Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
REFERAT
PEB
( Preeklampsia Berat )
Oleh :
Abdul Kadir
NPM. 61115098
Pembimbing :
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak
ringan, maka dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development
Goals (MDGs) dengan maksud manusia sebagai fokus utama program
pembangunan. Dari semua target yang ingin dicapai MDGs, khususnya tentang
kinerja penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan penurunan Angka Kematian
Bayi (AKB) secara global masih rendah, sehingga perlu target dimasa mendatang
pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB
sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Diharapkan dengan mengetahui sedini
mungkin faktor-faktor risiko untuk terjadinya komplikasi selama kehamilan dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Hal ini masih membutuhkan
komitmen dan usaha keras yang terus menerus untuk mewujudkan MDGs.1
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka
kematian ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi
penyebab kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-
eklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia
diperkirakan 3,2% dari di setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total
sekitar lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi
yang dilakukan oleh WHO tahun 2011, dengan peserta wanita yang hamil atau
wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002,
terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu
preeklampsia merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di
Amerika Latin sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%.
Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab
kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama
negara yang sedang berkembang.2,3,4
Di Indonesia sendiri tingginya angka kematian ibu menjadi agenda
kesehatan yang paling utama. Berdasarkan Maternal Mortality Ratio, perkiraan
3
terjadi 300–400 kematian ibu per 100,000 kelahiran, ini artinya wanita Indonesia
meninggal setiap jamnya karena kehamilan. Hal ini juga diperkuat menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 angka kematian ibu adalah 228
per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai
oleh pemerintah pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup, angka tersebut masih tergolong tinggi.3,5
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara
mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh
penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk
preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak
penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih
menjadi kendala dalam penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini
preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan
hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan;
pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di
samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.6,7
Untuk menurunkan angka kematian karena eklampsia ini, maka
ketersediaan akses untuk memperoleh Antenatal Care (ANC) minimal secara rutin
dilakukan 4 kali selama periode masa kehamilan sangat penting. Karena hal ini
dapat memberikan pengaruh positif sikap wanita terhadap Antenatal Care secara
benar. Upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi sangat penting untuk
mencegah angka kematian pada ganguan ini.8
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau
edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.9, 10,11
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis
preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria
diagnosis, kecuali edema anasarka yang bisa ditandai dengan kenaikan berat
badan >500 gr/minggu.12
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda
lain. Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat
membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan
istirahat.12,13
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam
yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang
dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali
dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat,
sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.10,11
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-
eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan
di jaringan tubuh seperti pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan
tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat
badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan
sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama kehamilan.
Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai
timbulnya pre-eklampsia.10,11,13
5
B. Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan
10% dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan
penanda awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian
preeklampsia menjadi lebih tinggi di negara berkembang. Angka kejadian
preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan
Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran.
Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas.
Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan.
Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia di negara berkembang
seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia
bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar
antara 2% sampai 16,7% Dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh
ibu nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari
pada ibu multipara .4,7,15
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian
nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian
ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.5
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
preeklampsia /eklampsia.9,12,13
7
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi
laten
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida
tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
c. Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di
banyak Negara
d. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai + 25%
e. Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip
ibu dan janin.
f. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian
yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
g. Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
h. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun
merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan
janin terhambat yang jauh lebih tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
i. Hiperplasentosis
8
C. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
6,7,9,13,16,17
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan
terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan
Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa
keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
9
D. Gejala Klinis
Gejala preeklampsia adalah :10
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.
E. Patogenesis
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi
perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973)
menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasenta, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga
terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen
(HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.
Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi
perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon
(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan
absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.
Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi
pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
11
F. Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut :10,11,18
1. TD ≥ 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Gangguan visus dan cerebral
6. Nyeri epigastrium
7. Edema paru atau sianosis
8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP =
Low Platelet Counts)
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif
G. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :16
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya
retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang
memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan
berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.
H. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif
untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator
preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat
diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang
menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan
pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum,
protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan
juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu
perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu
dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan
sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.13,20
14
I. Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur
gestasi janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan
bagaimana proses bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia.
Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.9,13
J. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :13,18
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat
yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme
arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama
dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila
telah mencapai tahap eklampsia.
K. Diagnosis Banding
Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :6,16
15
L. Penatalaksanaan
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara
prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat
pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan
yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :7
1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen,
cairan infus dextrose/ringer laktat.
4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv,
dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam
maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan
terpasang tongue spatel.
1. Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :10,11,16
a. Indikasi
- Keadaan Ibu:
Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal
terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak
berubah)
Adanya Sindrom Hellp
- Keadaan Janin
Adanya tanda-tanda gawat janin
Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim
b. Pengobatan Medisinal
- Segera MRS.
- Tirah baring miring ke satu sisi.
- Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
- Antasida.
- Obat-obatan :
Anti kejang:
i. Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat
c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress
pernafasan (-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
17
Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV +
IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar
4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1
gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4
(dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4
gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21
panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc
xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan
IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal,
dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara
intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri
dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian
karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10
U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15
mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal
3x30-60 mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat
b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
18
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin
dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan
medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan
memberikan kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
- bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
- tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
- keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
- Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri
dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan
diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o
- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.
c. Pengobatan obstetri :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
konservatif gagal dan harus diterminasi.
- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
21
3. Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai
semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala
eklampsia adalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi
konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi
konvulsi terlalu lama, mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa
maternal dengan pengobatan Magnesium sulfat.10,11,18
a. Prinsip pengobatan :
- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin
pada ibu.
i. Obat untuk anti kejang
- Mg SO4
Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih,
disusul 8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai
24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.
Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul
kejang lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan
Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum
Glukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.
22
M. Pencegahan
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada
akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga
24
- Antioksidan Sekunder
- Antioksidan Tersier
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA