Você está na página 1de 18

AMANDEMEN KE 5 TERHADAP UUD 1945

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan


yang dibina oleh Dra. Yayik Sayekti, SH., M.Hum

Oleh
Kelompok 2 Offering I 2017
1. Fitriana Hadayani NIM: 170342615514
2. Inayatul Hasanah NIM: 170342615527
3. Indah Anggita NIM: 170342615559
4. Indah Fitriyah NIM: 170342615519
5. Moch. Sholeh NIM: 170342615549
6. M. Nur Ade Saputra NIM: 160511609249
7. Naizesa Salsabilla NIM: 170342615547

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI BIOLOGI
Mei 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik,
premis ini sesungguhnya telah termaktub di dalam UUD 1945, tepatnya pada
pasal satu ayat satu. Hal ini membuktikan bahwa negara Indonesia memiliki suatu
sistem kesatuan hukum yang berupa konstitusi yang mana memuat dasar-dasar
tentang cara serta pola pemerintahan yang harus dilaksanakan. Maka dari itu,
konstitusi merupakan suatu komponen yang wajib dimiliki oleh suatu negara yang
berstatus merdeka.
Adapun kata “Konstitusi” sendiri memiliki arti undang-undang dasar;
kebiasaan; dan bawaan sejak lahir (Budiono, 2005). Konstitusi menggambarkan
keseluruhan sistem dalam suatu negara sebagaimana pernyataan K.C. Wheare
dalam Priyanta (2010: 117) yang menyatakan bahwa “all it used to describe the
whole system of government of a country……..”. Dari dua pendapat yang
disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa konstitusi sejatinya merupakan
suatu keseluruhan sistem dalam suatu negara yang tidak dapat dihilangkan
eksistensinya. Selain itu, kata “kebiasaan” di atas menunjukkan bahwa konstitusi
ini harus disesuaikan dengan kondisi nyata dari sebuah bangsa. Jadi apabila suatu
bangsa ingin mengubah “kebiasaan”-nya dari yang buruk menjadi lebih baik lagi
disitulah dibutuhkan proses amandemen konstitusi atau perubahan konstitusi.
Melihat perkembangan zaman yang sudah modern ini, mungkin saja
orientasi tujuan serta kebiasaan dalam kehidupan sekarang pastilah sangat berbeda
dengan yang ada pada jaman dahulu. Ditambah lagi dengan maraknya
penyalahgunaan jabatan di jajaran pemerintahan kita sangat membuat amandemen
konstitusi sendiri menjadi sebuah “obat penawar” bagi sistem pemerintahan di
Indonesia.
Maka dari itu, untuk menangani semua kekeliruan serta penyimpangan
kekuasaan yang ada dalam suatu negara sangat dibutuhkan proses amandemen
konstitusi. Secara umum, masyarakat jaman sekarang sudah menganut pola
berpikir yang bersifat dinamis. Di lain sisi, konsep utama dari sebuah hukum
adalah sebuah kesepakatan yang menimbulkan kenyamanan pada masyarakat,
bukan hanya sebatas penentuan hal yang dianggap “benar” dan “salah”. Hal itulah
yang menyebabkan konstitusi harus bersifat dinamis pula sehingga tujuan dan
keinginan suatu bangsa pun dapat tercapai dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana sistem ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945?
2. Mengapa amandemen UUD 1945 harus dilakukan?
3. Bagaimana dampak amandemen UUD 1945 terhadap sistem pemerintahan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami sistem ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945.
2. Untuk memahami amandemen UUD 1945 harus dilakukan.
3. Untuk memahami dampak positif dan negatif amandemen UUD 1945 terhadap
sistem pemerintahan.
Sistem Ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan besar
terhadap ketatanegaraan dan perundangan di Indonesia. Di antara perubahan-
perubahan tersebut adalah kekuasaan dan kewenangan lembaga-lembaga Negara,
ketentuan tentang Hak Asasi Manusia yang sangat minim dalam UUD 1945 dan
kehidupan demokrasi yang kesemuanya ditujukan pada perbaikan yang mengarah
pada keterbukaan dan peran serta rakyat yang semakin luas (Karyanti, 2012).
Perubahan terjadi dalam beberapa lembaga negara, baik mengenai hubungan
antara lembaga negara, penambahan nama lembaga negara baru, dan mengenai
pembubaran lembaga negara yang ada. Penambahan lembaga baru setelah
amandemen UUD 1945 misalnya Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi yudisial
(KY), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan pembubaran lembaga
Negara setelah Amandemen semisal pembubaran Dewan Pertimbangan Agung
(DPA). Semula kekuasaan legislasi sebelum amandemen UUD 1945 hanya
dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Presiden. Namun, setelah
amandemen UUD 1945 di samping DPR, maka peran legislasi juga diberikan
kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam hal tertentu, sebagai lembaga
Negara baru yang merupakan salah satu unsur dari Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) (Adiwijoyo, 2010).
Menurut Kansil (1978) Secara prinsip terdapat lima kekuasaan pemerintah
Negara Republik Indonesia menurut UUD 1945, yaitu:
1) Kekuasaan menjalankan perundang-undangan Negara, disebut juga
kekuasaan eksekutif dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini adalah presiden)
2) Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah,
disebut juga kekuasaan konsultatif dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung
3) Kekuasaan membentuk perundang- undangan Negara atau kekuasaan
legislatif, dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan presiden
4) Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara, disebut
kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan inspektif, dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan
5) Kekuasaan mempertahankan perudang-undangan Negara atau
kekuasaan Yudikatif, dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Dalam prinsip UUD 1945 ini, Republik Indonesia tidak menganut asas
Trias Politica seperti yang diajarkan Montesqueau, Indonesia tidak menganut asas
pemisahan kekuasaan, melainkan pembagian kekuasaan. Kekuasaan tertinggi
negara justru disatukan bukan dipisahkan dalam satu lembaga tertinggi negara
yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (MPR). Kekuasaan
legislatif dilimpahkan kepada DPR bersama-sama dengan presiden. Kekuasaan
eksekutif di tangan presiden, kekuasaan yudikatif ada di tangan Mahkamah
Agung dan badan-badan peradilan, namun sebagian juga di tangan presiden.
Selain itu juga terdapat DPA (Dewan Pertimbangan Agung) dan BPK (Badan
Pengawas Keuangan) yang masing- masing sebagai lembaga tinggi Negara yang
berfungsi untuk menjamin jalannya pemerintahan pemerintahan yang efektif
(Oesman, 1991).

Menurut Karyanti (2012), lembaga tertinggi Negara adalah Majelis


Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia adalah pemegang kekuasaan tertinggi Negara dan pelaksana kedaulatan
rakyat. MPR memilih dan mengangkat presiden/mandatris dan wakil presiden
untuk membantu presiden. MPR memberikan mandate kepada presiden untuk
melaksanakan Garis-Garis Besar Halauan Negara (GBHN) dan putusan-putusan
MPR lainnya. Sedangkan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, MPR mempunyai
alat kelengkapan yang meliputi pimpinan MPR, badan pekerja MPR, Komisi
Majelis dan Panitia Ad Hoc MPR. Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada
MPR dan pada akhir masa jabatannya (5 tahun) memberikan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan GBHN yang ditetapkan UUD 1945 dan MPR di hadapan sidang
MPR. Presiden bersama-sama dengan DPR membentuk Undang-Undang
termasuk menetapkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Presiden juga dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Dalam menjalankan
pemerintahannya, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR dan presdien
juga tidak dapat membubarkan DPR. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
seluruh anggotanya adalah anggota MPR berkewajiban senantiasa mengawasi
tindakan-tindakan presiden dalam rangka pelaksanaan halauan Negara. Apabila
DPR menganggap presiden sungguh melanggar halauan Negara, maka DPR
menyampaikan memorandum untuk mengingatkan presiden. Jika dalam waktu 3
bulan presiden tidak memperhatikan memorandum tersebut, maka DPR
menyampaikan memorandum yang kedua. Apabila memorandum keduapun tidak
diindahkan oleh presiden, maka DPR dapat meminta MPR mengadakan sidang
istimewa untuk meminta pertanggungjawaban presiden.

Dewan Pertimbangan Agung atau biasa disingkat DPA adalah badan


penasehat pemerintah yang berkewajiban member jawaban atas pertanyaan
presiden. Disamping itu DPA berhak mengajukan usul dan wajib mengajukan
pertimbangan kepada presiden. Susunan dan kedudukan DPA diatur dalam
Undang-Undang no. 3 tahun 1967. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah
badan yang memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara yang dalam
pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, namun tidak
berdiri di atas pemerintah. BPK memeriksa semua pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada
DPR. Mahkamah Agung ialah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman
yang dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
dan pengaruh-pengaruh lainnya. Tugas Mahkamah Agung adalah memberikan
pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak
kepada lembaga-lembaga tinggi negara, juga memberikan nasehat hukum kepada
presiden/kepala negara untuk pemberian/penolakan grasi. Disamping itu
Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji seorang menteri hanya
terhadap peraturan-peraturan perundangan di bawah Undang-Undang. Komisi
Yudisial mempunyai wewenang untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim agung; dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan
perilaku hakim agung. Sedangkan tugas Komisi Yudisial berdasarkan ketentuan
Pasal 24 B UUD 1945 adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung; dan
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan keluhuran martabat, serta
perilaku hakim.19 Ada sebagian kalangan yang berpendapat berdasarkan
ketentuan Pasal 24 B tersebut Komisi Yudisial diberikan kewenangan untuk
melakukan promosi dan mutasi hakim, pendidikan dan pelatihan hakim, dan
manajemen keuangan hakim sebagaimana praktik di beberapa negara. Wewenang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24 C ayat (1) dan ayat (2)
UUD 1945, yaitu mengadili dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusanya bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik,
memutus perselisihan tentang hasil pemilu, memutus perselisihan hasil pilkada.
Di samping itu, Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili dan memutus
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat, bahwa presiden dan/atau wakil presiden
diduga melakukan pelanggaran hukum dan/atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai presiden dan/atau wakil presiden

Sistem ketatanegaraan mengalami perubahan yang sangat mendasar.


perubahan itu juga mempengaruhi struktur dan mekanisme structural organ-organ
negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan menurut cara berpikir
lama. Banyak pokok pikiran baru yang diadopsikan ke dalam kerangka UUD
1945 itu. Empat diantaranya adalah (a) penegasan dianutnya cita demokrasi dan
nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara komplamenter; (b)
pemisahan kekuasaan dan prinsip “checks and balances” (c) pemurnian sistem
pemerintah presidential; dan (d) penguatan cita persatuan dan keragaman dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Asshiddiqie, 2013)
Pelaksanaan kekuasaan Negara dilakukan dengan pembagian (bukan
pemisahan) tugas atau fungsi dari masing- masing penyelenggara Negara yang
dalam UUD 1945 disebut fungsi negara. Pelaksanaan kekuasaan Negara secara
menyeluruh dilakukan berdasar sistem pemerintahan Negara, fungsi tersebut
antara lain Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum, pemerintah
berdasar atas sistem konstitusi. Yang termasuk lembaga tinggi negara sesuai
dengan urut-urutan yang terdapat dalam UUD 1945 ialah presiden (pasal 4 s.d
15), Dewan Pertimbangan Agung (pasal 16), Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 19
s.d 22), Badan Pemeriksa Keuangan (pasal 23) dan Mahkamah Agung (pasal 24).
Alasan Amandemen UUD 1945 Harus Dilaksanakan

Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak


hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara
demokratis. Terdapat alasan lain yang mendukung untuk dilakukannya perubahan
itu, yaitu :
1. UUD 1945 pada hakekatnya belum pernah ditetapkan sebagai konstitusi
RI yang resmi oleh badan perwakilan pilihan rakyat, kecuali kesepakatan
pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) dan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada masa
pemerintahan Orde Baru Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang
anggotanya sebagian besar adalah Golonga Karya pernah menetapkan
TAP MPR yang di dalamnya mengatur tentang referendum terhadap UUD
1945. Di dalam kepemimpinan Era Orde Baru itu dikatakan merupakan
rekayasa oleh Rezim Soeharto yang telah melakukan amandemen
konstitusi dengan cara yang bertentangan dengan UUD 1945 sendiri.
2. UUD 1945 terlalu bersifat executive heavy yang cenderung diktator.
Melihat pemerintaha masa era Presiden Soekarno yang cenderung diktator
dengan domokrasi terpimpinnya merupakan suatu gambaran bahwa UUD
1945 yang memberi peluang terjadinya pemerintahan yang diktator.
Dengan kekuasaan yang diberikan oleh UUD 1945 maka akan memberi
ruang gerak untuk penguasa cenderung bersifat diktator, absolute dalam
memerintah bahkan memusatkan kekuasaan secara sentralistik.
3. UUD 1945 tidak sesuai dengan perkembangan praktek kenegaraan
sekarang, UUD 1945 dianggap terlalu sederhana, banyak kelemahan dan
kekurangannya sehingga cenderung multi tafsir. Berbicara kelemahan
UUD 1945 yang dimaksud maka sifat executive heavy adalah salah satu
contohnya dalam pelaksanaan UUD 1945.Karena sistemnya yang
eksecutive heavy sehingga penafsiran konstitusi yang dianggab benar
adalah penafsiran yang dibuat atau dianut oleh presiden (Parbottinggi dkk,
2002)
Selain ketiga alasan tersebut, perubahan UUD 1945 juga dipengaruhi oleh
keinginan untuk melaksanakan kebudayaan berbangsa dan bernegara secara
demokratis. Agar dapat tercapai kebudayaan berbangsa dan bernegara secara
demokratis, maka harus dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar
yang menimbulkan sistem politik yang mendukung tercapainya demokrasi.
Dengan melakukan perubahan terhadap UUD 1945 maka sistem politik yang
demokratis dapat terwujud.
Alasan dilakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan
dapat terkait dengan isi batang tubuh Undang-Undang 1945 yang dapat
dikategorikan menjadi 3 kelompok. Tiga kelompok tersebut yaitu :
1. Pasalpasal yang seharusnya tidak boleh ada, tetapi ada;
2. Pasal-pasal yang seharusnya ada, tetapi justru tidak ada
3. Pasal-pasal yang tidak jelas atau mengundang interpretasi macam-macam.

Menurut I Gde Pantja Astawa paling tidak ada tiga alasan utama yang dapat
diidentifikasikan sehingga UUD 1945 perlu diubah, yaitu:
1. Berangkat dari pemaknaan reformasi yang antara lain diartikan sebagai
constitutional reform dan cultural reform sehingga berbicara reformasi berati
mereformasi atau memperbaharui konstitusi atau Undang-undang dasar dan
cultur.
2. Didasarkan pada pandangan yang menilai UUD 1945 memiliki watak yang
sentralistik, terutama membuka peluang kearah sentralisasi kekuasaan pada
eksekutif atau presiden, sehingga siapapun yang menjadi presiden akan
mengulangi kecenderungan yang sama yang dinilai bertindak otoriter. Maka
dari itu untuk menghindari kesalahan yang sama, maka sumber penyebabnya
harus diperbaiki, dan perubahan terhadap konstitusi merupakan sebuah
keniscayaan.
3. Adanya pendapat dengan menunjuk pada salah seorang arsitek yang
merancang bangunan UUD 1945 yaitu Soepomo yang dinilai menularkan
pikiran-pikiran fasis melalui paham integralistiknya.
Dampak Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Pemerintahan di
Indonesia

A. DASAR PEMIKIRAN DAN LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD


1945
1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang
bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak
terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD
1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan
Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut
hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi)
dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-
undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel”
sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir),
misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan
Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden
juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan
hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum
cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang
kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat,
penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka
peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak
sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:

a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan
terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi
masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan
demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai
oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai,
justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
B. LEMBAGA NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN
KEKUASAAN NEGARA SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
Deskripsi Singkat Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD
1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan
rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR
mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga
Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA),
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
1. MPR
a. Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas
(super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh
rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN,
mengangkat presiden dan wakil presiden.
b. Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah
serta utusan golongan yang diangkat.
Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:
a. Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
b. Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali
berturut turut.
c. Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
d. Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
e. Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
f. Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah
Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang
paling banyak menduduki kursi di MPR.
2. PRESIDEN
a. Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris
MPR, meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.
b. Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
(consentration of power and responsiblity upon the president).
c. Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power),
juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan
yudikatif (judicative power).
d. Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
e. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat
menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam
masa jabatannya.
3. DPR
a. Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
b. Memberikan persetujuan atas PERPU.
c. Memberikan persetujuan atas Anggaran.
d. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggungjawaban presiden.
4. DPA DAN BPK
Di samping itu, UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir lembaga-
lembaga negara lain seperti DPA dan BPK dengan memberikan
kewenangan yang sangat minim.
C. LEMBAGA NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN
KEKUASAAN NEGARA SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
Deskripsi Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD
memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6
Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu
Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi
(MK). Perubahan (Amandemen) UUD 1945 memberikan hasil:
a.Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)]
dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang
merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang
dijalankan atas prinsip due process of law.
b. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat
negara, seperti Hakim.
c.Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and
balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang
berdasarkan fungsi masing-masing.
d. Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
e.Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk
beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional
dan prinsip negara berdasarkan hukum.
f. Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing
lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi
modern.
1. MPR
a. Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi
negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
b. Menghilangkan supremasi kewenangannya.
c. Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
d. Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden
dipilih secara langsung melalui pemilu).
e. Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
f. Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
secara langsung melalui pemilu.
2. DPR
a. Posisi dan kewenangannya diperkuat.
b. Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan
presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara
pemerintah berhak mengajukan RUU.
c. Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
d. Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3. DPD
a. Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan
kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah
ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai
anggota MPR.
b. Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik
Indonesia.
c. Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
d. Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain
yang berkait dengan kepentingan daerah.
4. BPK
a. Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
b. Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara
(APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
c. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi.
d. Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen
yang bersangkutan ke dalam BPK.
5. PRESIDEN
a. Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara
pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta
memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
b. Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
c. Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
d. Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
e. Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
f. Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan
wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu,
juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
6. MAHKAMAH AGUNG
a. Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan
yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan
[Pasal 24 ayat (1)].
b. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan
Undang-undang.
c. Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
d. Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian,
Advokat/Pengacara dan lain-lain.
7. MAHKAMAH KONSTITUSI
a. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the
guardian of the constitution).
b. Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa
kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,
memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat
DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
menurut UUD.
c. Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,
sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu
yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Konstitusi yang berlaku di Indonesia saat ini yaitu UUD 1945 hasil Amandemen
(Perubahan) . Berdasarkan UUd 1945 hasil amandemen, system ketatanegaraan
RI sebagai berikut.
1. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang
Undang Dasar (pasal 1 ayat 2).
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang
dipilih melalui melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan UU
(pasal 2 ayat 1).
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berwenang mengubah /
menetapkan UUD (pasal 3 ayat 1).
4. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melantik Presiden dan Wakil
Presiden (pasal 3 ayat 1).
5. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat (pasal 6A ayat 1).
6. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatanya selama 5 tahum, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk
satu kali masa jabatan (pasal 7)
7. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden
dan Wakil Presiden dan DPRD (pasal 22E ayat 2).
8. Adanya keseimbangan kekuasaan antara Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).
9. Dihapusnya Dewan Pertimbangan Agung.
10. Kekuasan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
(MA) dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dalam Lingkungan
Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan
Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (MK) (pasal 24 ayat 2).
SIMPULAN

1. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan besar terhadap


ketatanegaraan dan perundangan di Indonesia. Di antara perubahan-perubahan
tersebut adalah kekuasaan dan kewenangan lembaga-lembaga Negara, ketentuan
tentang Hak Asasi Manusia yang sangat minim dalam UUD 1945 dan kehidupan
demokrasi yang kesemuanya ditujukan pada perbaikan yang mengarah pada
keterbukaan dan peran serta rakyat yang semakin luas.
2. . Agar dapat tercapai kebudayaan berbangsa dan bernegara secara demokratis,
maka harus dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar yang
menimbulkan sistem politik yang mendukung tercapainya demokrasi. Dengan
melakukan perubahan terhadap UUD 1945 maka sistem politik yang demokratis
dapat terwujud
3. Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, system ketatanegaraan RI sebagai
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang
Dasar (pasal 1 ayat 2),majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri
atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) yang dipilih melalui melalui pemilihan umum dan diatur lebih
lanjut dengan UU (pasal 2 ayat 1).Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) berwenang mengubah / menetapkan UUD (pasal 3 ayat 1).Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) melantik Presiden dan Wakil Presiden (pasal 3
ayat 1).Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat (pasal 6A ayat 1).Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatanya
selama 5 tahum, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (pasal 7).Pemilihan
umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD (pasal
22E ayat 2).Adanya keseimbangan kekuasaan antara Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR),Dihapusnya Dewan Pertimbangan Agung.
DAFTAR RUJUKAN
Asshiddiqie, J. 2003. Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan
Keempat Uud Tahun 1945.
http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Struktur%20Ketatanegaraa
n% 20RI%20-%20Jimly%20Asshiddiqie.pdf

Budiono. (2005). Kamus Ilmiah Populer Internasional. Surabaya: Penerbit Karya


Harapan.
I GdePantjaAstawa, Beberapacatatan tentangPerubahan UUD 1945, jurnal
Demokrasi dan HAM, Vol. 1, No.4, September-November 2001,
hlm.33.
Kansil, C.S.T. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Aksara Baru, 1978
Karyanti, T. 2012. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen UUD 1945. Fakultas Ilmu Komputer Universitas AKI
Abstraksi

Mochtar Parbottinggi dan Abdul Mukthie Fadjar, 2002, Konstitusi Baru melalui
Komisi Konstitusi Independen, Sinar Harapan, Jakarta, Hal 37-38.
Muwahid. 2010. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,
Volume 13 Nomor 2. 484-510
Oesman, Oetojo. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Jakarta: BP7 Pusat, 1991
Priyanta, M. (2010). Penerapan Konsep Konstitusi Hijau ( Green Constitution ) di
Indonesia Sebagai Tanggung Jawab Negara Dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jurnal Konstitusi, 7, 113–130.Diambil
dari
http://ejournal.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php/jk/article/view/240

Você também pode gostar