Você está na página 1de 6

PENINGKATAN KEMAMPUAN ASERTIF DAN PENURUNAN PERSEPSI

MELALUI ASSERTIVE TRAINING THERAPY


PADA SUAMI DENGAN RISIKO KDRT
Nuniek Setyo Wardani1,2*, Budi Anna Keliat3, Tuti Nuraini3
1. Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak, Pontianak 78124, Indonesia
2. Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
3. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*Email: sweetnoens@gmail.com

Abstrak
Peningkatan masalah dalam rumah tangga dengan kurangnya pemecahan masalah yang baik memicu terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga, baik pada usia pernikahan muda maupun tua. Tujuan penelitian ini melihat pengaruh assertive training
therapy (ATT) terhadap kemampuan asertif dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami. Desain
penelitian Quasi Experimental Pre-Post Test With Control Group, dengan sampel 60 orang istri dengan resiko kekerasan dalam
rumah tangga. Hasil menunjukkan ATT berpengaruh meningkatkan kemampuan asertif istri sebesar 86,9% dan persepsi istri
terhadap risiko kekerasan menurun 71,3%. Istri yang diberi ATT mempunyai kemampuan asertif meningkat secara bermakna
dan persepsi istri terhadap risiko kekerasan dalam rumah tangga suami lebih rendah dibandingkan yang tidak diberikan ATT.
Assertive Training Therapy direkomendasikan untuk istri dengan resiko kekerasan dalam rumah tangga.
Kata kunci: assertive training therapy, kemampuan asertif istri, persepsi istri terhadap perilaku power dan kontrol suami,
kekerasan dalam rumah tangga

Abstract
Increase in domestic problems with a lack of good problem solving trigger domestic violence, both young and old age
marriage. Purpose of the study was to discover the effect of assertive training therapy (ATT) to assertive ability and
wives perception to husband with risk of domestic violence. The study’s design was Quasi Experimental Pre-Post Test
With Control Group, with 60 wives with the risk of domestic violence. Result showed that the ATT effect increases the ability
of assertive wife of 86,9% and the wife’s perception of the risk of domestic violence by husbands were decreased 71.3%.
ATT has a wife who is given a Assertive skills increased significantly and the wife’s perception of the risk of domestic violence
is lower than the husband who is not given ATT. Therapy Training assertive recommended to his wife with the risk of domestic
violence.
Keywords: assertive training therapy, wife’s assertive ability, wife’s perception of power and control the behavior of husbands,
domestic violence

Pendahuluan suami dan istri didasarkan oleh ikatan perkawinan


yang terjadi diantara keduanya.
Perkawinan adalah suatu ikatan yang terjalin antara
pria dan wanita sebagai suami istri berdasarkan Hubungan perkawinan tersebut hanya akan ter-
hukum (UU), hukum agama atau adat istiadat yang jadi bila adanya saling ketertarikan antara pria
berlaku. Strong, Devault, dan Cohen (2008), yang dan wanita dimana pada prosesnya memiliki dua
mengungkapkan bahwa perkawinan adalah suatu macam aspek, yaitu aspek biologis dan afeksional.
hubungan yang resmi antara dua orang, umumnya Apabila tidak adanya saling ketertarikan antara
pria dan wanita, yang berbeda jenis kelamin, pria dan wanita, maka hubungan perkawinan tidak
bekerja sama dalam menunjang perekonomian, dan akan terjadi. Dengan terbentuknya hubungan per-
dapat memberikan keturunan, baik melalui adopsi kawinan, maka terbentuklah sebuah keluarga yang
maupun anak kandung. Sehingga dapat disimpul- didalamnya terdapat kebahagiaan, cinta, dan kasih
kan bahwa hubungan keluarga yang terjalin antara sayang.
62 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No. 1, Maret 2012; hal 61-66

Masalah-masalah yang dihadapi keluarga umum- karena pembunuhan, secara umum dilakukan
nya berhubungan dengan masalah dalam mendidik oleh mantan atau pasangannya sendiri. Catatan
anak (Strong, 2008). Masalah ini dapat timbul bila Komnas Perempuan menyatakan bahwa jumlah
ibu yang memegang peran sebagai pendidik dalam kekerasan terhadap perempuan terus meningkat
keluarga tidak mampu untuk menjalankan peran- dari tahun 2001 hingga 2008. Bahkan, dari tahun
nya dan memicu timbulnya konflik antara suami 2007 ke 2008 jumlahnya meningkat dua kali
dan istri. lipat. Pada tahun 2006 sampai 2007, data yang
didapat dari Mitra Perempuan menyatakan bahwa
Selain masalah dalam mendidik anak, DeGenova di wilayah Jakarta dan Bogor terdapat 606 kasus
(2008) menyatakan bahwa masalah yang dihadapi kekerasan dalam rumah tangga (Dharmono &
keluarga adalah masalah mengenai; perekonomi- Diatri, 2008).
an, keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah
dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan Kejadian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
keluarga; komunikasi, sangat berperan penting di- jika dilihat dari usia perkawinan, usia yang rentan
dalam keluarga karena dengan komunikasi keluar- terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
ga dapat menyampaikan perasaan, dan keinginan. adalah pada usia perkawinan 1 sampai 5 tahun
Beberapa keluarga yang tidak mampu beradaptasi pertama dan menikah pada usia muda kurang
terhadap permasalahan yang muncul diakibatkan dari 20 tahun. Prosentase yang ditunjukan terjadi-
fungsi dalam keluarga tidak berjalan dengan se- nya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada
mestinya sehingga akan mengakibatkan konflik usia perkawinan ini adalah sebesar 21,544%.
yang berkepanjangan. Konflik yang berkepan- Kemudian diikuti oleh usia perkawinan 10 sampai
jangan ini pula yang akhirnya akan menyebabkan 15 tahun sebanyak 21,435%, usia perkawinan lebih
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. dari 15 tahun sebesar 21,223% dan usia perkawin-
an 5 sampai 10 tahun sebesar 20,828% (Wiyarsi,
Kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuat- Salirawati, & Sulistiyowati, 2010). Berdasar-
an terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa usia
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, sek- perkawinan pada masa 5 tahun pertama merupa-
sual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah kan masa dimana usia perkawinan yang rawan ter-
tangga termasuk ancaman untuk melakukan per- jadinya konflik dalam rumah tangga sehingga
buatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdeka- menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah
an secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (KDRT).
tangga (UU No. 23 tahun 2004). Menurut Cherlin
(2002), yang menyatakan bahwa kekerasan Upaya penyelesaian masalah keluarga yang sifat-
dalam rumah tangga adalah tindakan seseorang nya sensitif tidak cukup diselesaikan dengan jalur
yang dapat mengakibatkan timbulnya cedera, hukum saja, akan tetapi keluarga membutuhkan
baik secara fisik, dan seksual. Jadi dapat dikata- suatu terapi untuk menyelesaikan masalah yang
kan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah sifatnya tidak mengancam. Hamid (2009), me-
suatu perilaku kekerasan atau perilaku pengon- nyatakan bahwa ada beberapa terapi yang dapat
trolan yang dilakukan seseorang secara sengaja diberikan untuk keluarga dengan tindak kekeras-
oleh orang yang telah dikenal dekat oleh korban, an dalam rumah tangga seperti terapi keluarga,
baik yang tinggal maupun tidak berada dalam terapi kelompok, dan terapi pendidikan. Terapi
rumah yang sama. yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan
keamanan fisik, terjadi peningkatan harga diri,
Data WHO (2002), menyebutkan bahwa angka mengurangi perasaan tidak berdaya, meng-
kejadian kekerasan dalam rumah tangga antara hilangkan perasaan putus asa, dan mencegah
40 hingga 60 persen perempuan yang meninggal terjadinya bunuh diri, serta isolasi sosial.
Pencegahan inkontinensia urin pada ibu nifas dengan “paket latihan mandiri” (Lina Herida Pinem, Setyowati, Dewi Gayatri) 63

Stuart dan McDonald (2009), menyebutkan bahwa Experimental Pre-Post Test With Control Group”,
upaya pencegahan yang dilakukan adalah ben- yaitu peneliti memberikan perlakuan terhadap
tuk intervensi keperawatan yang memiliki peran variabel independen, kemudian mengukur pe-
penting dalam mencegah terjadinya kekerasan ngaruh perlakuan tersebut pada variabel depen-
dalam rumah tangga. Upaya yang diberikan me- den (Notoatmodjo, 2010). Perlakuan yang di-
liputi pendidikan masyarakat, pendeteksian fak- berikan adalah Assertive Training Therapy
tor risiko adanya kekerasan dalam rumah tangga, (ATT) pada istri dalam keluarga dengan risiko
serta mencegah masalah yang lebih kompleks dari kekerasan dalam rumah tangga. Tehnik pengam-
terjadinya abuse. bilan sampel yaitu menggunakan metode Total
Sampling.
Pencegahan yang dilakukan yaitu mencakup:
(1) pencegahan primer yang dilakukan dengan Instrumen penelitian yang digunakan adalah ins-
cara memberikan penguatan pada individu dan trumen yang telah dikembangkan oleh Novianti
keluarga dengan membangun koping yang efektif (2010) dan dimodifikasi sesuai dengan respon-
dalam menghadapi stres dan menyelesaikan den penelitian yaitu istri pada keluarga dengan
masalah tanpa menggunakan kekerasan; (2) Pen- risiko perilaku kekerasan. Instrumen yang di-
cegahan sekunder, dengan cara mengidentifikasi gunakan adalah lembar kuesioner A (Data De-
keluarga dengan risiko kekerasan, penelantaran, mografi Keluarga), B (Kemampuan Asertif, 20
atau eksploitasi terhadap anggota keluarga, serta pertanyaan) dan C (Persepsi Istri terhadap Perilaku
melakukan deteksi dini terhadap keluarga yang Power dan Kontrol Suami, 15 pertanyaan).
mulai menggunakan kekerasan; (3) Pencegahan
tersier, dilakukan dengan cara menghentikan tin- Penelitian ini dilakukan di kelurahan Katulampa
dak kekerasan yang terjadi bekerjasama dengan Kota Bogor, khususnya untuk wilayah yang di-
badan hukum yang berwenang untuk menangani dominasi oleh tingkat ekonomi rendah, usia per-
kasus kekerasan. nikahan muda dan penduduk padat yang ada
di 3 (tiga) RW Kelurahan Katulampa Kota Bogor,
Townsend (2009) menuturkan bahwa untuk me- Jawa Barat. Pengumpulan data pre-test untuk
ngatasi perilaku yang muncul sebagai dampak tiap istri pada kelompok yang mendapat therapy
dari tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat group (TG) dan Assertive Training Therapy (ATT)
diberikan terapi asertif atau assertive training dilakukan sebelum sesi I, yaitu pada tanggal 16
therapy. Terapi asertif, atau lebih dikenal dengan Mei 2011.
assertive training therapy adalah suatu terapi
modaliltas keperawatan dalam bentuk terapi ke- Sedangkan post-test dilakukan setelah sesi VI
lompok (terapi tingkah laku), klien belajar me- selesai untuk tiap responden. Pengumpulan data
ngungkapkan rasa marah secara tepat atau aser- pre-test untuk kelompok yang hanya mendapat-
tif sehingga pasien mampu untuk berhubungan kan therapy group (TG) dilakukan pada 06 Juni
dengan orang lain, mampu menyatakan; apa yang 2011 secara serempak di kelurahan Katulampa
diinginkannya, apa yang disukainya, dan apa dan data post-test dilakukan secara serempak juga
yang ingin dia kerjakan dan kemampuan untuk pada tanggal 11 Juni 2011.
membuat seseorang merasa tidak risih berbicara
tentang dirinya sendiri. Analisis data diolah dengan program statistik
meliputi analisis univariat berupa sentral tendensi
Metode dan distribusi frekuensi. Analisis bivariat meng-
gunakan independent t-test, dependent t-test
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif (Paired t-test) dan chi square. Analisis multi-
dengan menggunakan desain penelitian “Quasi variat menggunakan uji regresi linear ganda.
64 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No. 1, Maret 2012; hal 61-66

Grafik 1. Kemampuan Asertif dan Persepsi Istri setelah Dilakukan Assertive Training Therapy

80 75 ,07
60
51 ,97
40 Intervens i
21 ,3 Kontro l
20
17,1
0
Asertif Persep si

Hasil pasangannya (Sadock & Sadock, 2005). Menurut


Townsend (2009), bahwa perilaku asertif adalah
Peningkatan kemampuan asertif istri setelah perilaku yang meningkatkan kualitas hubungan
dilakukan terapi spesialis Assertive Training antar manusia, memungkinkan untuk bertindak
Therapy (ATT) pada kelompok intervensi me- dengan cara yang terbaik, membuat perasaan lebih
ngalami peningkatan dimana sebelum intervensi baik tanpa adanya rasa cemas, mengekspresikan
dilakukan, kemampuan asertif istri berada pada perasaan secara jujur dan nyaman, dan dapat me-
kategori rendah-sedang. Setelah dilakukan in- laksanakan hak pribadi tanpa menyangkal hak
tervensi, kemampuan asertif istri tersebut me- orang lain. Assertive Training Therapy (ATT)
ningkat menjadi kategori tinggi dan secara statis- bertujuan membantu merubah persepsi untuk me-
tik peningkatan tersebut bermakna setelah di- ningkatkan kemampuan asertif individu, mengeks-
lakukan intervensi Assertive Training Therapy presikan emosi, dan untuk membangun keper-
(ATT) (lihat pada grafik 1). cayaan diri seseorang (Alberti, & Emmons, 2001
dalam Lin, et al., 2008).
Pembahasan
Indikasi Assertive Training Therapy adalah untuk
Perbandingan kemampuan asertif istri untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk
mencegah kekerasan dalam rumah tangga antar menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak
kelompok yang mendapat dan yang tidak men- atau benar. Latihan ini terutama berguna, di-
dapat Assertive Training Therapy (ATT) me- antaranya untuk membantu individu yang tidak
nunjukkan peningkatan kemampuan asertif istri mampu mengungkapkan perasaan tersinggung,
terdapat perbedaan yang signifikan kemampu- kesulitan menyatakan tidak, merasa tertekan
an asertif istri antara kelompok yang dilakukan karena dominansi orang lain (Alberti & Emmons,
Assertive Training Therapy (ATT) dibanding 2001 dalam Townsend, 2009). Komunikasi
kelompok yang tidak dilakukan Assertive Train- yang asertif akan membantu seseorang untuk
ing Therapy (ATT). Hal tersebut menunjukkan saling menghargai, sehingga mampu berbicara
bahwa kemampuan asertif istri dalam mencegah dan percaya diri. Cara berkomunikasi seperti ini
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dapat akan juga mampu membantu seseorang untuk me-
meningkat melalui pemberian Assertive Training nyelesaikan konflik dengan orang lain (Videbeck,
Therapy (ATT). 2010).

Kemampuan asertif pada istri adalah suatu tin- Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak
dakan yang dilakukan dalam mengungkapkan adanya pengaruh atau kontribusi karakteristik
ekspresi secara jujur, nyaman, dan tanpa adanya keluarga terhadap kemampuan asertif istri da-
kecemasan terhadap orang lain terutama dengan lam mencegah kekerasan dalam rumah tangga.
Pencegahan inkontinensia urin pada ibu nifas dengan “paket latihan mandiri” (Lina Herida Pinem, Setyowati, Dewi Gayatri) 65

Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan (ATT) dengan menggunakan terapi generalis.
asertif istri dalam mencegah kekerasan dalam Selain itu juga perlu adanya pelatihan lebih dalam
rumah tangga dapat dilatih dengan intervensi kepada kader kesehatan mengenai cara pencegah-
yang baik salah satunya adalah Assertive Train- an kekerasan dalam rumah tangga untuk keluarga
ing Therapy (ATT). yang memiliki risiko kekerasan dalam rumah
tangga.
Stuart dan Laraia (2005) menyatakan bahwa usia
berhubungan dengan pengalaman seseorang Perawat spesialis jiwa hendaknya lebih aktif dalam
dalam menghadapi berbagai macam stressor, menerapkan asuhan keperawatan spesialis Asser-
kemampuan memanfaatkan sumber dukungan tive Training Therapy (ATT) setelah mendapat-
dan keterampilan dalam mekanisme koping. kan terapi generalis pada keluarga dengan risiko
Dapat disimpulkan, bahwa usia tersebut diatas kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, di-
sudah mampu untuk memilih kebutuhan dasar- harapkan adanya perawat spesialis jiwa yang ber-
nya secara baik dan dapat melakukan tindakan ada di dinas kesehatan sebagai pemberi konseling
yang dapat memperbaiki kondisi dirinya. dalam mencegah risiko kekerasan dalam rumah
tangga. Sebagai dasar pentingnya penempatan pe-
Pendidikan menjadi salah satu tolok ukur ke- rawat spesialis jiwa di tatanan pelayanan kesehat-
mampuan seseorang dalam berinteraksi dengan an jiwa dengan kompetensi yang dimiliki.
orang lain secara efektif (Stuart & Laraia, 2005).
Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan desain
dilakukan oleh penelit i. Selain itu, Hawari penelitian lain untuk melihat Pengaruh Assertive
(2001), menyebutkan bahwa masalah pekerjaan Training Therapy (ATT) terhadap Kemampuan
merupakan sumber stres pada diri seseorang Asertif dan Persepsi Istri terhadap perilaku power
yang bila tidak dapat diatasi yang bersangkutan dan kontrol pada pasangan suami istri dengan ri-
dapat jatuh sakit. siko Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam
jangka waktu yang lama agar dapat diketahui
pengaruh ATT terhadap kemampuan asertif dan
Kesimpulan persepsi pasangan suami istri setelah pemberian
Karakteristik keluarga tidak mempengaruhi ke- terapi. Diharapkan agar pada penelitian berikut-
mampuan asertif dan persepsi istri terhadap nya, kemampuan asertif dan persepsi pasangan
perilaku power dan kontrol suami dengan risiko suami istri dengan risiko kekerasan dalam rumah
kekerasan dalam rumah tangga. Terapi spesialis tangga dapat meningkat dalam upaya pencegah-
Assertive Training Therapy (ATT) meningkatkan an kekerasan dalam rumah tangga (DN, AY, EF).
kemampuan asertif secara bermakna pada ke-
lompok intervensi dan menurunkan persepsi istri Referensi
terhadap perilaku power dan kontrol suami. Pe-
luang pengaruh Assertive Training Therapy (ATT) Cherlin, A.J. (2002). Public and private families:
An introduction (3rd Ed.). New York: McGraw-
sebesar 87% terhadap kemampuan asertif istri Hill.
dan 72% terhadap persepsi istri terhadap perilaku
power dan kontrol suami. DeGenova, M.K. (2008). Intimate relationships
marriage and families (7th Ed.). New York:
Puskesmas hendaknya memfasilitasi program Graw Hill.
lanjutan terapi spesialis keperawatan keluarga
Dharmono, S., & Diatri, H. (2008). Kekerasan dalam
berbasis komunitas, khususnya pada keluarga rumah tangga dan dampaknya ter- hadap
dengan risiko kekerasan dalam rumah tangga kesehatan jiwa. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.
yang telah diberikan Assertive Training Therapy
66 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No. 1, Maret 2012; hal 61-66

Hamid, A.Y.S . (2009). Bunga rampai asuhan Stuart, G.W., & Mc Donald, S.F. (2009). Virtual
keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit clinical excurtions psychiatric for principles and
EGC. practice of psychiatric nursing (9th Ed.). San
Diego: Mosby Elsevier.
Hawari, D. (2009). Penyiksaan fisik dan mental
dalam rumah tangga. Jakarta: Balai Penerbit Stuart, G.W., & Laraia. (2009). Principles and
FK-UI. practice of psychiatric nursing (9th Ed.). St.
Louis: Mosby.
Lin, Y.R., Wu, M.H., Yang, C.I., Chen, T.H., Hsu, C.C.,
Chang, Y.C., Tzeng, W.C., Chou, Y.H., & Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental health
Chou, K.R. (2008). Evaluation of assertiveness nursing: Concepts of care in evidence-based
training for psychiat ric patient . Journal parctice. Philadelphia: F.A. Davis Company.
of Clinical Nursing, 17 (21), 2875 -2883. DOI:
10.1111/j.1365-2702.2008.02343.x. Undang-Undang No. 23 tahun 2004. (2004). Tentang
kekerasan dalam rumah tangga. Diperoleh dari
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian http://lbh.apik.or.id.diakses.
kesehatan (edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Videbeck, S.L. (2010). Psychiatric-mental health
Novianti, E. (2010). Pengaruh assetiveness train- nursing. Philadelphia: Lippincott Williams
ing dalam mengontrol emosi anak usia sekolah & Wilkins
di Kelurahan Jaya Bogor (Thesis, Program
Pascasarjana FIK UI). Depok: FIK-UI. Wiya rsi, Salirawati, & Sulistiyowa ti. (2010).
Survei kekerasan dalam r umah tangga
Sadock, B.J., & Sadock, V.A. (2005). Kaplan pada wanita karir di DIY. Diperoleh dari
and Sadock’s comprehensive textbook of http//eprints.uny.ac.id.
psychiatry (8th Ed.). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkin’s. WHO. (2002). Violence and health fact sheet no.
239. Diperoleh dari http://www.who. int/
Strong, B., Devault, C., & Cohen T. F. (2008). The mediacentre/factsheets/fs239/en/.
marriage and family experience: Intimate
relationship in a changing society (10th Ed.).
United States: Cengage Learning, Inc.

Você também pode gostar