Você está na página 1de 4

Atasi Kolitis Ulserativa dengan Jaga

Kebersihan

Jika ternyata Anda mengalami diare hebat, Anda harus waspada. Bisa jadi Anda mengalami
radang usus besar. (Foto: Google)

Genie
Jurnalis
0Komentar

 Share on Facebook
 Share on Twitter
 Share on Google
 Share on Pinterest

AAA
FESES berdarah, berlendir, dan bernanah adalah tanda-tanda dari terganggunya saluran
pencernaan. Jika ternyata Anda mengalami diare hebat, demam tinggi, dan pendarahan pada saat
buang air besar (BAB), Anda harus waspada. Bisa jadi Anda mengalami radang usus besar
(kolitis ulserativa).

Kolitis ulserativa adalah peradangan akut atau kronik pada kolon (usus besar). Karena
peradangan itu, terjadi kram perut, demam, dan diare berdarah. Peradangan itu dimulai di rektum
atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan kemudian menyebar ke sebagian atau
seluruh bagian usus besar. Pada bagian yang meradang akan terjadi pembengkakan. Kolitis di
derita oleh siapa pun dan pada umur berapa pun. Tapi biasanya mulai diderita pada umur 15-30
tahun dan bisa juga di atas 50 tahun.
Faktor Penyebab dan Gejala

Berdasarkan penyebabnya, kolitis bisa dikelompokkan menjadi dua bagian. Kolitis karena
infeksi dan kolitis karena noninfeksi. Kolitis karena infeksi, antara lain, shigellosis, kolitis
psedomembran, dan kolitis karena virus/bakteri/parasit. Sementara kolitis non-infeksi, antara
lain, kolitis ulserativa, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, dan kolitis nonspesifik (simple
colitis).

Belum dapat dipastikan apa penyebab utama dari kolitis ulserativa ini. Namun faktor keturunan
dan respons sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di dalam usus diduga berperan dalam
terjadinya kolitis ulserativa. Selain itu, peradangan akut ini juga dipicu oleh hipersinsitivitas
terhadap faktor lingkungan dan makanan, interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak berhasil,
keadaan pernah mengalami perbaikan pembuluh darah, dan stres.

Gejala klinis menyerupai penyakit disentri amoeba. Tapi pada umumnya gejala klinis yang
ditimbulkan lebih berat, bahkan dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Gejalanya sendiri
bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga menimbulkan sakit dari yang ringan hingga berat.

Keluhan ringan, antara lain, kembung, nyeri perut ringan, sering buang angin, demam yang tak
terlalu tinggi, dan diare ringan terkadang bercampur darah dan lendir. Sementara keluhan berat
berupa demam tinggi, diare disertai lendir dan darah, badan terasa lemah, dan nyeri perut hebat.
Serangannya dimulai bertahap. Mulai dengan keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram
ringan pada perut bawah, dan tinja yang berdarah dan berlendir.
Jika peradangan ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras
dan kering. Jika penyakit menyebar ke usus, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar
sebanyak 10-20 kali per hari. Pada malam hari pun gejala ini tidak berkurang.

Yang paling ditakutkan adalah jika terjadi kolitis toksik, yakni kerusakan pada seluruh ketebalan
dinding usus. Kerusakan ini dapat menyebabkan terjadinya ileus, yaitu pergerakan dinding usus
terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannya. Karena hal ini, perut akan
membesar. Kemungkinan terburuknya, usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya
mengalami pelebaran.

Diagnosa dan Pengobatan

Diagnosa baru dapat ditegakkan setelah dokter melihat gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja.
Pada tahap pemeriksaan darah akan ditemukan anemia, peningkatan jumlah sel darah putih, dan
peningkatan laju endap darah.

Diagnosa akan diperkuat dengan sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid). Dan ini dapat membuat
dokter mengamati secara langsung berat tidaknya peradangan. Selain dengan sigmoidoskopi,
berat tidaknya peradangan penyakit bisa diketahui dari hasil rontgen perut.

Cara lain adalah barium enema dan kolonoskopi. Tapi kedua cara ini tidak dapat dikerjakan
sebelum dimulainya pengobatan karena adanya risiko perforasi (pembentukan lubang) jika
dilakukan pada stadium aktif penyakit.
Untuk mengetahui apakah penyebab peradangan usus besar ini infeksi bakteri atau parasit,
contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa lagi oleh dokter
dengan mikroskop dan dibiakkan. Contoh darah akan dianalisa untuk menentukan apakah
terdapat infeksi parasti. Demikian juga contoh jaringan yang diambil dari lapisan rektum.

Setelah diketahui penyebabnya, dokter akan melakukan tindakan pengobatan. Pengobatan ini
ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala, dan mengganti cairan dan zat
gizi yang hilang. Pada tahap ini, penderita sebaiknya menghindari buah dan sayuran mentah
untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang meradang.

Cara lain adalah menjalankan diet. Diet bebas susu dipercaya mengurangi gejala. Dan
penambahan zat besi bisa menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam
tinja.

Obat-obatan seperti antikolinergik atau loperamide atau difeniksilat dalam dosis kecil dapat
diberikan kepada pasien yang mengalami diare yang relatif ringan. Tapi kalau sudah lebih berat,
bisa diberikan difenoksilat dalam dosis besar atau opium yang dilarutkan di dalam alcohol,
loperamide atau codein. Pada kasus yang berat, pemberian obat anti-diare harus diawasi secara
ketat untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.

Jika kondisi kolitis ulserativa masih ringan atau terbatas pada sisi kiri usus besar (kolon
desendens) dan di rectum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid atau mesalamine. Bila
penyakitnya bertambah berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan diberikan
kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah).

Infeksi Amuba

Yang sering terjadi di Indonesia adalah amuba usus besar karena infeksi amuba. Dan ini yang
disebut dengan kolitis amebik. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.
“Radang usus besar yang sering ditemukan di Indonesia adalah yang disebabkan oleh infeksi
amuba,” kata dr Hardianto Setiawan, SpPD dari Rumah Sakit Siloam, Kebon Jeruk, Jakarta
Barat.

Penyakit ini masuk dalam kategori penyakit menular. Biasanya penularan terjadi melalui
kontaminasi tinja pada makanan dan minuman. Sanitasi lingkungan yang buruk, lingkungan
yang padat penduduk, dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya. Kuman
ini dapat menyerang organ tubuh lain selain usus besar, misalnya hati, otak, dan paru-paru.
“Penyakit ini bisa menjadi wabah pada daerah yang masyarakatnya kurang menjaga kebersihan,”
ujarnya.

Gejala-gejala yang muncul bermacam-macam. Mulai dari yang ringan seperti kembung, nyeri
perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan tinja yang berbau busuk dan bercampur darah
dan lendir, hingga ke tahap yang lebih serius dan berat seperti kram perut, demam, badan lemah,
diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual dan anemia.
Pengobatan

Diare bisa menyerang hingga beberapa hari. Jika sudah masuk fase akut atau parah, bisa sampai
3-14 hari. Jika sudah seperti ini, penderita harus memeriksakan diri ke dokter untuk
mendapatkan pengobatan. Umumnya pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan
dan mengurangi gejala. Biasanya dokter akan memberikan antibiotik yang sesuai. Dan jenis
antibiotik ini ditentukan oleh riwayat penyakit dan sifat tinja.

Dalam pengobatan itu dilakukan juga perbaikan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sekadar diketahui, sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara berlebihan, tapi
juga elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit inilah yang menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi
harus dicegah, jika tidak, bisa berakibat fatal.

Dalam keadaan darurat, dehidrasi yang ringan dapat diatasi dengan pemberian cairan elektrolit
(oralit). Apabila dehidrasi cukup berat, setelah diberi oralit atau larutan campuran gula dan
garam sebagai pertolongan pertama, sebaiknya penderita dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan terapi cairan pengganti melalui infus. Akan juga dilakukan koreksi terhadap
gangguan keseimbangan elektrolit yang terjadi. “Jangan memberikan obat diare karena kuman
akan terkumpul di dalam perut dan tidak bisa dikeluarkan,” jelasnya.

Você também pode gostar