Você está na página 1de 23

BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini, angka kualitas hidup janin terus membaik dibanding beberapa tahun

lalu. Namun masih sering pula kita mendapati kejadian abortus. Abortus adalah

berakhirnya kehamilan sebelum janin cukup berkembang untuk dapat hidup di luar

kandungan yakni sebelum usia kehamilan 20 minggu dari tanggal hari pertama haid

terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus masih merupakan masalah

obstetrik yang belum banyak terungkap dan merupakan salah satu penyebab kematian

ibu dan janin (Noerjasin, 2010).

Angka abortus di seluruh dunia per tahun sekitar 35 per 1000 wanita yang berusia

15-44 tahun. Dari seluruh kehamilan (selain keguguran dan lahir mati), 26% berakhir

dengan abortus. Sekitar 44% abortus di dunia adalah ilegal, 64% abortus legal dan

hampir 95% abortus ilegal terjadi di negara berkembang. Sampai saat ini, data yang

komprehensif tentang kejadian abortus di Indonesia belum ada. Berbagai data yang

diungkapkan adalah berdasarkan survei dengan cakupan yang relatif terbatas.

Diperkirakan tingkat abortus di Indonesia adalah sekitar 2 sampai dengan 2,6 juta kasus

per tahun, atau 43 abortus untuk setiap 100 kehamilan. Diperkirakan pula bahwa 30% di

antara abortus tersebut dilakukan oleh penduduk usia 15-24 tahun. (Kuntari T., dkk

2010 ).

Abortus memiliki komplikasi dan mampu mengancam keselamatan ibu karena

perdarahannya yang masif sehingga mampu mengakibatkan syok hipovolemik apabila

1
tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu yang mengalami

abortus pastinya mengalami guncangan secara psikis. Abortus imminens merupakan

komplikasi kehamilan tersering dan menyebabkan beban emosional serius, terjadi satu

dari lima kasus. Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan lebih lanjut tentang abortus

karena pentingnya bagi para pelayanan kesehatan primer agar mampu menegakkan

diagnosa dan memberikan pentalaksanaan secara cepat dan tepat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan Batasan usia kehamilan kurang dari 22

minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari

20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (WHO, 2013)

Abortus imminens adalah wanita yang mengandung bayi hidup dengan usia

kehamilan kurang dari 24 minggu yang mengalami perdarahan vaginal dengan atau

tanpa nyeri abdomen ketika kondisi serviks masih tertutup (Sucipto, 2013).

B. Etiologi

Penyebab abortus imminens merupakan gabungan dari beberapa faktor, antara lain:

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, menyebabkan kematian janin atau cacat,

penyebabnya antara lain:

a. Kelainan kromosom, misalnya lain trisomi, poliploidi dan kelainan kromosom

seks.

b. Endometrium kurang sempurna, biasanya terjadi pada ibu hamil saat usia tua,

dimana kondisi abnormal uterus dan endokrin atau sindroma ovarium polikistik.

c. Pengaruh eksternal, misalnya radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat

mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus,

disebut teratogen.

3
2. Kelainan plasenta, misalnya endarteritis terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan

oksigenasi plasenta terganggu, sehingga mengganggu pertumbuhan dan kematian

janin. Keadaan ini dapat terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi

menahun.

a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan

kromosom (monosomy, trisomy, atau poliploidi)

b. Embrio dengan kelainan lokal

c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas)

3. Penyakit ibu, baik yang akut seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis,

malaria, dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat, keracunan, laparotomi,

peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononukleosis

infeksiosa, toksoplasmosis.

4. Kelainan traktus genitalis, misalnya retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan

bawaan uterus. Terutama retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa

yang memegang peranan penting. Sebab lain keguguran dalam trimester dua ialah

serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks,

dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan serviks yang luas yang

tidak dijahit.

Menurut Cunningham (2005) hal-hal yang dapat menyebabkan abortus, dikelompokkan

menjadi 3 faktor yaitu :


4
1. Faktor fetal

Temuan morfologis yang paling sering terjadi dalam abortus dini spontan adalah

kelainan perkembangan zigot, embrio fase awal janin, atau kadang-kadang plasenta.

Perkembangan janin yang abnormal, khususnya dalam trimester pertama kehamilan, dapat

diklasifikasikan menjadi perkembangan janin dengan kromosom yang jumlahnya abnormal

(aneuploidi) atau perkembangan janin dengan komponen kromosom yang normal

(euploidi).

Laporan menyatakan bahwa abortus aneuploidi terjadi pada atau sebelum kehamilan 8

minggu, sedangkan abortus euploidi mencapai puncaknya sekitar 13 minggu.

Insiden abortus euploidi akan meningkat secara dramatis setelah usia maternal 35 tahun.

Namun sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut belum diketahui secara pasti.

Penyebab abortus euploidi umumnya tidak diketahui,tetapi mungkin bisa disebabkan oleh;

kelainan genetik, berbagai faktor ibu, mungkin beberapa faktor ayah.

2. Faktor Maternal

a) Infeksi

Beberapa infeksi kronis pernah terlibat atau sangat dicurigai sebagai

penyebab abortus,diantaranya Listeria monocytogenes dan Toxoplasma.

b) Penyakit kronik

Pada awal kehamilan, penyakit kronik yang menyebabkan penyusutan tubuh,

misalnyatuberculosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus. Hipertensi jarang

menyebabkanabortus di bawah 20 minggu, tetapi dapat menyebabkan kematian janin dan

kelahiran preterm.

5
c) Kelainan endokrin

Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insiden abortus walaupun

tidak terjadi hipertiroidisme yang nyata. Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor

meningkat pada wanita dengan diabetes mellitus. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol

metabolik pada trimester pertama.

Defisiensi progesteron, karena kurangnya sekresi hormon progesteron tersebut

dari korpus luteum atau placenta, mempunyai kaitan dengan insiden abortus. Karena

progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis

akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan berperan dalam peristiwa kematian janin.

d) Nutrisi

Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi merupakan

penyebab abortus. Mual dan muntah yang timbul agak sering pada awal kehamilan, dan

semua penyakit yang dipicunya, jarang diikuti oleh abortus spontan.

e) Pemakaian obat dan faktor lingkungan

Berbagai zat dilaporkan berperan, tetapi belum dapat dipastikan sebagai penyebab

meningkatnya insidensi abortus seperti : tembakau, alkohol, kafein, sinar radiasi, dll.

f) Faktor imunologis

Ada dua mekanisme utama pada abnormalitas imunologis yang berhubungan

dengan abortus,yaitu : mekanisme autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri) dan

mekanisme aloimun (imunitas terhadap orang lain).

g) Gamet yang menua

Baik umur sperma atau ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus spontan.

Garnet yang bertambah tua dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi, dapat

meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.


6
h) Trauma fisik

Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering dilupakan.Yang di ingat

hanya kejadian tertentu yang tampaknya mengakibatkan abortus.

3. Faktor Paternal

Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses timbulnya

abortus spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dapat menimbulkan zigot yang

mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus.

C. Patogenesis

Abortus diawali dengan perdarahan kedalam desidua basalis, lalu terjadi

perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut,

dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian

yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan

kontraksi rongga uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing

itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan,

kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum perdarahan. Oleh karena

itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi

perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. (Sastrawinata et al., 2005).

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, viii korialis belum menembus desidua secara

dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14

minggu, penembusan sudah Iebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan

menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan

lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk seperti
7
kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (blighted ovum),

janin lahir mati,janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus).

D. Penegakan Diagnoasis

Dalam menegakkan diagnosis pada abortus dapat dilakukan anamnesa dan pemeriksaan

fisik.

1. Abortus Iminens

Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam

pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau

tidak adan keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri

tertutup, besarnya uterus sesuai umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih

positif.

2. Abortus Insipiens

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya

bertambah sesuai pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan, ostium terbuka,

teraba ketuban. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin

kehamilan masih positif.

3. Abortus Inkomplit

Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada

pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam

kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.

8
4. Abortus Komplit

Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah

mengecil sehingga perdarahan sedikit.

5. Abortus Tertunda (Missed Abortion)

Penderita biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan

pertumbuhan kehamilan tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas inggu

sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan

tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.

6. Abortus Habitualis

Terjadi abortus berulang, sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut.

Nyeri
Diagnosis Perdarahan Uterus Serviks Gejala khas
Perut

Abortus Sesuai usia Tidak ada ekspulsi


Sedikit Sedang Tertutup
Iminens gestasi jaringan konsepsi

Abortus Sedang- Sedang Sesuai usia Tidak ada ekspulsi


Terbuka
Insipiens banyak -hebat kehamilan jaringan konsepsi

Abortus Sedang- Sedang Sesuai dengan Ekspulsi sebagian


Terbuka
Inkomplit banyak -hebat usia kehamilan jaringan konsepsi

Abortus Tanpa/ Lebih kecil dari Terbuka/ Ekspulsi seluruh


Sedikit
Komplit sedikit usia gestasi Tertutup jaringan konsepsi

Missed Tidak ada Tidak Lebih kecil dari Tertutup Janin telah mati tapi

9
Abortion ada usia kehamilan tidak ada ekspulsi

jaringan konsepsi

TABEL II.1 Tabel kriteria diagnosis abortus. (WHO, 2013)

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk konfirmasi anamnesa dan

pemeriksaan fisik pada kasus abortus adalah:

1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan darah, serta reaksi

silang analisis gas darah, kultur darah, urinalisis, plano test (positif jika janin masih

hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus)

2. Pemeriksan dopler untuk menentukan ada tidaknya denyut jantung janin

3. Ultrasonografi untuk evaluasi ada tidaknya denyut jantung janin, kelengkapan

bagian janin dalam uterus. (Fransisca, 2007)

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan aktif pada abortus imminens umumnya terdiri atas:

Tirah Baring

Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan abortus imminens karena

cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang

mekanik. Pada suatu penelitian, 1228 dari 1279 (96%) dokter umum meresepkan

istirahat pada perdarahan hebat yang terjadi pada awal kehamilan, meskipun hanya

delapan dari mereka yang merasa hal tersebut perlu, dan hanya satu dari tiga orang yang

yakin hal tersebut bekerja baik.

10
Sebuah penelitian randomised controlled trial (RCT) tentang efek tirah baring pada

abortus imminens menyebutkan bahwa 61 wanita hamil yang mengalami perdarahan

pada usia kehamilan kurang dari delapan minggu yang viabel, secara acak diberi

perlakuan berbeda yaitu injeksi hCG, plasebo atau tirah baring. Persentase terjadinya

keguguran dari ketiga perlakuan tersebut masing-masing 30%, 48%, and 75%.

Perbedaan signifi kan tampak antara kelompok injeksi hCG dan tirah baring namun

perbedaan antara kelompok injeksi hCG dan plasebo atau antara kelompok plasebo dan

tirah baring tidak signifikan. Meskipun pada penelitian tersebut hCG menunjukkan hasil

lebih baik dibandingkan tirah baring, namun ada kemungkinan terjadi sindrom

hiperstimulasi ovarium, dan mengingat terjadinya abortus imminens dipengaruhi banyak

faktor, tidak relevan dengan fungsi luteal, menjadikan hal tersebut sebagai

pertimbangan untuk tidak melanjutkan penelitian tentang penggunaan hCG.

Dalam sebuah penelitian retrospektif pada 226 wanita yang dirawat di RS dengan

keluhan akibat kehamilannya dan abortus imminens, 16% dari 146 wanita yang

melakukan tirah baring mengalami keguguran, dibandingkan dengan seperlima wanita

yang tidak melakukan tirah baring. Sebaliknya, sebuah studi kohort observasional

terbaru dari 230 wanita dengan abortus imminens yang direkomendasikan tirah baring

menunjukkan bahwa 9,9% mengalami keguguran dan 23,3% baik-baik saja (p=0,03).

Lamanya perdarahan vagina, ukuran hematoma dan usia kehamilan saat diagnosis tidak

mempengaruhi tingkat terjadinya keguguran. Meskipun tidak ada bukti pasti bahwa

istirahat dapat mempengaruhi jalannya kehamilan, membatasi aktivitas selama beberapa

hari dapat membantu wanita merasa lebih aman, sehingga memberikan pengaruh

emosional. Dosisnya 24-48 jam diikuti dengan tidak melakukan aktivitas berat, namun

tidak perlu membatasi aktivitas ringan sehari-hari.


11
Abstinensia

Abstinensia sering kali dianjurkan dalam penanganan abortus imminens, karena pada

saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi oleh puting atau akibat stimulasi klitoris,

selain itu prostaglandin E dalam semen dapat mempercepat pematangan serviks dan

meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di vagina.

Progestogen

Progestogen merupakan substansi yang memiliki aktivitas progestasional atau

memiliki efek progesteron, diresepkan pada 13-40% wanita dengan abortus imminens.

Progesteron merupakan produk utama korpus luteum dan berperan penting pada

persiapan uterus untuk implantasi, mempertahankan

serta memelihara kehamilan. (Sucipto, 2013).

Sekresi progesteron yang tidak adekuat pada awal kehamilan diduga sebagai salah

satu penyebab keguguran sehingga suplementasi progesteron sebagai terapi abortus

imminens diduga dapat mencegah keguguran,karena fungsinya yang diharapkan dapat

menyokong defi siensi korpus luteum gravidarum dan membuat uterus relaksasi.

Sebagian besar ahli tidak setuju namun mereka yang setuju menyatakan bahwa harus

ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron.

Berdasarkan pemikiran bahwa sebagian besar keguguran didahului oleh kematian

hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian

hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya. Meskipun bukti terbatas,

percobaan pada 421 wanita abortus imminens menunjukkan bahwa progestogen efektif

diberikan pada penatalaksanaan abortus imminens sebagai upaya mempertahankan

12
kehamilan. Meskipun tidak ada bukti kuat tentang manfaatnya namun progestogen

disebutkan dapat menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring.

hCG (human chorionic gonadotropin)

hCG diproduksi plasenta dan diketahui bermanfaat dalam mempertahankan

kehamilan. Karena itu, hCG digunakan pada abortus imminens untuk mempertahankan

kehamilan. Namun, hasil tiga penelitian

yang melibatkan 312 partisipan menyatakan tidak ada cukup bukti tentang efektivitas

penggunaan hCG pada abortus imminens untuk mempertahankan kehamilan. Meskipun

tidak terdapat laporan efek sampingpenggunaan hCG pada ibu dan bayi, diperlukan

penelitian lanjutan yang lebih berkualitas

tentang pengaruh hCG pada keguguran. (Sucipto, 2013).

Antibiotik hanya jika ada tanda infeksi

Penelitian retrospektif pada 23 wanita dengan abortus imminens pada usia awal

trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang (65%) memiliki fl ora abnormal vagina.

Tujuh dari 16 orang mendapatkan amoksisilin ditambah klindamisin dan tiga dari tujuh

wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak

mengalami nyeri abdomen dan perdarahan vaginal tanpa kambuh. Disimpulkan bahwa

antibiotik dapat digunakan sebagai terapi dan tidak manimbulkan anomali bayi.

G. Prognosis dan Komplikasi

Abortus imminens merupakan salah satu faktor risiko keguguran, kelahiran prematur,

BBLR, perdarahan antepartum, KPD dan kematian perinatal. Namun, tidak ditemukan
13
kenaikan risiko bayi lahir cacat. Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis

kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, nyeri

perut yang disertai pendataran serta pembukaan serviks. (Tabel)

Faktor yang Prognosis Baik Prognosis Buruk


Berpengaruh
Riwayat Usia ibu saat hamil Usia ibu saat hamil >34
<34 tahun tahun
Riwayat keguguran
sebelumnya

USG Aktivitas jantung Fetal bradikardi


normal Usia kehamilan
berdasarkan HPHT
dengan panjang crown
to rump berbeda
Ukuran kantong gestasi
yang kosong >15-17
mm
Biokimia serum Kadarnya normal Kadar β hCG rendah
maternal Kadar β hCG bebas 20
ng/mL
Peningkatan β hCG
<66% dalam 48 jam
Rasio
bioaktif/imunoreaksi
hCG <0,5
Progesteron <45
nmol/lLpada trimester
pertama
Tabel II.2 Faktor-faktor yang memengaruhi prognosis abortus imminens

14
BAB III

STATUS PASIEN

A. Identitas
Nama : Ny. D
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Blawi RT 9/RW 3 Masangan, Bangil, Kab. Pasuruan
Status : Kawin
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tgl masuk : 9 Mei 2017, jam 18.30 (IGD)
No. RM : 00329915

B. Anamnesis
1. Keluhan utama

Keluar darah dari jalan lahir sejak 9 April 2017

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Bangil pada tanggal 9 Mei 2017 dengan

keluar darah secara tiba-tiba dari jalan lahir sejak 1 bulan yang lalu dan bertambah

banyak sejak 5 hari SMRS. Perdarahan berupa flek –flek, warna merah segar,

tidak ada gumpalan darah maupun jaringan. Pasien berangkat ke puskesmas.

Pasien dicurigai hamil sehingga dites kehamilan  (+). Pasien diberi vitamin, 2

obat, berwarna merah dan merah muda. Pasien tidak mengetahui obat apa. Pasien

merasa keluar darah terasa seperti BAK. Perdarahan ±1/4 gelas. Pasien bersiap-

siap pergi ke IGD.

15
3. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, saat berusia 21 tahun.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengeluhkan gejala ini sebelumnya.
Riwayat menderita anemia hingga lemas > 10 tahun yang lalu
Riwayat melahirkan dengan bantuan vakum
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-)

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat gangguan pembekuan darah : disangkal.
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal

6. Riwayat Kontrasepsi
Tidak memakai KB
.
7. Riwayat Pengobatan
o Jamu Sinom (+)
o Mengonsumsi vitamin dan 2 obat lain berwarna merah (terakhir diminum 8
Mei 2017) dan berwarna merah muda (terakhir diminum 7 mei 2017) yang
diberikan ketika pergi ke puskesmas 2 mei 2017.
o Rutin mengkonsumsi obat sangkobion bila lemas

8. Riwayat Antenatal Care


o Pasien baru tahu hamil 2 mei 2017 sehingga baru ANC 1x.
o Tes Kehamilan (+)
o Pasien sempat di USG di puskesmas.
o HPHT : 16 Februari 2017
o Taksiran kelahiran : 23 November 2017
o Usia kehamilan 11 -13 Minggu

16
C. Pemeriksaan Fisik
1. KU : Baik
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Vital Sign : TD : 110/80 mmHg Nadi : 86x/ menit
RR : 24x/ menit Suhu : 36,70C
4. TB/BB : 149cm / 48kg
5. Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
6. Leher : Tidak ada pembesaran limfonodi, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, JVP tidak meningkat
7. Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising(-)
Paru-paru
Inspeksi : Retraksi dada (-), pengembangan dinding dada kanan = dada
kiri, simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
8. Anggota gerak : Odema akral dingin
- - - -
- - - -

STATUS GINEKOLOGI
Abdomen
Fundus uteri membesar setara dengan usia kehamilan 10-12 minggu (2 jari di
atas simfisis), permukaan licin, konssitensi padat. His (-)

17
Genitalia eksterna
Flux (+), Fluor (-)

Pemeriksaan Dalam
Inspekulo :
Uterus tampak agak membesar, tidak ada dilatasi serviks uteri dan tidak ada sisa
jaringan
VT :
Pembukaan serviks (-), Fluor (-), Darah (+), Cloth (-), Nyeri goyang
serviks/adnexa (-), Laserasi jalan lahir (-)

D. Diagnosis
- G2P1001Ab000 gr 11-13 minggu T/H
- + Abortus Iminens

E. Penatalaksanaan

PDx : DL, USG, Hormon Progesteron


PTx :
1. Bed rest hingga perdarahan berhenti keluar
2. Isoxsuprine HCL 20mg 3x1
3. Rob 1x1
4. *(bila hasil lab progesteron < 20ng/ml) Dydrogesterone starting dose
40mg, maintenance dose 2x10mg selama 1 minggu
PMo : Observasi vital sign, keluhan subjektif, HIS, DJJ, Perdarahan yang keluar dari
servix
KIE :
o Tidak boleh coitus minimal 2 minggu setelah perdarahan berhenti keluar
o Rutin Antenatal Care
o Nutrisi Ibu selama masa kehamilan

18
F. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 10-05-2017

LAB VALUE NORMAL LAB VALUE NORMAL

Leukosit 4.700 3.700 – 10.100 /µL Urinalisis

Haemoglobin 11,7 12 - 16 g/dl pH 7 5

Hematokrit 32% 38 - 47% Darah +2 -

Eritrosit 3,97 4,2 – 11,0 x106/µL Sedimen

MCV 80,70 81,1-96 fl Eritrosit 5,4 0-3

MCH 29,40 27-31 pg Bakteri 14,4

Eo/Bas/Neu/ 5,3/1,1/62,8/2 0-4/0-1/51-67/


Limf/Mon 0,8/10 25-33/2-5%

Trombosit 164.000 155.000 – 366.000


/µL

Plano Test +

19
PEMBAHASAN

Seorang ibu datang ke IGD RSUD Bangil pada tanggal 9 Mei 2017 dengan Keluhan
keluar darah secara tiba-tiba dari jalan lahir sejak 1 bulan yang lalu dan bertambah banyak
sejak 5 hari SMRS. Perdarahan berupa flek –flek, warna merah segar, tidak ada gumpalan
darah maupun jaringan. Pasien berangkat ke puskesmas. Pasien dicurigai hamil sehingga
dites kehamilan  (+).
Abortus imminens sering terjadi dan merupakan beban emosional yang serius,
meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah,
kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini, namun tidak ditemukan
kenaikan risiko bayi lahir cacat. Ketepatan diagnosis dan penatalaksanaan, menentukan
apakah janin viabel atau non viabel, kehamilan intrauteri, ekstrauteri, mola, atau missed
abortion serta menggambarkan prognosis ibu hamil yang mengalami gejala abortus
imminens. Gambaran aktivitas jantung janin umumnya dikaitkan dengan 85-97% tingkat
keberhasilan kehamilan, sedangkan kantung kehamilan besar yang kosong atau perbedaan
antara perhitungan HPHT dan USG lebih dari seminggu menunjukkan prognosis buruk,
semakin tua usia ibu pada saat hamil dan tingginya riwayat keguguran sebelumnya
memperburuk prognosis. Pemeriksaan kadar serum β-hCG, progesteron, namun tes ini
mungkin tidak berguna dalam penanganan primer. Belum ada cukup bukti yang menjelaskan
tentang upaya pencegahan abortus imminens baik melalui pemberian asupan vitamin dan
ANC rutin.
Hasil tinjauan penatalaksanaan abortus imminens antara lain:
1. Tirah baring. Hampir 96% dokter umum meresepkan, meskipun tidak ada bukti pasti
tentang efektivitasnya, namun membantu wanita merasa lebih aman, sehingga memberikan
pengaruh emosional.
2. Abstinensia, diduga koitus dapat menstimulasi sekresi oksitoksin dan dapat mempercepat
pematangan serviks oleh prostaglandin E dalam semen dan meningkatkan kolonisasi
mikroorganisme di vagina.
3. Meskipun tidak ada bukti manfaat yang kuat, progestogen disebutkan dapat menurunkan
kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring, selain itu penggunaannya tidak memicu
timbulnya hipertensi kehamilan atau perdarahan antepartum yang merupakan efek yang

20
dapat membahayakan ibu. Selain itu, penggunaan progestogen dan hCG tidak menimbulkan
kelainan kongenital.
4. Antibiotik diberikan hanya jika ada tandatanda infeksi.
5. Relaksan otot uterus - tidak ada cukup bukti efektivitas dan keamanan penggunaannya.
6. Profi laksis Rh - konsensus menyarankan pemberian imunoglobulin anti-D pada
kasuskasus dengan perdarahan setelah 12 minggu kehamilan atau kasus dengan perdaraha

21
BAB IV

PENUTUP

Abortus imminens ialah peristiwa ibu terancam kehilangan bayinya pada setengah

awal kehamilan, merupakan komplikasi tersering pada kehamilan dan merupakan beban

emosional yang serius, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan

berat badan lahir rendah, kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah

dini, namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Penatalaksanaan abortus

imminens pada umumnya adalah secara empiris. Tirah baring rutin direkomendasikan, satu

dari tiga kasus abortus imminens mendapatkan resep obat meskipun dua dari tiga dokter

umum yang merekomendasikan hal tersebut tidak yakin dengan hasil yang akan dicapai.

Tinjauan pustaka ini membahas bukti-bukti upaya pencegahan, pemeriksaan, dan

penatalaksanaan abortus imminens, terutama pada trimester pertama kehamilan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Fransisca, 2007. Aborsi atau Abortus. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas


Wijaya Kusuma Surabaya.
Kuntari T., dkk, 2010. Determinan Abortus di Indonesia. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 5
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius
Noerjasin H., dkk, 2010. Korelasi antara Kadar Protein Bcl-2 dan Kaspase-3 sebagai
Faktor Risiko pada Kejadian Abortus. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Universitas Sriwijaya. Vol 34 No 1.
Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastrawinata, Sulaeman. 2005. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung
Sucipto, Nur Ilhaini. 2013. Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan dan
Penatalaksanaan. Bawean : Balai pengobatan Islam Aisiyah
WHO, 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasra dan Rujukan.
Jakarta: Buku Saku.

23

Você também pode gostar