakukan
penekanan mekanik selama 20-30 menit dan setelah itu digunakan tekanan
bantal pasir 1,5 -2 kg selama 6 jam, ukuran sheat yang digunakan 6F - 7F,
telah melengkapi informed consent) dan ekslusi (keluhan nyeri dada hebat, tidak
Proposal) Penelitian, peneliti telah dinyatakan lulus ujian etik dari RS Dr. Hasan
kepada RS Dr. Hasan Sadikin Bandung yang dipilih sebagai tempat penelitian.
Setelah mendapatkan ijin (lampiran 2) dari pihak RS Dr. Hasan Sadikin Bandung
ruang dan tenaga perawat di ruang Unit Perawatan Intensif Jantung RS Dr. Hasan
tujuan penelitian, bagi klien dan keluarga yang bersedia berpartisipasi dalam
persetujuan dibuat dengan sukarela dan tidak ada sanksi apapun jika subjek
bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa dilakukan terhadap; umur, jenis kelamin,
antara dua variabel (dependent dan independent). Data variabel independen yaitu
menguji hipotesa digunakan uji Chi Square. Proses uji Chi Square dilakukan
harapan (ekspekstasi), jika sama, maka tidak ada perbedaan yang bermakna
(signifikan). Sebaliknya jika nilai observasi dan nilai frekuensi harapan tidak
sama, maka dapat dikatakan ada hubungan yang bermakna (signifikan). Untuk
mempermudah analisis Chi Square, nilai data kedua variabel akan disajikan dalam
tabel silang 2 X 2. Dalam penelitian ini untuk mengukur faktor risiko yang
suatu variable respon (Y) dengan lebih dari satu variable prediktor (X) dengan
satu katagori variabel respon dan skala pengukuran bersifat tingkatan yaitu model
HASIL PENELITIAN
Hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel 1 sampai dengan tabel 4
berdasarkan kelompok umur, rata rata umur pasien yang diteliti 60,28+9,99 tahun,
dengan umur termuda 42 tahun dan umur tertua 87 tahun, sebagian besar pasien
berada pada kelompok umur <70 tahun (73,9%), hanya (13,0%) atau 6 pasien
dari total 46 pasien yang diteliti berada pada kelompok umur =>70 tahun.
Berdasarkan berat badan, rata rata berat badan pasien yang diteliti 63 kg dengan
rata rata BMI 25,74+3,62, dengan berat badan terkecil 50 kg dan berat badan
terbesar 80 kg, sebagian besar pasien mengalami status nutrisi yang terganggu
(69,9%).
9
jenis kelamin sebagian besar pasien berjenis kelamin laki laki (73,9%). Sebagian
kecil pasien (21,7% atau 10 pasien) adalah perokok. Menurut klasifikasi tekanan
darah pasien, 30,4% pasien mengalami hipertensi. Sebagian besar pasien tidak
Dari tabel 4.3 tergambar bahwa dari 46 pasien yang diteliti sebagian
besar pasien tidak mengalami hematom yaitu sebesar 87,0%, dan hanya 6 pasien
atau 13,0% pasien mengalami hematom tidak normal dengan panjang diameter
hematom tidak normal terjadi pada semua pasien yang berada pada rentang umur
dibawah atau sama dengan 70 tahun dan pada semua pasien yang mengalami
status gangguan nutrisi., hematom tidak normal juga terjadi pada sebagian besar
pasien berjenis kelamin laki-laki dan perokok yaitu sebesar 83,0% . pada pasien
11
hipertensi atau tidan hipertensi dan pada pasien tanpa adanya riwayat penggunaan
masing-masing 50,0%, namun pada hematom tidak normal juga terjadi pada
sebagian besar pasien tanpa hiperkholesterol dan pasien tanpa DM yaitu sebesar
67,0%.
Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel 5 sampai dengan tabel 12
Dari hasil uji hubungan diperoleh nilai p=0,579 ( >0,05) artinya tidak
signifikan, H0 diterima, tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan
atau 5 pasien dari 34 total pasien laki laki yang diteliti dan 8,3% atau 1 dari 12
total pasien perempuan yang diteliti. Dari hasil uji hubungan diperoleh nilai
p=0,100 ( >0,05) artinya tidak signifikan, H0 diterima, tidak ada hubungan yang
signifikan antara umur dengan kejadian hematom femoral pada taraf kesalahan
5%.
signifikan dan dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara berat
nilai C maks= 0,709 maka dapat disimpulkan, ada hubungan yang bermakna
antara kebiasaan merokok dengan kejadian hematom femoral tidak normal pada
pasien setelah intervensi koroner perkutan dengan risiko hematom femoral tidak
normal pada perokok 35 kali dari bukan perokok. Keeratan hubungan ini
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara hipertensi
hematom femoral setelah IKP didapatkan hasil: Nilai p=0,064 ( >0,05), tidak
signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
pasien setelah intervensi koroner perkutan dengan nilai p=0,001 ( <0,05) dan
Perkutan
Dari tahapan seleksi kandidat tidak ada variabel yang memnuhi syarat
pemodelan multivariat pada uji serentak tahap pertama karena nilai p>0,05, meskipun
demikian karena alasan subtansi variabel sangat penting maka semua variabel
dimasukan dalam tahapan pemodelan multivariat. Nilai p yang paling besar secara
bertahap dibuang mulai dari variabel umur, berat badan, jenis kelamin, kholesterol,,
diabetes mellitus dan antikoagulan. Dan setelah dilakukan analisis regresi logistik hanya
=0,05 dan derajat bebas df=1 atau p-value=0,003 < ( =0,05): signifikan, maka dapat
femoral pada taraf kesalahan 5%. Arah hubungan positif, artinya merokok mempunyai
peluang kejadian hematom femoral yang lebih besar dari pada pasien yang bukan
perokok.
17
PEMBAHASAN
Umur
Hasil analisis univariat sebagian besar pasien berada pada kelompok umur
<70 tahun yaitu sebesar 87%, hanya 13% pasien atau 6 pasien dari 46 total pasien
yang diteliti berada pada kleompok umur=>70 tahun dengan rata rata umur pasien
60+9,9 tahun dengan umur termuda 42 tahun dan umur tertua 87 tahun.
Karakteristik rata rata umur subjek penelitian ini, berbeda atau lebih rendah
dengan rata rata umur responden penelitian Farouqe (2005) yaitu 66+13. Rata rata
ini juga lebih rendah dari rata rata umur responden penelitian Brueck, Bandorski,
Kramer dkk., (2009) dimana rata rata umurnya adalah 68,4+10,4 dengan akses
Perbedaan rata rata umur responden atau lebih rendah antara peneitian ini
dengan rata rata umur responden lain menyimpulkan bahwa SKA di Indonesia
terjadi pada usia relatif lebih muda dan SKA merupakan indikasi dilakukan
Kejadian hematom setelah IKP pada penelitian ini sebesar 13% atau 6
pasien dari 46 total pasien yang diteliti dan semuanya berada pada rentang usia
<70 tahun. Hasil uji hubungan bivariat antara umur dengan kejadian hematom
femoral setelah IKP menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna dengan nilai
risiko prognosis untuk perdarahan mayor yang menunjukan bahwa ada peluang
kateterisasi jantung pada pasien berumur >80 tahun. Faktor umur (umur tua=umur
>80 tahun) merupakan faktor risiko tejadinya komplikasi hematom pada pasien
Jenis Kelamin
(2008) yaitu 72% pada tahun 1995-1995, 70% pada tahun 1996-1999, 70% pada
tahun 2000-2005.
atau 5 pasien dari 34 total pasien laki-laki dan 8,3% atau 1 pasien dari 12 total
pasien pada perempuan. hasil uji statistis penelitian ini menunjukan risiko
hematom femoral tidak normal pada laki-laki 1,897 kali dari perempuan,
diperoleh nilai Cmaks 0,117 artinya keeratan hubungan ini tergolong rendah dan
lain seperti usia. Wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun
19
lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor risiko tinggi yang mulai muncul pada wanita
dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit
ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini
diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso & Setiawan, 2005).
Melihat karakteristik responden penelitian ini mayoritas laki-laki, rata rata usia
60,28+9,99, pada rentang umur termuda 42 tahun dan umur tertua 87 tahun hal ini
(2008) pada rentang usia 60-70tahun kejadian hematom baik pada laki laki dan
perempuan relatif sama, tetapi pada rentang umur <50 tahun kejadian komplikasi
hematom 2x lipat lebih tinggi terjadi pada laki laki dibanding perempuan, atau
Berat Badan
rata rata BMI=25,74+3,62 dimana berat badan terendah 50 kg dan berat badan
terbesar 80 kg. Karakteristik berat badan responden ini sama dengan karakteristik
menyimpulkan bahwa rata rata respondennya memiliki berat badan lebih dengan
rata rata BMI kelompok kasus 16,8+6,4 dan BMI kelompok kontrol 28+5,6 .
20
Karakteristik berat badan responden penelitian ini dan karakteristik berat badan
perkutan mayoritas dilakukan pada orang-orang yang memiliki berat badan lebih
Semua kejadian hematom femoral tidak normal pada penelitian ini terjadi
pada pasien dengan berat badan berlebih atau obesitas 18,8% atau 6 pasien dari
32 total pasien dengan berat badan gangguan status nutrisi, hasil analisis bivariat
diperoleh nilai p=0,157 > ( =0,05) artinya tidak signifikan, dan hasil analisis
multivariat diperoleh nilai p=0,998> ( =0,05) tidak signifikan artinya berat badan
tidak berhubungan secara parsial dengan kejadian hematom femoral pada taraf
kesalahan 5%. Arah hubungan berat badan dengan kejadian hematom femoral
adalah positif, artinya berat badan gangguan status nutrisi mempunyai peluang
kejadian hematom femoral yang lebih tinggi daripada berat badan tidak gangguan
hematom femoral tetapi kondisi berat badan yang berlebih dapat menjadi
penusukan arteri lebih satu kali mungkin terjadi sehingga meningkatkan risiko
Perokok
sebelumnya belum didapatkan, tetapi perokok termasuk faktor risiko untuk terjadi
21
setelah IKP.
46 pasien yang diteliti adalah perokok dan dari 10 pasien perokok, 5 pasien
mengalami hematom tidak normal dari 6 yang mengalami hematom tidak normal
perkutan. Risiko hematom femoral tidak normal pada perokok 35 kali dari bukan
perokok dengan kejadian hematom setelah IKP, harus menjadi perhatian dalam
femoral setelah IKP. Data tentang perbedaan kejadian hematom pada perokok dan
bukan perokok mungkin diperlukan, sehingga alasan pasien harus bed rest dengan
elevasi kepala 15 derajat dan kaki tempat punksi kateter tetap lurus selama 6 jam
Hasil penelitian ini didukung oleh teori bahwa nikotin dalam rokok dapat
kompensasi pembuluh darah dimana pembuluh darah akan menciut atau spasme.
Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah
Diabetes Mellitus
tinggi pada pasien dengan diabetes mellitus dibanding dengan pasien tanpa
yang terjadi pada pasien DM 15,4% dibandingkan dengan non DM 5,8% pada
total pasien yang diteliti dan 33,3% atau 2 pasien dari 6 total pasien DM
mengalami hematoma tidak normal, dan 10% atau 4 pasien dari 40 total pasien
risiko hematom tidak normal pada pasien DM 4,5 kali dari pasien tidak DM,
Hipertensi
komplikasi vaskular belum dapat ditemukan, tetapi data survei Ahmed dkk,
dan frekuensi kejadian komplikasi vaskuler pada pasien tidak hipertensi 29,1%.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil 14 (30,4%) pasien dari 46 total pasien
23
hematom tidak normal, hasil perhitungan tabel silang menunjukan tidak ada
Pasien dengan riwayat hipertensi dan akan dilakukan IKP dikonrol dengan obat
antihipertensi sehingga tekanan darah relatif stabil pada rentang normal tetapi
kondisi hipertensi pasca intervensi invasif kadang tidak mudah mudah diprediksi
dan tingkat kemaknaan hubungan dalam penelitian ini menunjukan pasien yang
hipertensi mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk terjadi hematom tidak
normal dibandingkan dengan pasien yang tidak hipertensi, jadi kondisi hipertensi
Hiperkholesterol
11,8% atau 4 pasien dari 34 total pasien tidak hiperkholesterol. Hasil analisis
statistik diperoleh nilai p=0,644 > ( =0,05), OR=1,500 dan nilai Cmaks=0,09
artinya dengan nilai p>0,05 tidak signifikan, risiko hematom femoral tidak normal
pada pasien hiperkholesterol 1,500 kali dari pasien tidak hiperkholesterol dan
keeratan hubungan tergolong sangat rendah, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
imobilisasi dengan posisi terlentang dan kaki tempat punksi kateter harus tetap
juga diduga sebagai prediktor kuat mortalitas 30 hari setelah intervensi koroner
perkutan terjadi peningkatan 1,7 kali lipat terjadi perdarahan pada terapi aspirin
5000 ui dan kelompok kontrol mendapatkan terapi heparin 1000 ui bolus sebelum
25
pasien dengan riwayat penggunaan antikoagulan sebelum IKP sebesar 18,8% atau
3 pasien dari 16 total pasien dengan riwayat obat anti koagulan sebelum IKP.
Hematom juga terjadi pada pasien yang tidak mempunyai riwayat penggunaan
obat antikoagulan sebelum IKP yaitu 10,0% atau 3 pasien dari 30 total pasien
penggunaan obat antikoagulan sebelum tindakan IKP dan sebagian besar pula
mengaku tidak punya riwayat penyakit jantung tetapi tiba tiba pasien mengalami
sakit dada dan dinyatakan penyakit jantung koroner dan harus di kateterisasi
rata-rata umu 60 tahun dan sebagian besar responden berada pada rentang umur
<70 tahun, membuat jumlah responden dengan umur risiko komplikasi vaskuler
tidak berimbang.
besar tidak hiperkholesterol, tidak hipertensi dan tidak DM. Secara fisiologis laki-
laki kandungan tubuhnya sebagian besar adalah otot bukan lemak dan kesempatan
dibanding perempuan. Kejadian SKA dapat terjadi secara progresif dan tiba-tiba,
antikoagulan jangka panjang hal ini dapat menyebabkan kelemahan dalam analisis
pada enam pasien dan hasil analisis hanya karakteristik perokok yang mempunyai
semuanya mempunyai karakteristik status nutirisi tidak normal (obesitas) hal ini
sebagai pencetus tetapi sebagai faktor penyulit dalam mendapatkan akses arteri
Dengan analsis logistik ordinal, dari 8 variabel faktor risiko yang diduga
perkutan, satu variabel faktor risiko yang paling dominan mempunyai hubungan
yang signifikan dengan kejadian hematom femoral yaitu perokok dengan (p-
value=0,003) < 0,05) dan Exp(B) 35,000 artinya perokok mempunyai peluang
35 kali lebih besar untuk terjadi hematom dibanding dengan bukan perokok.
Penelitian lebih lanjut tentang faktor risiko komplikasi vaskuler pasca intervensi
karakteristik kardiolog dan jumlah sampel yang lebih besar perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Agostoni, P., Biondi-Zoccai, G. G. L., Benedictis, L. d., Rigatierri, S., Turri, M.,
Anselmi, M., et al. (2004). Radial versus femoral approach for
percutaneous coronary diagnostic and interventional procedures. American
College of Cardiology, 44 No. 2. (diunduh 12 Januari 2011) dari
http://content.onlinejacc.org//
Ahmed, b., d.piper, e., Malenka, d., verlee, p., robb, j., ryan, t., et al. (2009).
Significantly improved vascular complications among women undergoing
percutaneous coronary intervention: a report from the northen new england
percutaneous coronary intervention registry. american heart
association:2.( diunduh 12 Januari 2011) dari
http://circintervention.ahajournals.org/content/2/5/423.full
Alwi, I. (2006). Infark Miokard Akut dengan elevasi ST. Buku ajar penyakit
dalam edisi keempat. Jilid III. Dalam Sudoyo, Alwi I, Simadibarata M,
Setati S. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI Jakarta Bab
367:1615-1625
Brendan, J. Doyle, Henry, H., Malcolm R, Bell, Ryan J., Verghese et al., (2008).
Major femoral bleeding complication after percutaneous coronary
intervetion: incidence, predictor and impact an log-term survival among
17,901 patient treated at the mayo clinic from 1994 to 2005. J.Am Coll.
cardiol. Intv:doi10.1016/j.jcin.2007.12.006
Coyne Journal, Dixon, S. R., Grines, C. L., & O'Neill, W. W. (201). The year in
intervention cardiology. American College of cardiology, 53.
Durst, R., Lotan, C., Nassar, H., Gostman, M., Mor, E., Varshitzki, B., et al.
(2007). comparison of 4 and 6 French catheter for coronary angiography:
real world modeling. IMAJ. 9:290-293
Farauque, Jennifer, A., Tremmel, Shabari, Meenakshi, fearon, et. al. (2005). Risk
facor for the development of retroperitoenal hematoma after percutaneous
coronary intervention in the era of glycoprotein IIb/IIIa inhibitor and
vascular closure devices. J. Am.Coll. Cardiol. 45;363-368. (diunduh 11
Januari 2011) dari http//content.onlinejacc.org/cgi/content/full/453/3/363
29
Gatt, V., Borg, M., Agius, J., & Xuereb, R. G. (2009). Nurse management with 1
hour ambulation post 4 french cardiac catheterization is safe and cost
effective. Journal. Retrieved from http://chatlabdigest.com/articles/Nurse-
Management-With-1-Hour-Ambulation-Post-4-French-Cardiac-chateterization-
Safe-and-Cost
Gruberg, L., Weissman, N. J., Waksman, R., Fuchs, S., Deible, R., Pinnow, E. E.,
et al. (2002). The Impact of Obesity on the Short-Term and Long-Term
Outcomes After Percutaneous Coronary Intervention: the Obesity
Paradox? Journal of the American College of Cardiology, 39(4), 578-584.
Hamel, W.J., (2007) femoral artery closure after cardiac chateterization. Critical
Care Nurse. 29:39-46. (diunduh 24 Februari 2011) dari
http://ccn.aacnjournals.org
Hamon, M. Vascular access site complications after PCI: An update and trans-
radial approach in perspective.
Carrolyn. M., & Gallo, B. M. (1999). Critical care nursing: A holistic approach
(Allenidekania, B. Susanto, Teresa & Yasmin, Trans. VI ed. Vol. I).
Colorado: EGC.
Hosmer, D.W., & Lemeshor, S., (2010). Applied logistic regreesion. Univ. of
Massachusetts, Amhearst, Mass., USA), The Ohio State Univ., Columbus,
OH, USA)
Isselbacher K., Braundwald E., Wilson J., Fauci A., Kasper D., (2000). Harison
Prinsip prinsipi lmu penyakit dalam (Harison priciples of internal
medicine). Editor bahasa Indonesia: Asdie A. Edisi 13. bagian tujuh.
EGC. Jakarta.
Kinnraid, T., Stabile, R., Mintz, G.S., et al (2003). Incidence, predictors and
prognostic implication of bleeding and blood transfussion following
percutaneous interventions. Am.J Cardiol. 46:930-5
Lins, S., Guffey, S., Vanriper, S., & Rogers, E. k.-. (2006). Decreasing vascular
complications after percutaneous coronary intervention Critical care
nursing(26).
Montalescot, G., Anderson, H.R., Antoniucci, D., Betriu, Boer, Grip, et. al.
(2004). recommendations on percutaneous coronary intervention for the
reperfusion of acutes ST elevation myocardial infarction Hearth. 90:37
30
Nikolsky, E Mehran, R., Dangas G., Fahyl, M., et.al. (2007). Development and
validation of prognostic risk score for major bleeding in patiens
undergoing percutaneous coronary intervention via the femoral approach.
European Hearth Journal . 28:1936-1945. (diunduh 3 Maret 2011) dari
http://eurheartj.oxfordjournal.org
Price, S.A., & Wilson, L.M. 92006). Patofisiologi: Konsep klinis proses proses
penyakit. (6th Edition). Jakarta:EGC.
Piper, W., Malenka, D., Ryan, T., et. al. (2003). Predicting vascular complications
in percutaneous coronary interventions. American Hearth Journal;
145:1022-1029
Sameer K.M, Andrew D., Frutkin, Jason B., Lindsey, John A.H., Spertus, Sunil
V., et al. (2009). Bleeding in patients undergoing percutaneous coronary
intervention: The developing of a clinical risk algoritm form the national
cardiovascular data registry. Circ cardiac interv .
DOI:10.116?CIRCINTERVENTIONS.108.846741. AHA. 7272
Grennville A Venuue.
Smeltzer, & Bare. (2002). Medical surgical Nursing (A. Waluyo, I. M. Karyasa,
Julia, Kuncara & Y. Asih, Trans. 8 ed. Vol. 1). Philadelphia: Lippincot-
Raven. EGC.
Stewart, S.B. (2001). Hemostasis post arterial femoral sheat removal usina A
vascular sealing device and A mechanical sealing device: A study
determine efficacy. Tesis Departement of nursing California State
University
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2010). Dasar dasar metodologi penelitian klinis
(edisi ke 3 ed.). Jakarta: Sagung Seto.
31
Santoso, M., & Setiawan, T. (2005). Penyakit jantung Koroner Cermin Dunia
Kedokteran. Diunduh tanggal 2 Februari 2011 dari
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/CDK/article/view/2860
Sitepu, Nirwana. (194). Analisis Jalur (Path Analisys). Unit Statistika Pasca
Sarjana Unpad. Bandung
Sudoyo, A., Setiyohadi, B. Alwi, I., Simadibarata, M., Setiati, ( 2006). Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke 4. Jidid 3. Pusat penerbitan departemen ilmu
penyakit dalam FK.UI. Jakarta
Worrall, S., Rakhit & Coghlan. (2009). Ches pain: Primary PCI inttegrated care
pathway. Retrieved. from.