Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Makalah
Waznah Karamina
Fanniridha
Maulana Wahid Abdurrahman
1
Sejarah Teologi Islam
BAB I
SEJARAH AWAL TEOLOGI ISLAM
1. Persoalan Politik
1
Abdul Rozak. Ilmu Kalam. Bandung :Pustaka Setia. 2007. Hal. 14
2
Ibid
2
Sejarah Teologi Islam
Awal mula perpecahan bisa kita simak sejak kematian Utsman bin Affan
r.a. Ahli sejarah menggambarkan ‘Usman sebagai orang yang lemah dan tak
sanggup menentang ambisi keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu untuk
menjadi gubernur. Tindakan-tindakan yang dijalankan Usman ini mengakibatkan
reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Sahabat-sahabat nabi setelah
melihat tindakan Usman ini mulai meninggalkan khalifah yang ketiga ini.
Perasaan tidak senang akan kondisi ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan,
seperti adanya lima ratus pemberontak berkumpul dan kemudian bergerak ke
Madinah. Perkembangan suasana di Madinah ini membawa pada pembunuhan
Usman oleh pemuka-pemuka pemberontak di Mesir ini.
Setelah Usman wafat Ali sebagai calon terkuat menjadi khalifah keempat.
Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula
menjadi khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat
sokongan dari Aisyah. Tantangan ini dapat dipatahkan Ali dalam pertempuran
yang terjadi di Irak tahun 656 M. Talhah dan Zubeir mati terbunuh dan Aisyah
dikirim kembali ke Mekkah.3
Tantangan kedua datang dari Mu’awiyah, Gubernur Damaskus dan
keluarga dekat Usman. Ia menuntut Ali supaya menghukum pembunuh-
pembunuh Usman, bahkan ia menuduh bahwa Ali turut campur dalam soal
pembunuhan itu. Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di
Siffin, tentara Ali mendesak tentara Mu’awiya sehingga yang tersebut akhir ini
bersiap-siap untuk lari. Tetapi tangan kanan Mu’awiyah Amr Ibn al-’As yang
terkenal sebagai orang licik minta berdamai dengan mengangkat al-Quran keatas.
Qurra’ atau syi’ah yang ada dipihak Ali mendesak Ali untuk mnerima tawaran itu
dan dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitase. Sebagai pengantara
diangkat dua orang, yaitu Amr Ibn al-‘As dari pihak MU’awiyah dan Abu Musa
al-Asy’ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr mengalahkan
perasaan takwa Abu Musa. Sejarah mengatakan bahwa keduanya terdapat
pemufakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan, Ali dan
Mu’awiyah.Tradisi menyebutkan bahwa Abu Musa terlebih dahulu
3
Harun Nasution. Sejarah Teologi Islam. Jakarta: UI-Press. 2006. Hal.6
3
Sejarah Teologi Islam
4
Ibid. hal.7
5
Ibid. hal. 8
4
Sejarah Teologi Islam
pemuka ini dianggap kafir dalam arti telah keluar dari islam, kaum Khawarij
menganggap mereka harus dibunuh.
Lambat laun kaum Khawarij pecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir
turut pula mengalami perubahan. Yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang
yang tidak menentukan hukum dengan al-Qur’an, tetapi orang yang berbuat dosa
besar juga dipandang kafir.
Persoalan orang yang berbuat dosa inilah yang kemudian mempunyai
pengaruh besar terhadap pertumbuhan teologi selanjutnya dalam islam. Persoalan
ini menimbulkan tiga aliran teologi, yaitu Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah.
Aliran Khawarij mengatakan bahwa orang yang telah berbuat dosa besar
adalah kafir, dalam arti telah keluar dari agama islam dan ia wajib dibunuh. Kaum
Murji’ah mengatakan bahwa orang yang telah melakukan dosa besar tetap masih
mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, terserah kepada
Allah SWT yang mengampuninya atau tidak. Sedangkan Mu’tazilah sebagai
aliran ketiga tidak menerima pendapat diatas. Bagi mereka orang yang telah
berbuat dosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mukmin. Orang yang seperti ini
menurut mereka mengambil posisi diantara dua posisi mukmin dan kafir yang
dalam bahsa arabnya terkenal dengan istilah almanzilah bain al-manzilitain
(posisi diantara dua posisi).
Dalam keadaan seperti ini timbullah dua aliran teologi yang terkenal
dengan nama al-qadariah dan al-jabariah. menurut al-qadariah manusia
mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sebaliknya dengan
al-jabariah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam tingkah lakunya bertindak dengan
paksaan Tuhan dan gerak-gerik ditentukan oleh Tuhan, menurut jabariah.
Selanjutnya, kaum Mu’tazilah dengan diterjemahkannya buku-buku falsafat dan
ilmu pengetahuan Yunanikedalam bahsa Arab,terpengaruh oleh pemakaian rasio
atau akal yang mempunyai kedudukan tinggidalam kebudayaan Yunani klasik itu.
Dengan pemakaian rasio ini oleh kaum Mu’tazilah membawa mereka untuk
mengambil teologi liberal, dalam arti bahwa sungguhpunkaum Mu’tazilah
banyak mempergnakan rasio mereka, mereka tidak meninggalkan wahyu. Dengan
5
Sejarah Teologi Islam
6
Ibid. hal. 9
7
Ibid.
8
Ibid.hal. 10
6
Sejarah Teologi Islam
Maturidi. Aliran ini dikenal dengan nama teologi al-Maturidiahyang mana tidak
bersifat setradisional al-Asy’ariah, akan tetapi tidak pula seliberal Mu’tazilah.
Selain Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi ada lagi
seorang teolog dari Mesir yang juga bermaksud menentang ajaran-ajaran kaum
Mu’tazilah. Teolog itu bernama al-Tahawi (933 M) yang mana ajaran-ajaran ini
tidak menjelma sebagai aliran teologi Islam.
Dengan demikian aliran-aliran teologi penting yang timbul dalam islam
adalah aliran Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariah dan Maturidiah. Aliran
Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah tidak mempunyai wujud lagi kecuali dalam
sejarah. Yang masih ada sampai sekarang ialah aliran Asy’ariah dan Maturidiah,
dan keduannya disebut Ahl Sunnah wa al-Jama’ah. Aliran Maturidiah banyak
dianut oleh umat Islam yang bermazhab Hanafi, sedangkan aliran Asy’ariah pada
umumnya dipakai oleh umat Islam Sunni lainnya.
Dengan masuknya kembali paham rasionalisme kedunia islam yang mana
sekarang masuk melalui kebudayaan modern. Banyak ajaran-ajaran Mu’tazilah
mulai timbul kembali, khususnya dikalangan kauimintelegensia islam yang
mendapat pendidikan Barat.
BAB II
MADZHAB-MADZHAB
TEOLOGI ISLAM
1. Khawarij
a. Asal Usul dan Sejarah Khawarij
Kata khawarij secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja
yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Syahrastani mengartikan
khawarij sebagai kelompok masyarakat yang memberontak dan tidak mengakui
terhadap imam yang sah dan sudah disepakati oleh kaum muslimin, baik pada
masa sahabat, pada masa tabiin maupun pada masa sesudahnya.9 Namun,
menurut Harun Nasution ada pula pendapat yang mengatakan bahwa nama
khawarij diberikan atas surat an-Nisa ayat 100 yang didalamnya disebutkan :
9
Asy-syahrastani. Al-Milal wa Al-Nihal. Surabaya: PT Bina Ilmu. 2006. Hal.101
7
Sejarah Teologi Islam
“Keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-Nya”. Dengan demikian kaum
khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari
kampung halamannya untuk men gabdikan diri kepada Allah dan RasulNya.10
Selain itu mereka menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata
Yasyiri (Menjual), sebagaimana disebutkan dalam Al-Baqoroh ayat 207 : “Ada
manusia yang menjual dirinya untuk keridhaan Allah”. Nama lain yang diberikan
kepada mereka adalah Haruriah, dari kata harura, suatu desa didekat kufah, Irak.
Di tempat inilah, mereka yang pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang
berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali. Disini mereka memilih ‘Abdullah
bin abdul wahab al-Rasyidi menjadi imam sebagai ganti dari Ali bin Abi Thalib.
Dalam pertempuran dengan Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi
seorang khawarij bernama Abd al-Rahman Ibn Muljam dapat membunuh Ali.11
Khawarij merupakan kelompok pertama yang tidak mengakui bahkan
memberontak terhadap Ali Bin Abi Thalib setelah terjadinya Arbitrase antara Ali
dan Muawiyah. Pada mulanya, kelompok ini berjuang di pihak Ali ketika terjadi
perang siffin antara Ali dan Muawiayah dan kelompok inilah yang mendukung Ali
untuk melakukan Arbitrase dengan Muawiyah. Namun setelah Ali dan Muawiyah
melakukan arbitrase, kelompok ini menolak kesepakatan arbitrase dan keluar dari
kelompok Ali.12
Sebelumnya, menurut sebagian pendapat, Ali sebenarnya mencium adanya
tipu daya dibalik ajakan perundingan damai tersebut sehingga ia bermaksud
menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama
Ahl-Qurra. Dengan sangat terpaksa Ali menerima permintaan perjanjian damai
tersebut. Dalam perundingan damai tersebut, Ali mengutus Abdullah bin Abbas
sebagai delegasi juru damai (Hakam)nya, tetapi orang khawarij menolaknya.
Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompoknya Ali
sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa al Asy’ary
dengan harapan yang dapat memutuskan perkara berdasarkan Kitabullah.
10
Harun Nasution. Teologi Islam : Aliran-aliran sejarah analisa perbadingan. Jakarta: UI
Press. 2002. Hal.13
11
Ibid.
12
Asy-Syahrastani. Loc.cit.
8
Sejarah Teologi Islam
9
Sejarah Teologi Islam
6. Muawaiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-As’ary juga telah
dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir;
7. Pasukan perang jamal yang telah melawan Ali juga Kafir;
8. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh. Yang lebih parah, mereka menganggap bahwa seorang muslim
dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang
telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus
dilenyapkan pula;
9. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
Bila tidak mau bergabung maka ia wajib diperangi karena hidup dalam
dar el-harb (Negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap
berada dalam dar al-islam (Negara Islam);
10. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng;
11. Adanya wa’ad dan wa’id (Orang yang baik harus masuk surga, sedangkan
yang jahat harus masuk kedalam neraka);
12. Amar ma’ruf nahi munkar;
13. Memalingkan ayat-ayat al-Quran yang tampak Mutasabihat (samar);
14. Quran adalah makhluk;
15. Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan;
c.Perkembangan Khawarij
Kaum khawarij yang pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab badawi
yang hidup di padang pasir tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam
tetacara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati, berani, bersifat merdeka, dan tidak
bergantung pada orang lain. Perubahan agama tidak membawa perubahan pada
sifat-sifat ke-badawiyan mereka. Akibat dari sifat-sifat seperti inilah mereka
bersikap keras walaupun dengan sesama muslim. Selain itu, merekapun terpecah
belah dalam beberapa golongan/sekte.17
Menurut Asy-Syahrastani, mereka terpecah menjadi delapan belas
subsekte, namun sekte yang paling pentingnya adalah Al-Muhakimah, Al-
Azariqoh, An-Najdiyah, Al-Baihasiyah, Al-A’jaridah, ats-Ts’alibah, dan as-
17
Harun Nasution. Op. Cit. hal.15
10
Sejarah Teologi Islam
Shufriyah.18 Menurut al-Bagdady, seperti yang dikutip harun nasution ada dua
puluh sub sekte Khawarij.19
Sekte-sekte Khawarij tersebut membicarakan persoalan hukum bagi orang
yang berbuat dosa besar, apa dia masih dianggap mukmin atau dia telah menjadi
kafir. Doktrin inilah yang terlihat mendominasi mereka, sedangkan doktrin-
doktrin lainnya hanya sebagai penunjang saja. Pemikiran subsekte ini bersikap
praktis daripada teoritis sehingga kriteria mukmin dan kafirnya menjadi tidak
jelas. Hal ini membuat kondisi tertentu seseorang yang bias menjadi kafir dan
dalam waktu bersamaan menjadi seorang mukmin.20
Tindakan-tindakan Khawarij ini membuat risau Umat Islam saat itu, sebab
dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte Khawarij tertentu, jiwa
seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte lain masih dianggap mukmin.
Bahkan, dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi dan Majusi itu lebih berharga
daripada dengan jiwa seorang mukmin. Namun begitu, ada subsekte Khawarij
yang agak lunak, yaitu Najdiyah dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara
kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melaksanakan dosa dan tidak
berterima kasih kepada Allah. Orang semacam ini tidak perlu dikucilkan dari
masyarakat. Perkembangan selanjutnya, semua aliran yang bersifat radikal
dikategorikan sebagai golongan Khawarij.21
2. Murjiah
a. Asal-usul dan sejarah munculnya
Nama Murjiah beraal dari kata irja atau arja’a yang bermakna
penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Memberi harapan dalam artian
member harapan kepada para pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan
Allah Swt. Selain itu, irja’a juga bisa memiliki arti meletakkan di belakang atau
18
Asy-Syahrastani. Op.Cit. hal. 102
19
Harun Nasution. Op. Cit. hal. 15
20
Abdul Rozak. Op. Cit. hal. 55
21
Ibid.
11
Sejarah Teologi Islam
mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu,
Murjiah berarti orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang
bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari
kiamat kelak.22
Ada beberapa teori yang mengemukakan asal-usul adanya aliran Murjiah.
Teori pertama mengatakan bahwa gagasan Irja’a atau arja dikembangkan oleh
sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam
ketika terjadinya pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari
sektarianisme. Diperkirakan Murjiah ini muncul bersamaan dengan munculnya
Khawarij.23
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin
Murjiah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh
cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun
695.
22
Abdul Rozak. Op. Cit. hal. 56
23
Ibid
12
Sejarah Teologi Islam
b. Doktrin-doktrin Murjiah
24
Ibid. hal.57
25
Ibid.
26
Ibid. hal.58
27
Ibid. hal.59
13
Sejarah Teologi Islam
1. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal dan
perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Seseorang
tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang
diwajibkan dan melakukan dosa besar.
2. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati,
setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat atas seseorang. Untuk
mendapat ampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri dari
syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
c. Perkembangan Murjiah
3. Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa
dan mengharuskan melakukan sesuatu.29 Asy-Syahrastani mengartikan Jabariah
sebagai menolak adanya perbuatan dan menyadarkan semua perbuatan kepada
Allah Swt. Berdasarkan hal ini, Asy-Syahrastani membagi Jabariah dalam dua
bentuk, yaitu :
28
Asy-Syahrastani. Op. Cit. hal.175
29
Abdul Rozak. Op. Cit. hal. 63
14
Sejarah Teologi Islam
Mengenai paham Jabariyah ini, para ahli sejarah teologi Islam ada yang
berpendapat bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikelilingi gurun sahara telah
mempengaruhi cara hidup mereka. Kebergantungan mereka terhadap gurun sahara
yang panas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.31
b. Doktrin-doktrin Jabariyah.
30
Sahilun A. Nasir. Op. Cit. hal. 133
31
Abdul Rozak. Op. Cit. hal. 64
32
Ibid. hal. 64-65
33
Abdul Rozak. Op. Cit. hal. 67-69
15
Sejarah Teologi Islam
3. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,
pendapat ini sama dengan konsep iman yang di ajarkan Murji’ah.
4. Kalam Tuhan adalah Makhluk.
5. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
c. Perkembangan Jabariyah
Dalam perkembangannya Jabariyah terbagi antara Jabariyah Murni dan
Jabariyah Moderat. Jabariyah Murni terbagi dalam beberapa golongan, yaitu al-
Jahmiyah, an-Najjariyah, dan ad-Dhirariyah.34
4. Qodariyah
Para pakar sejarah teologi Islam tidak mengetahui secara pasti kapan
paham ini timbul, tetapi menurut keterangan ahli lainnya, paham Qodariyah
diperkirakan timbul pertama kali oleh seorang bernama Ma’bad al-Juhani,
menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya, Ghailan al-Dimasyiqi
mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Dan
Menurut Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’i yang baik dan ia pun menentang
kekuasaan Bani Umayah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjad tahun 80 H, dia
mati terbunuh.36
4. Doktrin-doktrin Qodariyah
Secara garis besar, doktrin-doktrin Qodariah pada dasarnya berkisar
tentang takdir Tuhan, yaitu :
34
Asy-Syahrastani. Op. cit. hal.71-74
35
Abdul Rozak. Op. cit. hal. 70
36
Harun Nasution. Op. cit. hal. 34
16
Sejarah Teologi Islam
5. Mu’tazilah
Secara harfiayah kata Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang berarti
berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri39.
Secara teknis, Mu’tazilah menunjuk pada dua golongan40, yaitu :
1. Golongan pertama, muncul sebagai respon politik, yaitu bersifat lunak
dalam menyikapi pertentangan antara Ali dan lawan-lawannya.
Menurut Abdul Rozak, golongan inilah yang pertama-tama disebut
Mu’tazilah karena mereka menjaukan diri dari pertikaian masalah
Imamah.
2. Golongan kedua, muncul sebagai respon persoalan teologis yang
berkembang di kalangan khawarij dan Murjiah tentang pemberian
status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar. Mu’tazilah inilah
yang akan dibahas kemudian.
37
Ibid. hal. 35
38
Abdul Rozak. Op. cit. hal. 74
39
Ibid. hal. 77
40
Ibid.
17
Sejarah Teologi Islam
orang yang berdosa besar, bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada
dalam posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian Washil
menjauhkan diri dari Hasan Basri dan pergi di tempat lain di lingkungan masjid.
Disana Washil mengulangi pendapatnya di depan para pengikutnya. Dengan
peristiwa ini, Hasan Basri berkata,” Wazhil menjauhkan diri dari kita (I’tazaala
anna). Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang menjauhkan diri inilah yang
kemudian disebut sebagai Mu’tazilah.41
Versi lain yang diberikan oleh Tasy Kubra Zadah, menyebut bahwa
Qatadah Ibn Da’amah pada suatu hari masuk ke masjid Basrah dan menuju ke
majelis ‘Amr bin Ubaid yang disangkanya majelis Hasan al-Basri. Setelah ia tahu
bahwa itu bukanlah majelis Hasan al-Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat
itu sambil berkata, “ini kaum Mu’tazilah.” Sejak itu, mereka disebut kaum
Mu’tazilah.42
41
Ibid. hal. 78
42
Harun Nasution. Op. cit. hal. 41
43
Ibid.
44
Ibid
18
Sejarah Teologi Islam
Golongan Mu’tazilah juga dikenal dengan nama lain seperti Ahl al-Adl
yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al-tawhid
wa al-adl45 yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan
keadilan Tuhan. Mereka juga sering disamakan dengan paham Qadariyah yang
menganut paham free act dan free will. Selain itu mereka juga dinamai al-
Mua’tillah karena golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak
mempunyai sifat, dalam arti sifat yang memiliki wujud diluar zat Tuhan. Mereka
juga diberi nama dengan Wa’diyyah, karena mereka berpendapat bahwa ancaman
Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak taat akan hukum-hukum
Tuhan.46
1. At-Tauhid49
At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari
ajaran Mu’tazilah. Sebenarnya, semua aliran teologis dalam Islam
memegang doktrin ini. Namun, Tauhid dalam paham Mu’tazilah
memiliki arti spesifik. Yaitu :
a. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tidak satupun yang
menyamai-Nya. Karena itu, Dia-lah yang qadim. Bila ada yang
qadim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’adud al qudama
(tebilangnya zat yang tak berpemulaan).
b. Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat,
penggambaran fisik, dan Tuhan dilihat dengan mata kepala.
45
Asy-Syahrastani. Op. cit. hal.37
46
Abdul Rozak. Op. cit. hal. 80
47
48
Abdul Rozak. Op. cit. hal. 80
49
Ibid. hal. 80-83
19
Sejarah Teologi Islam
2. Al-Adl50
Ajaran tentang keadilan ini berkait erat dengan beberapa hal, antara lain :
a. Perbuatan Manusia
c. Mengutus Rasul
Agar tujuan tersebut berhasil, tidak ada jalan lain selain mengutus
rasul.
50
Ibid. hal. 83-84
20
Sejarah Teologi Islam
3. Al-Wa’ad wa al-Wa’id51
Al-Wa’ad wa al-Waid berarti janji da ancaman, Tuhan yang
Mahaadil dan Mahabijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya. Yaitu
untuk member pahala surge bagi yang berbuat baik dan mengancam
dengan siksa neraka atas orang yang durhaka. Begitu pula janji Tuhan
untuk member ampunan orang yang bertaubat nasuha pasti benar
adanya.
4. Al-Manzilah bain al-Manzilatain52
Menurut pandangan Mu’tazilah, pelaku dosa besar tidak dapat
dikatakan sebagai orang mukmin secara mutlak. Hal ini karena keimanan
menuntut adanya kepatuhan kepada Tuahan, dan tidak cukup hanya
pengakuan dan pembenaran. Pelaku dosa besar juga tidak bias dikatakan
kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya,
dan mengerjakan pekerjaan yang baik.
6. Syiah
51
Ibid. hal. 85
52
Ibid.
53
Ibid. hal. 86-87
21
Sejarah Teologi Islam
Menurut Abu Zahrah, Syiah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan
Utsman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syiah benar-benar muncul ketka
berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah pada perang siffin. Dalam
respon ini, golongan yang mendukung Ali disebut sebagai Syiah dan yang tidak
menolak Ali disebut sebagai Khawarij.55
b. Ajaran-ajaran Syiah
1. Tauhid
2. Nubuwah
22
Sejarah Teologi Islam
3. Ma’ad
Ma’ad adalah hari akhir untuk menghadapi Tuhan di akhirat. Mati adalah
kehidupan transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.
4.Imamah
5.Adl
b. Perkembangan Syiah
Dalam perkembangannya, golongan syiah ini terpecah dalam beberapa
sekte. Perpecahan ini dipicu karena doktrin imamah yang berbeda-beda. Diantara
sekte syiah itu adalah Istsna Asy’Ariyah, Sab’iyah, Zaidiyah, dan Gullat.
Ungkapan Ahl Sunnah wal Jamaah (sering disebut dengan Sunni) dapat
dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam
pengertian umum adalah lawan dari Syiah. Dalam artian ini, Mu’tazilah dan
As’ariyah masuk dalam golongan Sunni. Dalam pengertian khusus, Sunni adalah
23
Sejarah Teologi Islam
56
Abdul Rozak. Op. cit. hal. 119
57
Harun Naution. Op. cit. hal. 65
58
Harun Nasution. Op. cit. hal. 66-67
59
Ibid.
60
Abdul Rozak. Hal.121
24
Sejarah Teologi Islam
4. Qadimnya al-Quran63
Al-Asy’ary mengatakan bahwa walaupun al-Quran terdiri atas kata-
kata, huruf, dan bunyi, semuanya tidak melekat pada esensi Allah dan
karenanya tidak qadim. Namun, bagi al-Asy’ary al-Quran tidaklah
diciptakan.
5. Melihat Allah64
Al-Asy’ary yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak
dapat digambarkan. Kemungkinan rukyat dapat terjadi manakala Allah
sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana dia
menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
6. Keadilan65
Allah adalah penguasa mutlak, jadi Dia tidak memiliki keharusan
apapun.
61
Ibid. hal. 122
62
Ibid.
63
Ibid
64
Ibid. hal.123
65
Ibid.
66
Ibid. hal.124
25
Sejarah Teologi Islam
b. Ajaran Maturidiah
Ajaran-ajaran Al-Maturidy
a. Akal dan Wahyu68
Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan
dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua
hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan agar
manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan
pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Dalam masalah
baik dan buruk, al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk
sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan
syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya
sesuatu.
b. Perbuatan Manusia69
Menurut al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena
segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Khusus mengenai
mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan, dan keadilan kehendak
Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar
kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakannya.
67
Harun Nasution. Op. cit. hal. 76
68
Abdul Rozak. Op. cit. hal. 125
69
Ibid. hal. 126-128
26
Sejarah Teologi Islam
Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas
memakainya. Daya-daya tersebut diciptakan bersamaan dengan perbuatan
manusia. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara qudrat Tuhan
yang telah menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada
manusia.
d. Sifat Tuhan71
Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak dikatakan sebagai
esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu
mulzamah (ada bersama, baca: inheren) zat tanpa terpisah. Menetapkan
sifat Allah tidak harus membawanya pada antromorphisme karena sifat
tidak berwujud tersendiri dari zat, sehingga terbilangnya sifat tidak akan
membawa terbilangnya yang qadim (taaddud al-qudama).
e. Melihat Tuhan72
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini
diberitakan oleh al-Quran, antara lain firman Allah dalam surat Al-
Qiyamah ayat 22-23. Al-Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan
kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan memiliki wujud
walaupun Ia immateri. Namun, melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak
dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan
keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan73
Al-Maturidi membedakan antara kalam (sabda) yang tersusun dengan
huruf dan bersuara dengan kalam nafsy (sabda yang sebenarnya). Kalam
70
Ibid. hal. 128
71
Ibid.
72
Ibid. hal. 129
73
Ibid.
27
Sejarah Teologi Islam
nafsy adalah sifat yang qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun
dari huruf dan kata-kata adalah bahar (hadis).
g. Pengutusan Rasul74
Akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-
kewajiban. Jadi, pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi.
Tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan rasul berarti manusia
telah dibebankan sesuatu yang berada diluar kemampuannya.
BAB III
PENGARUH TEOLOGI
28
Sejarah Teologi Islam
Terpecahnya umat Islam pada daat itu, tidak terlepas dari sejarah lahirnya
teologi, yang berawal dari terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan serta naiknya
Ali sebagai Khalifah yang memimpin dunia Islam pada saat itu. Sejarah Islam
secara gamblang menjelaskan bahwa Perang Siffin berimbas kepada lahirnya
golongan-golongan yang berdiri di atas paham mereka sendiri.
Persoalan teologipun menjadi suatu hal yang menarik pada saat itu,
terlebih jika dikaitkan dengan berbagai perkembangan pemikiran dari suatu
golongan dan bahkan peikiran para tokoh Islam.
Setidaknya banyak aliran yang timbul dari persoalan ini, antara lain
Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah serta Qadariyah dan Jabariyah. Aliran-aliran
ini berdiri dengan paham dan pemikiran mereka masing-masing terhadap situasi
yang terjadi pada saat itu. Dengan adanya golongan-golongan inilah
menggambarkan bahwa Islam terpecah dalam beberapa kelompok yang
menjunjung tinggi pemikiran mereka masing-masing.
29
Sejarah Teologi Islam
Dari fenomena ini terlihat bahwa keberagaman pemikiran dan sifat ingin
berkuasanya manusia dapat menimbulkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu
terjadi, seperti peperangan antar sesame Muslim.
3. Timbulnya Pemberontakan
a. Aliran Khawarij
30
Sejarah Teologi Islam
b. Aliran Syi’ah
77
Dr. Muhammad Amhazun, Fitnah Kubro, hlm.490
77
Ibid, hal 502
31
Sejarah Teologi Islam
Permasalah implikasi dari aqidah ini berarah pada konsep pemahaman dari
suatu aliran. Keyakinan yang dianut oleh masing-masing aliran justru
menimbulkan bid’ah.Jadi berdasarkan catatatan sejarah Islam, terdapat bid’ah
khwarij, bid’ah murji’ah dan bid’ah syi’ah.
a. Bid’ah khawarij
32
Sejarah Teologi Islam
menjelaskan baha amal dan iman merupkan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan.
c. Bid’ah Syi’ah
DAFTAR PUSTAKA
33
Sejarah Teologi Islam
34