Você está na página 1de 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengajaran berintikan interaksi antara guru dengan siswa. Dalam interaksi tersebut guru
melakukan kegiatan yang disebut mengajar, sedangkan siswa melakukan kegiatan yang
disebut belajar. Oleh karena itu interaksi guru dengan siswa dalam pengajaran ini disebut
juga proses belajar-mengajar.
Istilah mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang berbeda, akan tetapi antara
keduanya terdapat hubungan yang erat, saling mempengaruhi, dan saling menunjang satu
sama lain. Secara sederhana mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa atau
peserta didik di sekolah. Mengajar juga berarti suatu usaha untuk mengorganisasi
lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Pada hakikatnya, kegiatan
mengajar adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks.
Sementara itu, belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Lebih lanjut dapat
dicermati bahwa belajar pada esensinya adalah usaha mengubah diri menjadi lebih baik,
melalui proses yang terus menerus. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi
serta berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien.
Banyak macam cara atau bentuk pengajaran yang biasa digunakan oleh guru-guru di
dalam kelas seperti pengajaran yang menekankan latihan, hafalan, pemahaman, dan
sebagainya. Cara atau bentuk pengajaran, bersumber dari teori atau konsep psikologi
tertentu. Ada tiga rumpun teori tentang belajar-mengajar yaitu rumpun psikologi kekuatan
mental, rumpun psikologi behaviorisme, dan rumpun psikologi kognitif gestalt.
Perlakuan guru di dalam kelas, baik pada waktu mengajar, membimbing maupun
memberikan latihan, tidak sembarangan, tetapi mempunyai dasar serta maksud-maksud
tertentu disesuaikan dengan keadaan dan kepentingan siswa. Agar dapat memberikan
perlakuan mendidik yang diharapkan.

untuk mendapatkan pemahaman yang integral tentang pengajaran, makalah yang


sederhana ini akan mencoba menguraikan tentang teori-teori belajar dan prinsip-prinsip yang
mendasari pengajaran, dengan harapan dapat menjadi kontribusi bagi para pembaca dalam
memahami dua fondasi dasar proses pengajaran tersebut secara komprehensif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah teori-teori dalam pengajaran?
2. Bagaimana prinsip-prinsip dalam pengajaran?
3. Apa sajakah hal-hal pokok yang ada dalam proses belajar-mengajar?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori-teori dalam pengajaran.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam pengajaran.
3. Untuk mengetahui hal-hal pokok yang ada dalam proses belajar-mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori-Teori Pengajaran
Secara eksplisit dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku. Banyak teori belajar menurut literatur psikologi, yang mana teori itu bersumber dari
teori atau aliran-aliran psikologi. Tiap teori mempunyai dasar tertentu. Secara garis besar
dikenal ada tiga rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi, yaitu teori disiplin
kekuatan mental, teori behaviorisme, dan teori cognitive gestalt-filed.
1. Rumpun Psikologi Kekuatan Mental
Sebelum abad ke-20, telah berkembang beberapa teori belajar, salah satunya
adalah teori disiplin mental. Tokoh teori disiplin mental adalah Plato dan Aristoteles.
Teori disiplin mental ini menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa harus
didisiplinkan atau dilatih. Seperti dalam mengajar siswa “membaca”, guru perlu melatih
“otot-otot” mental siswa dengan cara disuruh menyebutkan kata-kata atau huruf dengan
suara keras. Kemudian memberikan daftar kata-kata dengan menggunakan kartu-kartu.
Bagi siswa yang belum mampu menguasai materi, maka guru harus terus melatih sampai
dapat.
Menurut Ibrahim dan Syaodih Nana (2010) Rumpun teori ini disebut psikologi
Mental karena menurut pandangan para ahli psikologi, individu atau siswa mempunyai
kekuatan atau kemampuan yang bersifat mental atau rohaniah. Dalam rumpun ini ada tiga
teori psikologi yang terkenal dan banyak berpengruh terhadap pelaksanaan pengajaran
yaitu:
a. Psikologi Daya
Menurut psikologi daya atau Facult Psychology, mengemukakan bahwa jiwa
manusia mempunyai daya-daya. Daya-daya ini adalah kekuatan yang tersedia. Manusia
hanya memanfaatkan semua daya itu dengan cara melatihnya sehingga ketajamannya
dirasakan ketika dipergunakan untuk sesuatu hal. Daya-daya itu misalnya daya mengenal,
daya mengingat, daya berfikir, daya fantasi dan sebagainya (Syaiful:17-18, 2011).
Selain itu indivdu atau siswa juga memiliki sejumlah daya atau kekuatan, seperti
daya: mengindra, mengenal, mengingat, menanggap, mengkhayal, berpikir, merasakan,
menilai, dan berbuat. Daya-daya itu dapat dikembangkan melalui latihan, seperti latihan
mengamati benda, gambar, latihan mendengarkan bunyi dan suara, latihan mengingat
kata, arti kata, dan letak sesuatu kota dalam peta. Latihan-latihan ini dilakukan melalui
berbagai bentuk pengulangan. Contohnya dalam pelajaran pendidikan jasmani atau
olahraga, guru-guru banyak menggunakan metode mengajar ini. Guru memberikan
latihan secara berulang-ulang, untuk meningkatkan kemampuan anak dalam berbagai
keterampilan seperti: menangkap, melempar, dan memukul bola dalam permainan kasti,
loncat tinggi, lompat jauh, lempar lembing dalam atletik.
Latihan ini bukan hanya berkenaan dengaan daya-daya fisik dan motorik, tetapi
juga daya mental. Untuk melatih daya ingatan, guru melatih anak menghafalkan sejumlah
kata, nama, peristiwa, pengertian dan sebagainya.
b. Psikologi Tanggapan
Teori kekuatan mental yang lain adalah psikologi Tanggapan atau Vorstellungen.
Karena pengembang teori ini adalah seorang ahli psikologi berasal dari jerman bernama
Herbart, maka psikologi ini disebut juga Herbatisme. Herbart menyebut teorinya sebagai
teori Vorstellungen, yang dapat diterjemahkan sebagai tanggapan-tanggapan yang
tersimpan dalam kesadaran. Setiap pengalaman yang diterima melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, dibaca, dipikirkan, dilakukan sebagainya akan memberikan bekas
di dalam kesadaran. Bekas-bekas ini dapat dimunculkan kembali dalam bentuk
tanggapan. Ada tiga bentuk tanggapan, yaitu: impresi, indra, tanggapan, atau bayangan
dari inpresi indra yang lalu, dan perasaan yang menyertai impresi atau tanggapan
tersebut, seperti senang atau tidak senang.
Tanggapan-tanggapan tersebut tidak semuanya berada dalam kesadaran,
adakalanya juga berada dalam ketidaksadaran. Tanggapan-tanggapan itu berbeda-beda
kekuatannya dan pengaruhnya terhadap kehidupan individu. Kehidupan individu
dipengaruhi oleh tanggapan-tanggapan yang paling kuat.
Menurut teori tanggapan belajar adalah memaksukkan tanggapan sebanyak-
banyaknya, berulang-ulang, dan sejelas-jelasnya. Banyak tanggapan berarti dikatakan
pandai. Sedikit tanggapan berarti dikatakan kurang pandai. Maka orang pandai berarti
orang yang banyak mempunyai tanggapan yang tersimpan dalam otaknya (Djamarah:18,
2011).
Menurut teori ini juga belajar adalah mengusahakan adanya tanggapan sebanyak-
banyaknya dan sejelas-jelasnya pada kesadaran individu, yang akan membentuk suatu
struktur tanggapan. Tanggapan baru akan mudah diterima dan berada dalam kesadaran
seseorang, apabila ada hubungan antara tanggapan yang telah ada, serta karena adanya
rasa senang terhadap yang ditanggapinya.
Dalam pelaksanaan pengajarannya, guru yang menggunakan metode mengajar
tanggapan, memilih dan menyusun bahan ajaran secara sederhana, menyajikan secara
menarik dan berulang-ulang, kait mengait antara satu dengan yang lain. Jadi di dalam
pelaksanaan mengajar banyak persamaannya dengan psikologi Daya yang menekankan
ulangan-ulangan, tetapi tujuan agak berbeda yaitu agar terbentuk tanggapan yang jelas
sebanyak mungkin serta ada kaitan antara satu tanggapan dengan yang lain.
c. Psikologi Naturalisme Romantik
Teori ini berasal dari Jean J. Rousseau. Menurut Rousseau anak memiliki potensi
atau kekuatan yang masih terpendam, yaitu potensi berpikir, berperasaan, berkemauan,
keterampilan, berkembang, mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlukannya.
Melalui berbagai bentuk kegiatan dan usaha belajar anak mengembangkan segala potensi
yang dimilikinya. Berbeda dengan teori-teori lain, menurut Rousseau anak tidak usah
terlalu banyak diatur dan diberi, biarkan mereka mencari dan menemukan dirinya sendiri,
sebab menurut dia anak dapat berkembang sendiri.
Bagi teori ini tugas guru tidak jauh berbeda dengan tugas seorang petani dalam
mengembangkan tanaman. Tanaman telah mempunyai potensi-potensi sendiri, tugas
petani hanya menyediakan tanah yang yang gembur, air dan cahaya yang cukup, diberi
pupuk dan dihindarkan dari hama. Tanaman akan tumbuh, berdaun, berbunga dan
berbuah sendiri, tidak perlu dipaksa. Demikian juga dalam mengajar, guru tidak perlu
memaksa anak. Tugas guru adalah menyediakan bahan ajaran yang menarik perhatian
dan minat anak, sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya, menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan, member motivasi dan bimbingan sesuai dengan
sifat dan kebutuhan anak. Dengan cara seperti itu anak akan berkembang secara optimal
2. Rumpun Psikologi Behaviorisme
Rumpun psikologi ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan behavior,
yaitu tingkah laku atau perilaku yang dapat diamati atau diukur. Rumpun psikologi ini
bersifat molekuler atau unsuriah, karena memandang kehidupan individu manusia terdiri
atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul. Ada beberapa cirri dari rumpun
psikologi ini, yaitu: mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan (Ibrahim dan Syaodih Nana, 2010).
Ada tiga teori belajar yang terpenting dalam rumpun psikologi behaviorisme
yaitu:
a. Psikologi Asosiasi atau koneksionisme
Psikologi asosiasi atau koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari
rumpun behaviorisme. Menurut psikologi ini tingkah laku individu tidak lain dari suatu
hubungan antara rangsangan dengan jawaban, atau stimulus respon. Belajar adalah
pmbentukan hubungan stimulus repon sebanyak-banyaknya. Siswa yang menguasai
hubungan stimulus respon dari bahan yang diajarkan di sekolah adalah siswa pandai atau
berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus respon dilakukan melalui
ulangan-ulangan atau latihan. Dengan demikian teori ini memiliki banyak persamaan
dalam cara mengajarnya dengan teori psikologi Daya atau Herbatisme. Keduanya
menekankan latihan atau ulngan-ulangan.
Tokoh yang sangat terkenal dari teori ini adalah Thorndike. Menurut dia, belajar
pada binatang yang juga berlaku bagi manusia adalah trial and error, atau “belajar coba-
coba”. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap
panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus –
Respon (Yana Wardhana:08, 2010).
Sebagai contoh ketika seseorang melihat hidangan yang lezat yang ada di depan
meja dapat menjadi stimulus yang dapat mengakibatkan munculnya respon untuk
mencoba memakannya. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum utama
belajar.
a) Pertama, law of ediness atau hukum kesiapan, yang menyatakan bahwa belajar akan
berhasil apabila siswa atau individu yang telah belajar telah memiliki kesiapan untuk
melakukan perbuatan tersebut. Contoh seorang anak akan bisa belajar berjalan,
apabila dalam perkembangannya ia telah memiliki kesiapan atau kematangan untuk
berjalan. Anak yang belum siap berjalan, kalaupun dipaksa dilatih berjalan tidak
akan membawa hasil, malah mungkin akan merusakkannya.
b) Prinsip kedua adalah law of exercise atau hukum latihan, yang menyatakan bahwa
belajar memerlukan banyak latihan atau ulangan-ulangan. Suatu kecakapan atau
keterampilan dan dikuasai apabila banyak dilatih. Contoh Seorang siswa yang ingin
pandai bermain piano harus banyak berlatih main piano. Semakin banyak dan
intensif latihan yang dilakukan oleh seseorang akan semakin tinggi tingkat
penguasaannya.
c) Prinsip yang ketiga adalah law of effect, atau hukum mengetahui hasil. Belajar akan
lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Dalam
mengajar, guru dianjurkan untuk segera memeriksa semua hasil pekerjaan siswa,
memberi nilai dan segera mengembalikannya kepada siswa. Dengan cara itu siswa
mengetahui hasil dari usaha belajarnya, dan akan meningkatkan semangat untuk
belajar selanjutnya.
b. Psikologi Conditioning
Psikologi Conditioning, merupakan perkembangan lebih lanjut dari
koneksionisme. Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov dengan keluarnya air
liur pada anjing. Air liur akan keluar apabila anjing melihat atau mencium bau makanan.
Dalam percobaan Pavlov membunyikan bel sebelum memperlihatkan makan pada anjing.
Setelah diulang berkali-kali ternyata, air liur tetap keluar bila bel berbunyi meskipun
makanannya tidak ada. Hasil penelitian ini ternyata dapat diterapkan pada manusia,
seperti para siswa berbaris dan masuk kelas kalau lonceng berbunyi.
Menurut teori ini belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan
pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Mengajar menurut teori ini
adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi
suatu kebiasaan. Pembiasaan ini tidak perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya,
tetapi juga oleh stimulus penyerta.
c. Psikologi Penguatan
Psikologi Penguatan atau Operant Conditioning, juga merupakan pengembangan
lebih lanjut dari teori koneksionisme dan conditioning. Kalau pada conditioning yang
diberi kondisi adalah stimulusnya, sedangkan pada teori penguatan yang dikondisi atau
yang diperkuat adalah responnya. Contohnya seorang anak belajar sunguh-sungguh
dengan demikian pada waktu ulangan dia dapat menjawab semua soal dengan benar. Atas
hasil belajarnya yang baik itu dia mendapatkan nilai yang baik. Karena mendapatkan
nilai baik ini, maka anak belajar lebih giat lagi. Nilai dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan ( reinforcement ). Mungkin juga terjadi selain diberi nilai
baik, anak itu oleh guru diberi ganjaran ataupun pujian. Keduanya yaitu pujian dan
ganjaran juga dapat merupakan operant conditioning.
Tokoh utama operant conditioning adalah Skinner. Skiner berpendapat bahwa
untuk membentuk tingkah laku tertentu perlu diurutkan atau dipecah-pecah menjadi
bagian-bagian atau komponen tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya, agar terbentuk
pada tingkah laku yang diharapkan maka perlu diberikan hadiahh (reinforce) agar tingkah
laku itu terus menerus diulang, serta memotivasi agar berlanjut kepada komponen tingkah
laku selanjutnya sampai akhirnya pada pembentukan tingkah laku puncak yang
diharapkan (Yana Wardhana:10, 2010).

3. Rumpun Psikilogi Kognitas Gestalt


Teori atau Psikilogi Kognitas Gestalt bersifat molar atau menekankan keseluruhan
terpadu. Menurut para ahli teori ini, alam, kehidupan manusia, dan perilaku manusia
selalu merupakan suatu keseluruhan suatu keterpaduan. Ada tiga teori yang terkenal dari
rumpun psikologi ini, yaitu:
1. Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt berkembang di Jerman dengan pendiri utamanya adalah Max
Wertherimer. Tokoh-tokoh lainnya yang juga terkenal adalah Wofgang Kohler, Kurt
Koffa dan Kurt Lewin. Perkataan Gestalt dalam bahasa Jerman berarti suatu konfigurasi,
pola, kesatuan atau keseluruhan. Psikologi Gestalt memang prinsip utamanya
menekankan keseluruhan dan keterpaduan. Menurut teori Gestalt belajar harus dimulai
dari keseluruhan, baru kemudian kepada bagian-bagian. Suatu kesluruhan terdiri atas
bagian-bagian yang mempunyai hubungan satu sama lain. Dalam belajar, siswa harus
mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lainnya.
Penangkapan makna hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight.
Teori Gestalt sangat menekankan insight.
Ada suatu hukum yang sangat terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz
yang kurang lebih berarti ” teratur, seimbang atau harmonis “. Belajar merupakan upaya
mencari dan menemukan pragnanz, keteraturan, keharmonisan dari suatu yang dipelajari.
Untuk menemukan pragnanz diperlukan adanya pemahaman atau insight.
Menurut Ernest Hilgard ada enam cirri dari belajar yang mengandung pemahaman yaitu:
1. Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar.
2. Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman beljar yang lalu
3. Pemahaman tergantung pada pengaturan situasi
4. Pemahaman didahului oleh usaha-usaha coba-coba
5. Belajar dengan pemahaman dapat diulangi
6. Suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi lain.
Dalam pelaksanaan mengajar dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-
potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu-kesatuan. Dalam metode ini
selain terjadi pemahaman bagian dan hubungan antar bagian, terjadi pula proses
penguraian(analisis) dan pemanduan (sintesis).
2. Psikologi Kognitif
Teori ini lebih menekankan pada proses mengetahui (knowing), yaitu menemukan
cara-cara ilmiah dalam mempelajari proses mental yang terlibat dalam upaya mencari dan
menemukan pengetahuan. Psikologi kognitif mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan psikologis Gestalt sebab menekan kan proses mental, terutama proses berpikir.
Teori ini tidak mengabaikan perilaku, sebab perilaku merupakan indicator dari proses
mental khususnya proses berpikir. Individu atau siswa mempunyai struktur mental atau
organisasi mental (mental structure or mental organization), pengetahuan-pengetahuan
yang telah dimiliki dan rrangsangan-rangsangan atau pengetahuan-pengetahuan yang
baru diterima, diorganisasikan dalam struktur mental tersebut. Salah satu bagian dari
struktur mental adalah struktur kognitif. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif,
konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses belajar mengajar, anak
mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta,
menganalisis, membuat interprestasi serta menarik kesimpulan.
Psikologi kognitif yang memandang moral sebagai upaya untuk berpikir dalam
menilaai apakah sesuatu perbuatan baik atau jahat. Pengajaran yang berdasarkan kognitif,
menekankan proses belajar aktif secara mental(melakukan proses mental atau proses
berpikir), di dalam mencari dan menemukan pengetahuan serta menggunakannya.
Brbagai bentuk metode belajar aktif seperti metode pemeecahan masalah, pneelitian,
pengamatan, diskusi, deduktif, induktif, dan lainnya merupakan metode-metode yang
khas dari teori ini.
3. Psikologi Medan
Psikologi medan atau Field Theory menekankan keseeluruhan dan keterpaduan.
Menurut teori ini individu selalu dalam suatu medan atau suatu lapangan ( yaitu lapangan
fenomenal atau lapangan psikologis). Dalam medan ini ada suatu tujuan yang dicapai
individu, tetapi untuk mencapai selalu ada hambataan. Individu memiliki suatu doongan
atau motif dan berusaha mengatassi hambatan. Dalam merencanakan suatu pengajaran,
menurut teori medan, tujuan harus dipilih yang bermakna bagi siswa dan dirumuskan
sejelas mungkin. Bahan dan tugas-tugas harus disesuaikan dengan kemampuan siswa. Di
samping penggunaan staregi dan media belajar yang tepat, motivasi dan pembibingan
siswa memegang peranan penting dalam meningkatkan upaya belajar siswa.

B. Prinsip-Prinsip Pengajaran
Setiap teori belajar mempunyai prinsip-prinsip belajar mengajar sendiri, yang mungkin
sama ataupun berbeda dengan teori yang lain.dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dikelas, guru umumnya tidak hanya menggunakan satu pendekatan ataupun metode
mengajar, tetapi menggunakan beberapa metode (Ibrahim dan Syaodih Nana, 2010).
Ada beberapa prinsip pengajaran yang secara relatif berlaku umum di antaranya adalah
prinsip : perkembangan, perbedaan individu, minat dan kebutuhan, aktifitas, dan motivasi.
1. Prinsip Perkembangan
Siswa yang diajar di kelas sedang berada dalam proses perkembangan, dan akan
terus berkembang. Kemampuan anak pada setiap jenjang usia dan tingkat kelas berbeda-
beda. Anak pada usia atau kelas yang lebih tinggi, memiliki kemampuan lebih tinggi dari
yang di bawahnya.
Pada waktu memilih bahan dan metode mengajar, guru hendaknya
memperhatikan dan menyesuaikannya dengan kemampuan-kemampuan anak tersebut.
Perkembangan berarti perubahan. Perubahan itu ada yang cepat dan ada yang lambat.
Seorang guru hendaknya cukup mengerti dan bersabar, apabila pada suatu saat seorang
siswa belum memperlihatkan kemajuannya dan kemajuannya lambat. Mungkin satu
minggu atau dua minggu berikutnya anak akan memperlihatkan kemajuan dan
perkembangan yang cepat (Ibrahim dan Syaodih Nana, 2010).
2. Prinsip Perbedaan Individu
Sebelum guru menentukan strategi pembelajaran, metode dan teknik –teknik
evaluasi yang akan dipergunakan, maka guru terlebih dahulu dituntut untuk memahami
karakteristik siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan dari hasil sejumlah riset menujukkan
bahwa keberagaman faktor, seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar,
pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang
memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswi
pelajari.
Peserta didik adalah individual yang memiliki keunikan, berbeda satu sama lain
dan tidak satupun yang memiliki cirri-ciri persih sama meskipun mereka kembar. Setiap
individu pasti memiliki karekteristik yang berbeda satu sama lainnya.
Menurut Ibrahim dan Syaodih Nana (2010), Guru perlu mengerti benar tentang
adanya keragaman ciri-ciri siswa ini. Baik di dalam menyiapkan dan menyajikan
pelajaran maupun dalam memberikan tugas-tugas dan pembimbingan, guru hendaknya
menyesuaikannya dengan perbedaan-perbedaan tersebut. Umumnya guru-guru pada jam
pelajaran yang sama, mengajarkan bahan yang sama dengan cara yang sama, sehingga
perbedaan individu tersebut sama sekali terabaikan. Pengajaran yang bersifat klasikal ini
dapat disempurnakan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Dalam mengajar hendaknya guru menggunakan metode atau strategi belajar-
mengajar yang bervariasi. Sebab dengan variasi tersebut diharapkan beberapa
perbedaan kemampuan anak dapat terlayani.
b. Hendaknya digunakan alat dan media pengajaran. Penggunaan media dan alat-alat
pengajaran dapat membantu siswa-siswa yang mempunyai kelemahan-kelemahan
tertentu.
c. Hendaknya guru memberikan bahan pelajaran tambahan kepada anak-anak yang
pandai, untuk mengimbangi kepandaiannya.
d. Guru memberikan bantuan atau bimbingan khusus kepada anak-anak yang kurang
pandai atau lambat dalam belajar. Bantuannya dapat berupa bimbingan yang
dilakukan di luar pelajaran.
e. Pemberian tugas-tugas harus disesuaikan dengan minat kemampuan anak.
3. Prinsip Minat dan Kebutuhan Anak
Setiap anak mempunyai minat dan kebutuhan sendiri-sendiri. Anak di kota
berbeda minat dengan dan kebutuhannya dengan anak di desa. Pengajaran perlu
memperhatikan minat dan kebutuhan, sebab keduanya akan menjadi penyebab timbulnya
perhatian. Sesuatu yang menarik minat dan dibutuhkan anak, akan menarik perhatiannya,
dengan demikian mereka akan bersungguh-sungguh dalam belajar.
4. Prinsip Aktivitas Siswa
Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat bila peserta didik mau
mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap lingkungan. Belajar yang berhasil
mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis.
Aktifitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan. Peserta didik
yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) ialah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-
banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran.
Memberikan kesempatan beraktivitas kepada siswa bukan dalam arti semua
kegiatan belajar mengajar diserahkan kepada siswa tetapi prinsip aktivitas maksudnya
adalah bahwa guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
sesuatu dalam mengembangkan dirinya dan mengekpresikan kemampuannya secara total.
Dengan demikian guru hanyalah men-stimulant, sedangkan yang mengolah dan mencerna
adalah peserta didik itu sendiri sesuai kemauan, kemampuan, bakat, dan latar belakang
masing-masing. Jadi belajar adalah suatu proses dimana peserta didik harus aktif.
5. Prinsip Motivasi
Motivasi berasal kata motive–motivation yang berarti dorongan atau keinginan,
baik datang dari dalam diri (instrinsik) maupun dorongan dari luar diri seseorang
(ekstrinsik). Motif atau biasa juga disebut dorongan atau kebutuhan, merupakan suatu
tenaga yang berada pada diri individu atau siswa, yang mendorongnya untuk berbuat
dalam mencapai suatu tujuan.
Motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan dari luar
individu. Seorang guru harus berusaha untuk menimbulkan motif-motif pada diri peserta
didik yang menunjang kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran.
Bentuk kegiatan guru adalah menciptakan kondisi belajar sedemikian rupa (bermacam-
macam motif) sehingga siswa mau melakukan apa yang dapat mereka lakukan
(termotivasi untuk belajar).
Motif memiliki peran yang cukup besar di dalam upaya belajar. Tanpa motif
hampir tidak mungkin siswa melakukan kegiatan belajar. Ada beberapa upaya yang
dilakukan guru untuk membangkitkan belajar para siswa:
a. Menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi. Dengan metode
yang bervariasi kebosanan dapat dikurangi atau dihilangkan.
b. Memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa. Sesuatu yang dibutuhkan
akan menarik perhatian, dengan demikian akan membangkitkan motif untuk
mempelajarinya.
c. Memberikan sasaran antara. Sasaran akhir belajar adalah lulus ujian atau naik kelas.
Untuk membangkitkan motif belajar maka diadakan sasaran antar, seperti ujian
semester, tengan semester, ulangan harian, kuis dan sebagainya.
d. Memberikan kesempatan untuk sukses.
e. Diciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
f. Adakan persaingan sehat. Persaingan atau kompetisi yang sehata dapat
membangkitkan motivasi belajar.
C. Beberapa Hal Pokok Dalam Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan suatu interaksi antara seorang guru dan anak didik,
yang mana proses ini merupakan dua hal yang sangat berbeda tetapi membentuk satu
kesatuan.
1. Interaksi Belajar-Mengajar
Pengajaran berintikan interaksi antara guru dengan siswa. Dalam interaksi ini,
guru melakukan kegiatan mengajar dan siswa belajar. Kegiatan mengajar dan belajar ini
bukan merupakan dua hal yang terpisah tetapi bersatu, dua hal yang menyatukannya
dalah interaksi tersebut.
Dalam interaksi belajar_mengajar terjadi proses saling mempengaruhi. Perilaku
guru akan berbeda, apabila menghadapi kelas yang aktif dengan kelas yamg pasif.
Interaksi ini bukan hanya terjadi antara siswa dan guru, tetapi antara siswa dengan
manusia sumber (orang yang memberi informasai), antara siswa dengan siswa yang lain.
Kegiatan ini menekankan pada kehadiran siswa, tanpa siswa di kelas guru tidak bisa
mengajar. Lain halnya dengan belajar, siswa dapat melakukan meski tanpa kehadiran
guru (Ibrahim dan Syaodih Nana, 2010).
Peranan siswa dan guru dalam interaksi belajar mengajar ditentukan oleh strategi
maupun metode belajar mengajar yang digunakan. Dalam proses belajar-mengajar yang
menggunakan strategi yang bersifat ekspositori, peranan lebih aktif dimainkan oleh guru.
Guru yang menyiapkan bahan ajar dan guru pula yang menyampaikan seluruh bahan
ajaran tersebut kepada siswa. Dalam proses belajar-mengajar yang mengaktifkan siswa
untuk mengikuti pelajaran guru hendaknya memberikan persoalan-persoalan yang
menumbuhkan pencarian, pengamatan, percobaan, analisis, sintesis, perbandingan,
penilaian, dan penyimpulan oleh siswa sendiri. Dalam strategi demikian siswa berperan
lebih aktif. Dengan demikian guru tidak hanya memanipulasi kelas, bahkan memberikan
penghidupan yang demokratis dalam kelas.

2. Proses Belajar-Mengajar Di Tinjau Dari Sudut Siswa


Proses belajar mengajar kalau dilihat dari sudut pandang siswa maka hal ini akan
membahas seputar kegiatan siswa yaitu belajar. Belajar merupakan suatu rangkaian
upaya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap serta nilai siswa, baik
kemampuan intelektual, sosial, afektif, maupun psikomotor.
a. Macam-macam Keterampilan Intelektual
Menurut Gagne (1970), ada delapan tipe keterampilan intelektual belajar, delapan
tipe ini menunjukan keterampilan yang paling rendah atau sederhana sampai yang
paling tinggi atau kompleks. Berikut ini akan dituliskan delapan tipe tersebut :
1. belajar tanda-tanda, merupakan kegiatan belajar yang paling sederhana sebab
hanya melibatkan penguasaan akan tanda-tanda. Contoh : anak kecil melihat
mobil, dia mulai mengenal mobil dengan tanda ada ban, bunyi dan lain-lain.
2. Belajar stimulus respon, merupakan kegiatan belajar yang berbentuk menjalin
hubungan antara suatu rangsangan dengan respon. Contoh : mengikuti perintah
3. Rangkaian kegiatan, merupakan kegiatan belajar yang berisi rangkaian kegiatan,
misalnya menjalankan mesin jahit disitu ada kegiatan yang pertama memasukan
benang sampai seterusnya.
4. Belajar hubungan verbal, merupakan kegiatan belajar yang dimulai dengan
mengenal hubungan antara sebuah nama dan bendanya.
5. Belajar membedakan sebenarnya berisi pengenalan cirri-ciri atau sifat-sifat,
setelah anak mengetahui cirri-cirinya, anak akan belajar mengkategorikan.
6. Belajar konsep, belajar ini bersifat abstrak, mengambil kesimpulan berdasarkan
situasi, peristiwa dan lain-lain.
7. Belajar aturan atau hukum, belajar ini akan dimulai yang paling sederhana yaitu
mematuhi peraturan yang ada di rumah, selanjutnya di sekolah dan dikehidupan
bersosial.
8. Belajar pemecahan masalah, bejar ini adalah yang paling sulit, karena harus
melewati lima langkah 1. mengidentifikasi masalah, 2. merumuskan masalah, 3.
menyusun pertanyaan, 4. mengumpulkan data, 5. merumuskan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan serta mengambil kesimpulan (Ibrahim dan Syaodih Nana,
2010).
b. Belajar menerima, menghafal,diskaveri dan bermakna (Ausble dan Robinson 1969)
Menurut Ausble dan Robinson, bentuk-bentuk belajar ada empat, yaitu:
1. Belajar menerima dan belajar diskaveri
model kegiatan belajar ini sangat berlainan, belajar menerima adalah
belajar dengan peranan siswa lebih pasif mereka lebih banyak ,menerima apa
yang disampaikan oleh gurunya, contohnya mendengarkan ceramah. beda dengan
belajar diskaveri yang mana dalam belajar diskaveri ini siswa lebih bersifat aktif,
ada sejumlah proses mental yang dilakukan siswa, banyak menuntut aktivitas
berfikir dan bahkan sampai aktivitas fisik, contohnya Tanya jawab diskusi dan
lain-lain.
2. Belajar menghapal dan belajar bermakna
model kegiatan belajar ini juga saling berlainan, dalam belajar menghapal ada
suatu penekanan penguasaan pengetahuan tanpa memberi suatu arti atau
pemahaman, sedangkan belajar bermakna menekankan pemahaman yang terjadi
karena ada hubungan antara suatu fakta dengan fakta lainnya contoh sepeda
motor dengan bahan bakar, atau juga dapat terjadi ada hubungan antara
pengetahuan dengan manfaatnya contoh manfaat sepeda motor. Kalau kita telaah
lagi ini ada hubungannya dengan belajar menerima dan belajar diskaveri,
buktinya belajar menerima akan cenderung mengarah kebelajar menghafal
sedangkan belajar diskaveri akan cenderung mengarah pada belajar bermakna
(Ibrahim dan Syaodih Nana, 2010).

c. Belajar di sekolah dan di luar sekolah


Belajar sesuai dengan uraian di atas dapat lakukan di dalam kelas atau di luar
kelas, kebaikan dari belajar di sekolah adalah anak didik langsung mendapat
pengawasan dari seorang guru, apabila saat belajar anak didik menghadapi kesulitan
maka bantuan dari seorang guru akan memecahkan masakah tersebut, sedangkan
belajar diluar sekolah adalah inisiatif dari anak didik ,tanpa bimbingan dari guru.
Untuk diperhatikan bagi siswa SD kalau belajar diluar sekolah harus ada
perencanaan belajar dari seorang guru, banyak tugas yang diberikan kepada siswa
seperti mengerjakan soal, mengerjakan PR dan lain sebagainya.
d. Belajar Secara Klasikal, kelompok dan Individul
Belajar, dilihat dari jumlah anak didik dibedakan menjadi tiga yaitu klasikal,
kelompok dan individual. Apabila jumlah anak didik sangat besar atau kurang lebih
40 siswa, maka pembelajaran yang pas adalah klasikal dengan syarat keadaan kelas
atau ruang harus tenang, pembelajaran ini akan cenderung pembelajaran yang pasif.
Kegiatan belajar yang lebih efektif adalah belajar kelompok dan individu. Kegiatan
diskusi, permainan simulasi, , percobaan , pemecahan masalah, dan sejenisnya
dilakukan dalm bentuk kegiatan kelompok. Tugas-tugas yang dikerjakan dirumah
kebanyakan menuntut kegiatan secara individual.
e. Belajar Teori dan Praktek
Dalam pelajaran tingkat sekolah dasar, pelajarannya dapat berupa teori dan
praktek, mungkin belajar teori sangat mudah pelaksanaannya karena tidak
membutuhkan alat dan bahan tapi untuk belajar praktek pelaksanaanny menuntut
adanya alat dan bahan sebagai media pembelajarannya, dalam belajar teori anak
didik akan cenderung pasif sedangkan belajar praktek anak didik akan cenderung
aktif karena banyak hal yang dapat dilakukan oleh siswa. Pelajaran yang banyak
berisikan kegiatan kecil praktek adalah kesenian, olahraga, dan keterampilan.

3. Proses Belajar-Mengajar Ditinjau dari Sudut Guru


Proses belajar mengajar kalau dilihat dari sudut guru maka akan terwujud
kegiatan mengajar, yang mana kegiatan ini adalah kegiatan proses penyampaian
pengetahuan kepada siswa, ini dilihat dari arti yang khusus, tapi kalau dilihat dari arti
yang umum atau yang lebih luas adalah dimana kegiatan itu akan mencakup semua
kegiatan yang menciptakan situasi agar siswa dapat belajar. Dalam mengajar seorang
guru tidak asal-asalan mengajar tapi harus punya metode, pendekatan yang cocok sesuai
waktu, kondisi dan materi yang akan disampaikan.
a. Mengajar Secara Ekspositori
Model pengajaran ekspositori merupakan kegiatan mengajar yang berpusat pada
guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang bahan
pengajaran. Tujuan utama pengajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2006).
Cara ekspositori ini akan membuat siswa lebih pasif karena sebagian banyak yang
aktif adalah guru, sebelum mengajar guru telah mengelola dan mempersiapkan bahan
jar secara tuntas, metode yang cering digunakan untuk pengajaran ekspositori adalah
metode ceramah dan demonstrasi, untuk lebih jelasnya akan ditulis dibawah ini :
1. Metode Ceramah
Yang perlu dipersiapkan dalam metode ceramah adalah bahan ajar, dan
sistimatika pengajaran, selanjutnya guru menyampaikan materi sesuai dengan
bahan ajarnya dan sistematikanya
2. Metode Demonstrasi
Metode ini adalah pelengkap dari metode ceramah, dalam penyampaian materi
mungkin ada penjelasan yang memerlukan alat peraga, maka metode yang cocok
adalah metode demonstrasi.

b. Mengajar dengan Mengaktifkan siswa


Inilah cara pengajaran yang sangat bagus untuk pemahaman siswa, karena peran
guru lebih sedikit dari pada peran siswa, siswa akan lebih bersemangat belajar.
Banyak metode yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan pembelajaran yang
aktif diantaranya :
1. Metode Tanya Jawab
Ini adalah metode yang paling sederhana untuk mengaktifkan siswa, guru
tinggal mengajukan pertanyaan atas materi yang telah disampaikan dan siswa
akan menjawab sesuai dengan pertanyaan, atau sebaliknya kalau ada siswa yang
belum paham atas materi yang telah diajarkan, siswa akan bertanya kepada guru
inilah mulainya pembelajaran yang aktif.
2. Metode Diskusi
Metode ini hamper mirip dengan metode Tanya jawab, perbedaanya
terletak pada pokok bahasan, diskusi akan membahas satu masalah yang harus
dicari jalan keluar dari masalah tersebut. dalam metode ini siswa kebanyakan
dibagi atas kelompok-kelompok yang akan menghasilakan kesimpulan.
3. Metode Mengajar Kelompok
dalam metode ini lebih ditekankan pada aktivitas pengelompokan siswa,
kelompok siswa ada yang besar, sedang dan yang kecil tergantung dengan jumlah
siswa dalam kelompok tersebut, jumlah untuk kelompok adalah 11-20 siswa,
untuk kelompok sedang adalah 6-10 siswa dan untuk jumlah kelompok kecil
adalah 2-5 siswa.
4. Metode Latihan
Metode ini sangatlah bervariasi, metode ini kegiatannya sangat luas, ada
kegiatan pemecahan masalah, olahraga, kesenian dan lain-lain. Inti dari metode
ini adalah melakukan kegiatan dengan cara mengulang-ulang bahan yang telah
diajarkan sampai anak didik menguasai bahan tersebut.
5. Metode Pemecahan Masalah
metode ini adalah metode yang paling rumit, tujuannya adalah untuk
memecahakan masakah yang sangat komplek,metode ini dilaksanaka oleh anak
didik bisa individu atau kelompok.
6. Metode Pemberian Tugas
telah disinggung didepan bahwa belajar tidak hanya dilakukan di dalam
kelas, tetapi dapat dilakukan diluar kelas, umumnya kalau diluar kelas tanpa
bimbingan guru, untuk itu guru sebaiknya memberikan tugas pada anak didik,
supaya pembelajarannya dapat terarah (Ibrahim dan Syaodih Nana, 2010).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dalam proses pengajaran terdapat sumber yang berupa teori atau konsep psikologi
tertentu yang mendasari suatu proses pengajaran. Secara garis besar dikenal ada tiga
rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi, yaitu teori disiplin kekuatan
mental, teori behaviorisme, dan teori cognitive gestalt-filed.
2. Setiap teori belajar mempunyai prinsip-prinsip belajar mengajar sendiri, yang mungkin
sama ataupun berbeda dengan teori yang lain.dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dikelas. Ada beberapa prinsip pengajaran yang secara relatif berlaku umum di
antaranya adalah prinsip : perkembangan, perbedaan individu, minat dan kebutuhan,
aktifitas, dan motivasi.
3. Dalam proses belajar-mengajar terdapat beberapa hal pokok yang terdapat dalam proses
belajar dimana hal-hal pokok tersebut akan saling mempengaruhi. Adapun hal-hal pokok
tersebut adalah interaksi belajar mengajar yaitu terjadinya interaksi antara guru dan
siswa tidak hanya guru yang berinteraksi tetapi juga siswa, proses belajar-mengajar
ditinjau dari sudut siswa dimana dalam hal ini dari sudut siswa pengajaran itu berarti
belajar, proses belajar-mengajar dari sudut guru dimana dilihat dari sudut guru proses
belajar-mengajar terwujud dalam kegiatan mengajar.

B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini masih sangat banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Dan bagi pemakalah selanjutnya kami sangat
mengharapkan agar dapat lebih baik dalam penulisan dan pembuatan makalah dengan
mendapatkan sumber dan referensi yang lebih banyak lagi, sehingga dapat lebih bermanfaat
bagi para pembaca dan menambah wawasan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Ibrahim, Syaodih Nana. 2010. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Wardhana, Yana. 2010. Teori Belajar dan Mengajar. Bandung: PT Pribumi Mekar
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Selanjutnya perlu penulis sampaikan bahwa di dalam penulisan makalah ini masih
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.Untuk itu kiranya para pembaca yang arif dapat
memakluminya atas kelemahan dan kekurangan yang di temui dalam makalah ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini. Semoga makalah ini menemui sasaran dan bermanfaat bagi setiap pembaca.

Lubuk linggau , 8 Maret 2015

Kelompok 1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................. i

Daftar isi ..................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan ......................................................................................1


A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................1
C. Tujuan ...................................................................................................2
Bab II Pembahasan .....................................................................................3
A. Teori-Teori Pengajaran .........................................................................3
1. Rumpun Psikologi Kekuatan Mental ...............................................3
2. Rumpun Psikologi Behaviorisme ....................................................6
3. Rumpun Psikologi Kognitas Gestalt ................................................8
B. Prinsip-Prinsip Pengajaran .....................................................................10
1. Prinsip Perkembangan .....................................................................10
2. Prinsip Perbedaan Individu ..............................................................11
3. Prinsip Minat dan Kebutuhan Anak .................................................12
4. Prinsip Aktivitas Siswa ....................................................................12
5. Prinsip Motivasi ...............................................................................13
C. BeberapaHhal Pokok Dalam Proses Belajar-Mengajar .........................14
1. Interaksi Belajar-Mengajar ..............................................................14
2. Proses Belajar-Mengajar Di Tinjau Dari Sudut Siswa ....................14
3. Proses Belajar-Mengajar Di Tinjau Dari Sudut Guru ......................17
BAB III Penutup ..........................................................................................20
a. Kesimpulan ......................................................................................20
b. Saran ................................................................................................20
Daftar Pustaka ..............................................................................................21
MAKALAH PERENCANAAN PEMBELAJARAN

TEORI DAN PRINSIP-PRINSIP YANG MENDASARI PENGAJARAN


DAN HAL-HAL POKOK DALAM PENGAJARAN

OLEH :

KELOMPOK : 1

Nurhasanah : 4212160
Yunike Reista : 4212131
Febri Ariansyah : 4212163
Sri Purwati : 4212105

Kelas :6b
DOSEN PENGAMPU : Linna Fitriani, M. Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
2015

Você também pode gostar