Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi
ekuitas dana. Belanja daerah merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka
mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya
dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan
pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan
perundangundangan.
1. Perencanaan Belanja Daerah Perencanaan belanja yang baik ditandai dengan: a. adanya
koherensi antara perencanaan belanja dalam APBD dengan dokumen perencanaan daerah; b.
adanya standar satuan harga (SSH) yang merupakan standar biaya per unit input; C. adanya
Analisis Standar Belanja (ASB) untuk menentukan kewajaran belanja suatu program atau
kegiatan; d. adanya Harga Perkiraan Sendiri (Owner Estimate) untuk menentukan kewajaran
belanja modal yang pengadaannya ditenderkan; e. rendahnya tingkat senjangan anggaran belanja
(budgetary slack). Pengeluaran daerah yang direncanakan harus memiliki keterkaitan logic
dengan dokumen perencanaan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renja SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD). Pengeluaran anggaran harus mencerminkan pencapaian visi, misi, tujuan, dan strategi
pembangunan daerah.Konsistensi dan koherensi antara anggaran dengan dokumen perencanaan
daerah penting untuk menciptakan harmonisasi antara kebijakan belanja dengan operasionalisasi
belanja.
Bagusnya perencanaan belanja daerah juga ditandai dengan rendahnya senjangan anggaran
belanja. Senjangan belanja anggaran adalah adanya selisih antara anggaran belanja yang diajukan
dengan kebutuhan belanja yang sesungguhnya diperlukan. Pada umumnya satuan kerja akan
mengajukan anggaran belanja lebih besar dari kebutuhan riilnya. Bahkan jika tidak dibatasi oleh
plafon anggaran, satuan kerja akan mengajukan anggaran setinggi-tingginya. Sebagai contoh,
untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan target kinerja tertentu, satuan kerja menganggarkan
sebesar Rp 10 juta. Padahal sesungguhnya satuan kerja tersebut mampu melaksanakan kegiatan
tersebut cukup dengan anggaran Rp 8 juta. Dengan demikian terjadi budgetaryslack positif
sebesar Rp 2 juta. Budgetary slack memang tidak dapat dihilangkan sama sekali, namun dapat
dikurangi. Untuk mengurangi fenomena budgetary slack tersebut dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan partisipasi dalam perencanaan anggaran, meningkatkan peran DPRD dalam
pengawasan perencanaan anggaran, meningkatkan koordinasi anggaran oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah, menguji rencana kerja dan anggaran (RKA-SKPD) yang diajukan dengan
satuan standar harga, analisis standar belanja, dan pengujian kewajaran komponen belanja.