Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
BIODATA PENULIS
Muhammad Fadhal Iqbal (Dibimbing oleh : Amelia Rizky Alamanda S.E, M.Ak). 2017.
Lembaga Mikro Syariah yang ideal.
Kata Kunci: Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares), hubungan panjang bobot,
sebaran panjang
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam merupakan ajaran yang Syamil (universal), kamil (sempurna),
danmutakamil (menyempurnakan) yang diberikan oleh Allah yang diangkat
sebagai Khalifah(pemimpin) di bumi ini yang berkewajiban untuk memakmurkannya
baik secara material maupun secara spiritual dengan landasan aqidah dan syari’ah
yang masing-masing akan melahirkan peradaban yang lurus dan akhlaqul
karimah (perilaku mulia).
Islam dalam menentukan suatu larangan terhadap aktivitas duniawiyah
tentunya memberi hikmah yang akan memberikan kemaslahatan, ketenangan dan
keselamatan hidup didunia maupun di akhirat. Namun demikian, Islam tidak melarang
begitu saja kecuali di sisi lain ada alternatif konsepsional maupun operasional yang
diberikannya. Misalnya saja larangan terhadap riba, alternatif yang diberikan Islam
dalam rangka rrienghapus riba dalam praktek mu’amalah yang dilakukan manusia
melalui dua jalan. Jalan yang pertama, berbentuk shadaqah ataupun qardhul
hasan (pinjaman tanpa adanya kesepakatan kelebihan berupa apapun pada saat
pelunasan) yang rnerupakan solusi bagi siapa saja yang melakukan
aktivitas riba untuk keperluan biaya hidup (konsumtif) ataupun usaha dalam skala
mikro. Sedangkan jalan yang kedua adalah melalui sistem perbankan Islam yang
didalamnya menyangkut penghimpunan dana melalui tabungan
mudharubah, deposito musyawarah dan giro wadiah yang kemudian disalurkan
melalui pinjaman dengan prinsip tiga hasil (seperti mudharabah, musyarakah), prinsip
jual beli(bai’ bithaman ajil, mudarabah dan sebagainya) serta prinsip sewa/fee (Ijarah,
bai’at takjiri dan lain-lain). Dari kedua jalan di atas, secara sistematik diatur dan
dikelola melalui kelembagaan yang dalam istilah Islam disebut Baitul Maal wat
Tamwil.
Tinjauan Teori
Pengantar
BMT merupakan salah satu jenis lembaga keuangan bukan bank yang
bergerak dalam skala mikro sebagaimana koperasi simpan pinjam (KSP). Adapun
bank umum merupakan lembaga keuangan makro sedangkan bank
perkreditan rakyat merupakan lembaga keuangan menengah. Dari sekian banyak
lembaga keuangan mikro seperti koperasi, BKD dan lainnya, BMT merupakan
lembaga keuangan mikro yang berlandaskan syari’ah. Selain itu, BMT juga dapat
dikatakan sebagai suatu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di
bidang keuangan. Ini disebabkan karena BMT tidak hanya bergerak dalam
pengelolaan modal (uang) saja, tetapi BMT juga bergerak dalam
pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS). Ini merupakan sebuah konsekwensi
dari namanya itu sendiri yaitu bait al-mal wat tamwil yang merupakan gabungan dari
kata baitul maal dan bait at-tamwil. Secara singkat, Bait al-mal merupakan lembaga
pengumpulan dana masyarakat yang disalurkan tanpa tujuan profit. Sedangkan bait
at-tamwil merupakan lembaga pengumpulan dana (uang) guna disalurkan dengan
orientasi profit dan komersial.
Perbedaan BMT dengan bank umum syari’ah (BUS) atau juga bank perkreditan
rakyat syari’ah (BPRS) adalah dalam bidang pendampingan dan dukungan. Berkaitan
dengan dukungan, BUS dan BPRS terikat dengan peraturan pemerintah di bawah
Departemen Keuangan atau juga peraturan Bank Indonesia (BI). Sedangkan BMT
dengan badan hukum koperasi, secara otomatis di bawah pembinaan Departemen
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Dengan demikian, peraturan yang
mengikat BMT juga dari departemen ini. Sampai saat ini, selain peraturan tentang
koperasi dengan segala bentuk usahanya, BMT diatur secara khusus dengan
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi
Jasa Keuangan Syari’ah. Dengan keputusan ini, segala sesuatu yang terkait dengan
pendirian dan pengawasan BMT berada di bawah Departemen Koperasi dan Usaha
Kecil dan Mengengah.
Istilah BMT
Pada mulanya, istilah BMT terdengar pada awal tahun 1992. Istilah ini muncul
dari prakarsa sekelompok aktivis yang kemudian mendirikan BMT Bina Insan Kamil di
jalan Pramuka Sari II Jakarta. Setelah itu, muncul pelatihan-pelatihan BMT yang
dilakukan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK), di mana
tokoh-tokoh P3UK adalah para pendiri BMT Bina Insan Kamil.
Istilah BMT semakin populer ketika pada September 1994 Dompet Dhuafa
(DD) Republika bersama dengan Asosiasi Bank Syari’ah Indonesia (Abisindo)
mengadakan diklat manajemen zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) dan ekonomi
syari’ah di Bogor. Diklat-diklat selanjutnya oleh DD dilakukan di Semarang dan
Yogyakarta. Setelah diklat-diklat itu, istilah BMT lebih banyak muncul di Harian Umum
Republuka, terutama di lembar Dialog Jum’at.
Pada tahun 1995, istilah BMT bukan hanya populer di kalangan aktivis Islam
saja, akan tetapi mulai populer di kalangan birokrat. Hal ini tidak lepas dari peran Pusat
Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK), suatu badan otonom di bawah Ikatan Cendekiawan
Mulim Indonesia (ICMI). Bahkan pada Muktamar ICMI 7 Desember 1995, BMT
dicanangkan sebagai Gerakan Nasional bersama dengan Gerakan Orang Tua Asuh
(GNOTA) dan Gerakan Wakaf Buku (GWB). Hanya saja, istilah Baitul Maal wat
Tamwil sering diartikan sebagai Balai Usaha Mandiri Terpadu (kependekan dan
operasionalnya sama, BMT).
Untuk menjelaskan pengertian keduanya memang tidak mudah. Sebab belum
ada literatur yang menerangkan secara gamblang dan tepat kedua istilah tersebut.
Boleh dikatakan istilah BMT hanya ada di Indonesia. Namun menilik istilah yang ada
pada padanan tersebut, BMT merupakan paduan lembaga Baitul Maaldan
lembaga Baitut Tamwil. Dari kedua kata itu, istilah yang lebih akrab di telinga kaum
muslimin tentunya adalah Baitul Maal, sebab kata ini sudah ada sejak zaman
Rasulullah.
1. Agar masyarakat dapat terhindar dari pengaruh sistem ekonomi kapitalis dan
sosialis yang hanya memberikan keuntungan bagi mereka yang mempunyai
modal banyak. Sehingga ditawarkanlah sebuah sistem ekonomi yang berbasis
syari’ah. Ekonomi syari’ah yang dimaksud adalah suatu sistem yang dibangun
atas dasar adanya nilai etika yang tertanam seperti pelarangan tentang penipuan
dan bentuk kecurangan, adanya hitam di atas putih ketika terjadi transaksi, dan
adanya penanaman kejujuran terhadap semua orang dan lain-lain.
2. Melakukan pembinaan dan pendanaan pada masyarakat menengah ke bawah
secara intensif dan berkelanjutan
3. Agar masyarakat terhindar dari rentenir-rentenir yang memberikan pinjaman
modal dengan sistem bunga yang sangat tidak manusiawi.
4. Agar ada alokasi dana yang merata pada masyarakat, yang fungsinya untuk
menciptakan keadilan sosial.
Realitas menunjukkan, adanya BMT di tingkat daerah sangat membantu
masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi yang saling
mengutungkan dengan memakai sistem bagi hasil. Di samping itu juga ada bimbingan
yang bersifat pemberian pengajian kepada masyarakat dengan tujuan sebagai sarana
transformatif untuk lebih mengakrabkan diri pada nilai-nilai agama Islam yang
bersentuhan langsung dengan kehidupan sosial masyarakat.
Sebagai lembaga keuangan yang bergerak pada bidang bisnis dan sosial, BMT
harus mempunyai visi yang mengarah pada perwujudan masyarakat sejahtera dan
adil. Walaupun setiap BMT mempunyai visi yang berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya, namun arah atau visi utama tersebut harus dijadikan sebagai pijakan.
Pada dataran realitas, dimana BMT berbadan hukum koperasi, visi kesejahteraan dan
keadilan tersebut memang diarahkan pada anggota terlebih dahulu. Namun demikian,
kesejahteraan masyarakat umum juga tidak boleh dikesampingkan.
Dengan acuan tersebut, maka visi BMT dapat dirumuskan secara
kelembagaan masing-masing. Hal ini mengingat lingkungan kerja BMT yang memang
sangat variatif. Sehingga visi yang dibangunnya juga dapat saja berbeda-beda.
Adapun misi yang harus dijadikan sebagai acuan adalah membangun dan
mengembangkan tatanan ekonomi dan masyarakat yang sesuai dengan prinsip
syari’ah. Hal inilah yang membedakan koperasi pada umumnya dengan koperasi
dalam bentuk BMT. Karena pengertian BMT yang mengandung unsur sosial juga,
maka misi sebagaimana di atas juga harus dijadikan patokan utama. Secara defakto,
rumusan redaksional misi antar BMT dapat berbeda-beda namun dengan misi utama
yang sama.
Melihat visi dan misi BMT yang harus diarahkan pada terciptanya masyarakat
sejahtera dan adil sebagaimana di atas, maka tujuan didirikannya suatu BMT harus
relevan dengan hal itu. Selain juga sebagai lembaga berbadan hukum koperasi, BMT
harus diupayakan mempunyai tujuan pemberdayaan ekonomi anggota secara khusus
dan masyarakat luas pada umumnya. Pemberdayaan (empowering) harus menjadi
brand tujuan BMT. Artinya bahwa pemberian modal pinjaman pada anggota maupun
penyimpanannya oleh anggota harus dilakukan sebagai alat pemberdayaan ekonomi
mereka. Pemberdayaan semacam ini dapat diwujudkan oleh BMT dengan cara
pendampingan usaha bagi penerima modal atau dengan kegiatan-keiatan lainnya.
Dengan hadirnya Kepmen K.UKM No. 91 Tahun 2004, maka yang menjadi
tujuan pengembangan KSPS, KJKS, dan UJKS yang merupakan wadah BMT, harus
diarahkan pada;
Peningkatan program pemberdayaan ekonomi, khususnya di kalangan usaha mikro,
kecil, menengah dan koperasi melalui sistem syari’ah,
Pemberian dorongan bagi kehidupan ekonomi syari’ah dalam kegiatan usaha mikro,
kecil, dan menengah khususnya dan ekonomi Indonesia pada umumnya; dan
Peningkatan semangat dan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan Koperasi
Jasa Keuangan Syari;ah
Sebagai lembaga bisnis yang profesional, BMT dituntut untuk lebih
mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan pinjam, jasa, dan
jual beli. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana anggota dan
calon anggota (nasabah) serta menyalurkan kepada sektor ekonomi yang halal dan
menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan
usahanya pada lahan bisnis yang lebih riil maupun sektor lain yang dilarang dilakukan
oleh lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank, maka ia tidak tunduk pada
aturan perbankan.
Dengan adanya Kepmen K.UKM No. 91 Tahun 2004 maka ruang lingkup kerja
BMT dapat berbeda-beda tergantung perizinan yang dilakukan. Artinya, jika izin
pendirian BMT dilakukan sebatas di Dinas Koperasi Kabupaten atau Kota, maka
ruang lingkup kerjanya sebatas Kabupaten atau Kota tersebut. Adapun BMT yang
meminta izin usahanya di Dinas Koperasi Propinsi, maka secara otomatis ruang
lingkup kerjanya mencakup satu propinsi tersebut. Adapun bila BMT mendapat ijin
langsung dari menteri, maka wilayah operasionalnya dapt di seluruh wilayah
Indonesia.
Untuk lebih jelas tentang ruang lingkup kerja BMT ini dapat dilihat dalam
Kepmen No. 91 Tahun 2004 pasal 5 bagian a, b, dan c. Pasal 5 bagian a Keputusan
Menteri ini menyatakan bahwa permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi
Jasa Keuangan Syari’ah Primer dan Sekunder yang anggotanya berdomisili di dua
atau lebih propinsi, diajukan kepada Menteri c.q. Deputi Bidang Kelembagaan
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, setelah terlebih dahulu mendapatkan
rekomendasi Pejabat pada tingkat kabupaten/kota tempat domisili koperasi yang
bersangkutan dan selanjutnya menteri mengeluarkan surat keputusan pengesahan
akta pendiriannya. Bagian b menyatakan bahwa permohonan pengesahan akta
pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah baik Jasa Keuangan Syari’ah Primer
maupun Sekunder yang anggotanya berdomisili di beberapa kabupaten dan atau kota
dalam satu propinsi, diajukan kepada instansi yang membidangi koperasi tingkat
propinsi yang membawahi bidang koperasi, dengan terlebih dahulu mendapatkan
rekomendasi Pejabat yang membawahi bidang koperasi pada kabupaten dan atau
kota tempat domisili koperasi yang bersangkutan, selanjutnya Pejabat tingkat propinsi
mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendirian. Sedangkan bagian c
menyatakan bahwa permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi Jasa
Keuangan Syari’ah Primer dan Sekunder yang anggotanya berdomisili dalam satu
wilayah kabupaten dan atau kota diajukan kepada Instansi yang membawahi bidang
koperasi pada kabupaten dan kota setempat dan selanjutnya Pejabat setempat
mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta pendiriannya.
Melihat pengertian BMT sebagaimana ide awal lahirnya dan kemudian
pengaturan pemerintah dalam legalitasnya, maka BMT mempunyai peranan sebagai
berikut:
Walaupun demikian, karena di sisi lain BMT mempunyai misi membangun dan
mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat yang madani dan
adil, maka dapat dipahami bahwa tujuan dari BMT bukan semata-mata mencari
keuntungan dan penumpukan modal pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih
berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prisip
ekonomi Islam. Oleh karena itu, hal-hal yang harus dikedepankan oleh BMT adalah:
Metode yang digunakan pada pembuatan artikel untuk KKNM ini yaitu observasi, wawancara,
partisipasi aktif dan studi literatur.
Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri yaitu
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain yaitu wawancara dari kuesioner.
Karena observasi tidak selalu dengan obyek Manusia tetapi juga obyek-obyek alam
yang lain. Sutrisno Hadi, dalam (Sugiyono, 2012) mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
pengalaman dan ingatan.
Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif adalah mengikuti secara aktif atau langsung suatu kegiatan
(Arikunto 1998). Dalam Praktek Kerja Lapang ini partisipasi aktif yang akan dilakukan
meliputi kegiatan Monitoring, sampling dan enumerasi.
Studi Literatur
Studi literatur yaitu pengumpulan data berdasarkan referensi buku-buku atau
literatur yang ada yang berhubungan dengan komposisi hasil tangkapan ikan tuna
segar.
Data yang diperoleh terdiri dari :
- Data Primer = data yang diproleh dari hasil pengamatan wawancara tanya
jawab dan diskusi secara langsung.
- Data Sekunder = Data yang diperoleh dengan mencari informasi melalui studi
pustaka literatur maupun media internet yang berhubungan dengan metode
enumerasi.
Pembahasan
Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah, BMT BMT mempuyai dua peran
sekaligus. Pertama sebagai lembaga yang terbentuk atas inisiatif dari bawah, BMT
melakukan fungsinya sebagai mobilisator potensi ekonomi masyarakat untuk
dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. Dalam hal ini
BMT berkedudukan sebagai organisasi bisnis. Kedua adalah fungsi BMT sebagai
organisasi yang juga berperan sosial, yaitu menjadi perantara antara agniya sebagai
shahibul maal (orang yang mempuyai harta yang berlebihan) dengan dua’fa (orang
yang kekurangan harta) sebagai mudharib (pengguna dana) terutama untuk
pengembangan usaha produktif.
Dari pengertian dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa BMT merupakan
organisasi bisnis yang juga berperan sebagai sosial. Sebagai lembaga sosial, Baitul
Maal memiliki kesamaan fungsi dan perannya dengan Lembaga Amil Zakat ( LAZ )
atau Badan Amil Zakat milik pemerintah, oleh karenanya Baitul Maal ini harus
didorong untuk mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi
tersebut meliputi pengumpulan zakat, infak, sedekah, wakaf dan dana-dana sosial
lainnya serta upaya penyalurannya kepada golongan yang paling berhak menurut
ketentuaan asnabiah.
Baitul Maal Wat Tamwil adalah salah satu lembaga keuangan mikro7 yang memiliki
angka pertumbuhan sangat pesat dari tahun ke tahun, sebagaimana disampaikan
oleh Joelarso, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan BMT Indonesia,
“hingga akhir 2012 ini, terdapat 3.900 BMT. Sebanyak 206 di antaranya bergabung
dalam asosiasi BMT seluruh Indonesia. Pada tahun 2005, seluruh aset 96 BMT yang
menjadi anggota asosiasi mencapai Rp 364 miliar. Pada 2006, aset tumbuh menjadi
Rp 458 miliar, dan hingga akhir 2011 jumlah aset mencapai Rp 3,6 triliun dari 206
BMT yang bergabung di asosiasi”.8 Dalam perkembangannya, di tahun 2013, angka
pertumbuhan BMT sudah mencapai lebih dari 5500 BMT yang tersebar di seluruh
Indonesia.9 Sebagai bagian dari LKM yang terus bertumbuh10 , sebagaimana data
yang disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank
Otoritas Jasa Keuangan Firdaus Djaelani, yang memperkirakan bahwa saat ini jumlah
LKM di Indonesia sekitar 567 ribu sampai 600 ribu unit.11 Ini menunjukkan bahwa
lembaga keuangan mikro adalah lembaga keuangan yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat kecil, khususnya di daerah-daerah untuk menunjang dan mendukung
pertumbuhan ekonomi kerakyatan, terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang
selama ini tidak terjangkau oleh layanan perbankan. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi
kualitasnya, maka masih banyak BMT yang memiliki kinerja ( keuangan, sumber daya
manusia, maupun aspek lain kelembagaan) yang kurang baik. Jika keadaan ini
dibiarkan, maka akan menjadi ancaman berat bagi lembaga tersebut.
Beberapa karakter yang dimiliki oleh BMT menjadikannya sebagai lembaga keuangan
mikro yang ideal untuk pemberdayaan usaha mikro sekaligus membantu perluasan
lapangan kerja bagi masyarakat ekonomi kecil dan menengah. Karakter-karakter
tersebut antara lain sebagai berikut :
Pertama. BMT dalam menyalurkan dana (Pembiayaan) bersifat luwes tidak mesti
bankable, dengan demikian penyaluran dana dapat menyentuh para pengusah mikro
yang tidak terlayani akses permodalan oleh perbankan. Keluwesan disini tetap
memperhatikan kelayakan dan kesehatan kredit yang diberikan menurut parameter
BMT, karena banyak pengusaha mikro yang sebenarnya layak mendapatkan bantuan
kredit tetapi tidak bisa terlayani oleh perbankan disebabkan berbenturan dengan
aturan-aturan yang mengikat dalam dunia perbankan,misalnya kelayakan jaminan
kredit, memiliki ijin usaha dan persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi.
Disinilah peran BMT agar para pengusaha mikro tersebut tetap mendapatkan akses
permodalan, jangan sampai karena tidak mendapatkan kredit di Bank mereka terjebak
oleh pinjaman-pinjaman yang diberikan para Rentenir dengan biaya bunga yang
sangat tinggi. Sehingga BMT dapat menjadi jembatan penyelamat antara dunia
perbankan dan para rentenir yang bunga pinjamannya sangat mencekik para
pengusaha mikro.
Kedua. Ciri yang paling melekat pada BMT adalah pelayanan jemput bola, para
dai/marketing BMT terjun langsung kelapangan menjemput calon nasabah baik
nasabah penabung maupun nasabah pembiayaan. Kebanyakan BMT-BMT di
Indonesia memiliki kantor yang terletak di pasar-pasar induk dengan demikian lebih
mudah pemasarannya dalam menjemput bola para pedagang kecil yang berjualan di
pasar. Proses jemput bola ini akan berdampak baik bagi BMT, yakni akan cenderung
memiliki para nasabah yang sehat dari sisi pembiayaan (kredit), karena dengan
menjemput bola tersebut para dai/marketing BMT dapat melihat langsung kondisi
usaha si pedagang, layak atau tidaknya calon nasabah tersebut mendapatkan kredit
pembiayaan dari BMT, tentunya juga dilakukan analisis kelayakan kredit yang lebih
mendalam berkaitan dengan usaha yang dibiayai.
Ketiga. BMT adalah Lembaga keuangan yang menerapkan Pola Syariah. Berbeda
dengan lembaga keuangan atau perbankan dengan sistem konvensional yang
berbasis bunga. Pembiayaan atau penyaluran dana oleh BMT kepada nasabah
menggunakan akad Bagi hasil(mudharabah) dan atau Jual Beli(murabahah),
sehingga transaksi ini tidak akan mendhalimi kedua belah pihak baik BMT maupun
nasabah debitur. Akad bagi hasil akan sama-sama memberikan keuntungan kedua
belah pihak karena transaksi ini merupakan transaksi mitra atau kerjasama, bagi hasil
yang diberikan tidak tetap tetapi berfluktuatif bisa lebih besar atau lebih kecil
berdasarkan penghasilan yang diperoleh nasabah. Sedangkan akad jual beli akan
memberikan keamanan bagi kedua belah pihak walaupun suku bunga naik atau turun
tidak akan mempengaruhi nilai pembiayaan, karena nilai pembiayaan ditentukan
berdasarkan harga beli dan harga jual yang telah disepakati. Nasabah juga tidak
dibebankan denda dan finalti bunga yang berganda, sehingga nasabah lebih mudah
dan tenang dalam membayar kewajibannya.
Keempat. Walaupun BMT adalah lembaga keuangan syariah yang mengikuti prinsip-
prinsip Ekonomi Islam, namun dalam transaksinya tidak hanya melayani khusus umat
Islam saja tetapi juga dapat dilakukan kepada siapa pun termasuk dengan orang-
orang non muslim. Karena dalam Ekonomi Islam muamalah itu membawa misi
Rahmatan lil’Alamin, bahwa membantu dan memberikan atas dasar kasih sayang itu
dilakukan kepada seluruh umat manusia bukan hanya umat Islam.
Kelima. BMT adalah lembaga keuangan non Bank, bidang usahanya tidak hanya pada
jasa keuangan tetapi juga dapat mengembangkan bidang usaha lainnya, seperti
misalnya Toko Waserda, Agen Travel, Toko Baju Muslim dan usaha-usaha lainnya
yang dianggap memberikan keuntungan secara halal
Dari keenam karakter di atas tidaklah naif dikatakan, bahwa BMT adalah Pahlawan
Ekonomi Rakyat, karena geraknya untuk rakyat khususnya masyarakat ekonomi kecil
dan menengah dimana jumlahnya sangat dominan di negeri ini.