Você está na página 1de 3

Nilai-nilai positif yang terkandung dalam Q.

S Al-Baqarah ayat 153

َ‫صابِ ِرين‬ َ َّ ‫ص ََلةِ ۚ ِإ َّن‬


َّ ‫َّللا َم َع ال‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ا ْست َ ِعينُوا بِال‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬

Keutamaan sifat iffah dan sabar


“Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra.: Bahwa sebagian orang Ansar meminta kepada Rasulullah
saw., maka beliau memberi mereka. Kemudian mereka meminta lagi, beliau pun memberi
mereka, sampai ketika telah habis sesuatu yang ada pada beliau, beliau bersabda: Apapun
kebaikan yang ada padaku, maka aku tidak akan menyembunyikannya dari kalian. Barang siapa
menjaga kehormatan diri, maka Allah akan menjaga kehormatan dirinya. Barang siapa yang
merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya. Barang siapa yang bersabar, maka Allah akan
membuatnya sabar. Seseorang tidak diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas
daripada kesabaran.”( HR.MUSLIM No:1745 )
Ibnu Katsir menjelaskan satu prinsip dan kaidah dalam memahami Al Qur’an
berdasarkan ayat ini bahwa meskipun ayat ini bersifat khusus ditujukan kepada Bani Israel
karena konteks ayat sebelum dan sesudahnya ditujukan kepada mereka, namun secara esensi
bersifat umum ditujukan untuk mereka dan selain mereka. Bahkan setiap ayat Al Qur’an,
langsung atau tidak langsung sesungguhnya lebih diarahkan kepada orang-orang yang beriman,
karena hanya mereka yang mau dan siap menerima pelajaran dan petunjuk apapun dari
Kitabullah. Maka peristiwa yang diceritakan Allah Taala tentang Bani Israil, terkandung di
dalamnya perintah agar orang-orang yang beriman mengambil pelajaran dari peristiwa yang
dialami mereka. Begitulah kaidah dalam setiap ayat Al Qur’an sehingga kita bisa mengambil
bagian dari setiap ayat Allah subhanahu wa ta’ala. “Al Ibratu bi ’Umumil Lafzhi La bi Khusus
Sabab. Yang harus dijadikan dasar pedoman dalam memahami Al Qur’an adalah umumnya
lafazh, bukan khususnya sebab atau peristiwa yang melatarbelakanginya.”
Perintah dalam ayat di atas sekaligus merupakan solusi agar umat secara kolektif bisa
mengatasi dengan baik segala kesulitan dan problematika yang datang silih berganti. Sehingga
melalui ayat ini, Allah memerintahkan agar kita memohon pertolongan kepada-Nya dengan
senantiasa mengedepankan sikap sabar dan menjaga shalat dengan istiqamah. Kedua hal ini
merupakan sarana meminta tolong yang terbaik ketika menghadapi berbagai kesulitan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam selaku uswah hasanah, telah memberi contoh yang
konkrit dalam mengamalkan ayat ini. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dijelaskan bahwa, “Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila
menghadapi suatu persoalan, beliau segera mengerjakan shalat.”
Huzaifah bin Yaman menuturkan, “Pada malam berlangsungnya perang Ahzab, saya
menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sementara beliau sedang shalat seraya
menutup tubuhnya dengan jubah. Bila beliau menghadapi persoalan, maka beliau akan
mengerjakan shalat.” Bahkan Ali bin Abi Thalib menuturkan keadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam pada perang Badar, “Pada malam berlangsungnya perang Badar, semua kami tertidur
kecuali Rasulullah, beliau shalat dan berdo’a sampai pagi.”
Dalam riwayat Ibnu Jarir dijelaskan bagaimana pemahaman sekaligus pengamalan
sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadap ayat ini. Diriwayatkan bahwa ketika
Ibnu Abbas melakukan perjalanan, kemudian sampailah berita tentang kematian saudaranya
Qatsum, ia langsung menghentikan kendaraanya dan segera mengerjakan shalat dua raka’at
dengan melamakan duduk. Kemudian ia bangkit dan menuju kendaraannya sambil membaca,
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”
Secara khusus untuk orang-orang yang beriman, perintah menjadikan sabar dan shalat
sebagai penolong ditempatkan dalam rangkaian perintah dzikir dan syukur. “Karena itu, ingatlah
kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepadaKu dan
janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa bersama
dengan orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah: 152-153). Dalam kaitan dengan dzikir,
menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong adalah dzikir. Siapa yang berdzikir atau
mengingat Allah dengan sabar, maka Allah akan mengingatnya dengan rahmat.
Masih dalam konteks orang yang beriman, sikap sabar yang harus selalu diwujudkan
adalah dalam rangka menjalankan perintah-perintah Allah Taala, karena beban berat yang
ditanggungnya akan terasa ringan jika diiringi dengan sabar dan shalat. Ibnul Qayyim
mengkategorikan sabar dalam rangka menjalankan perintah Allah Taala termasuk sabar yang
paling tinggi nilainya dibandingkan dengan sabar dalam menghadapi musibah dan persoalan
hidup.
Syaikh Sa’id Hawwa menjelaskan dalam tafsirnya, Al Asas fit Tafasir kenapa sabar dan
shalat sangat tepat untuk dijadikan sarana meminta pertolongan kepada Allah Taala. Beliau
mengungkapkan bahwa sabar dapat mendatangkan berbagai kebaikan, sedangkan shalat dapat
mencegah dari berbagai perilaku keji dan munkar, disamping juga shalat dapat memberi
ketenangan dan kedamaian hati. Keduanya (sabar dan shalat) digandengkan dalam kedua ayat
tersebut dan tidak dipisahkan, karena sabar tidak sempurna tanpa shalat, demikian juga shalat
tidak sempurna tanpa diiringi dengan kesabaran. Mengerjakan shalat dengan sempurna
menuntut kesabaran dan kesabaran dapat terlihat dalam shalat seseorang.
Lebih rinci, Syaikh Sa’id Hawwa menjelaskan sarana lain yang terkait dengan sabar dan
shalat yang bisa dijadikan penolong. Puasa termasuk ke dalam perintah meminta tolong dengan
kesabaran karena puasa adalah separuh dari kesabaran. Sedangkan membaca Al Fatihah dan
doa termasuk ke dalam perintah untuk meminta tolong dengan shalat karena Al Fatihah itu
merupakan bagian dari shalat, begitu juga dengan do’a.
Memohon pertolongan hanya kepada Allah merupakan ikrar yang selalu kita lafadzkan
dalam setiap shalat kita, “Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMulah kami
mohon pertolongan.” Agar permohonan kita diterima oleh Allah, tentu harus mengikuti tuntunan
dan petunjuk-Nya. Salah satu dari petunjuk-Nya dalam memohon pertolongan adalah dengan
sentiasa bersikap sabar dan memperkuat hubungan yang baik dengan-Nya dengan menjaga
shalat yang berkualitas. Disinilah shalat merupakan cerminan dari penghambaan kita yang tulus
kepada Allah.
Esensi sabar menurut Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dapat dilihat dari dua hal:
Pertama, sabar karena Allah atas apa yang disenangi-Nya, meskipun terasa berat bagi jiwa dan
raga. Kedua, sabar karena Allah atas apa yang dibenci-Nya, walaupun hal itu bertentangan
keinginan hawa nafsu. Siapa yang bersikap seperti ini, maka ia termasuk orang yang sabar yang
Insya Allah akan mendapat tempat terhormat.
Betapa kita sangat membutuhkan limpahan pertolongan Allah dalam setiap aktivitas dan
persoalan kehidupan kita. Adalah sangat tepat jika secara bersama-sama kita bisa
mengamalkan petunjuk Allah dalam ayat di atas agar permohonan kita untuk mendapatkan
pertolongan-Nya segera terealisir. Amin.

Você também pode gostar