Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Fase Kronis
Fase Kronis
85% pasien dengan CML berada pada tahapan fase kronik pada saat mereka
didiagnosa dengan CML. Selama fase ini, pasien selalu tidak mengeluhkan gejala atau
hanya ada gejala ringan seperti cepat lelah dan perut terasa penuh. Lamanya fase
kronik bervariasi dan tergantung sebearapa dini penyakit tersebut telah didiagnosa dan
terapi yang digunakan pada saat itu juga. Tanpa adanya pengobatan yang adekuat,
penyakit dapat berkembang menuju ke fase akselerasi.
Fase Akselerasi
Pada fase akselerasi hitung leukosit menjadi sulit dikendalikan dan abnormalitas
sitogenik tambahan mungkin timbul. Kriteria diagnosa dimana fase kronik berubah
menjadi tahapan fase akselerasi bervariasi. Kriteria yang banyak digunakan adalah
kriteria yang digunakan di MD Anderson Cancer Center dan kriteria dari WHO.
Kriteria WHO untuk mendiagnosa CML, yaitu :
Pasien diduga berada pada fase akselerasi berdasarkan adanya tanda-tanda yang telah
disebutkan di atas. Fase akselerasi sangat signifikan karena perubahan dan perubahan
menjadi krisis blast berjarak berdekatan.
Krisis blast
Krisis blast adalah fase akhir dari CML, dan gejalanya mirip seperti leukemia
akut, dengan progresifitas yang cepat dan dalam jangka waktu yang pendek. Krisis
blast didiagnosa apabila ada tanda-tanda sebagai berikut pada pasien CML :
Umum Jarang
Asimtomatik Berkeringat
Leukositosis
Gout
Spleen Infark
DIAGNOSIS
Kelainan laboratorium biasanya mula-mula terbatas pada kenaikan hitung
leukosit, yang dapat melebihi 100.000/mm3, dengan semua bentuk sel myeloid
tampak di apus darah. CML sering didapat diagnosanya berdasarkan pemeriksaan
darah, yang mana menunjukkan peningkatan granulosit dari berbagai jenis, termasuk
sel myeloid yang matur. Basofil dan eosinofil biasanya meningkat. Peningkatan ini
dapat menjadi indikasi untuk membedakan CML dari reaksi leukemoid. Biopsi sum-
sum tulang sering dilakukan sebagai evaluasi dari CML.2 Pada pemeriksaan sum-sum
tulang CML ditandai dengan hipercellular di dalam semua fase. Pada fase kronis
terjadi peningkatan terutama hiperplasia dari sel granulocytic (Roberts, dkk, 2006).
Diagnosa utama dari CML diperoleh dari ditemukannya kromosom philadelphia.
Kromosom abnormal yang khas ini dapat didetekesi dari pemerikasaan sitogenetik
rutin, dengan hibridisasi fluoresen in situ atau dengan PCR untuk gen bcr-abl yang
menyatu.
TERAPI
Pada fase kronis CML diterapi dengan inhibitor tyrosine kinase, yang pertama
adalah imatinib mesylate (Gleevec, Glivec). Sebelumnya digunakan antimetabolit
(cytarabine, hydroxyurea), alkalysis agent, interferon alfa 2b, dan steroid, tetapi obat-
obat ini sekarang telah digantikan oleh imatinib. penggunaan Imatinib telah disetujui
oleh FDA Amerika Serikat dan dikhususkan untuk bcr-abl, yang mengaktifkan
penyatuan protein tyrosine kinase yang disebabkan oleh translokasi kromosom
philadelphia. Imatinib ini dapat ditolerir lebih baik dan lebih efektif dibandingkan
terapi sebelumnya. Transplantasi sum-sum tulang juga digunakan sebagai terapi
pilihan untuk CML.
Pada sindrom tumor lysis diberikan hidrasi, alkalinisasi, dan allopurinol. Pada
hiperleukositosis pada CML yang ditandai dengan jumlah leukosit
>200.000/mm3 mulai diberikan hydroxyurea 50-75 mg/kgBB/hari. Imatinib mulai
diberikan setelah diagnosis dari Ph-positif CML telah ditegakkan. Bila terdapat respon
yang kurang memuaskan terhadap Imatinib maka digunakan IFN-α atau IFN-α dan
Ara-C 5×106 unit/m2 per hari secara subcutan atau intramuskular. Hydroxyurea
digunakan untuk menurunkan jumlah leukosit menjadi 10.000-20.000 /mm 3 dan dapat
diturunkan dosisnya secara bertahap dan tidak dilanjutkan kembali (Lawnkowsky,
2006).