Você está na página 1de 4

1.

Anatomi sinus paranasal


Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak
di sekitar hidung dan mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui
ostiumnya. Ada 3 pasang sinus yang besar yaitu sinus maksila, sinus frontal
dan sinus sfenoid kanan dan kiri, dan beberapa selsel kecil yang merupakan
sinus etmoid anterior dan posterior. Sinus maksila, sinus frontal dan sinus
etmoid anterior termasuk kelompok sinus anterior dan bermuara di meatus
media, sedangkan sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid merupakan
kelompok sinus posterior dan bermuara di meatus superior (Walsh, 2006).
1) Sinus Maksilaris
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya
adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya adalah
dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan
dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus
maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke
hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Dari segi klinik, yang perlu
diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga
gigi taring (C) dan gigi molar (M3), bahkan akar-akar gigi tersebut dapat
menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drainase hanya tergantung dari gerakan silia, lagipula drainase juga harus
melalui infundibulum yang sempit (Walsh et al, 2006).
Identifikasi endoskopik sinus maksila adalah melalui ostium alami sinus
maksila yang terdapat di bagian posterior infundibulum. Ostium sinus
maksila biasanya berbentuk celah oblik dan tertutup oleh penonjolan
prosesus unsinatus dan bula etmoid. Sisi anterior dan posterior dari ostium
sinus maksila adalah fontanel dan terletak di sebelah inferior lamina
papirasea. Sinus maksila dapat ditembus dengan relatif aman pada daerah
sedikit ke atas konka inferior dan didekat fontanel posterior (Nizar, 2000).
2) Sinus Ethmoidalis
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan
akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokal
infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa, bentuk sinus etmoid
seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Sinus etmoid
berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi (Stammberger,
1993).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior
yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara
di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecilkecil dan
banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior
konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel
sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan
terletak di posterior dari lamina basalis. Di bagian terdepan sinus etmoid
anterior ada bagian sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan
dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di
daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut
infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Peradangan
resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di
infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila (Walsh, 2006).
3) Sinus Frontalis
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke
empat fetus. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10
tahun dan akan mencapai usia maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus
frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada
lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang
lebih 15 % orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang
lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang (Walsh, 2006).
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk.
Tidak adanya gambaran septum-septum dinding sinus pada foto Rontgen
menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari
sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase
melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan
dengan infundibulum etmoid (Kennedy, 2006).
4) Sinus Sphenoidalis
Sinus sphenoidalis berbentuk seperti tonjolan yang terletak di lateral
septum nasi. Jika sinus sfenoid telah dibuka dan bagian dinding anterior
diangkat maka akan tampak konfigurasi khas dari bagian dalam sinus
sfenoid yang terdiri dari tonjolan sela tursika, kanalis optikus dan indentasi
dari arteri karotis. Sinus sfenoid mengalirkan sekretnya ke dalam meatus
superior bersama dengan etmoid posterior (Nizar, 2000).

Sinus Paranasal
Walsh WE.,Kern RC. In : Head and Neck Surgery-Otolaryngology, Vol I, 4th Ed.
Byron J.Bailey, Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins,pp : 307-318.
Nizar NW. 2000. Anatomik Endoskopik Hidung Sinus Paranasal dan Patofiologi
Sinusitis.
Kennedy DW, Lee JT, 2006, Endoscopic Sinus Surgery, in Head and Neck
SurgeryOtolaryngology, Vol I, Fourth Edition, ByronJ.Bailey Lippincott
Wiliams and Wilkins, Philadelphia,459-75
Stammberger et al, 1993. Endoscopic Anatomy of Lateral Nasal Wall and
Ethmoidal Sinuses. In : Essentials of Functional Endoscopic Sinus Surgery.
Mosby. USA. p. 13-42

Você também pode gostar