Você está na página 1de 27

1

REFERAT

PEB
( Preeklampsia Berat )

Oleh :

Abdul Kadir

NPM. 61115098

Pembimbing :

dr. Jesurun B. D. Hutabarat,MKed.(OG), Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM


KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN
OBSTETRI & GINEKOLOGI
RSU BANGKATAN BINJAI
2018
2

BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak
ringan, maka dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development
Goals (MDGs) dengan maksud manusia sebagai fokus utama program
pembangunan. Dari semua target yang ingin dicapai MDGs, khususnya tentang
kinerja penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan penurunan Angka Kematian
Bayi (AKB) secara global masih rendah, sehingga perlu target dimasa mendatang
pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB
sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Diharapkan dengan mengetahui sedini
mungkin faktor-faktor risiko untuk terjadinya komplikasi selama kehamilan dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Hal ini masih membutuhkan
komitmen dan usaha keras yang terus menerus untuk mewujudkan MDGs.1
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka
kematian ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi
penyebab kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-
eklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia
diperkirakan 3,2% dari di setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total
sekitar lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi
yang dilakukan oleh WHO tahun 2011, dengan peserta wanita yang hamil atau
wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002,
terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu
preeklampsia merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di
Amerika Latin sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%.
Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab
kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama
negara yang sedang berkembang.2,3,4
Di Indonesia sendiri tingginya angka kematian ibu menjadi agenda
kesehatan yang paling utama. Berdasarkan Maternal Mortality Ratio, perkiraan
3

terjadi 300–400 kematian ibu per 100,000 kelahiran, ini artinya wanita Indonesia
meninggal setiap jamnya karena kehamilan. Hal ini juga diperkuat menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 angka kematian ibu adalah 228
per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai
oleh pemerintah pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup, angka tersebut masih tergolong tinggi.3,5
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara
mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh
penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk
preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak
penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih
menjadi kendala dalam penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini
preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan
hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan;
pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di
samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.6,7
Untuk menurunkan angka kematian karena eklampsia ini, maka
ketersediaan akses untuk memperoleh Antenatal Care (ANC) minimal secara rutin
dilakukan 4 kali selama periode masa kehamilan sangat penting. Karena hal ini
dapat memberikan pengaruh positif sikap wanita terhadap Antenatal Care secara
benar. Upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi sangat penting untuk
mencegah angka kematian pada ganguan ini.8
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau
edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.9, 10,11
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis
preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria
diagnosis, kecuali edema anasarka yang bisa ditandai dengan kenaikan berat
badan >500 gr/minggu.12
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda
lain. Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat
membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan
istirahat.12,13
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam
yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang
dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat,
sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.10,11
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-
eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan
di jaringan tubuh seperti pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan
tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat
badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan
sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama kehamilan.
Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai
timbulnya pre-eklampsia.10,11,13
5

Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi


eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia
dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular
coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga
eklampsia dapat berakibat fatal.10,13
Dikatakan sebagai preeklampsia-eklampsia apabila memiliki salah
satu atau lebih dari gejala dan tanda-tanda yang ada dibawah ini :14
1. Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai
kenaikan tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan
diastolik 15 mm/Hg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau
setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal
dan adanya proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+
atau 2+ pada urin kateter atau midstream.
2. Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila disertai
kenaikan tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya
proteiunuria 5 gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+
atau kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500cc
per jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri
di epigastrium, adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni,
gangguan fungsi hati, serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin
terhambat.
3. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul
dengan koma.

Terdapat empat jenis penyakit hipertensi, antara lain :9,12


1. Hipertensi kronik, dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg
sebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu , atau
bila terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan
persisten 12 minggu setelah melahirkan.
2. Hipertensi gestasional dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90
mm/Hg untuk pertama kalinya ketika hamil, bila tidak terdapat
proteinuria, dan tekanan darah kembali normal kurang dari 12 minggu
setelah melahirkan.
6

3. Preeklampsia-eklampsia dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90


mm/Hg setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah yang bormal dan adanya proteinuria (0,3 gr
protein dalam specimen urin dalam 24 jam), sedangkan eklampsia
didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan dengan
kasus lain pada wanita dengan preeklampsia.
4. Superimposed Preeclampsia (preeklampsia pada pengidap hipertensi
kronis) dengan gejala yaitu onset baru proteinuria dengan jumlah
proteinuria > 300 mg/24 jam pada ibu hamil dengan hipertensi, tetapi
tidak ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.

B. Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan
10% dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan
penanda awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian
preeklampsia menjadi lebih tinggi di negara berkembang. Angka kejadian
preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan
Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran.
Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas.
Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan.
Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia di negara berkembang
seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia
bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar
antara 2% sampai 16,7% Dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh
ibu nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari
pada ibu multipara .4,7,15
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian
nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian
ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.5
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
preeklampsia /eklampsia.9,12,13
7

a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi
laten
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida
tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
c. Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di
banyak Negara
d. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai + 25%
e. Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip
ibu dan janin.
f. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian
yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
g. Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
h. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun
merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan
janin terhambat yang jauh lebih tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
i. Hiperplasentosis
8

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,


dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya
bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular
primer akibat diabetesnya.
l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan
menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria
terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil
pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.
m. Riwayat pre-eklampsia.
n. Kehamilan pertama
o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
p. Obesitas
q. Kehamilan multiple
r. Diabetes gestasional
s. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis.

C. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
6,7,9,13,16,17

1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan
terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan
Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa
keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
9

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul


lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies”
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun
yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada
kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih
banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti
respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan
Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. 2 Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-
Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung
asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor
sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin
Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
10

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel


vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang
pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

D. Gejala Klinis
Gejala preeklampsia adalah :10
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.

E. Patogenesis
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi
perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973)
menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasenta, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga
terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen
(HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.
Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi
perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon
(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan
absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.
Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi
pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
11

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat


menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas
vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya
akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin
II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek
vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler
menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran
darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan
pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga
terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini
menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur
pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada
lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.18

Fungsi organ-organ lain :12,13,19


a. Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-
eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan
suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral,
faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.
b. Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang
berhubungan dengan beratnya penyakit.
c. Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi
glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia,
sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin
meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran
protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).
d. Sirkulasi uterus , koriodsidua
12

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah


patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor
yang menentukan hasil akhir kehamilan.
- Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi
yang berkurang.
- hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,
yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga
meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain
(angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang
lebih tinggi.
- karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai
oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan
pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

F. Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut :10,11,18
1. TD ≥ 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Gangguan visus dan cerebral
6. Nyeri epigastrium
7. Edema paru atau sianosis
8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP =
Low Platelet Counts)

Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :10,11


1. Nyeri kepala hebat
13

2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif

G. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :16
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya
retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang
memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan
berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.

H. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif
untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator
preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat
diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang
menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan
pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum,
protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan
juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu
perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu
dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan
sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.13,20
14

I. Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur
gestasi janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan
bagaimana proses bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia.
Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.9,13

J. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :13,18
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat
yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme
arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama
dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila
telah mencapai tahap eklampsia.

K. Diagnosis Banding
Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :6,16
15

1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik


2. Kehamilan dengan payah jantung,
3. Hipertensi Kronis
4. Penyakit Ginjal
5. Edema Kehamilan
6. Proteinuria Kehamilan,

L. Penatalaksanaan
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara
prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat
pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan
yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :7
1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen,
cairan infus dextrose/ringer laktat.
4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv,
dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam
maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan
terpasang tongue spatel.

2. Penanganan di Rumah Sakit


Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre
eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
16

1. Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :10,11,16
a. Indikasi
- Keadaan Ibu:
 Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
 Adanya gejala-gejala impending eklampsia
 Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal
terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak
berubah)
 Adanya Sindrom Hellp
- Keadaan Janin
 Adanya tanda-tanda gawat janin
 Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim
b. Pengobatan Medisinal
- Segera MRS.
- Tirah baring miring ke satu sisi.
- Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
- Antasida.
- Obat-obatan :
 Anti kejang:
i. Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat
c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress
pernafasan (-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
17

Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV +
IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar
4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1
gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4
(dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4
gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21
panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc
xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan
IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal,
dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara
intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri
dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian
karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10
U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15
mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal
3x30-60 mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat
b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
18

d) Lakukan pernapasan buatan.


ii. Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian
MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml,
max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada
perbaikan, rawat di ruang ICU.
iii. Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema
paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan
fungsi ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).
iv. Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg
diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan
dosis antihipertensi pada umumnya.
- Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres (clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10
ml NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan  5 mnt, 5
mnt kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml pelan
IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai TD
normotensif.
- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan
tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan
adalah nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-
100 mmHg
v. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid.
vi. Lain-lain :
19

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata


- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau
xylomidon 2 cc IM.
- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)
c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i. Induksi persalinan :
- amniotomi
- tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
ii. Seksio sesaria bila :
- Fetal assesment jelek
- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.
- Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan
seksio sesaria.
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :
Kala I
i. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
ii. Fase aktif :
- Amniotomi saja
- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
20

Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin
dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan
medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan
memberikan kortikosteroid.

2. Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
- bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
- tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
- keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
- Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri
dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan
diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o
- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

c. Pengobatan obstetri :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
konservatif gagal dan harus diterminasi.
- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
21

d. Penderita dipulangkan bila :


- Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan
dan telah dirawat selama 3 hari.
- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

3. Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai
semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala
eklampsia adalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi
konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi
konvulsi terlalu lama, mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa
maternal dengan pengobatan Magnesium sulfat.10,11,18
a. Prinsip pengobatan :
- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin
pada ibu.
i. Obat untuk anti kejang
- Mg SO4
 Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih,
disusul 8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.
 Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai
24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
 Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.
Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul
kejang lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan
 Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum
Glukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.
22

- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan


MgSO4 secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung.
- Perawatan kalau kejang :
 Kamar isolasi yang cukup terang
 Pasang sadep lidah ke dalam mulut
 Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap
 Oksigenisasi yang cukup
 Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan
fraktur
- Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan
 Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
 Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita
 Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka
berikan dalam bentuk NGT
ii. Memperbaiki keadaan umum ibu
- Infus D5%
- Pasang CVP untuk :
 Pemantauan keseimbangan cairan
 Pemberian kalori
 Koreksi keseimbangan asam basa
 Koreksi keseimbangan elektrolit
iii. Mencegah komplikasi
- Obat-obat antihipertensi
Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih
(nifedipine,catapres)
- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan
fungsi ginjal
- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,
edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat
dengan cedilanid.
23

- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV


- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol
- Kortikosteroid
iv. Penanganan pada edema paru akut :
- Oksigen
- Morfin
- Furosemid
- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi
v. Terminasi kehamilan
Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian anti kejang terakhir
- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar
- Untuk koma tentukan skor tanda vital
STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam  kalau ada perubahan
terminasi
Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB

M. Pencegahan
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada
akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga
24

untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3


golongan :
- Antioksidan primer

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal


bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya
menjadi produk yang lebih stabil. Contoh antioksidan primer,
ialah enzim superoksida dimustase (SOD), katalase, dan glutation
dimustase.

- Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta


mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder
diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.

- Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan


yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang
memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida
reduktase.13,21

BAB III
KESIMPULAN

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai


dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai
proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor
25

yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : Faktor Trofoblast, Faktor


Imunologik, Faktor Gizi, Faktor Genetik, Faktor Hormonal, Peran Prostasiklin
dan Tromboksan. Jumlah Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2%
-48.9%.
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut : TD ≥ 160 / 110 mmHg, proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+,
Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam, peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus, nyeri
kepala frontal atau gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, edema paru atau
sianosis, pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR), HELLP
Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet
Counts) dan Koma.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre
eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi : (1)
Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medicinal (segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang
infus Dx/RL, tirah baring miring ke satu sisi, diet cukup protein, rendah KH-
lemak dan garam, berikan anti kejang, anti hipertensi, dll) (2) Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

DAFTAR PUSTAKA

1. BAPPENAS. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di


Indonesia 2010. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Indonesia, hal 1-74
2. AbouZhar, C. 2003. Global buden of maternal death and disability : “Causes
of Maternal deaths and disabilities”. British Medical Bulletin. 60: 1-11.
(http://bmb.oxfordjournal.org, diakses 24 April 2012).
3. UNFPA. 2011. Maternal Mortality Ratio. (http://Indonesia.unfpa.org/issues-
and-challenges/maternal-mortality-ratio, diakses 24 April 2012).
26

4. WHO, 2011. Maternal and Perinatal Health.


(http://www.who.int/topics/maternal_health/en/, diakses 24 April 2012)
5. Departemen Kesehatan RI [Online]. 2011.
(http://www.gizikia.depkes.go.id/wp_content/uploads/downloads/2011/01/
Materi-Advokasi-BBL-Pdf, diakses 24 April 2012).
6. Winkjosastro, H, dkk. 2006. Ilmu Kebidanan: “Hipertensi dalam
Kehamilan” (edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta, Indonesia, hal. 281-300.
7. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF.
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan
Kalimantan Timur. Di unduh dari:
(http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-
beratdaneklampsia/, diakses pada tanggal 25 Maret 2012).
8. Lana, K.,M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. The
American Family Physician. 70(12). Hal 1-7
(http://wwwaafp.org/afp/2004/1215/p23.h, diakses 24 April 2012).
9. Cunningham, F.G., dkk. 2005. Obstetri Williams : “Gangguan Hipertensi
dalam Kehamilan” (edisi ke-21). Terjemahan oleh : Hartono, Suyono,
Pendit. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 624-683.
10. Universitas Sriwijaya. Protap Obgyn: “Preeklampsia Berat”, hal.3-10.
11. Arga, J., Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr.
Mohammad Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.
12. Angsar, M,D., 2002. Ilmu Kebidanan: “ Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi
ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia,
hal. 530-561.
13. Anonim. Preeklampsia Berat / Eklampsia. Di unduh dari :
(http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/24/preeklampsia-berateklamsia/ Di
akses pada tanggal 25 Maret 2012).
14. ACOG, 2002. Practice Bulletin : “Diagnosis and Management of
Preeclampsia and Eclampsia.33.
(http://mail.ny.acog.org/website/SMIPodcast/DiagnosisMgt.pdf, diakses 24
April 2012)
15. Zhang, Jun., dkk. 1997. Epidemiology of Pregnancy-induced hypertension.
Epidemiologic Reviews. 19(2). (http://epirev.oxfordjournals.org/, diakses 24
April 2012).
16. Subianto, Teguh. Prosedur Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat. Di unduh
dari: (http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/prosedur-penatalaksanaan-
pre-eklampsia.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2012).
17. Anonim. Penanganan Preeklampsia Berat. Di unduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf
27

/10_PenangananPreeklampsiaBerat.html Di akses pada tanggal 25 Maret


2012.
18. Mochtar, R. 1998. Toksemia Gravidarum. Dalam : Lutan, D (Editor).
Sinopsis Obstetri (hal. 198-208). EGC, Jakarta, Indonesia.
19. Diyoyen. Preeklampsia Berat. Di unduh dari :
http://diyoyen.blog.friendster.com/2008/11/preeklampsia-berat/ Di akses
pada tanggal 25 Maret 2012.
20. Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran : “ Komplikasi selama
Kehamilan” (edisi ke-3). Media Aesculapius, Jakarta, Indonesia, hal. 270-
271.
21. Wikipedia.(http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan, diakses 4 Mei 2012).

Você também pode gostar