Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Diususun Oleh :
1.4 TUJUAN
1.4.1 Tujuan umum
Tujuan dari penelitian jurnal adalah untuk menilai keefektifan program edukasi
manajemen nyeri di ruang perawatan bedah onkologi.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Perbedaan praktik dan perilaku perawat terhadap manajemen nyeri setelah
mengikuti edukasi manajemen nyeri untuk pasien bedah onkologi
2) Kepuasan perawat terhadap program edukasi dan standart operasional.
3) Perubahan (jumlah) pemberian obat-obatan nyeri via intra vena (IV) selama 24
jam sebelum kepulangan pasien.
4) Perubahan (jumlah) pasien yang kembali ke rumah sakit karena nyeri yg tidak
terkontrol
5) Perubahan tingkat kepuasan pasien bedah onkologi mengeani nyeri
berdasarkan nilai Hospital Consumer Assessment of Healthcare Providers and
Systems (HCAHPS)
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Hasil
Tingkat signifikan yang dipakai pada penelitian ini adalah α= 0,05 yang dianalisa
menggunakan SPSS versi 24.0. Data demografi yang disajikan pada penelitian ini adalah
usia, lama pekerjaan, pengalam kerja dibidang bedah onkologi. Sebanyak 26 staff
keperawatan yang sudah mengisi kuosioner pre test yang berisi tentang penilaian pre
edukasi dan perilaku, sebanyak 25 perawat yang mengisi post test. Rata-rata usia perawat
onkologi adalah 36,76 tahun. Tingkat pendidikan keperawatan diploma adalah 13 orang
(52%) dan 11 orang sarjana (44%). Berdasarkan lama bekerja didapatkan 20% perawat
telah bekerja kurang dari 1 tahun, 28% telah bekerja selama 1-5 tahun, dan 20% telah
bekerja selama 11-15 tahun. Berdasarkan pengelaman bekerja dibidang keperawatan
bedan onkologi didapatkan 36% perawat telah bekerja selama kurang dari 1 tahun, 56%
telah bekerja selama 1-5 tahun, dan 8% telah bekerja selama 5-10 tahun. Berdasarkan
jenis kelamin didapatan jenis kelamin perempuan sebanyak 7 (25%) dan 19 orang laki-
laki (75%).
1. Pembahasan tujuan khusus ke-1 tentang praktek dan perilaku menejemen nyeri di
analisa menggunakan pendekatan deskriptif dan paired t-test. Pada tabel 1
menampilkan tentang praktek keperawatan manajemen nyeri, menunjukkan nilai
peningkatan skor yang signifikan pada pertanyaan 2, 4, 5, 6, 7, 14 dan 19. Pada tabel
2 tentang perilaku, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan.
2. Pembahasan tujuan khusus yang k-2 tentang edukasi dianalisa menggunakan
pendekatan deskriptif, rata-rata, frekuensi dan persentase. Rata-rata tingkat kepuasan
perawat selama edukasi tentang intervesni dan informasi pedoman manajemen nyeri
sebesar 4,48 (Std= 0,510). Rata-rata tingkat dukungan perawat terhadap penerapan
manajemen nyeri sesuai dengan standart operasional sebesar 4,40 (Std= 0,577).
Rata-rata skor hasil penerapan edukasi sebesar 4.40 ( Std = 0,500). Rata-rata skor
pedoman manajemen nyeri yang sesuai dengan keadaan pasien sebesar 4,08 (Std=
0,862).
3. Pembahasan tujuan khusus yang k-3 tentang pemberian obat narkotik (IV) 24 jam
sebelum pasien pulang dianalisa menggunakan Fisher’s exact test. Pasien yang
menerima terapi sebanyak 44 pasien sebelum dilakukan intervensi dengan 6 pasien
(13,6%) menerima 1 dosis obat narkotik, 2 pasien (4,5%) menerima 3 dosis obat
narkotik, 1 pasien (2,2%) menerima 6 dosis obat narkotik. Setelah dilakukan intervensi
didapatkan 3 pasien (6,8%) menerima 1 dosis obat narkotik dan 1 pasien (2,2%)
menerima 3 dosis obat narkotik 24 jam sebelum keluar rumah sakit. Pada uji Fisher’s
didapatkan p = .008 (std= -0,306 dan 95% CI) yang berarti terdapat perbedaan nyeri
yang signifikan setelah diberikan obat narkotik (IV) 24 jam sebelum keluar rumah sakit.
4. Pembahasan tujuan khusus yang k-4 tentang kembalinya pasien karena kasus nyeri
diukur menggunakan Fisher’s exact test. Pada periode 3 bulan sebelum dilakukan
intervensi edukasi manejemen nyeri, didapatkan 16 responden yang teridentifikasi
kembali karena nyeri sebanyak 9 responden (56%) menunjukkan penanganan nyeri
postoperatif yang sangat rendah. Pada 3 bulan setelah dilakukan intervensi
teridentifkasi sebanyak 33 responden dengan 8 responden (24%) mendapatkan
penanganan nyeri yang rendah. Hasil uji Fisher’s didapatkan p = 0,053 (Std= - 0,053
dan 95% CI) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna tetapi hal tersebut tidak
mengindetifikasikan bahwa 1 variabel mengalami kenaikan dan variable lain
mengalami penurunan.
5. Pembahasan pada tujuan khusus yang k-5 tentang kepuasan klien terhadap
penangan nyeri di ruang bedah onkologi menggunakan analisa deskripsi dan Mann-
Whitney U test untuk mengukur skor Hospital Consumer Assessment of Healthcare
Providers and Systems (HCAHPS) terutama pada item “selama perawat dirumah
sakit, seberapa sering nyeri anda tertangani?”. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan
hasil p = 0,200 dengan pre (median 70,4) dan post (median 65,25) yang berarti tidak
menunjukkan adanya pengaruh atau perbedaan.
2.3 Pembahasan
Meskipun tidak ada perubahan yang signifikan dari skor sebelum dan sesudah
intervensi dalam hal perilaku perawat terhadap penanganan nyeri, beberapa item
menunjukkan perubahan penting . Satu pertanyaan yang penting adalah pertanyaan no
14, mengalami peningkatan tetapi tidak terlalu siknifikan yaitu tentang persepsi klien
dalam manajemen nyeri. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan penyebab nyeri dan
penggunaan opioid, manajemen nyeri menggunakan nonopioid, dan penggunaakan
teknik nonfarmakologis. Perilaku tentang penanganan nyeri sulit diubah dan mungkin
membutuhkan sesuatu yang lebih, tidak hanya edukasi dan pemaparan standar prosedur
penanganan. Namun, perbaikan dibidang praktik keperawatan tentang penanganan nyeri
mungkin dapat meningkatkan cara perawat memanajemen nyeri melalui pendidikan yang
lebih lanjut dan penyesuaian pendidikan untuk populasi pasien tertentu atau area fokus
yang melibatkan perawat.
Meskipun kurangnya perubahan dalam perilaku perawat, skor praktik keperawatan
meningkat dari pra-pasca intervensi, terutama yang berkaitan dengan edukasi kepada
pasien, penilaian nyeri, dan penggunaan obat analgesik. Hal ini menunjukkan staf
keperawatan merasa lebih terdidik tentang konsep manajemen nyeri pada pasien pasca
operasi. Peningkatan ini dalam praktiknya mirip dengan penelitian kuasi-eksperimental
perawat bedah di sebuah rumah sakit pendidikan di Yordania yang menunjukkan
peningkatan dalam pengetahuan dan perilaku perawat setelah menghadiri sesi
pendidikan (Abdalrahim, Majali, Stomberg, & Bergbom, 2011). The Abdalrahim et al.
(2011) studi, seperti proyek peningkatan mutu (quality improvement/QI) ini menunjukkan
bahwa meskipun terdapat perbaikan tetapi defisiensi pengetahuan perawat terhadap
materi masih ada. Hasil ini bisa menunjukkan bahwa dengan edukasi, dapat membentuk
sikap dan kesalah pahaman tentang manajemen nyeri yang cukup kuat tentang
pemahaman konsep nyeri.
Meskipun penelitian berfokus pada edukasi untuk meningkatkan pengetahuan,
sesuatu yang lebih besar dapat diubah yaitu tentang sikap/perilaku terhadap penanganan
manajemen nyeri yang berkualitas. Penanganan nyeri tidak hanya dilakukan oleh spesialis
keperawatan manajemen nyeri tetapi juga semua tenaga kesehatan keperawatan dapat
melaksanakanya juga, mulai dari perawat hingga pemberi asuhan juga memiliki peran dan
tanggung jawab. Ketika tenaga kesehatan profesional melihat manajemen nyeri yang
diberikan berkualitas tinggi, lingkungan kerja yang terdiri dari tenaga kesehatan
profesional, pasien, dan pembuat kebijakan dapat menyerukan bahwa pengetahuan yang
berasaskan praktek, kemampuan yang berasaskan kebiasaan dan mutu asuhan
berasaskan norma dapat dilakukan (Ellis, Johnson, & Taylor, 2012, hlm. 57).
Meskipun Abdalrahim dkk. (2011) studi menunjukkan peningkatan dalam praktik
keperawatan tetapi peningkatan praktik keperawatan yang meningkatkan bukanlah pada
poin penanganan nyeri. Dalam proyek peningktan mutu (Quality Improvementl) saat ini,
pemberian obat narkotika via intravena (IV) dalam 24 jam sebelum pasien pulang dapat
menurukan tingkat nyeri yang signifikan dan tetapi tidak dapat menurunkan angkat
kembali pasien ke tenaga kesehatan karena nyeri. Peningkatan pengetahuan dalam
praktik penangan nyeri setelah edukasi, meminimalkan penggunaan obat narkotik (IV) dan
angka kejadian kembali pasien ke tenaga kesehatan karena nyeri, ketiga hal tersebut
mungkin berhubungan dengan sasaran edukasi, standart operasional, peningkatan
kemampuan praktek dan manajemen nyeri yang sudah ada.
Meskipun tidak ada perubahan dalam skor HCAHPS dalam proyek QI (Quality
Improvementl) ini, penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang
penanganan nyeri pasca operasi pada pasien bedah, yang menunjukkan bahwa 66%
pasien selalu menjawab pertanyaan “Selama masa rawat inap di rumah sakit ini, seberapa
sering nyeri anda dapat dikendalikan? "pada survei HCAHPS (Buvanendran et al., 2015).
.
2.4 Keterbatasan jurnal
1. Sample peneltian yang terlalu sedikit. Pada penelitian ini terlalu responden perempuan
lebih banyak
2. Pasien THT tidak dimasukkan dalam kategori penangnan nyeri dikarenakan tidak
adanya literature penanganan nyeri pada pasien THT
3. Pada penelitian ini penilaian tentang pratek dan sikap perawat tidak seperti penilaian
pada penelitian lain sehingga peneliti susah untuk membandingkan dengan penelitian
sebelumnya
BAB III
APLIKASI JURNAL
4.1 KESIMPULAN
Proyek Quality Improvement ini penting sebagai implikasi untuk melanjutkan pendidikan
keperawatan dan pengembangan praktik profesional. Kekuatan penelitian ini adalah peneliti
tidak hanya menilai praktik keperawatan dan sikap/perilaku perawat terhadap penganan nyeri,
tetapi juga pasien yang kembali dirawat inap pasien dikarenakan nyeri, pemberian terapi
narkotika (IV) 24 jam sebelum pasien pulang dan penilaian skor HCAHPS. Dengan adanya
poin tersebut, pembaca mendapatkan gambaran yang jelas dan dapat digunakan sebagai
acuan dalam penyusunan kerangka teori dan media untuk edukasi termasuk penyusunan
standart operasional dan peningkatan praktek manajemen nyeri.