Você está na página 1de 69

PERBANDINGAN MUTU FISIK TABLET PARASETAMOL MENGGUNAKAN

METODE GELATINASI DAN PRAGELATINASI DENGAN PENAMBAHAN


BAHAN PENGIKAT PATI JAGUNG (Amylum maydish)

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

OLEH
EKA SALFIRA CAHYANINGRUM
NIM 14.049
AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG

DESEMBER 2016

2
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN MUTU FISIK TABLET PARASETAMOL MENGGUNAKAN


METODE GELATINASI DAN PRAGELATINASI DENGAN PENAMBAHAN
BAHAN PENGIKAT PATI JAGUNG (Amylum maydish)

Oleh:

EKA SALFIRA CAHYANINGRUM NIM 14.049

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Pembimbing,

Fandi Satria, S. Farm. Apt


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................iii

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................3
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian.........................................4
1.5 Definisi Istilah........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................6

2.1 Tinjauan Tablet.......................................................................................6


2.2 Tinjaun Tablet Kempa Biasa.................................................................11
2.3 Tinjauan Praformulasi..........................................................................12
2.4 Tinjauan Formulasi...............................................................................15
2.5 Tinjauan Tentang Produksi...................................................................22
2.6 Tinjauan Tentang Evaluasi...................................................................34
2.7 Kerangka Teori.....................................................................................41
2.8 Hipotesis...............................................................................................43
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................45

3.1 Rancangan Penelitian...........................................................................45


3.2 Populasi dan Sampel Penelitian...........................................................45
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................46
3.4 Definisi Operasional Variabel..............................................................46
3.5 Alat dan Bahan/Instrumen Penelitian...................................................49
3.6 Prosedur Kerja/Pengumpulan Data......................................................49
3.7Analisis Data.........................................................................................54
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................................55

LAMPIRAN.....................................................................................................................57
2
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konsentrasi Bahan Pengikat dalam Formula………………… 19


Tabel 2.2 Tabel Keseragaman Bobot…………………………………… 37
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel………………………………... 47
Tabel 3.2 Formula Tablet Parasetamol…………………………………. 50

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Parasetamol…………………………………... 13


Gambar 2.2 Mekanisme Terbentuknya Granul……………………… 18
Gambar 2.3 Alat Uji Kekerasan (Hardness Tester)…………………. 24
Gambar 2.4 Alat Uji Waktu Alir……………………………………. 25
Gambar 2.5 Alat Uji Kerapuhan (Friabilator Tester)………………. 26
Gambar 2.6 Jangka Sorong…………………………………………. 26
Gambar 2.7 Alat Uji Waktu Hancur………………………………... 26
Gambar 2.8 Mesin Pencetak Tablet………………………………… 27
Gambar 2.9 Timbangan Analitik…………………………………… 27
Gambar 2.10 Oven…………………………………………………… 28
Gambar 2.11 Mortir dan Stamper……………………………………. 28
Gambar 2.12 Gelas Ukur…………………………………………….. 28

2
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan Bahan…………………………………….. 57

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi farmasi semakin berkembang dengan pesat seiring dengan


perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan adanya teknologi yang semakin
berkembang maka explorasi terus dilakukan termasuk dalam bidang kefarmasian.
Pengembangan teknologi sediaan farmasi meliputi formulasi, metode dan alat.
Hal tersebut bertujuan agar dihasilkan suatu produk farmasi yang berkualitas dan
efisien terutama dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Sediaan
yang mencerminkan perkembangan dari sisi teknologi salah satunya adalah
sediaan tablet.
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat biasanya dibuat
dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet sangat digemari oleh
masyarakat karena cara penggunaan yang mudah dan praktis dibandingkan
dengan sediaan lain. Tablet memiliki perbedaan bentuk, ukuran, berat, kekerasan,
ketebalan, daya hancur dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian
tablet dan metode yang digunakan (Maria, 2012).
Sediaan tablet mengandung zat aktif dan zat tambahan. Zat tambahan yang
digunakan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan pengikat, bahan
penghancur, bahan pelicin dan bahan pelincir yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas serta kestabilan tablet. Salah satu bahan tambahan yang memiliki peran
penting adalah bahan pengikat (binder) .
2

Bahan pengikat adalah bahan yang mempunyai sifat adhesive yang


digunakan untuk mengikat serbuk-serbuk menjadi granul yang memungkinkan
untuk dikempa menjadi tablet yang kompak. Zat pengikat dapat ditambahkan
dalam bentuk kering tetapi lebih efektif ditambahkan dalam bentuk larutan. Salah
satu contoh bahan pengikat yang baik adalah amilum. Amilum memiliki
keunggulan dari segi bentuk dan ukuran partikel yang tidak beraturan, sehingga
mengakibatkan daya lekatnya jauh lebih besar dibandingkan dengan pengikat
lainnya. Ada beberapa jenis amilum yang dapat digunakan sebagai bahan
pengikat, salah satunya adalah Amylum maydish atau pati jagung. Pati jagung
merupakan salah satu bahan pengikat yang sering digunakan dalam industri
farmasi karena memiliki keunggulan yaitu titik lebur tinggi sehingga tahan
terhadap pemanasan. Pati jagung praktis tidak larut dalam air karena mempunyai
kadar amilopektin yang tinggi. Amilopektin bersifat lebih lekat dibandingkan
dengan amilosa dan cenderung membentuk gel jika disuspensikan dengan air.
Kandungan amilopektin yang tinggi merupakan karakteristik yang baik sebagai
pengikat dalam formulasi sediaan tablet (Apriani, 2012).
Selain bahan yang terkandung dalam sediaan tablet, metode pembuatan
juga memegang peranan penting dalam pencetakan tablet. Ada beberapa metode
pembuatan sediaan tablet yaitu, granulasi kering, granulasi basah dan kempa
langsung. Metode pembuatan tablet dengan granulasi basah adalah proses
penambahan cairan pada campuran serbuk sehingga menghasilkan granul,
sedangkan granulasi kering yaitu dibuat dengan menambahkan seluruh bahan
dalam bentuk serbuk tanpa menggunakan cairan. Dalam hal ini digunakan metode
granulasi basah karena memiliki keunggulan akan memperoleh granul dengan
sifat alir yang baik, meningkatkan kompresibilitas, mencegah pemisahan
komponen campuran selama proses, dan distribusi keseragaman kandungan.
3

Metode pembuatan tablet dengan granulasi basah terdapat beberapa proses


pengikatan partikel antara lain proses gelatinasi dan proses pragelatinasi. Pada
proses gelatinasi penambahan bahan pengikat dimaksudkan untuk mengikat
partikel-partikel serbuk menjadi satu kesatuan sehingga membentuk granul yang
kuat dan menentukan sifat-sifat tablet yang dihasilkan. Mekanisme pengikatan
partikel dengan metode gelatinasi yaitu dengan membentuk jembatan cair antar
partikel. Jembatan cair yang terbentuk merupakan penghubung antar partikel
komponen tablet. Kondisi jembatan cair akan menetukan rapuh tidaknya granul
yang dihasilkan. Sedangkan Pragelatinasi adalah salah suatu metode penambahan
pengikat pada pembuatan tablet, dimana pengikat yang ditambahkan merupakan
hasil pengeringan dari mucilago basah. Berbeda dengan metode gelatinasi,
pengikat akan ditambahkan dengan bahan air lalu dikeringkan terlebih dahulu.
Mucilago yang telah kering akan ditambahkan dengan bahan lain dan kemudian
ditambahkan dengan air kembali. Mekanisme pengikatan partikel dengan
metodepragelatinasi yaitu dengan mengikat dua partikel atau lebih komponen
penyusun tablet sehingga membentuk jembatan padat yang mengurangi jarak
antarpartikel dan meningkatkan daerah kontak partikel sehingga mampu mengikat
partikel lebih kuat.
Sediaan tablet selain mengandung zat tambahan juga mengandung zat
aktif. Dalam hal ini zat aktif yang digunakan yaitu parasetamol. Parasetamol
mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang buruk, sehingga digunakan metode
granulasi untuk memperbaiki sifat alir dan kompresibilitasnya. Dengan demikian
perlu mengetahui dan memahami berbagai hal mengenai pengikat dan
pengaruhnya terhadap sediaan tablet. Pengetahuan ini dapat menjadi panduan
dalam teknologi pembuatan tablet yang baik dengan melakukan perbandingan
mutu fisik metode gelatinasi dan pragelatinasi berpengaruh terhadap stabilitas zat
aktif tablet parasetamol.
Berdasarkan dari permasalahan diatas peneliti akan melakukan percobaan
perbandingan mutu fisik tablet Parasetamol yang dihasilkan antara metode
gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan pengikat pati jagung (Amylum
maydish).
4

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah perbandingan mutu fisik tablet Parasetamol menggunakan


metode gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan bahan pengikat pati
jagung (Amylum maydish) berdasarkan Farmakope Indonesia edisi V ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan mutu fisik tablet Parasetamol yang
dihasilkan antara metode gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan bahan
pengikat Amylum maydish ditinjau dari Farmakope Indonesia.
5

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penilitian yang dilakukan yaitu :
1. Merancang praformulasi dan formulasi pembuatan sediaan tablet
Parasetamol antara metode gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan
bahan pengikat pati jagung (Amylum maydish).
2. Mengaplikasikan prosedur pembuatan sediaan tablet Parasetamol antara
metode gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan bahan pengikat pati
jagung (Amylum maydish).
3. Mengaplikasikan evaluasi pembuatan sediaan tablet Parasetamol antara
metode gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan bahan pengikat pati
jagung (Amylum maydish).
4. Menginterpretasikan hasil pembuatan sediaan tablet Parasetamol antara
metode gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan bahan pengikat pati
jagung (Amylum maydish).

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian praformulasi dan formulasi


sediaan tablet parasetamol, pembuatan sediaan tablet parasetamol dengan metode
gelatinasi dan pragelatinasi melalui proses pemilihan zat aktif serta zat tambahan,
pembuatan granul, evaluasi granul, pembuatan tablet parasetamol, evaluasi mutu
fisik dan interpretasi hasil sediaan tablet parasetamol.
Adapun keterbatasan penelitian adalah hanya menggunakan satu pengikat
dan hanya menggunakan metode granulasi basah.

1.5 Definisi Istilah

Definisi istilah dalam penelitian ini yaitu :


1. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi.
6

2. Metode gelatinasi adalah penambahan air atau cairan dalam proses


granulasinya (baik cairan bahan pengikat maupun cairan yang hanya berfungsi
sebagai pelarut atau pembawa bahan pengikat).
3. Pragelatinasi adalah suatu metode dimana pengikat ditambahkan bahan
air dan dikeringkan menjadi serbuk atau ditambahkan dengan air apabila
dicampurkan dengan bahan lain.
Mutu fisik adalah pemeriksaan fisik sediaan tablet yang bertujuan untuk
mengetahui kualitas fisik dari sediaan tablet meliputi uji organoleptis,
homogenitas, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan tablet,
kerapuhan, waktu hancur, dan dibandingkan dengan standar mutu dari
literatur. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tablet

2.1.1 Definisi Tablet

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang,
zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok. (Depkes RI,
1979:6).
Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang banyak digunakan oleh
masyarakat dalam pengobatan, hal ini disebabkan karena penggunaan tablet yang
mudah, mempunyai takaran yang cukup teliti, relatif stabil pada penyimpanan,
serta biaya produksinya relatif murah bila dibandingkan dengan bentuk sediaan
farmasi lainnya.
Untuk mendapatkan tablet yang baik tersebut, maka bahan yang akan
dikempa menjadi tablet harus memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :
1. Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong
air ke dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot
tablet tidak akan memiliki variasi yang besar.
2. Kompatibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, menghasilkan
tablet yang keras.
3. Mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan
mudah lepas dan tidak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga
permukaan tablet halus dan licin (Maria, 2012).

2.1.2 Persyaratan Tablet

7
8

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk tablet berkualitas baik

adalah sebagai berikut :


9

1. Kuat dan tahan akan gesekan-gesekan yang terjadi pada saat pentabletan,
pengemasan, transportasi, dan penggunaannya.
2. Kadar obat harus terpenuhi.
3. Memenuhi uji keseragaman bobot dan kadar zat aktif didalam tablet
4. Memenuhi uji ketersediaan hayati. Pada tahap awal, kecepatan dan
banyaknya obat yang dilepaskan dari tablet, dapat ditentukan oleh waktu
hancur tablet.
5. Penampilan baik dan menarik, oleh karena itu sering kali diperlukan bahan
pewarna, perasa, dan pemberi aroma.
6. Dapat mempertahankan sifat-sifatnya, yaitu tablet harus tetap acceptable,
aman, dan manjur bila digunakan (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:13).

2.1.3 Keuntungan dan Kerungian Sediaan Tablet

2.1.3.1 Keuntungan Sediaan Tablet

Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak digunakan untuk


pengobatan yang memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Tablet dapat diproduksi dalam skala besar dengan kecepatan produksi
yang sangat tinggi sehinga harganya dapat relatif lebih murah.
2. Tablet memeliki ketepatan dosis dalam tiap tablet atau tiap unit.
3. Tablet lebih stabil dan tidak mudah ditumbuhi mikroba karena berada
dalam bentuk kering dengan kadar air yang rendah.
4. Tablet dapat dibuat produksi untuk berbagai profil pelepasan.
5. Tablet bukan merupakan produk steril (kecuali tablet implant dan tablet
hipodemik) sehingga penanganan selama produksi, distribusi dan pemakaian
lebih mudah.
6. Tablet mudah dalam pengemasan (blister atau strip) dan transportasi.
7. Tablet dapat dibawa dengan mudah oleh pasien.
8. Bau, rasa, dan warna yang tidak menyenangkan pada tablet dapat ditutupi
melalui penyalutan tablet.
9. Tablet dapat dengan mudah dapat diidentifikasi dengan memberi
tanda/logo pada punch atau dengan printing pada tablet.
10. Tablet tersedia dalam berbagai tipe tablet antara lain kunyah, hisap,
eferfesen, bukal, dan sublingual.

45
10

11.Tablet dapat dengan mudah digunakan sendiri oleh pasien tanpa bantuan
tenaga medis.
12. Dibandingkan dengan kapsul, tablet lebih tamperproff (sulit di
palsukan) (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:12).

2.1.3.2 Kerugian Sediaan Tablet


Selain keuntungan yang dimiliki oleh sediaan tablet, juga terdapat
beberapa kerugian bentuk sediaan tablet, antara lain :
1. Bahan aktif dengan dosis besar dan tidak kompresibel sulit dibuat tablet
karena tablet yang dihasilkan akan memiliki bobot atau bentuk tablet yang
besar sehingga tidak berterima.
2. Terdapat kendala dalam memformulasikan zat aktif yang sulit terbasahi,
tidak larut, serta disolusi yang kurang baik.
3. Mula kerja obat (onset of action) sediaan tablet lebih lambat dibandingkan
dengan sediaan parenteral (injeksi), larutan oral, dan kapsul.
4. Jumlah zat aktif dalam bentuk cairan yang dapat dijerat dalam tablet
sangat kecil.
5. Kesulitan menelan pada anak-anak, pasien dengan sakit yang parah, dan
pasien lanjut usia.
6. Pasien yang menjalani radioterapi tidak dapat menelan tablet
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:13).

2.1.4 Penggolongan Tablet

2.1.4.1 Berdasarkan metode pembuatan tablet

1. Tablet cetak
Tablet dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembap dengan tekanan
rendah ke dalam lubang cetakan, kepadatan tablet bergantung pada ikatan kristal
yang terbentuk selama proses pengeringan dan tidak bergantung pada kekuatan
tekanan.
2. Tablet kempa
Dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:11).
2.1.4.2 Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh
11

Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh dibedakan menjadi 2 bagian


yaitu:
1. Bekerja lokal
Tablet hisap untuk pengobatan pada rongga mulut. Ovula pengobatan pada
infeksi divagina.
2. Bekerja sistemik
Tablet yang bekerja sistemik diberikan secara peroral serta dapat
dibedakan menjadi dua yaitu yang bekerja short acting (jangka pendek), dalam
satu hari memerlukan beberapa kali menelan tablet dan yang bekerja long acting
(jangka panjang), dalam satu hari cukup menelan satu tablet. Long acting ini dapat
dibedakan lagi menjadi :
a. Delayed Action Tablet (DAT)
Dalam tablet ini terjadi penangguhan pelepasan zat berkhasiat karena
pembuatannya sebagai berikut sebelum dicetak granul-granul dibagi
dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama tidak diapa-apakan,
kelompok kedua disalut dengan bahan penyalut yang akan pecah
setelah beberapa saat, kelompok ketiga disalut dengan bahan penyalut
yang pecah lebih lama dari mecamnya bahan penyalut dan lama kerja
obat yang dikehendaki granul-granul dari semua kelompok
dicampurkan dan baru dicetak.
b. Repeat Action Tablet (RAT)
Granul - granul dari kelompok yang paling lama pecahnya dicetak
dahulu menjadi tablet inti (core tablet). Kemudian granul - granul yang
kurang lama pecahnya dimampatkan di sekeliling kelompok pertama
sehingga terbentuk tablet baru.

2.1.4.3 Berdasarkan jenis bahan penyalut tablet


Macam - macam tablet salut berdasarkan jenis bahan penyalut tablet yaitu:
1. Tablet salut biasa / salut gula (dragee)
Disalut dengan gula dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang tidak
larut seperti pati, kalsium karbohidrat, talk atau titanium dioksida yang
disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin. Kelemahan salut gula adalah
waktu penyalutan lama dan perlu penyalut tahan air.
2. Tablet salut selaput (film coated tablet / FCT)
12

Disalut dengan hidroksipropil metilselulosa, metil selulosa, hidros propil


selulosa, Na-cmc dan campuran selulosa asetat ftalat dengan P.E.G yang tidak
mengandung air atau mengandung air.
3. Tablet salut kempa
Tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat yang terdiri dari
laktosa, kalsium fosfat dan zat laim yang cocok.
4. Tablet salut enterik (enteric coated tablet)
Disebut juga tablet lepas tunda. Jika obat dapat rusak atau inaktif karena cairan
lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung, diperlukan penyalut enterik
yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati
lambung.
5. Tablet lepas lambat (sustained release)
Disebut juga tablet dengan efek diperpanjang, efek pengulangan atau tablet
lepas lambat. Dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama
jangka waktu tertentu setelah obat diberikan.

2.1.4.4 Berdasarkan cara pemakaian tablet


Berdasarkan cara pemakaian tablet dibagi menjadi :
1. Tablet biasa / tablet telan
Tablet telan dibuat tanpa penyalutan, digunakan peroral dengan cara ditelan,
pecah dilambung.
2. Tablet kunyah (chewable tablet)
Bentuk seperti tablet biasa, digunakan dengan cara dikunyah dalam mulut
kemudian ditelan, rasanya umumnya tidak pahit. Tablet kunyah dimaksudkan
untuk dikunyah, meninggalkan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut.

3. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles)


Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat,
umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat tablet
melarut atau hancur perlahan - lahan dalam mulut.
4. Tablet larut (effervescent tablet)
Dibuat dengan cara kempa : selain zat aktif junga mengandung campuran asam
(asam sitrat, asam tartrat) dan Natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dalam
air akan menghasilkan karbon dioksida.
5. Tablet implantasi (pelet)
13

Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan bersih hormon steroid,
dimasukkan ke dalam kulit dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian tablet
dimasukkan, kemudian kulit dijahit.
6. Tablet hipodermik (hypodermic tablet)
Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut
atau melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih dahulu
sebelum digunakan untuk injeksi hipodermik.
7. Tablet bukal (buccal tablet)
Digunakan dengan meletakan tablet diantara pipi dan gusi, sehingga zat aktif
diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
8. Tablet sublingual
Digunakan dengan cara meletakan tablet dibawah lidah sehingga zat aktif
diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral atau jika
diperlukan ketersediaan obat yang cepat seperti halnya tablet nitrogliserin.
9. Tablet vagina (ovula)
Tablet vagina adalah sediaan padat, umumnya berbentuk telur mudah melemah
(melembek) dan meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut dan digunakan
sebagai obat luar khasus untuk vagina.

2.2 Tinjaun Tablet Kempa Biasa

Tablet biasa atau tablet telan adalah tablet yang dibuat tanpa penyalutan,
digunakan secara oral dengan langsung ditelan, pecah dilambung yang umumnya
mengandung bahan aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran dan
lubrikan. Dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung bahan zat aktif,
bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung
bahan pewarna dan lak yang diizinkan bahan pengaroma dan bahan pemanis.
Keuntungan dari tablet kempa biasa yaitu mudah dibawa kemana – mana,
tidak mengandung air, sehingga sediaan stabil dalam penyimpanan, cocok untuk
bahan yang tidak tahan dalam air atau tidak stabil dengan air. Sedangkan,
kerugiannya bioavailibilitas kurang dari 100% karena melalui saluran pencernaan,
tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar dan sukar dikonsumsi untuk
anak – anak.
14

2.3 Tinjauan Praformulasi

2.3.1 Definisi Praformulasi

Praformulasi adalah suatu tahap pengembangan sifat-sifat fisika kimia


suatu obat sebelum proses pembuatan obat atau merupakan suatu investigasi/
pengkajian terhadap sifat-sifat fisika, kimia, biologi suatu zat aktif, baik secara
individu maupun setelah dikombinasi dengan eksipien. Tujuan praformulasi ini
untuk menetapkan parameter fisika-kimia obat baru; menetapkan profil kecepatan
kinetik; menetapkan ketercampuran dengan bahan tambahan lain yang umum
digunakan digunakan; dan memberikan data ilmiah untuk mendukung desain
bentuk sediaan dan evaluasi efikasi, stabilitas, serta bioavaibilitas produk obat
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:3 ).

2.3.2 Karakteristik Bahan


Karakteristik bahan aktif dan bahan tambahan :
1. Parasetamol (Bahan aktif)

Gambar 2.1 Struktur Parasetamol

a. Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih, tidak berbau dan


rasa sedikit pahit.
b. BM : 151,16
c. Kemurnian : Paresetamol mengandung tidak kurang dari 98,0%
dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat
d. Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9
15

bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida (Depkes RI,


1979:37).
e. Khasiat : Analgetikum, antipiretikum
f.Titik lebur : 168º - 172º
g. Susut pengeringan : tidak lebih dari 0,5%
h. Ukuran / distribusi ukuran partikel : 2 – 6 µm
i. Sifat alir : Buruk, karena parasetamol memiliki kelarutan yang buruk
dan permeabilitas rendah.
j. Kompaktibilitas : jelek
k. Higroskopisitas : parasetamol menyerap uap air dalam jumlah
yang tidak signifikan pada suhu 25ºC, pada kelembaban relatif meningkat
sekitar 90%.

2. Laktosa (Pengisi)
a. Pemerian : Serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih
krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil diudara, tetapi mudah
menyerap bau (Depkes RI, 1995: 483)
b. Kelarutan : Mudah (dan pelan - pelan) larut dalam air dan
lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak
larut dalam kloroform dan dalam eter (Depkes RI, 1995: 483)
c. Kelembapan : dapat menyerap kelembaban sehingga granulnya
cepat kering
d. Titik lebur : 202,0°C
e. Kegunaan : Zat pengisi dengan konsentrasi 65-85%
(Anwar, 2012: 65).
3. Pati jagung (Amylum maydish) (Pengikat)
a. Pemerian : Serbuk sangat halus, putih
b. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol
c. Mikroskopik : Mikroskopik butir bersegi banyak, bersudut, ukuran 2µm
sampai 23µm atau butir bulat dengan diameter 25 µm sampai 32 µm. Hilus
ditengah berupa rongga yang nyata atau celah berjumlah 2 sampai 5 tidak
ada lamella. Amati dibawah cahaya terpolarisasi, tampak bentuk silang
berwarna hitam, memotong pada hilus.
d. Titik lebur : 150-160°C (Martindale, 1982: 503)
e. Kegunaan : Zat pengikat dengan konsentrasi 5-10%
16

4. Magnesium Stearat (Pelincir)


a. Hidrofobik : Lubrikan hidrofobik seperti magnesium stearat
akan membentuk film hidrofobik yang tipis di sekeliling eksipien tablet
sehingga mencegah penetrasi air melewati pori tablet dan menunda
disintegrasi tablet, dan biasanya hal ini dapat berpengaruh pada kecepatan
disolusi zat aktifnya.
b. Titik didih dari Mg stearat : 130-140˚c
Apabila memiliki titik didih rendah masih bisa berperan dalam tablet karena
Mg Stearat disini berfungsi sebagai zat pelicin (Handio, 2016).
c. Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter.
Sebagai pelicin, suatu zat harus tidak larut dalam air, agar saat dicetak
granul tidak lengket pada cetakan
d. Pelincir/ Lubrikan dengan konsentrasi 0,25-5,0% (Anwar, 2012:
89)

5. Pati singkong (Amylum manihot) (Penghancur)


a. Pemerian : serbuk halus kadang – kadang berupa gumpalan kecil,
warna putih, tidak berbau tidak berasa
b. Kandungan : mengandung amilopektik yang dapat menyerap air karena
bahan aktif tidak tahan dalam kelembaban
c. Suhu gelatinisasi : 62-73oC.
d. Kegunaan : Sebagai zat penghancur dengan konsentrasi 5-10%
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013)

6. Talk (Pelicin)
a. Pemerian : Serbuk hablur sangat halus, putih atau putih
keabuan. Berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran, tidak
berasa (Depkes RI, 1995:771)
b. Titik lebur : 150 °C
c. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, asam dan basa lemah
dan pelarut organik.
d. Stabilitas : stabil dan dapat disterilkan dengan pemanasan 160
derajat selama tidak kurang selama 1 jam.
e. Konsentrasi : Bahan pelicin(glidant) 1-10%
f.Kegunaan : Pelicin/ Glidant
17

2.4 Tinjauan Formulasi

2.4.1 Definisi Formulasi

Formulasi adalah salah satu kegiatan dalam pembuatan sediaan dimana


menitikberatkan pada kegiatan merancang komposisi bahan baik bahan aktif
maupun bahan tambahan yang diperlukan untuk membuat sediaan tertentu yang
meliputi nama dan takaran bahan, dimana penentuan bahan harus selalu melewati
proses studi praformulasi.

2.4.2 Formula Tablet

2.4.2.1 Bahan Aktif

Bahan aktif adalah bahan atau zat yang memiliki khasiat untuk mengobati
suatu penyakit. Bahan aktif disini adalah bahan utama yang sangat penting dalam
pembuatan sediaan, termasuk sediaan tablet. Dalam formula tablet, bahan aktif
yang digunakan sebaiknya memiliki kemurnian yang tinggi, stabil selama proses
selama proses pembuatan tablet, kompaktibel dengan semua bahan aktif dan
bahan lainnya, bentuk partikelnya sferis, ukuran partikel dan distirbusi ukuran
partikelnya banyak, memiliki sifat alir yang baik, kandungan air yang kontinu,
sifat kompresibilitasnya baik, permukaan partikelnya tidak bermuatan, dan
memiliki organoleptis yang dapat diterima (Hadisoewignyo dan Fudholi,
2013:20). Bahan aktif yang digunakan dalam hal ini adalah parasetamol.

2.4.2.2 Bahan Pengisi (filler)

Bahan pengisi berfungsi untuk membuat kesesuaian bobot tablet,


umumnya bobot tablet yang berterima lebih besar dari 70 mg. Bahan pengisi
diperlukan terutama untuk zat aktif berdosis kecil. Bahan pengisi, umumnya
ditambahkan dalam rentang 5-80% (bergantung pada jumlah zat aktif dan bobot
tablet yang diinginkan). Fungsi lain bahan pengisi adalah untuk memperbaiki
kompresibilitas dan sifat alir bahan aktif. Pada pembuatan tablet dengan metode
18

cetak langsung, terkadang bahan pengisi dapat bersifat sebagai bahan pengikat
dan bahan pelicin. Kriteria yang baik untuk bahan pengisi adalah :
1. Tidak bereaksi dengan zat aktif dan bahan tambahan yang lain.
2. Tidak memiliki aktifitas fisiologis dan farmakologis.
3. Memiliki kestabilan fisika-kimia yang baik.
4. Tidak mempengaruhi disolusi dan bioavailabilitas sediaan tablet
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:21).
Bahan pengisi dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya yaitu :
1. Bahan pengisi larut air, misalnya laktosa, maltosa, sukrosa, dekstrosa,
manitol, dan sorbitol
2. Bahan pengisi tidak larut air, misalnya kalsium sulfat, kalsium karbonat,
amylum dan mikrokristalin selulosa (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:11).
Bahan pengisi yang digunakan yaitu laktosa. Laktosa adalah gula yang
diperoleh dari susu. Laktosa memiliki sifat antara lain mudah larut dalam air,
memberikan rasa yang dapat diterima di mulut, tidak higroskopik, mudah
dikeringkan pada saat pembuatan dengan metode granulasi basah, memiliki
kompresibilitas yang baik, tidak reaktif, memiliki nilai titik leleh yang tinggi
sehingga tidak akan menjadi lunak pada saat terkena tekanan kompresi, sifat alir
cukup baik, harga relative murah, dan terdapat dalam berbagai macam ukuran
partikel (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:21).

2.4.2.3 Bahan Pengikat (binder)

Bahan pengikat adalah bahan yang mempunyai sifat adhesive yang


digunakan untuk mengikat serbuk-serbuk menjadi granul yang selanjutnya bila
dikempa akan menghasilkan tablet kompak. Zat pengikat dapat ditambahkankan
dalam bentuk kering tetapi lebih efektif ditambahkan dalam bentuk larutan
(Maria, 2012).
Bahan pengikat digunakan dalam formula tablet dengan tujuan membentuk
ikatan antarpartikel supaya terbentuk tablet yang baik, yang memenuhi
persyaratan bobot tablet, kekerasan tablet, dan kerapuhan tablet. Bamhan pengikat
akan berperan sebagai perekat untuk mengikat serbuk-serbuk komponen tablet
menjadi granul, yang selanjutnya membantu mengikat granul-granul menjadi
tablet dalam proses pengempaan. Jumlah dari cairan pengikat yang digunakan
19

akan mempengaruhi kualitas granul yang dihasilkan. Bila jumlah bahan pengikat
terlalu sedikit, akan menghasilkan granul yang rapuh. Sedangkan jika terlalu
banyak, akan menghasilkan granul yang terlalu keras. Terdapat empat mekanisme
perlekatan antarpartikel, yaitu :
1. Terbentuknya jembatan cair pada saat penambahan bahan pengikat dalam
bentuk mucilago maupun larutan.
2. Terbentuknya jembatan padat, yang dapat terjadi pada saat pengeringan
granul basah atau penambahan bahan tambahan yang mempunyai titik lebur
rendah. Penambahan larutan pengikat akan membentuk lapisan tipis film yang
teradsorbsi pada permukaan partikel. Pada proses pengeringan akan terjadi
kristalisasi bahan yang terlarut dalam larutan pengikat., dan membentuk
jembatan padat pada titik kontak sehingga mengurangi jarak antarpartikel dan
meningkatkan daerah kontak partikel. Kekuatan jembatan Kristal ini
bergantung pada kecepatan kristalisasi dan jumlah material yang terdeposit.
3. Pada saat terjadinya deformasi plastic, yang dapat menyebabkan
terbentuknya interlocking.
4. Adanya gaya elektrostatiska antarpartikel, yang terjadi pada kondisi
kelembapan yang rendah (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:31).
Pada proses granulasi, dengan adanya pengikat dalam bentuk cair, maka
bahan pengikat akan membasahi permukaan partikel dan membentuk jembatan
cair (liquid bridges) antarpartikel. Tahapan yang terjadi pada saat penambahan
pengikat, yaitu :
1. Pendular : pada keadaan ini, ruangan antarpartikel diisi sebagian oleh
zat pengikat dan membentuk jembatan cair antara partikel.
2. Funicular : pada keadaan ini, terjadi kenaikan tegangan permukaan
kurang lebih tiga kali tahap pendular.
3. Kapiler : pada keadaan ini semua ruangan antarpartikel diisi oleh
zat pengikat. Karena adanya gaya kapiler pada permukaan konkaf antara
cairan-cairan di permukaan granul, maka akan terjadi pembentukan granul.
4. Droplet : pada tahap ini terjadi penutupan partikel oleh tetesan
cairan. Kekuatan ikatan dipengaruhi oleh gaya permukaan cairan yang
digunakan (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:33).
20

Gambar 2.2 Mekanisme terbentuknya granul

Pemilihan bahan pengikat tergantung pada kekuatan mengikat yang


dibutuhkan untuk membentuk granul dan kecocokannya dengan bahan-bahan lain,
terutama dengan obat. Pada beberapa formula, pengikat dibiarkan mengering dan
dicampur dengan bahan pengisi dan obat. Pengikat yang ditambahkan pada
larutan mempunyai daya ikat yang lebih kuat daripada pengikat identik yang
ditambahkan dalam bentuk kering kemudian dilembabkan. Terlalu banyak
pengikat juga akan membentuk granul menjadi keras, sehingga meningkatkan
kekerasan tablet yang mengakibatkan tablet sukar hancur.
Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama
granulasi basah untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakkan bagi
tablet yang dicetak langsung. Bahan pengikat dimaksudkan untuk memberikan
kekompakkan dan daya tahan tablet, oleh karena itu bahan pengikat menjamin
penyatuan beberapa partikel serbuk dalam sebuah butir granulat. Contoh bahan
pengikat : gelatin, PVP (polivinilpirolidon), gom arab, CMC-Na, amylum (Anwar,
2012:35).

Tabel 2.1 Konsentrasi Bahan Pengikat

Bahan Konsentrasi umum dalam granul


(% w/w)
Pati jagung 5-10% pasta dalam air
Pragelatinisasi pati jagung 5-10% larutan dalam air
Starch 1500 5-10% pasta dalam air
Gelatin (berbagai tipe) 2-10% larutan dalam air
Sukrosa 10-85% larutan dalam air
Gom akasia 5-20% larutan dalam air
PVP (polivinilpirolidin) 5-20% larutan dalam air, alkohol
atau hidroalkohol
21

Metil selulosa (berbagai viskositas) 2-10% larutan dalam air


CMC-Na (viskositas rendah) 2-10% larutan dalam air
Etil selulosa (berbagai viskositas) 2-10% larutan dalam alkohol
Polivinil alkohol (berbagai viskositas) 2-10% larutan dalam air atau
hidroalkohol
Polietilenglikol 6000 10-30% larutan dalam air, alkohol
atau hidroalkohol

Dalam hal ini menggunakan bahan pengikat Amylum maydish sebagai


bahan pengikat karena bersifat inert dan dapat bercampur dengan hampir semua
zat aktif. Amylum maydish dapat meningkatkan kekerasan dan menurunkan
kerapuhan dalam tablet. Titik lebur Amylum maydish tinggi sehingga cocok untuk
dijadikan pengikat pada metode granulasi basah karena tahan terhadap
pemanasan. Amylum maydish memiliki kelarutan praktis tidak larut dalam air
karena mempunyai kadar amilopektin yang tinggi. Amilopektin bersifat lebih
lekat dibandingkan dengan amilosa dan cenderung membentuk gel jika
disuspensikan dengan air. Hal ini menunjukkan kemampuan mengembang
sehingga menyebabkan penyerapan air lebih besar dan dapat mengikat partikel
lainnya sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan pengikat. Kandungan
amilopektin yang tinggi merupakan karakteristik yang baik sebagai pengikat
dalam formulasi sediaan tablet.

2.4.2.4 Bahan Penghancur (disintegrant)

Bahan penghancur adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam tablet


dengan tujuan agar tablet dapat segera hancur bila kontak dengan lingkungan
berair. Bahan penghancur membantu hancurnya tablet setelah ditelan atau jika
kontak dengan lingkungan berair atau cairan saluran cerna, dapat berfungsi
menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi
fragmen-fragmen atau bagian-bagian yang lebih kecil. Bahan penghancur yang
paling umum digunakan adalah pati, natrium amylum glikolat, polivinil pirolidon,
selulosa mikrokristal (Anwar, 2012:39).
Dalam hal ini menggunakan Amylum manihot karena amylum merupakan
bahan penghancur yang pertama kali digunakan. Mekanisme aksi amylum sebagai
22

bahan penghancur yaitu melalui masuknya air kedalam tablet dibandingkan


dengan aksi pengembangannya karena amylum hanya sedikit mengembang dalam
air pada suhu tubuh (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:36).

2.4.2.5 Bahan Pelincir (Lubricant)

Bahan pelincir dapat meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet


dan mencegah melekatnya beban pada punch dan die serta membuat tablet
menjadi bagus dan berkilat (Ansel, 1981).
Bahan pelincir ini bertujuan untuk memicu aliran serbuk atau granul
dengan jalan mengurangi gesekan diantara partikel-partikel. Ketika pelincir
ditambahkan pada granu, pelincir tersebut membentuk lapisan disekeliling partikel
atau granul selama kompresi. Efek pelapisan ini juga mempengaruhi permukaan
tablet. Beberapa bahan pelincir yang sering digunakan dalam pembuatan tablet
antara lain : talk, magnesium stearat, asam stearat, garam-garam asam stearat dan
kalsium (Anwar, 2012:49).
Magnesium stearat adalah lubrikan sangat efektif dan luas digunakan.
Karena mempunyai sifat hidrofob dan bisa mempengaruhi sifat-sifat tablet seperti
keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. Dengan sifat yang
licin dan serbuk halus membuat magnesium stearat cocok sebagai lubrikan dan
antiadherat (mengurangi gesekan bahan sediaan dengan peralatan saat proses
pembuatan tablet). Sifatnya yang kohesif dan pemeriannya yang berupa serbuk
halus dapat membantu sifat alir bahan lain serta densitasnya yang cukup besar
membuat kompresibilatas yang baik.

2.4.2.6 Pelicin (Glidan)

Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalirnya


serbuk, umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi.
Glidan berfungsi menempatkan partikel-partikelnya diantara partikel-
partikel komponen lainnya dalam massa tablet. Glidan cenderung mengurangi
adhesivitas, sehingga mengurangi gesekan antar partikulat secara menyeluruh.
Beberapa mekanisme kerja glidan, yaitu : dispersi muatan elektrostatik pada
23

permukaan granul, distribusi glidan selama granulasi, adsorpsi gas pada glidan
yang berlawanan dengan granulasi, meminimalkan gaya van der Waals dengan
pemisahan granul, mengurangi friksi antar partikel dan mengurangi permukaan
kasar granul dengan penempelan glidan selama granulasi. Beberapa contoh
senyawa yang dapat digolongkan sebagai glidan antara lain : kalsium stearat,
magnesium stearat, talk, pati jagung, Cab-O-Sil, siloid, aerosil (Anwar, 2012:57).
Talkum digunakan dikarenakan tidak OTT dengan komponen lain, akan
menutupi partikel yang tidak beraturan, tablet mudah dicetak dan tidak lengket.
Pemilihan talkum sebagai glidan adalah karena talkum merupakan glidan yang
baik dan dapat dikombinasikan dengan Mg stearat untuk memperbaiki sifat aliran
dari granul. Karena sifat fisika kimianya sangat halus, tidak berbau, mudah
digunakan, berbentuk bubuk, kristal. Talkum mudah melekat dan melapisi granul
dan lembut jika disentuh dan bebas dari bongkahan kecil. Konsentrasi talkum
adalah 1-5% (Anwar, 2012:61).

2.5 Tinjauan Tentang Produksi

2.5.1 Definisi Produksi

Produksi adalah serangkaian kegiatan untuk membuat, merubah bentuk,


menambah bahan, menambah daya guna suatu bahan awal (raw material) menjadi
suatu sediaaan ruahan ataupun sediaan jadi sesuai dengan spesifikasi standar
nasional maupun internasional.

2.5.2 Komponen Produksi

2.5.2.1 Ruang Produksi

Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai
tempat dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi
berbagai macam kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan
spesifikasi khusus. Spesifikasi ruang produksi :
24

1. Konstruksi bangunan tahan bencana: Bangunan didesain tahan bencana,


tidak goyang saat terjadi bencana gempa, tidak roboh saat terjadi bencana
banjir dan sebagainya
2. Mendukung alur produksi one way: Ruangan didesain hanya untuk satu
arah. Maksudnya adalah pintu masuk dan pintu keluar dibedakan agar saat
bekerja tidak terjadi saling senggol atau saling bersimpangan saat melakukan
produksi
3. Terdapat pengaturan suhu, cahaya, tekanan, dan higienitas: ruangan
dilengkapi dengan pengatur suhu, cahaya, tekanan serta higenitas karena saat
produksi kadang antara yang satu dengan yang lain akan berbeda kadar cahaya
serta suhu nya sehingga perlu dilakukan pengaturan sesuai keperluan
4. Ruang tidak bersudut: hal ini dilakukan agar ruangan terhindar dari sarang
binatang serta debu-debu yang biasanya banyak terdapat pada sudut ruanagan.
5. Berlapiskan epoksi: epoksi berguna untuk melapisi lantai atau atap ruang,
hal ini berguan karena dengan epoksi lantai akan menjadi lebih bersih dan lebih
kuat
6. Terdapat interlock door: ruang yang dilengkapi dengan interlock door ini
adalah ruang yang jika pada satu pintu dibuka, maka pintu lain akan tertutup
secara otomatis, hal ini karena agar tidak banyak mikroba atau udara yang
tidak baik (terkontaminasi) masuk kedalam ruang produksi.

2.5.2.2 Macam-macam ruang produksi


Macam-macam ruang produksi berdasarkan kelas dibagi menjadi :
1. Kelas I (White Area) : Ruang produksi yang jumlah partikelnya (non
patogen) kurang dari 0,5 µm maks. 100/ft3.
2. Kelas II (Clean Area) : Ruang produksi yang jumlah partikelnya (non
patogen) kurang dari 0,5 µm maks. 10.000/ft3.
3. Kelas III (Grey Area) : Ruang produksi yang jumlah partikelnya (non
patogen) kurang dari 0,5 µm maks. 100.000/ft3.
4. Kelas IV (Black Area) : Ruang produksi yang jumlah partikelnya (non
patogen) kurang dari 0,5 µm > 100.000/ft3 (dengan ventilasi udara memadai)
(Darmansyah dan purwanto, 2013:7).

2.5.3 Alat Produksi


25

Alat produksi adalah seperangkat instrument yang digunakan untuk


membuat, mengolah ataupun memodifikasi suatu bahan awal menjadi sediaan
ruahan maupun sediaan jadi dengan fungsi dan standar tertentu.

2.5.3.1 Spesifikasi alat produksi

Spesifikasi alat produksi yaitu :

1. Inert atau netral: Tidak bereaksi dengan bahan pembuatan tablet


2. Fungsi tetap ( stabil ): Selama digunakan tidak ada perubahan dalam
jumlah produksi, baik semakin bertambah atau semakin berkurang
3. Mudah pengoprasian: Tidak menyusahkan pekerja dan pekerjaan menjadi
lebih cepat
4. Terstandar dan terkalibrasi
5. Maintenance: adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk menjaga
peralatan dalam kondisi terbaik. Proses maintenance meliputi pengetesan,
pengukuran, penggantian, menyesuaian, dan perbaikan.

2.5.3.2 Macam-macam alat produksi

Macam-macam alat produksi dibagi menjadi :


1. Berdasar kinerja alat yaitu terdiri dari alat otomatis dan manual
Alat otomatis juga dapat dikatakan sebagai mesin, cara kerjanya sudah secara
otomatis dengan pengaturan yang sesuai. Otomatis disini, alat yang bekerja
secara otomatis tidak perlu digerakkan alat tersebut sudah bergerak sendiri
sesuai fungsinya. Alat manual adalah alat yang cara kerjanya masih manual dan
butuh bantuan manusia setiap akan melakukan fungsinya.
2. Berdasar Ukuran alat yaitu terdiri dari alat berat dan alat ringan
Alat berat adalah alat dalam industry yang berukuran besar dan kebanyakan
tidak bisa dibawa kemana mana tanpa menggunakan alat bantu. Alat ringan
adalah alat yang berukuran kecil dan ringan dan biasanya bisa dibawa kemana
mana
3. Berdasar bahan: Alat kaca, alat logam, alat porselin, alat karet, alat plastik.

2.5.3.3 Alat produksi tablet skala laboratorium


Macam-macam alat produksi tablet dalam skala laboratorium yaitu :
1. Alat Uji Kekerasan (Hardness Tester)
26

Gambar 2.3 Alat Uji Kekerasan (Hardness tester)


Uji kekerasan tablet dapat didefinisikan sebagai uji kekuatan tablet yang
mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan, yang diukur dengan memberi
tekanan terhadap diameter tablet. Tablet harus mempunyai kekuatan dan
kekerasan tertentu serta dapat bertahan dari berbagai goncangan mekanik pada
saat pembuatan, pengepakan dan transportasi. Alat yang biasa digunakan
adalah hardness tester. Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan
ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan
terjadi keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian.
Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan.

2. Alat Uji Waktu Alir

Gambar 2.4 Alat Uji Waktu Alir


Fungsi : Untuk menguji aliran granul saat proses granulasi.
Cara kerja : Uji ini dilakukan dengan metode corong. Adapun caranya
adalah sebagai berikut yaitu ditimbang 100g granul yang sudah terbentuk,
kemudian dimasukkan kedalam corong dengan ukuran tertentu yang bagian
bawahnya tertutup. Alat dijalankan, kemuian dicata waktu yang diperlukan
seluruh granul untuk melalui corong tersebut dengan menggunakan stopwatch.
Waktu alir granul yang baik adalah jika waktu yang diperlukan kurang lebih
27

atau sama dengan 10 detik untuk 100 gram granul. Dengan demikian kecepatan
alir yang baik adalah lebih besar dari 100 gram/detik.

3. Alat Uji Kerapuhan

Gambar 2.5 Friabilator tester


Fungsi : Untuk menguji kerapuhan pada tablet
Cara kerja : Uji kerapuhan merupakan uji ketahanan permukaan tablet
terhadap gesekan yang dialami oleh tablet sewaktu pengemasan, pengiriman,
dan penyimpanan. Prinsip pengukurannya adalah penetapan presentase bobot
tablet yang hilang dari 20 atau 40 tablet selama diputar dalam waktu tertentu.
Alat yang digunakan pada uji kerapuhan adalah friabilator test.
4. Alat Uji Keseragaman Ukuran

Gambar 2.6 Jangka sorong


Fungsi : untuk menseragamkan ukuran tablet agar dosis yang dihasilkan
sesuai
Cara kerja : tablet satu per satu diukur ketebalan dan diameter tablet dengan
jangka sorong.
5. Alat Uji Waktu Hancur
28

Gambar 2.7 Alat Uji Waktu Hancur

Cara Kerja :
a. Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet secara acak.
b. Panaskan air dalam beaker glass sampai suhu 37oC.
c. Masukkan tablet dalam tabung uji, kemudian ditutup
dengan menggunakan cakram.
d. Letakkan alat pada mesin, kemudian nyalakan mesin dan
tunggu hingga semua tablet hancur.
e. Kemudian catat waktu hancurnya. Waktu hancur suatu
tablet yang baik adalah tidak lebih dari 15 menit.
6. Mesin cetak tablet

Gambar 2.8 Mesin Pencetak Tablet


Berfungsi untuk mencetak tablet, cara kerjanya adalah mesin ini
digunakan untuk membuat pil/ permen tablet, dari bahan yang berupa serbuk
lembut yang akan dipadatkan. Cara kerja dan pengoperasiannya cukup mudah &
dapat dikerjakan secara manual meskipun dengan tenaga kerja wanita. Kita
tinggal menaruh serbuk yang akan dipadatkan pada casing yang kita inginkan,
kemudian kita tinggal menekan handlenya.
7. Alat Uji Keseragaman Bobot
29

Gambar 2.9 Timbangan Analitik


Alat ini berfungsi untuk menimbang bahan yang akan digunakan dalam
pembuatan tablet serta untuk uji keseragaman bobot tablet agar dihasilkan tablet
yang memiliki dosis seragam dan sesuai.
8. Oven

Gambar 2.10 Oven


Alat ini digunakan untuk memanasakan masa granul basah agar menjadi
kering. Cara kerjanya yaitu dengan masukkan granul yang akan dikeringkan ke
dalam oven dan diatur suhu yang dikehendaki serta lama pemanasan.
9. Mortir dan Stamper

Gambar 2.11 Mortir dan Stamper


Mortir dan stemper ini dapat digunakan untuk menggerus dan
menghaluskan bahan obat.
10. Gelas Ukur
30

Gambar 2.12 Gelas Ukur


Gelas ukur digunakan untuk untuk uji kemampatan serta mengukur larutan
yang diambil pada saat pembuatan tablet.

2.5.4 Personal Produksi


Personal produksi adalah praktisi produksi yang mengerjakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi baik secara langsung maupun
tidak langsung, dengan tujuan akhir membuat suatu sediaan farmasi yang
terstandar. Syarat-syarat personal produksi yaitu :
1. Sehat jasmani rohani
2. Lebih diutamakan pria
3. Kompeten
4. Menggunakan APD (Alat Perlindungan Diri)
5. Menguasai GLP(Good Laboratory Practices)
6. Attitude baik

2.5.5 Metode yang terstandarisasi


Metode yang terstandarisasi adalah serangkaian tahap dan alur kerja
pembuatan sediaan mulai dari bahan awal untuk diolah menjadi sediaan ruahan
maupun sediaan jadi dengan mengacu pada proses evaluasi setiap tahap produksi.
Tablet bisa dibuat dengan cara dicetak dan dikempa (kompressi). Metode
yang umum digunakan dalam pembuatan tablet adalah metode granulasi basah,
granulasi kering, dan metode kempa langsung.

2.5.5.1 Granulasi Basah (wet granulation)


Granulasi Basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien
menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam
31

jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi.
Granulasi basah digunakan untuk zat aktif yang tahan terhadap lembab dan panas.
Prinsip dari metode ini adalah membasahi massa atau campuran zat aktif
dan eksipien dengan larutan pengikat tertentu sampai diperoleh tingkat kebasahan
tertentu pula. Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan
suatu perekat sebagai pengganti pengompakan, teknik ini membutuhkan larutan,
suspensi yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran
serbuk atau dapat juga bahan tersebut dimasukan kering ke dalam campuran
serbuk dan cairan dimasukan terpisah.
Keuntungan dari metode granulasi basah, yaitu memperoleh aliran yang
baik, meningkatkan kompresibilitas, mengontrol pelepasan, mencegah pemisahan
komponen campuran selama proses, distribusi keseragaman kandungan, dan
meningkatkan kecepatan disolusi.
Kerugian dari metode granulasi basah, yaitu banyak tahap dalam proses
produksi yang harus divalidasi, biaya cukup tinggi, zat aktif yang tidak tahan
lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini. Untuk zat termolabil
dapat menggunakan pelarut non air. Dalam metode granulasi basah terdapat dua
metode penambahan bahan pengikat yaitu metode gelatinasi dan pragelatinasi.
1. Metode Gelatinasi
Metode ini paling banyak digunakan dalam produksi tablet, walaupun
melalui proses yang panjang. Gelatinasi pada prinsipnya adalah menambahkan
cairan pada suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang
dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasilkan aglomerasi atau granul.
Metode ini merupakan metode yang paling tua namun masih banyak digunakan.
Metode ini digunakan bila bahan obat tidak dapat dicetak langsung, misalnya
karena sifat kohesif, sifat kompersibilitas dan sifat aliran yang kurang baik
sementara dosisnya besar. Proses pembuatan tablet dengan metode ini meliputi
beberapa tahap yaitu penimbangan, pencampuran awal, pembuatan larutan
pengikat, penambahan larutan ikat, pengayakan I, pengeringan, pengayakan II,
pencampuran lubrikan dan pencetakan (Saputra, 2016).
Metode gelatinasi dapat digunakan untuk zat yang tahan terhadap air atau
pelarut yang digunakan tahan pemanasan. Umumnya untuk zat aktif yang sulit
32

dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya kurang baik. Prinsip
metode gelatinasi adalah membasahi massa tablet dengan larutan pengikat tertentu
sampai terdapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian massa basah tersebut
digranulasi. Segi bahan pengikat yang digunakan juga mempengaruhi proses
granulasi seperti amilum. Amilum akan menjadi pengikat jika dibentuk dalam
mucilago amilum dengan suspense air yang sesuai dengan literature yang telah
ditentukan, maka dari itu proses yang digunakan memerlukan granulasi basah.
Keuntungan gelatinasi diantaranya dapat meningkatkan kohesifitas dan
kompressibilitas serbuk dengan penambahan bahan pengikat, dapat digunakan
untuk zat aktif dosis besar yang sulit mengalir dan sulit dikompressi, distribusi
dan keseragaman kandungan baik zat aktif yang mudah larut dan dosis kecil, zat
warna dapat lebih homogeny karena terlebih dahulu dilarutkan dalam cairan
pengikat, serbuk dapat ditangani tanpa menghasilkan kontaminasi udara (debu
dari serbuk). Kekurangannya membutuhkan tempat yang luas, biaya yang tinggi,
alat dan waktu yang banyak, memungkinkan terjadinya kehilangan bahan selama
pemindahan ke proses lainnya, tidak dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak
tahan panas dan lembab.
2. Metode Pragelatinasi
Pragelatinasi adalah salah suatu metode penambahan pengikat pada
pembuatan tablet, dimana pengikat yang ditambahkan merupakan hasil
pengeringan dari mucilage basah. Berbeda dengan metode gelatinasi, pengikat
akan ditambahkan dengan bahan air lalu dikeringkan terlebih dahulu. Mucilago
yang telah kering akan ditambahkan dengan bahan lain dan kemudian
ditambahkan dengan air kembali. Mucilago dikeringkan untuk mendapatkan
pengikat yang berfungsi secara efektif dan stabil dalam penyimpanan.
Pengeringan mucilago diharapkan dapat menghilangkan kadar air dalam mucilago
secara maksimal tanpa menghilangkan sifatnya sebagai pengikat. Penambahan
bahan air terlebih dahulu akan menstimulasi pengikat untuk membentuk jembatan
air dan meningkatkan sifat adhesi kohesi antar partikel pengikat (Pradipta, 2012).
Peningkatan sifat bahan sebagai pengikat yang terjadi akan terus terbentuk
walaupun kadar air telah dihilangkan. Kehilangan kadar air dalam mucilago akan
menyebabkan pengikat stabil secara fisik dan dapat digunakan sewaktu-waktu.
33

Secara detail keunggulan metode pragelatinasi dibandingkan dengan metode


gelatinasi dijabarkan sebagai berikut :
1. Penambahan air akan meningkatkan pembentukan jembatan air antar
partikel pengikat. Jembatan air yang terbentuk akan memudahkan bahan untuk
mengikat bahan lain. Fungsi jembatan cair akan meningkat dengan
penambahan bahan cair setelah pengikat dicampurkan dengan bahan lain.
2. Gaya adhesi kohesi akan meningkat.Penambahan air akan menghilangkan
gaya gesek antar partikel dimana gaya gesek yang tinggi menyebabkan partikel
bahan sejenis atau tidak sejenis sukar untuk tercampur. Hilangnya gaya gesek
antar partikel menyebabkan gaya tarik menarik antar bahan meningkat.
3. Peningkatan reaksi elektrostatika antar bahan. Air merupakan katalisator
yang baik untuk reaksi kimia yang menyebabkan muatan elektro. Peningkatan
reaksi elektrostatika akan menunjang peningkatan gaya tarik menarik bahan.
Selain keunggulan di atas, adapun faktor-faktor sebagai penentu ketepatan
pelaksanaan metode pragelatinasi sebagai berikut :
1. Kadar air. Pengeringan mucilago harus memenuhi syarat penyusutan air
tidak lebih dari 5 % jumlah air total. Jumlah air tersisa dengan prosentase yang
tinggi akan menyebabkan penurunan kestabilan fisik pengikat.
2. Suhu Pengeringan. Suhu pengeringan tidak lebih dari titik didih bahan
pengikat. Suhu yang terlampau tinggi akan merusak bahan pengikat sehingga
bahan akan kehilangan fungsinya sebagai pengikat.
3. Takaran bahan pengikat (Rahardjo, 2010).

2.5.5.2 Granulasi Kering (dry granulation)


Granulasi kering sering disebut juga dengan slugging, yaitu memproses
partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi
massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang
berukuran lebih besar dari serbuk semula (granul). Metode ini digunakan untuk
zat aktif yang tidak tahan terhadap panas dan kelembaban. Prinsip metode ini
adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan
pelarut, ikatannya didapat melalui gaya (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:70).
Keuntungan dari granulasi kering yaitu :
34

1. Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin


pengaduk berat, dan pengeringan yang memakan waktu
2. Sesuai untuk bahan aktif yang sensitive terhadap pans dan lembab
3. Mempercepat waktu hancur karena partikel-pertikel bahan tidak terikat
oleh cairan pengikat (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:70)
Kerugian dari granulasi kering yaitu ;:
1. Memerlukan mesin tablet khusuh untuk membuat slug
2. Tidak dapat mendistribusikan zat warna dengan seragam
3. Proses banyak menghasilkan debu, sehingga memungkinkan terjadinya
kontaminasi silang (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:70)
Tahapan yang terlibat dalam metode granulasi kering yaitu:
1. Penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan
2. Pencamuran bahan-bahan yang ditimbang
3. Kompresi bahan-bahan yang dicampur menjadi slug atau lembaran
4. Penghancuran slug atau lembaran menjadi butiran granul
5. Pencampuran dengan bahan pelicin dan bahan penghancur
6. Kompresi tablet

2.5.5.3 Metode cetak langsung (direct compression)


Kempa langsung yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung
campuran zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu.
Metode ini merupakan metode yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya,
namun hanya dapat digunakan pada kondisi zat aktif yang kecil dosisnya, serta zat
aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab.
Secara umum sifat zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung
adalah zat aktif yang sifat alirnya baik, kompresibilitasnya baik, bentuknya kristal,
dan mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet. Prinsip
metode kempa langsung yaitu mencampur zat aktif dengan eksipien yang
memiliki aliran dan kompresibilitas yang baik kemudian dicetak. Berikut ini
adalah keuntungan dari kempa langsung yaitu:
1. Metode cetak langsung merupakan tahap produksi tablet yang paling
singkat
2. Keperluan akan alat, ruangan, waktu, dan daya manusia lebih sedikit
3. Dapat meningkatkan disintegrasi zat aktif (waktu hancur tablet menjadi
lebih cepat) karena tablet langsung mengalami disintegrasi menjadi tablet
35

4. Metode cetak langsung dapat mengeliminasi panas dan lembab, yang


terjadi pada proses pembuatan dengan granulasi basah, dan mengeliminasi
terjadinya tekanan tinggi seperti yang terjadi pada proses pembuatan dengan
metode granulasi kering (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:63).
Selain keuntungan, metode kempa langsung juga memiliki kerugian yaitu :
1. Harga bahan tambahan yang dibuthkan cukup mahal karena membutuhkan
eksipien yang memiliki sifat alir, kompresibilitas, serta ikatan antar partikel
yang baik
2. Bahan aktif dan bahan tambahan harus memiliki ukuran partikel yang
mirip agar tablet yang dihasilkan mempunyai keseragaman kandungan yang
baik
3. Kesulitan untuk mendistribusikan zat aktif berdosis kecil serta sulit
dilakukan untuk zat aktif yang berdosis tinggi dengan kompresibilitas buruk
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:63).

2.6 Tinjauan Tentang Evaluasi

2.6.1 Definisi

Evaluasi adalah tahapan akhir produksi di mana menekankan pada


kegiatan pemastian dan pemeriksaan sediaan telah sesuai dengan spesifikasi mutu
standar sediaan baik secara nasional maupun internasional.

2.6.2 Evaluasi Sifat Fisik Granul

Pemeriksaan kualitas granul dilakukan untuk mengetahui mutu fisik dari


granul yang dihasilkan, meliputi :
2.6.2.1 Waktu Alir
Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah granul untuk
mengalir dalam suatu alat. Sifat alir ini dapat digunakan untuk menilai efektifitas
bahan pelicin, mudah tidaknya aliran granul dan sifat permukaan granul. Semakin
kecil ukuran partikel granul akan memperbesar daya kohesinya sehingga akan
menyulitkan aliran karena granul akan mengalir dalam bentuk gumpalan.
36

Untuk menentukan sifat aliran, digunakan sudut kemiringan aliran yaitu


sudut yang dihasilkan bila suatu zat berupa serbuk dibiarkan mengalir bebas dari
atas corong ke dasar. Sudut tersebut akan membentuk suatu kerucut yang
kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar sudut yang dihasilkan
artinya sudut kemiringannya semakin kecil, semakin baik sifat aliran serbuk
tersebut. Granul dikatakan mempunyai aliran yang baik jika waktu alir yang
diperlukan untuk mengalirkan 100 gram granul itu kurang lebih atau sama dengan
10 detik (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:80).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat alir granul adalah bentuk dan
ukuran partikel granul, distribusi ukuran partikel, kekasaran/tekstur permukaan,
penurunan energi permukaan dan luas permukaan. Ukuran partikel granul makin
kecil akan memperbesar daya kohesinya sehingga granul akan menggumpal dan
menghambat kecepatan alirnya (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:80).
2.6.2.2 Sudut Diam
Sudut diam adalah sudut maksimum yang terbentuk antara permukaan
timbunan serbuk dengan bidang horizontal apabila hanya gaya gravitasi yang
bekerja pada permukaan bebas timbunan serbuk tersebut. Dapat digunakan untuk
mengevaluasi sifat alir serbuk dengan ukuran partikel >150 µm dan serbuk tidak
kohesif (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:80).
Cara menghitung sudut diam yaitu :
h
Tan ɑ =
r
Keterangan : ɑ = sudut diam (sudut istirahat)
h = tinggi kerucut
r = jari-jari bidang dasar kerucut
Uji sudut diam dihitung berdasarkan:
˂ 30˚ : serbuk sangat mudah mengalir
30˚ - 35˚ : serbuk mudah mengalir
˃ 35˚ : serbuk kurang mengalir (Agoes, 2013)
2.6.2.3 Kemampatan
Kemampatan ditentukan dengan dengan cara mengukur perubahan volume
sejumlah berat tertentu serbuk yang dimasukkan dengan hati-hati ke dalam gelas
37

ukur 100ml. perubahan volume sesudah dilakukan pengetapan dinyatakan ke


dalam persen. Serbuk dapat dikatakan dapat mengalir bebas, bila perubahan
volume sesudah pengetapan < 20% (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:82).
Kadar pemampatan dihitung dengan persamaan berikut:
(Vo – Vt )
Kompresibilitas (%) = x 100
Vo
Dimana:
Vo = densitas mampat (volume granul sebelum pemampatan)
Vt = densitas ruahan (volume granul pada 500 ketukan)

2.6.2.4 Susut Pengeringan


Perhitungan susut pengeringan granul dilakukan untuk mengetahui
persentase jumlah air dalam granul sehingga akan membentuk granul yang baik
untuk dicetak.
Rumus yang digunakan adalah:
bobot sebelum−bobot sesudah
x 100
bobot sebel �㄰ m
Jika kandungan air terlalu banyak maka akan menyebabkan massa yang
lembab dan lengket dan tablet menjadi sulit dicetak. Uji ini biasanya dilakukan
pada tablet yang dibuat dengan menggunakan metode granulasi basah. Prinsipnya
adalah dengan membandingkan berat granul sebelum dioven dengan berat granul
setelah dioven (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:86).

2.6.3 Evaluasi Sifat Fisik Tablet

Pemeriksaan kualitas tablet dilakukan untuk mengetahui mutu fisik dari


tablet yang dihasilkan, pemeriksaan kualitas tablet meliputi :
2.6.3.1 Uji Organoleptis
Uji organoleptis bertujuan untuk mengetahui karekteristik fisik dari
sediaan tablet mulai dari bentuk, rasa, warna dan bau sehingga dapat menarik
maupun menyakinkan konsumen.
2.6.3.2 Homogenitas
38

Uji homogenitas bertujuan untuk memastikan bahwa zat aktif yang


terkandung terdistribusi merata di dalam campuran suatu tablet. Campuran bahan
aktif dan bahan tambahan dikatakan homogen apabila serbuk berwarna dalam
campuran terdistribusi merata dalam campuran.
2.6.3.3 Keseragaman Bobot
Ditimbang 20 tablet dan dihitung rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu
persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom
A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih dari harga yang ditetapkan pada kolom B (Hadisoewignyo dan Fudholi,
2013:114).
Tabel 2.2 Tabel Keseragaman Bobot

Penyimpangan (%) dari bobot


Bobot tablet rata-rata tablet rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15 30
26 - 150 mg 10 20
151 – 300 mg 7,5 15
> 300 mg 5 10

2.6.3.4 Keseragaman Ukuran


Uji keseragaman ukuran bertujuan untuk mengetahui apakah ukuran dan
diameter dari tablet sudah seragam atau belum. Hal ini bertujuan untuk
menyamakan dosis dari masing-masing tablet. Sehingga efek terapi dari tablet
bisa dicapai secara maksimal. Alat yang digunakan pada uji keseragaman ukuran
adalah jangka sorong. Patokan yang digunakan adalah diameter tablet tidak lebih
dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet.
2.6.3.5 Kekerasan Tablet
Uji kekerasan adalah uji yang menggambarkan kekuatan tablet untuk
menahan tekanan pada saat proses produksi, pengemasan, dan pengangkutan.
Tujuannya adalah tablet tidak rusak saat proses produksi, pengemasan serta
pengangkutan. Kekerasan tablet biasanya 4-8 kg, tablet dengan kekerasan kurang
dari 4 kg akan didapatkan tablet yang cenderung rapuh, akan tetapi bila kekerasan
39

tablet lebih besar dari 8 kg akan didapatkan tablet yang cenderung keras. Alat
yang digunakan pada uji kekerasan adalah hardness tester.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan pada
saat pentabletan, sifat bahan yang dikempa serta jumlah serta jenis bahan obat
yang ditambahkan saat pentabletan akan meningkatkan kekerasan tablet. Syarat
kekerasan tablet pada umumnya adalah 4-8 kgf, untuk tablet kunyah dan
hipodermik 3 kgf, untuk tablet hisap 7-14 kgf, sedangkan untuk tablet lepas
lambat adalah 10-20 kgf (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013: 116).
2.6.3.6 Kerapuhan Tablet
Merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan tablet
dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada permukaan
tablet. Alat uji kerapuhan tablet dinamakan Erweka friabilator. Uji kerapuhan
tablet berhubungan dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada
permukaan tablet. Semakin besar persentase kerapuhan, semakin besar pula massa
tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi kadar zat aktif
yang ada pada tablet. Kerapuhan tablet dianggap cukup baik bila hasilnya kurang
dari 0,8% (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:118). Prosedur kerja uji kerapuhan :
a. Tablet dibersihkan dari debu dengan cara memakai kuas kecil
b. Ditimbang bobot 20 tablet (tablet besar) atau 40 tablet (tablet kecil)
= Wo
c. Tablet dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat dijalankan selama
4 menit dengan kecepatan 25 rpm
d. Tablet dikeluarkan lalu dibersihkan dari debu dengan memakai
kuas kecil
e. Ditimbang bobot tablet = Wf
f. Indeks kerapuhan dihitung dengan memakai rumus :

F = Wo – Wf x 100%
Wo
Keterangan :
F = indeks kerapuhan
Wo= bobot awal
Wf= bobot akhir
40

2.6.3.7 Waktu Hancur Tablet


Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan sejumlah tablet untuk hancur
menjadi granul atau partikel penyusunnya yang mampu melewati ayakan nomor
mesh 4, yang terdapat pada bagian bawah alat uji. Cara kerja alat uji waktu hancur
adalah dimasukkan 6 tablet ke dalam keranjang, kemudian keranjang diturun-
naikkan secara teratur sebanyak 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika
tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal
dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut
dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan bersalut selaput.
Faktor yang dapat mempengaruhi waktu hancur adalah bahan tambahan yang
digunakan, metode pembuatan tablet, jenis dan konsentrasi pelicin, tekanan mesin
pada saat pentabletan, dan sifat fisika kimia bahan penyusun tablet
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:120).

2.6.4 Permasalahan Dalam Pembuatan Tablet


2.6.4.1 Kaping (Capping)
Kaping adalah istilah yang digunakan untuk keadaan dimana lapisan atas
dan atau lapisan bawah tablet membuka, secara horizontal. Beberapa penyebab
kaping adalah partikel halus jumlahnya terlalu banyak dalam granul , granul
terlalu kering sehingga kehilangan daya ikat, granul belum kering, jumlah
pengikat kurangatau pengikat tidak dapat berfungsi dengan baik (Hadisoewignyo
dan Fudholi, 2013:104).

2.6.4.2 Laminasi (Lamination)


Laminasi adalah istilah yang digunakan bila tablet pecah berlapis-lapis
secara horizontal. Penyebabnya adalah adanya minyak atau lemak dalam granul,
lubrikan hidrofobik terlalu banyak, dekompresi terlalu cepat (Hadisoewignyo dan
Fudholi, 2013:105).
41

2.6.4.3 Pecahnya Tablet (Chipping)


Adalah pecahnya tepi tablet, baik setelah dikeluarkan dari cetakan, selama
penanganan lanjutan maupun yang terjadi pada saat penyalutan. Penyebabnya
adalah pengaturan mesin yang tidak baik dan adanya kesalahan pada saat
pengeluaran tablet, melekatnya pada permukaan punch, granul terlalu kering,
terlalu banyak pengikat, tepi permukaan punch masuk ke dalam (Hadisoewignyo
dan Fudholi, 2013:106).
2.6.4.4 Retak pada Tablet (Cracking)
Cracking adalah istilah yang diberikan untuk tablet yang mengalami
retakan kecil baik dibagian atas, bawah, maupun di dinding samping.
Penyebabnya adalah ekspansi tablet yang terlalu cepat, terutama bila
menggunakan punch konkaf dan dalam, ukuran granul terlalu besar, granul terlalu
kering, tablet mengembang, granul terlalu dingin (Hadisoewignyo dan Fudholi,
2013:107).
2.6.4.5 Perlekatan pada Dinding Die (Sticking)
Adalah melekatnya material yang dikempa pada dinding die. Jika yang
melekat berupa lapisan tipis, lebih dikenal dengan istilah filming, sedangkan bila
yang melekat berupa lekatan yang tebal disebut sticking. Penyebabnya adalah
perlekatan pada granul adalah granul yang lembab atau lubrikasi yang tidak baik,
granul kurang kering, pengikat yang terlalu banyak, material granul yang terlalu
higroskopis, granul terlalu lunak dan lembut (Hadisoewignyo dan Fudholi,
2013:107).
2.6.4.6 Perlekatan pada Permukaan Punch Atas (Picking)
Adalah tablet yang permukaannya hilang karena sejumlah kecil material
yang dikempa melekat pada permukaan punch atas. Penyebabnya adalah granul
terlalu lembab, lubrikasi kurang atau tidak tepat, adanya material yang
mempunyai titik lebur rendah, tekanan kompresi kurang (Hadisoewignyo dan
Fudholi, 2013:108).
2.6.4.7 Perlekatan Tablet pada Dinding Ruang Cetak (Binding)
Binding adalah keadaan dimana terjadi pelekatan antara tablet dengan
dengan dinding ruang cetak pada sat pengeluaran tablet. Penyebabnya adalah
42

material yang akan dikempa sangat lembab, kurangnya lubrikan, granul terlalu
kasar, granul terlalu kasar (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:109).
2.6.4.8 Bintik pada Tablet (Mottling)
Adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan distribusi warna
yang tidak merata di permukaan tablet, berbintik terang atau gelap. Penyebabnya
adalah warna zat aktif berbeda dengan bahan tambahan, terjadi migrasi zat aktif
selama proses pengeringan atau zat warna yang ditambahkan tidak terbagi merata,
pencampuran tidak homogeny (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013:111).

2.7 Kerangka Teori

Kemajuan teknologi dalam bidang farmasi yang berkembang dengan pesat


mendorong industri farmasi untuk terus melakukan pengembangan berbagai
macam bentuk sediaan farmasi. Salah satu sediaan yang mencerminkan
perkembangan dari sisi teknologi dan banyak beredar dimasyarakat adalah sediaan
tablet.
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Keuntungan sediaan tablet yaitu memiliki ketepatan dosis, lebih
stabil dan praktis dalam penggunaan. Pembuatan sediaan tablet mengandung zat
aktif dan zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan terdiri atas bahan pengisi
yang berfungsi untuk membuat kesesuaian bobot tablet. Jika tidak ada zat pengisi
maka mempengaruhi pengempaan tablet. Dimana tablet yang dihasilkan tidak
akan memenuhi keseragaman dalam pengisian yang akan menjamin keseragaman
sediaan. Selain itu, bahan pengisi akan mempengaruhi kecepatan dan mekanisme
waktu hancur. Semakin besar kelarutan bahan pengisi maka kecepatan waktu
hancur juga semakin cepat.
Bahan pengikat yang berfungsi untuk mengikat partikel-partikel
komponen tablet, sehingga zat aktif dan zat tambahan lainnya dapat menyatu dan
lebih mudah ditekan pada saat pencetakan serta tablet yang dihasilkan tidak
mudah rapuh. Bahan penghancur yang digunakan untuk menghancurkan tablet
43

ketika kontak dengan cairan, sehingga akan mempermudah hancurnya tablet


ketika dikonsumsi dan efek terapi dari zat aktif akan lebih cepat diterima.
Bahan pelicin ditujukan untuk memicu aliran serbuk atau granul dengan
jalan mengurangi gesekan antar partikel sehingga tablet tidak mudah menempel
pada cetakan dan mudah dikeluarkan. Bahan pelincir bertujuan untuk
menyesuaikan distribusi tekanan pada tablet kempa dan juga meningkatkan
densitas pengempaan yang mana dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari
tablet terutama dalam hal peningkatan kestabilan dan pelepasan zat aktif. Jika
tidak ada bahan pelincir maka mengurangi daya granulasi sehingga mempersulit
proses pengeluaran tablet pada saat pencetakan serta tablet akan mudah hancur
dan menempel pada punch.
Bahan aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol.
Parasetamol merupakan zat aktif yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai
sifat alir serta kompresibiltas yang jelek, maka dalam hal ini digunakan metode
granulasi basah. Keuntungan dari metode granulasi basah yaitu memperbaiki sifat
alir suatu bahan sehingga menghasilkan granul yang baik. Granul mempengaruhi
proses hancurnya tablet ketika di konsumsi. Apabila tablet kontak dengan air
maka akan hancur menjadi partikel-partikel granul yang kemudian akan larut
sehingga zat aktif bisa dilepaskan dan memeberikan efek terapi. Dalam metode
granulasi basah terdapat dua metode pengikatan partikel yaitu gelatinasi dan
pragelatinasi.
Gelatinasi merupakan penambahan bahan pengikat dibuat dalam bentuk
mucilago terlebih dahulu yang kemudian diikuti dengan menambahkan zat
tambahan lainnya. Sistem pengikatan partikel didahului dengan terbentuknya
jembatan cair, yaitu jembatan yang terbentuk karena adanya kemampuan daya
adhesif menembus barier antarpartikel sehingga mampu mengikat partikel lain
atau dengan kata lain sebagai penghubung antarpartikel. Sedangkan, proses
pragelatinasi adalah proses penambahan pengikat, dimana pengikat yang
ditambahkan merupakan hasil pengeringan dari mucilago basah yang selanjutnya
ditambahkan air kembali ketika sudah dicampurkan dengan zat tambahan lainnya.
Pada proses pragelatinasi, pengikat dalam mucilago menghubungkan dua partikel
kasar tanpa menemui barier yang mengakibatkan terbentuknya jembatan padat.
44

Granul yang sudah terbentuk, kemudian dilakukan uji mutu fisik granul
meliputi uji waktu alir yang berhubungan dengan keseragaman pengisian ruang
cetakan yang akan mempengaruhi keseragaman kandungan zat aktif. Uji sudut
diam berhubungan dengan waktu alir dimana semakin besar sudut diam yang
dihasilkan maka waktu alir semakin buruk, begitu pula sebaliknya.
Uji susut pengeringan bertujuan untuk mengetahui banyaknya air yang
terkandung dalam granul. Berat yang hilang dari sampel dapat berupa air yang
terkandung dalam sampel maupun komponen lain yang dapat menguap. Kadar air
yang semakin kecil maka granul yang dihasilkan semakin keras. Meningkatnya
kadar air serbuk akan menurunkan kemampuan serbuk untuk mengalir.
Selanjutnya yaitu uji kemampatan dimana uji ini tergantung pada penurunan
volume granul atau serbuk akibat getaran. Semakin kecil nilai persen kemampatan
semakin baik sifat alirnya.
Granul yang sudah terbentuk selanjutnya dicetak menjadi tablet dan
dilakukan evaluasi mutu fisik tablet yang meliputi uji kekerasan untuk mengetahui
seberapa keras tablet yang dihasilkan. Jika tablet terlalu keras maka akan susah
hancur pada saat dikonsumsi, sehingga lebih lama mencapai efek terapi yang
diharapkan. Uji kerapuhan dimaksudkan untuk mengukur ketahanan permukaan
tablet terhadap gesekan yang dialami sewaktu pengemasan dan distribusi.
Uji keseragaman bobot bertujuan untuk mengetahui keseragaman
kandungan zat aktif dalam tablet dan dapat menghasilkan efek terapi yang sesuai.
Uji keseragaman ukuran yang menentukan ukuran dari tablet yang dihasilkan.
Semakin besar ukuran tablet semakin besar pula bahan yang terkandung di
dalamnya, begitu pula sebaliknya. Uji waktu hancur bertujuan untuk mengetahui
seberapa cepat tablet hancur menjadi granul atau partikel penyusunnya ketika
berinteraksi dengan cairan di dalam tubuh. Semakin cepat waktu hancur yang
dihasilkan semakin cepat pula zat aktif dilepaskan. Hasil tiap uji dibandingkan
dengan literatur untuk mengetahui apakah tablet yang dihasilkan telah memenuhi
persyaratan yang ditentukan.

2.8 Hipotesis
Hipotesa dalam penelitian ini dapat diketahui dengan melihat nilai sig dari
H0 dan H1. Jika nilai sig > 0,05 maka H1 diterima artinya terdapat
perbandingan mutu fisik tablet parasetamol yang dihasilkan antara metode
gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan pengikat pati jagung
(Amylum maydish) ditinjau dari Farmakope Indonesia Edisi V. Sedangkan,
jika nilai sig <0,05 maka H0 diterima artinya tidak terdapat perbandingan
mutu fisik tablet parasetamol yang dihasilkan antara metode gelatinasi dan
pragelatinasi dengan penambahan pengikat pati jagung (Amylum maydish)
ditinjau dari Farmakope Indonesia Edisi V.BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan semua proses dalam pelaksanaan


penelitian. Pada saat penelitian, penggunaan metodologi penelitian memegang
peran penting yang sangat penting sehingga dalam menetukan metode penelitian
yang akan digunakan harus tepat sesuai dengan penelitian. Penelitian ini adalah
bersifat eksperimental, yaitu metode penelitian yang menggambarkan objek dan
menginterpretasikan hasil sesuai yang didapatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui mutu fisik tablet parasetamol yang dihasilkan menggunakan metode
gelatinasi dan pragelatinasi dengan penambahan bahan pengikat pati jagung
(Amylum maydish)
Adapun rancangan penelitian ini meliputi studi praformulasi dan
formulasi, pemilihan metode pembuatan tablet parasetamol dengan
menggunakan metode gelatinasi dan pragelatinasi, merancang prosedur
pembuatan tablet parasetamol, merancang kebutuhan alat dan bahan, pembuatan
granul, uji mutu fisik granul yang dihasilkan, pengolahan granul menjadi sediaan
tablet parasetamol, sediaan tablet selanjutnya dilakukan uji mutu fisik meliputi uji
organoleptis, homogenitas, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, kekerasan
tablet, kerapuhan dan waktu hancur. Dari tahapan yang telah dilakukan kemudian
akan diperoleh data-data dari pengujian mutu fisik tablet tersebut. Tahap akhir
dari peneltian ini yaitu melakukan analisis data dan dapat ditarik kesimpulan.

45
46

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah tablet parasetamol yang dihasilkan


dengan menggunakan metode gelatinasi dan pragelatinasi sebanyak 500 tablet.
Sampel yang digunakan sebanyak 50 tablet parasetamol.
47

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika Akademi


Farmasi Putra Indonesia Malang pada bulan Februari sampai dengan April 2017.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel


bebas dan terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode gelatinasi
dan pragelatinasi. Sedangkan variablel terikat adalah hasil mutu fisik sediaan
tablet parasetamol.
48

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


Variabel Sub variabel Definisi Alat ukur Skala ukur Hasil Ukur
Metode Metode penambahan cairan
pembuatan tablet
pengikat pada suatu serbuk

atau campuran serbuk dengan


Gelatinasi - - -
pengadukan dan akan

menghasilkan aglomerasi atau

granul.
Pragelatinasi Metode penambahan pengikat - - -

pada pembuatan tablet,

dimana pengikat yang

ditambahkan merupakan hasil


49

pengeringan dari mucilago

basah.

Keseragaman berat >300 mg penyimpangan

yang menunjukkan tabel A tidak >5% dan tabel


Keseragaman
Mutu Fisik Tablet Timbangan Interval
bobot
perbedaan antara satu tablet B tidak >10%

dengan lainnya
Keseragaman Keseragaman diameter Jangka sorong Interval Diameter tablet tidak lebih
ukuran
dan tebal dari tablet dari 3 kali dan tidak kurang

yang menunjukkan dari 1 1/3 kali tebal tablet.


Mutu Fisik Tablet

perbedaan antara satu

tablet dengan lainnya


50

Ketahanan tablet Kekuatan untuk tablet kenpa

terhadap tekanan biasa adalah 4 kg/cm

Kekerasan mesin pencetak tablet dan juga Hardness tester Interval

berpengaruh terhadap

waktu melarut tablet


Kerapuhan Ketahanan tablet Friability tester Interval Persyaratan tidak lebih dari

dalam menerima 0,8% - 1% untuk tablet

gesekan saat

pengemasan dan

pengiriman
51

Gambaran waktu yang Persyaratan tidak lebih dari

dibutuhkan tablet 15 menit


Desintegration
Waktu hancur Interval
tester
untuk hancur saat kontak

dengan cairan di pencernaan.


52

3.5 Alat dan Bahan/Instrumen Penelitian

3.5.1 Alat

Timbangan dan anak timbangan, timbangan analitik, jangka sorong,


corong, gelas ukur, friability tester, hardness tester, cawan porselin, tabung
reaksi, beaker glass, batang pengaduk, mortir dan stamper, oven, ayakan 12 dan
14, mesin cetak tablet, stopwatch, penggaris, sendok tanduk.

3.5.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu parasetamol,
laktosa, Amylum maydish, magnesium stearat, Amylum manihot dan talkum.

3.6 Prosedur Kerja/Pengumpulan Data

3.6.1 Rancangan Formula

Parasetamol 0,5 g
Amylum maydish 5%
Amylum manihot 5%
Talk 2%
Magnesium stearate 1%
Laktosa ad 600 mg
53

Tabel 3.2 Formula Tablet Parasetamol

Komponen 1 tablet (mg) 500 tablet (gram)


Parasetamol 500 mg 250 g

Amylum maydish 30 mg 15 g

Amylum manihot 30 mg 15 g

Talk 12 mg 6g

Mg Stearat 6 mg 3g

Laktosa Ad 600 mg 11 g

3.6.3 Prosedur Kerja

3.6.3.1 Prosedur Kerja Metode Gelatinasi

1. Disiapkan alat dan bahan


2. Ditimbang Paracetamol 250 g
3. Ditimbang Laktosa 11 g
4. Ditimbang Amylum maydish 15 g
5. Ditimbang Amylum manihot 15 g
6. Dicampurkan parasetamol, Amylum manihot dan laktosa diaduk ad
homogen
7. Dibuat mucilago pati jagung (Amylum maydish) dengan air, diaduk
ad homogen
8. Dicampurkan mucilago pengikat dengan campuran parasetamol,
Amylum manihot dan laktosa
9. Diayak massa basah dengan ayakan 12 mesh
10.Dikeringkan granul dengan oven pada suhu 500 C selama 24 jam
11.Diayak granul kering dengan ayakan 16 mesh
12.Dilakukan uji susut pengeringan dan uji kemampatan
13.Ditimbang Mg.stearat 3 g
14.Ditimbang Talk 6 g
54

15.Dicampur granul kering dengan talk, amylum manihot dan


magnesium stearat
16.Dilakukan kompresi tablet atau pencetakan tablet

3.6.3.2 Prosedur Kerja Metode Pragelatinasi


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang Amylum maydish 15 g
3. Dibuat mucilago Amylum maydish dengan air, diaduk ad homogen
4. Hasil mucilago dikeringkan dengan oven pada suhu 500 C selama
24 jam
5. Ditimbang parasetamol 250 g
6. Ditimbang laktosa 11 g
7. Ditimbang Amylum manihot 15 g
8. Setelah mucilago kering dicampur dengan parasetamol, laktosa,
dan Amylum manihot kemudian ditambahkan air dan diaduk ad
homogen
9. Diayak massa basah dengan ayakan 12 mesh
10.Dikeringkan granul pada oven dengan suhu 500 C selama 24 jam
11.Diayak granul kering dengan ayakan 16 mesh
12.Dilakukan uji susut pengeringan dan uji kemampatan
13.Ditimbang Mg.stearat 3 g
14.Ditimbang Talk 6 g
15.Dicampur granul kering dengan magnesium stearat dan talk
16.Dilakukan kompresi tablet atau pencetakan tablet

3.6.4 Evaluasi Granul

3.6.4.1 Prosedur Evaluasi Uji Susut Pengeringan

1. Ditimbang berat granul sebelum di oven lalu dicatat


2. Dilakukan pengovenan granul pada suhu 50˚C selama 24 jam
3. Ditimbang berat granul yang telah dioven pada timbangan analitik
4. Dihitung persen penyusutan air, catat hasil yang diperoleh

3.6.4.2 Prosedur Evaluasi Uji Kemampatan


1. Dimasukkan 100 g granul dalam gelas ukur 100 ml
2. Diukur tinggi awal dari granul
3. Diketuk gelas ukur sebanyak 500 kali atau sampai tidak terjadi
perubahan tinggi
4. Diukur tinggi akhir dari granul, catat hasil yang diperoleh
55

5. Dihitung berdasarkan rumus uji kemampatan


(Vo – Vt )
Kemampatan (%) = x 100
V �睜
Dimana:
Vo = densitas mampat (volume granul sebelum pemampatan)
Vt = densitas ruahan (volume granul pada 500 ketukan)

3.6.4.3 Prosedur Evaluasi Uji Waktu Alir


1. Dimasukkan granul sebanyak 100 g ke dalam corong dengan
ketinggian pada bidang datar 10 cm
2. Ditutup bagian bawah corong
3. Dinyalakan stopwatch bersamaan dengan dilepasnya tutup pada
bagian bawah corong
4. Dicatat waktu yang ditempuh granul melewati corong

3.6.4.4 Prosedur Evaluasi Uji Sudut Diam


1. Setelah dilakukan uji waktu alir maka dapat dilanjutkan
dengan pengujian sudut diam dengan mengukur sudut yang didapat.
2. Diukur tinggi dan jari-jari timbunan granul yang terbentuk
menggunakan penggaris.
3. Dihitung menggunakan rumus sudut diam
h
Tan ɑ =
r
Keterangan : ɑ = sudut diam (sudut istirahat)
h = tinggi kerucut
r = jari-jari bidang dasar kerucut

3.6.5 Evaluasi Tablet

3.6.5.1 Prosedur Evaluasi Uji Kekerasan

1. Diambil 10 tablet
2. Diletakkan ditengah dan tegak lurus dengan plan penekan hardness
tester
3. Diatur skala pada skala 0 setelah itu putar pelan-pelan sampai
tablet pecah
4. Diamati dan dicatat hasilnya
56

3.6.5.2 Prosedur Evaluasi Uji Kerapuhan


1. Dibersihkan tablet dari debu dengan menggunakan kuas kecil
2. Ditimbang bobot 20 tablet
3. Dimasukkan tablet kedalam alat friabilator tester, kemudian alat
dijalankan sebanyak 100 putaran dengan kecepatan 25 Rpm
4. Ditimbang kembali tablet yang telah di uji
5. Dihitung kerapuhan tablet dan dicatat hasilnya

3.6.5.3 Prosedur Evaluas Uji Keseragaman Ukuran


1. Diambil 20 tablet
2. Diukur masing-masing diameter dan ketebalan tablet dengan
jangka sorong
3. Dicatat hasilnya

3.6.5.4 Prosedur Evaluasi Uji Keseragaman Bobot


1. Diambil 20 tablet lalu ditimbang
2. Dihitung bobot rata-rata tablet
3. Ditimbang kembali tablet satu per satu
4. Dicatat hasilnya

3.6.5.5 Prosedur Kerja Evaluasi Uji Waktu Hancur


1. Dimasukkan 6 tablet ke dalam tabung berbetuk keranjang (pada
alat disintegration tester)
2. kemudian diturun naikkan tabung secara teratur 30 kali setiap
menit dalam medium air dengan suhu antara 37-38°C
3. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang
tertinggal di atas kaca. Dicatat lama waktu hancur tablet

3.7 Analisis Data


Hasil uji dianalisis secara statistika dengan menggunakan metode
Independent sample T-test karena dalam penelitian ini hanya ada dua grup sample
yaitu perbandingan metode gelatinasi dan pragelatinasi.
57
58

DAFTAR RUJUKAN

Agoes, Goeswin. 2013. Sediaan Farmasi Padat. Bandung: ITB.

Anwar Effinora. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi. Jakarta: Dian Rakyat.

Apriani. 2012. Pengaruh Penggunaan Amilum Jagung Pregelatinasi Sebagai

Bahan Pengikat Terhadap Sifat Fisik Tablet Vitamin E. Skripsi tidak

diterbitkan. Bali: Fakultas Farmasi Universitas Udayana.

Darmansyah, Adi dan Heru Purwanto. 2013. Buku Ajar SMK Farmasi: Undang-

Undang Kesehatan Kelas XII. Jakarta: P2B Community.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi

III. Jakarta: Departemen Kesehatan.


59

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi

IV. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Hadisoewignyo, Lannie dan Achmad Fudholi. 2013. Sediaan solid. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V.

Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Maria. 2012. Formulasi Tablet Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa

bilimbi L.) secara Granulasi Basah dengan Variasi Konsentrasi Amylum

maydis Sebagai Bahan Pengikat. Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan.

Surakarta: Universitas Sebelas Maret.


60

Martindale, William. 1982. Martindale: The Extra Pharmacopoeia 28th Edition.

London.

Pradipta, Ongko. 2012. Modifikasi Sediaan Tablet. Jakarta.

Rahardjo, Yoga. 2010. Farmasi Industri. Jakarta.

Rowe, C.R., Sheskey, J.P., dan Quinn, E.M. 2009. Handbook Of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. London: The Pharmaceutical Press.

Saputra, Anjar Handio. 2016. Perbandingan Mutu Fisik Tablet Parasetamol


Menggunakan Metode Gelatinasi dan Pragelatinasi dengan Penambahan
Pengikat CMC-Na. Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang: Akademi
Farmasi Putra Indonesia Malang.

Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-
Dasar Praktis. Jakarta: EGC.
61

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan Bahan


Pada penelitian ini akan dibuat tablet sebanyak 500 tablet dengan berat masing-
masing tablet 600 mg. Perhitungan bahan :
1. Parasetamol = 500 mg x 500 tab = 250 g
5
2. Amylum maydish = x 600 mg = 30 mg x 500 tab = 15 g
100
5
3. Amylum Manihot = x 600 mg = 30 mg x 500 tab = 15 g
100
1
4. Mg – Stearat = x 600 mg = 6 mg x 500 tab = 3 g
100
2
5. Talk = x 600 mg = 12 mg x 500 tab = 6 g
100
6. Laktosa = 300 g – ( 250 g + 15g +15 g + 3 g + 6 g ) = 11 g

Você também pode gostar