Você está na página 1de 10

“ Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan Berbasiskan Ekosistem di Indonesia dan pengelolaan

perikanan berbasis Ekosistem Based Management (Ebm) di Shiretoko, Jepang “


Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sosiologi perikanan
Dosen : Dr..Atikah nurhayati S.P ., M.P.
08mei97

Disusun oleh :
Sariningsih
230110150022

Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan


Universitas Padjadjaran
Jatinangor
2016
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI…………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR………………………………………………... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 1
1.1latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………….. 2
1.3Tujuan dan Manfaat ………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………. 3
2.1 Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan
Berbasiskan Ekosistem di Indonesia ……………………………..… 3
2.2 pengelolaan perikanan berbasis Ekosistem
Based Management (Ebm) di Shiretoko, Jepang……………………… 3
2.3 Mengidentifikasi Pengelolaan Perikanan
Berkelanjutan Berbasiskan Ekosistem di Indonesia……………………. 3
2.4 Mengidentifikasi Pengelolaan Perikanan
Berkelanjutan Berbasiskan Ekosistem di Jepaang……………………
2.5 sistem nasional dan sistem Internasional………………………… 5
2.6 perbandingan antara pengelolaan perikanan berkelanjutan
di Indonesia dan pengelolaan perikanan berbasis
ekonomi based management di shiretoko, Jepang………………………….. 6
BAB III PENUTUP……………………………………………………. 7
KESIMPULAN………………………………………………………. 7
DAFTAR PUSTAKAN………………………………………………… 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Definisi Ecosystem Based Fisheries Management menurut FAO (2004), EBFM
diidentifikasikan sebagai pengelolaan perikanan yang mampu manampung dan menyeimbangkan
berbagai kebutuhan dan keinginan masyarakat, dengan memperkirakan kebutuhan untuk generasi
mendatang, dalam memanfaatkan barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem kelautan. Oleh
karena itu, tentunya pendekatan ini memperhitungkan pengetahuan dan ketidakpastian tentang
keberlanjutan sumber daya kelautan, habitat, aspek stakeholders dalam ekosistem dan usaha
menyeimbangkan seluruh tujuan yang ada pada masyarakat. Atau secara spesifik, tujuan dari
pengelolaan perikanan berbasis ekosistem adalah untuk menilai dan mengelola dampak ekologi,
sosial, dan dampak atau outcome yang terkait dengan kegiatan perikanan dalam kesatuan
ekosistem (Fletcher,2006).
Pendekatan ecosystem based fisheries management (EBFM) untuk pengelolaan sumberdaya
perikanan mungkin merupakan salah satu metode alternatif untuk pengelolaan ekosistem
sumberdaya ikan yang kompleks. The Ecosystem Principles Advisory Panel (EPAP),
menyatakan bahwa EBFM mengemban sedikitnya 4 aspek utama (USA National Marine
Fisheries Service, 1999 dalam Wiyono, 2006) :
1. Interaksi antara target spesies dengan predator, kompetitor dan spesies mangsa.
2. Pengaruh musim dan cuaca terhadap biologi dan ekologi ikan.
3. Interaksi antara ikan dan habitatnya.
4. Pengaruh penangkapan ikan terhadap stok ikan dan habitatnya, khususnya bagaimana
5. menangkap satu spesies yang mempunyai dampak terhadap spesies lain di dalam
ekosistem.

Tujuan akhir dari EBFM adalah menjaga keutuhan dan kelestarian ekosistem.
Sebagai alat monitoring ekosistem, EBFM kemudian dilengkapi dengan indikator ekologi
untuk mengukur perubahan ekosistem yang dimaksud. Indikator-indikator ini diupayakan
lebih berarti secara ekologi, mudah dipahami dan diterapkan di lapangan. Berdasarkan
hasil
monitoring ini diharapkan perubahan ekosistem termasuk manusia yang ada di
dalamnya mudah dijelaskan, sehingga keadaan ekosistem secara keseluruhan akan
diketahui dan tindakan perbaikan dapat dilakukan secapatnya untuk mengatasi kerusakan
yang ada .
Sehingga perencanaan dan pengelolaan laut berbasis ekosistem sangat relevan
untuk strategi pembangunan berkelanjutan karena akan dapat menjamin proses ekologi di
laut,keanekaragaman biologi laut, dan kelangsungan hidup untuk seluruh populasi spesies
laut asli (Wiyono,2006).
1.2 Identifikasi masalah
Dalam makalah ini, penulis akan mengidentifikasi mengenai jurnal nasional dan
internasional dan perbandingan dari kedua jurnal tersebut. Dalam jurnal nasional membahas
tentang “Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan Berbasiskan Ekosistem di Indonesia” dan
jurnal internasional membahas tentang “pengelolaan perikanan berbasis Ekosistem Based
Management (Ebm) di Shiretoko, Jepang”.

1.3 maksud dan tujuan


maksud dan tujuan dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui dan membandingan antara
pengelolaan perikanan berkelanjutan berbasis ekosistem dan pengelolaan perikanan berbasis
ekosistem management
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan Berbasiskan Ekosistem di Indonesia
Definisi Ecosystem Based Fisheries Management menurut FAO (2004), EBFM
diidentifikasikan sebagai pengelolaan perikanan yang mampu manampung dan menyeimbangkan
berbagai kebutuhan dan keinginan masyarakat, dengan memperkirakan kebutuhan untuk generasi
mendatang, dalam memanfaatkan barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem kelautan. Oleh
karena itu, tentunya pendekatan ini memperhitungkan pengetahuan dan ketidakpastian tentang
keberlanjutan sumber daya kelautan, habitat, aspek stakeholders dalam ekosistem dan usaha
menyeimbangkan seluruh tujuan yang ada pada masyarakat. Atau secara spesifik, tujuan dari
pengelolaan perikanan berbasis ekosistem adalah untuk menilai dan mengelola dampak ekologi,
sosial, dan dampak atau outcome yang terkait dengan kegiatan perikanan dalam kesatuan
ekosistem (Fletcher,2006). Pendekatan ecosystem based fisheries management (EBFM) untuk
pengelolaan sumberdaya perikanan mungkin merupakan salah satu metode alternatif untuk
pengelolaan ekosistem sumberdaya ikan yang kompleks. The Ecosystem Principles Advisory
Panel (EPAP), menyatakan bahwa EBFM mengemban sedikitnya 4 aspek utama (USA National
Marine Fisheries Service, 1999 dalam Wiyono, 2006) :
1. Interaksi antara target spesies dengan predator, kompetitor dan spesies mangsa.
2. Pengaruh musim dan cuaca terhadap biologi dan ekologi ikan.
3. Interaksi antara ikan dan habitatnya.
4. Pengaruh penangkapan ikan terhadap stok ikan dan habitatnya, khususnya bagaimana
menangkap satu spesies yang mempunyai dampak terhadap spesies lain di dalam
ekosistem.
Tujuan akhir dari EBFM adalah menjaga keutuhan dan kelestarian ekosistem. Sebagai alat
monitoring ekosistem, EBFM kemudian dilengkapi dengan indikator ekologi untuk mengukur
perubahan ekosistem yang dimaksud. Indikator-indikator ini diupayakan lebih berarti secara
ekologi, mudah dipahami dan diterapkan di lapangan. Berdasarkan hasil monitoring ini
diharapkan perubahan ekosistem termasuk manusia yang ada di dalamnya mudah dijelaskan,
sehingga keadaan ekosistem secara keseluruhan akan diketahui dan tindakan perbaikan dapat
dilakukan secapatnya untuk mengatasi kerusakan yang ada.
2.2 pengelolaan perikanan berbasis Ekosistem Based Management (Ebm) di Shiretoko, Jepang
Pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan adalah konsep yang diterima secara
luas. Namun, ada berbagai penafsiran dari pendekatan ekosistem dan penerapannya hampir
selalu membawa konfrontasi dan perlawanan antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu,
kurangnya pemahaman tentang tujuan manajemen yang spesifik menghambat penerapan
pendekatan ekosistem yang memerlukan koordinasi dan kerjasama serta tindakan yang efektif di
tingkat global dan regional antara badan-badan yang relevan. Pada Tahun 2006 Perikanan
Berkelanjutan mengacu pada pendekatan ekosistem, namun ada berbagai penafsiran apakah
pendekatan ekosistem adalah sarana untuk pengelolaan perikanan sebagai bagian dari konservasi
dan langkah-langkah perlindungan pada sumberdaya perikanan.
Perlindungan ekosistem seperti terumbu karang lamun dan mangrove merupakan salah
satu tema utama dari pendekatan ekosistem. Pengelolaan perikanan Multi-spesies yang
bertentangan dengan pengelolaan perikanan spesies tunggal juga dianggap, sebagai bagian dari
pendekatan ekosistem dimana pengelolaan perikanan Multi-spesies sering melibatkan model
ekosistem. salah satu elemen penting dalam pendekatan ekosistem, yaitu faktor manusia.
Pendekatan ekosistem termasuk dampak kegiatan manusia pada komponen-komponen ekosistem
dan mencoba untuk mengelola aktivitas manusia dalam rangka melindungi ekosistem. Langkah-
langkah yang diambil termasuk yang dibutuhkan untuk melindungi dan melestarikan ekosistem
serta habitat yang rusak, spesies langka atau rapuh, terancam atau hampir punah dan bentuk lain
dari kehidupan laut. untuk mempertahankan atau mengembalikan populasi spesies yang
dieksploitasi pada tingkat yang dapat menghasilkan hasil maksimum yang lestari, seperti
kualifikasi oleh faktor lingkungan dan ekonomi. Perlu dicatat bahwa pelestarian keanekaragaman
hayati diakui sebagai salah satu tujuan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem.
Penerapan Ekosistem Base Management (EBM) di Jepang (Expanding fisheries co-
management to ecosystem-based management: A case in the Shiretoko World Natural
Heritage area, Japan)
Co-manajemen perikanan di Shiretoko diperluas ke manajemen berbasis ekosistem, di
mana sektor perikanan memainkan peran penting dalam manajemen. Sebuah rencana
pengelolaan disusun untuk menentukan tujuan manajemen dan strategi untuk mempertahankan
spesies utama, dan metode untuk pemantauan ekosistem. Sebuah jaringan organisasi
dikoordinasi dari berbagai sektor untuk mengintegrasikan langkah-langkah kebijakan.
Pengalaman dari kasus ini bisa menginformasikan manajemen berbasis ekosistem di negara-
negara lain. Semenanjung Shiretoko, terletak di timur laut Hokkaido Jepang, adalah batas selatan
musim es laut di belahan bumi utara. Wilayah ini dicirikan oleh ekosistem darat dan laut terkait
erat, dan oleh sejumlah spesies laut dan darat, termasuk beberapa spesies yang terancam punah.
Shiretoko adalah areal produksi perikanan Jepang yang sangat terkenal, dan sektor perikanan
adalah industri paling penting di sini. Untuk mempertahankan perikanan yang bertanggung
jawab, nelayan lokal telah menerapkan berbagai tindakan otonom di bawah kerangka kerja co-
manajemen berbagai langkah telah dilaksanakan untuk melestarikan ekosistem yang luar biasa
dan mempertahankan struktur dan fungsi ekosistem. Artinya, co-manajemen perikanan telah
diperluas menjadi berbasis ekosistem management untuk mencapai konservasi ekosistem. Pada
awal musim semi, laut es mencair, ganggang es mekar dan fitoplankton menjadi bagian yang
paling karakteristik dari tingkat trofik terendah dari ekosistem Shiretoko. Produktivitas yang
tinggi di daerah itu mendukung berbagai spesies, termasuk mamalia laut, burung laut, dan
spesies komersial penting. Sebuah karakter yang membedakan dari situs ini adalah keterkaitan
antara ekosistem laut dan darat. Banyak salmonids ke sungai-sungai di semenanjung untuk
bertelur. Menjadi sumber penting, makanan bagi spesies terestrial hulu seperti beruang coklat,
elang laut Steller, dan putih-ekor elang. Semenanjung sebagai titik persinggahan bagi burung
migran.
Pada bulan Maret 2005, UNESCO resmi memperluas batas laut dari 1 sampai 3 km dari
garis pantai, dan untuk merumuskan rencana pengelolaan kelautan dalam waktu 3 tahun,
memasukkan manajemen yang tepat langkah-langkah untuk konservasi spesies laut seperti
walleye pollock dan mamalia laut dalam rencana. Atas dasar ini, Shiretoko itu tertulis di Daftar
Warisan Dunia UNESCO pada bulan Juli 2005. Penggunaan Beberapa Rencana Pengelolaan
Terpadu disusun oleh Kelompok Kerja Laut pada Desember 2007. Ini mendefinisikan langkah-
langkah pengelolaan untuk melestarikan ekosistem laut, strategi untuk mempertahankan spesies
utama, metode pemantauan, dan kebijakan untuk kegiatan rekreasi laut. Tujuannya adalah "untuk
memenuhi kedua konservasi ekosistem kelautan dan perikanan yang stabil melalui penggunaan
yang berkelanjutan sumber daya hayati laut di wilayah laut dari situs warisan. Sektor perikanan
telah berpartisipasi dari awal proses penyusunan. Rencana Pengelolaan Kelautan menetapkan
pengenalan manajemen adaptif sebagai strategi dasar. Untuk memantau ekosistem laut
Shiretoko, Kelompok Kerja Kelautan menyusun jaring-jaring makanan, spesies indikator
diidentifikasi, dan kegiatan pemantauan yang ditentukan. Spesies indikator yang diidentifikasi
adalah salmonids, walleye pollock, arabesque greenling, Pasifik cod, sealion Steller, segel,
Guillemot abu kebiru-biruan, camar, elang laut Steller, dan elang ekor putih. Data penangkapan
disusun oleh nelayan lokal mencakup banyak spesies indikator dan spesies utama laut lainnya
dalam jaringan makanan. Nelayan lokal telah menangkap di daerah ini untuk waktu yang lama
dan telah mengumpulkan data lebih dari 50 tahun. Untuk beberapa spesies, informasi lebih rinci
seperti ukuran, waktu dan tempat menangkap, dan daerah nursery ground telah terakumulasi.
Informasi ini merupakan landasan yang penting untuk memonitor perubahan dalam fungsi dan
struktur ekosistem laut Shiretoko. Berdasarkan Pendekatan ekosistem Shiretoko, nelayan lokal
diakui sebagai bagian integral dari ekosistem, dan data mereka secara resmi digunakan untuk
memantau ekosistem. Namun, data tangkapan tidak cukup untuk memantau seluruh ekosistem
laut, karena perilaku nelayan didasarkan pada konteks ekonomi. Oleh karena itu, Rencana
Pengelolaan Kelautan menetapkan pemantauan non-komersial spesies, serta indeks lingkungan
dasar seperti kualitas cuaca, air, es laut, dan plankton.
Rencana Pengelolaan perikanan jelas menyatakan penerapan manajemen adaptif,
sehingga pemantauan ekosistem adalah komponen yang diperlukan. Biasanya, rencana
pengelolaan adaptif menentukan kriteria dan aturan kontrol umpan balik untuk spesies indikator,
misalnya, pemantauan spesies indikator dan pelaksanaan tindakan konservasi untuk menjaga
masing-masing spesies di atas ambang kelimpahan atau untuk memulihkan kelimpahan. Namun,
Rencana Pengelolaan perikanan saat ini tidak menetapkan batas. Tugas masa depan adalah untuk
mengembangkan titik-titik referensi yang mewakili status keseluruhan dan keberlanjutan
ekosistem, untuk menjadi adaptif dimaksudkan dalam skema manajemen secara keseluruhan.
Pemantauan ekosistem yang komprehensif dapat dilakukan untuk melihat kemajuan dalam
pemahaman ilmiah keterkaitan antara operasi perikanan, spesies indikator, dan struktur
ekosistem, fungsi, dan proses.
Dalam Pendekatan ekosistem Shiretoko, sistem koordinasi baru didirikan dan berbagai
pemangku kepentingan dari berbagai sektor sekarang terintegrasi. Sistem ini memfasilitasi
pertukaran informasi dan pendapat, dan memperkuat legitimasi dari rencana pengelolaan dan
aturan. Berbasis ilmu pengetahuan diterapkan langkah-langkah memfasilitasi interaksi antara
ekosistem laut dan darat, dan prosedur untuk menetapkan batas untuk mengurangi kerusakan
tanpa meningkatkan risiko kepunahan. Beberapa pelajaran di sektor perikanan pada ekosistem
berbasis manajemen dapat dipelajari. Hal ini terbuka untuk mempertimbangkan berbagai
kebutuhan manusia dalam masyarakat, dan karena itu cocok untuk pelaksanaan seimbang
biologis, tujuan sosial dan ekonomi. Latar belakang kelembagaan perikanan di Jepang secara
alami mengarah pada kerangka kerja berbasis ekosistem manajemen yang berbeda dari Selandia
Baru, di mana kuota berbasis pasar kebijakan dari pusat dipindah tangankan ke individu. Tidak
ada jalan transisi yang unik untuk melestarikan ekosistem laut dan mempertahankan mata
pencaharian. Oleh karena itu, apa yang dibutuhkan adalah penilaian pendekatan kerangka
kelembagaan yang ada dan peran potensi sektor perikanan di ecosystem management. Dalam
Pendekatan Shiretoko, para nelayan lokal merupakan komponen integral dari ekosistem, selain
itu, nelayan lokal tidak sesuatu yang harus dikelola atau dikendalikan, tetapi diharapkan
memainkan bagian tak terpisahkan dari manajemen berbasis ekosistem. Dalam hal ini, kami
berharap pengalaman di Shiretoko bisa berkontribusi untuk manajemen berbasis ekosistem di
daerah lain.
2.3 Mengidentifikasi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan Berbasiskan Ekosistem di Indonesia :

A. Aspek ekonomi :
1. bisa memberikan pendapatan dan penghasilan yang baik bagi masyarakat
2. Pengelolaan Berbasiskan Masyarakat dan juga Pengelolaan Berbasiskan Ekosistem
3. mengidentifikasi mekanisme pengelolaan sumberdaya perikanan dan ekosistem terkait
serta menentukan bagaimana proses tersebut dapat terhubung ke aspek budaya Ecosystem
Based Fisheries Management (EBFM).

B. Aspek budaya :
1. masalah tentang perikanan. Mulai dari permasalahan keterbatasan laju peningkatan
sumberdaya perikanan, kapasitas kapal yang berlebihan, over fishing, dan juga
keterbatasan teknologi dalam penangkapan ikan
2. tumpang tindihnya kebijakan hukum pada sektor perikanan yang dipegang oleh tiga
instansi, instansi Departemen Kelautan Dan Perikanan (DKP), Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), serta kepolisian negara RI (POLRI).
3. pengelolaan perikanan yang mampu manampung dan menyeimbangkan berbagai
kebutuhan dan keinginan masyarakat, dengan memperkirakan kebutuhan untuk generasi
mendatang, dalam memanfaatkan barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem
kelautan.

2.4 mengidentifikasi pengelolaan perikanan berbasis Ekosistem Based Management (Ebm) di


Shiretoko, Jepang
a. aspek ekonomi :
1. untuk meningkatkan kebutuhan manusia
2. untuk mempertahankan atau mengembalikan populasi spesies yang dieksploitasi
pada tingkat yang dapat menghasilkan hasil maksimum yang lestari, seperti
kualifikasi oleh faktor lingkungan dan ekonomi. Perlu dicatat bahwa pelestarian
keanekaragaman hayati diakui sebagai salah satu tujuan pengelolaan perikanan
berbasis ekosistem.
b. aspek budaya :
1. kurangnya pemahaman tentang tujuan manajemen yang spesifik menghambat penerapan
pendekatan ekosistem yang memerlukan koordinasi dan kerjasama serta tindakan yang
efektif di tingkat global dan regional antara badan-badan yang relevan
2. Pendekatan ekosistem termasuk dampak kegiatan manusia pada komponen-komponen
ekosistem dan mencoba untuk mengelola aktivitas manusia dalam rangka melindungi
ekosistem. Langkah-langkah yang diambil termasuk yang dibutuhkan untuk melindungi
dan melestarikan ekosistem serta habitat yang rusak, spesies langka atau rapuh, terancam
atau hampir punah dan bentuk lain dari kehidupan laut.

2.5 sistem nasional dan internasional :


untuk di Indonesia sendiri pengelolaan perikanan berbasis ekosistem adalah untuk
menilai dan mengelola dampak ekologi, sosial, dan dampak atau outcome yang terkait
dengan kegiatan perikanan dalam kesatuan ekosistem (Fletcher,2006). Pendekatan
ecosystem based fisheries management (EBFM) untuk pengelolaan sumberdaya
perikanan mungkin merupakan salah satu metode alternatif untuk pengelolaan ekosistem
sumberdaya ikan yang kompleks. The Ecosystem Principles Advisory Panel (EPAP),
menyatakan bahwa EBFM mengemban sedikitnya 4 aspek utama (USA National Marine
Fisheries Service, 1999 dalam Wiyono, 2006) :
1. Interaksi antara target spesies dengan predator, kompetitor dan spesies mangsa.
2. Pengaruh musim dan cuaca terhadap biologi dan ekologi ikan.
3. Interaksi antara ikan dan habitatnya.
4. Pengaruh penangkapan ikan terhadap stok ikan dan habitatnya, khususnya
bagaimana menangkap satu spesies yang mempunyai dampak terhadap spesies
lain di dalam ekosistem.
Sedangkan untuk di Negara Jepang sendiri sistemnya yaitu dengan cara menjaga ekosistem
bawah laut agar tidak tercemar . Shiretoko adalah areal produksi perikanan Jepang yang sangat
terkenal, dan sektor perikanan adalah industri paling penting di sini. Untuk mempertahankan
perikanan yang bertanggung jawab, nelayan lokal telah menerapkan berbagai tindakan otonom di
bawah kerangka kerja co-manajemen berbagai langkah telah dilaksanakan untuk melestarikan
ekosistem yang luar biasa dan mempertahankan struktur dan fungsi ekosistem.
2.6 perbandingan antara pengelolaan perikanan berkelanjutan di Indonesia dan pengelolaan
perikanan berbasis ekonomi based management di shiretoko, Jepang.
Menurut saya, perbandingan pengelolaan perikanan di Indonesia dan Negara Jepang sangat
bagus karena sama – sama ingin meningkatan pengolahan perikanan. Namun di Indonesia itu
sendiri masih kurang karena keterbatasan alat modern untuk pengelolaan ikan itu sendiri dan
kurang mampu dalam menegelola ikan sedangkan Negara jepang sudah mapu untuk mengelola
ikan dengan menggunakan alat modern shingga Negara Jepang sistem perekonomiannya sangat
Bagus di bandingakn Negara Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
Jadi kesimpulannya adalah Definisi Ecosystem Based Fisheries Management menurut
FAO (2004), EBFM diidentifikasikan sebagai pengelolaan perikanan yang mampu
manampung dan menyeimbangkan berbagai kebutuhan dan keinginan masyarakat, dengan
memperkirakan kebutuhan untuk generasi mendatang, dalam memanfaatkan barang dan jasa
yang disediakan oleh ekosistem kelautan.
Pendekatan ecosystem based fisheries management (EBFM) untuk pengelolaan
sumberdaya perikanan mungkin merupakan salah satu metode alternatif untuk pengelolaan
ekosistem sumberdaya ikan yang kompleks.
Tujuan akhir dari EBFM adalah menjaga keutuhan dan kelestarian ekosistem. Sebagai alat
monitoring ekosistem, EBFM kemudian dilengkapi dengan indikator ekologi untuk mengukur
perubahan ekosistem yang dimaksud.
Pada Tahun 2006 Perikanan Berkelanjutan mengacu pada pendekatan ekosistem, namun ada
berbagai penafsiran apakah pendekatan ekosistem adalah sarana untuk pengelolaan perikanan
sebagai bagian dari konservasi dan langkah-langkah perlindungan pada sumberdaya perikanan.
salah satu elemen penting dalam pendekatan ekosistem, yaitu faktor manusia. Pendekatan
ekosistem termasuk dampak kegiatan manusia pada komponen-komponen ekosistem dan
mencoba untuk mengelola aktivitas manusia dalam rangka melindungi ekosistem. Langkah-
langkah yang diambil termasuk yang dibutuhkan untuk melindungi dan melestarikan ekosistem
serta habitat yang rusak, spesies langka atau rapuh, terancam atau hampir punah dan bentuk lain
dari kehidupan laut. untuk mempertahankan atau mengembalikan populasi spesies yang
dieksploitasi pada tingkat yang dapat menghasilkan hasil maksimum yang lestari, seperti
kualifikasi oleh faktor lingkungan dan ekonomi

DAFTAR PUSTAKA

http://msp-antilandu.blogspot.co.id/2012/01/pengelolaan-perikanan-berbasis_20.html

http://industri.kontan.co.id/news/kerjasama-jepang-dan-indonesia-di-sektor-perikanan-
meningkat

Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumbe Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta : Gramedia
Pustaka.

Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: Diterbitkan


atas kerjasama P3R dengan PT. Pustaka Cidesindo

Você também pode gostar