Você está na página 1de 6

RANGKUMAN MATA KULIAH SEMINAR AKUNTANSI

“ AKUNTANSI FORENSIK DAN


KECURANGAN ”

DISUSUN OLEH:

VIEN FADHILAH ILHAM A31115509

DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
I. AKUNTANSI FORENSIK?
Tuanakotta (2010) mendefinisikan akuntansi forensik dengan penerapan disiplin
akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian
hukum di dalam atau di luar pengadilan. Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran
dari akuntansi forensik adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari
akuntansi yang sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles).
Sehingga akuntansi forensik dapat diartikan sebagai penerapan disiplin ilmu
akuntansi dalam penyelesaian masalah hukum baik di dalam dan di luar pengadilan. Istilah
akuntansi forensik dalam definisi tersebut dapat digunakan dalam pengertian yang luas,
termasuk audit. Hal yang membedakan akuntansi dan audit adalah akuntansi berkaitan
dengan perhitungan sedangkan audit berkaitan dengan adanya penelusuran untuk
memastikan kepastian atau kewajaran dari apa yang dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik
memayungi segala macam kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum.
II. SEGITIGA AKUNTANSI FORENSIK
Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan kerugian. Pada
sektor publik negara mengalami kerugian negara dan kerugian keuangan negara. Sementara
itu pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat adanya ingkar janji dalam suatu perikatan.
Titik pertama dalam segitiga adalah kerugian. Adapun perbuatan melawan hukum menjadi
titik kedua. Tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk
mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah hubungan kausalitas antara kerugian dan
perbuatan melawan hukum. Hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan
hukum merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam menghitung besarnya
kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi Forensik juga
merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing.
III. RUANG LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK
Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan
bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.
1. Praktik di Sektor Swasta
Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam Tuanakotta
(2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud
auditing, forensik accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation

2
support merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan
ligitasi. Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan indikasi awal adanya fraud.
2. Praktik di Sektor Pemerintahan
Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada
akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor
tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi
forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara,
lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.

Perbandingan akuntansi Forensik di Sektor Publik dan Swasta


Dimensi Sektor publik Sektor Swasta
Landasan Amanat Undang-Undang Penugasan Tertulis Secara Spesifik
Penugasan
Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan Biaya
Hukum Pidana Umum dan khusus, hukum Perdata, Arbitrase, administratif
administrasi Negara aturan intern perusahaan
Ukuran Memnangkan perkara pidana dan Memulihkan kerugian
Keberhasilan memulihkan kerugian
Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain di Bukti intern, dengan hasil bukti
luar lembaga yg bersangkutan ekstern yang terbatas
Teknik Audit Sangat bervariasi karena Relatif lebih sedikit dibandingkan di
Investigatif kewenangan yang relatif besar sektor publik. Kreativitas dalam
pendekatan
Akuntansi Tekanan pada kerugian negara dan Penilaian Bisnis
kerugian keungan negara

IV. TUGAS AKUNTANSI FORENSIK


Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation).
Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non
itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam
sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan /
pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services)
dan jasa litigasi (litigation services).
V. PERKEMBANGAN AKUNTANSI FORENSIK DI INDONESIA
Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan
dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini
sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat
3
sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar
yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat
kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan
disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus
dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia. Sebenarnya bidang yang masih minim
diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya
hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC).
VI. KEAHLIAN AKUNTANSI FORENSIK
James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensic
yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi,
Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu: Analisis deduktif, pemikiran
yang kritis, pemecahan masalah yang tidak terstruktur, fleksibilitas penyidikan, keahlian
analitik, komunikasi lisan, komunikasi tertulis, pengetahuan tentang hukum
dan composure.
VII. PENGERTIAN FRAUD
Adapun menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE),
fraud adalah: Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja
untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain)
dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan
pibadi ataupun kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dengan
demikian fraud adalah mencangkup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang
diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran
yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga,
penuh siasat atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang
lain tertipu atau menderita kerugian.
VIII. KLARIFIKASI FRAUD (FRAUD TREE)
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa
Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang
pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan
untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa
klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “ The Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai
Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud
Classification System.

4
ACFE dalam Tuanakotta (2010) membagi fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis
atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu: Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent
Statement), Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation), Korupsi (Corruption)
IX. PENYEBAB TERJADINYA FRAUD
Pemicu perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari motivasi dan
kesempatan. Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan
ekonomi seseorang yang bekerja di suatu organisasi yang pengendaliannya internnya lemah,
maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong
seseorang untuk melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP)
yaitu: Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan),
Expossure (pengungkapan)
X. FRAUD EXAMINITION
Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu:
Membangun struktur pengendalian yang baik, mengefektifkan aktivitas
pengendalian, meningkatkan kultur organisasi, mengefektifkan fungsi internal audit
XI. SKANDAL KORPORASI DAN AKUNTAN
Skandal akuntansi (accounting scandals) atau skandal akuntansi perusahaan
(corporate accounting scandals) adalah skandal politik dan bisnis yang muncul dengan
pengungkapan kelakuan buruk para eksekutif perusahaan publik. Kejahatan tersebut
biasanya melibatkan metode yang kompleks untuk menyalahgunakan dana atau
menyesatkan, melebih-lebihkan pendapatan, mengecilkan biaya, melebih-lebihkan nilai aset
perusahaan atau mengurangi pelaporan terhadap besarnya kewajiban, terkadang mereka juga
melakukan kerjasama dengan pejabat di perusahaan lain atau afiliasinya. Jika mengacu pada
pengertian skandal akuntansi tersebut di atas maka kejahatan akuntansi cenderung lebih
dekat dengan istilah fraudulent statement (fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan
keuangan).
Fraudulent statement atau financial statement fraud itu sendiri didefinisikan berbeda-
beda. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan financial
statement fraud sebagai “Salah saji atau pengabaian atas fakta-fakta yang material yang
disengaja, atau data akuntansi yang menyesatkan, dan ketika mempertimbangkan dengan
semua informasi yang tersedia, akan menyebabkan pembaca laporan mengganti atau
mengubah penilaian atau keputusannya.” Sedangkan The Treadway
Commission mendefiniskan sebagai “melakukan tindakan secara sengaja atau ceroboh,

5
apakah (oleh) perbuatan atau kelalaian, yang menghasilkan materi laporan keuangan yang
menyesatkan”.
XII. BENTUK KEJAHATAN AKUNTANSI
Hakekatnya kejahatan akuntansi bermuara pada pelaporan keuangan yang
menyesatkan bagi penggunanya, termasuk aktivitas yang tidak benar atau ilegal pada proses
pengidentifikasian dan pengukuran transaksi-transaksi keuangan. Adapun beberapa bentuk
kejahatan akuntansi, diantaranya adalah: Manajemen Laba yang Tidak Sah (illegal
earnings management), Pendapat (opini) Auditor Eksternal yang Tidak Benar,
Kejahatan Perbankan, Kejahatan Akuntansi di Pasar Modal, Transaksi dengan pihak
yang memiliki hubungan istimewa (Related-Party Transactions).
XIII. PENGGOLONGAN KEJAHATAN AKUNTANSI DALAM KRIMINOLOGI
Kejahatan akuntansi atau skandal akuntansi melibatkan kaum elit bisnis dan kaum
profesional. Contoh kasus yang populer adalah kasus Enron dimana harga saham perusahaan
tersebut anjlok karena ulah pendiri Enron, mantan CEO, eksekutif Enron lainnya serta
Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson yang bersekongkol memanipulasi laporan
keuangan Enron. Kejahatan akuntansi di perbankan dan di pasar modal juga melibatkan
kaum profesional.
Dengan melihat pelakunya maka disimpulkan bahwa kejahatan akuntansi ini masuk
dalam kategori kejahatan kerah putih. Hal ini sejalan dengan pendapat Edwin H. Sutherland
yang menyatakan bahwa white collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-
orang terhormat dan status sosial tinggi dalam kaitannya dengan okupasinya. Menurut
Muladi, kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat ini biasanya dilakukan tanpa
kekerasan tetapi selalu disertai dengan kecurangan, penyesatan, penyembunyian dari
kenyataan, akal-akalan, manipulasi.
Dalam kaitannya dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang yang terkait menyebutkan beberapa
pasal yang terkait dengan kejahatan akuntansi, diantaranya adalah:
Berkaitan dengan manajemen laba ilegal, dapat dikenakan pasal 390 KUHP yaitu
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-
barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.

Você também pode gostar