Você está na página 1de 31

DOSEN PENGAMPUH : PROF. SOENARTO, PH.D & DR.

NUCHRON

PENGKAJIAN DAN PENERAPAN


TEKNOLOGI
LAPORAN OBSERVASI PROSES PENGAWETAN
BAMBU
(Pengawetan pada Industri CV. Sahabat Bambu)

Penyusun :
Wisnu Rachmad Prihadi / 13702251002

PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan material bangunan setiap tahunnya semakin

meningkat, contohnya yaitu kebutuhan berupa material kayu yang semakin

langkah dan menjadi barang mewah. Akibat peningkatan jumlah penduduk

menyebabkan terjadinya pergeseran lahan, yang awalnya lahan pertaniaan

menjadi lahan pemukiman. Hal serupa terjadi pada luas lahan hutan yang

semakin lama semakin berkurang. Berdasarkan data dari dinas kehutanan

tahun 2012 terlihat luas tutupan hutan pada tahun 1985 sebesar 120 juta

Ha berkurang pada tahun 2000 menjadi 80 juta Ha, dan diprediksi pada

tahun 2020 luas hutan tinggal 16 juta Ha, hanya tersisa 10% (sumber :

WALHI). Akibat berkurangnya luas hutan akan berdampak pada

penyediaan material kayu sebagai bahan bangunan, sehingga diperlukan

solusi untuk mengatasi hal tersebut.

Bambu merupakan material yang banyak dijumpai di Indonesia.

pertumbuhan bambu sangat cepat yaitu pada umur 3-5 tahun sudah dapat

dipanen, jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan material kayu. Bambu

dapat tumbuh di berbagai lahan. Masyarakat Indonesia telah familiar

dengan tanaman bambu hal ini dapat dilihat dari perabot rumah tangga

yang digunakan, dan pada bangunan rumah tradisional.


Bambu memiliki banyak keunggulan diantaranya perkembangan yang

begitu cepat, mudah didapat, mudah dalam pembudidayaan, memiliki

kesan natural. Namun banyaknya keunggulan tersebut bambu juga

memiliki kekurangan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat diantaranya

sambungan yang sulit pada bambu artinya tergantung kekuatan yang

dimiliki tukang, dan waktu pengikatan yang dilakukan, material yang tidak

tahan lama, bentuk yang tidak seragam, dan pandangan di masyarakat

terkait bahan bambu yang meruapakan bahan kelas dua (termarjinalkan).

Industri yang bergerak terkait pengolahan bambu di Indonesia masih

sedikit. Padahal hampir di seluruh Indonesia terdapat tanaman bambu. CV

Sahabat Bambu merupakan salah satu industri yang berada di Yogyakarta

yang fokus terhadap pengolahan bambu mulai dari penanaman,

pengolahan (pengawetan) hingga konstruksi material bambu.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah


1. Mengetahui dan memahami tentang karakteristik material bambu
2. Mengetahui, memahami dan dapat mengaplikasikan teknik/ metode
yang digunakan dalam pengolahan dan pengawetan material bambu
yang dilakukan pada industri sahabat bambu.
3. Mengetahui, memahami dan dapat mengaplikasikan berbagai macam
hasil olahan dari material bambu yang dilakukan pada industri sahabat
bambu.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Material Bambu

Material bambu telah dikenal oleh masyarakat sejak dimulainya


peradaban dan telah digunakan sebagai bahan keperluan sehari-hari mulai
dari bahan makanan, peralatan rumah tangga, kerajinan, dan bahan
bangunan yang mereka tempati. Tanaman bambu di Indonesia dapat
ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 300
m di atas permukaan laut, dan umumnya dapat tumbuh di berbagai
tempat seperti tempat terbuka/ halaman yang daerahnya bebas dari
genangan air.
Bambu memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain
batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk
dan mudah dikerjakan serta ringan. Selain itu bambu juga relatif murah
bila dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak dan mudah
ditemukan di seluruh daerah di Indonesia. Setidaknya kurang lebih 1.000
species bambu dalam 80 genera, sekitar 200 species dari 20 genera
ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja, 1995), sedangkan di
Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis.

Beberapa kelebihan bambu jika dipergunakan untuk komponen

bangunan

 Merupakan bahan yang dapat diperbaharui/ sustainable material (3-


5 tahun sudah dapat dipanen)
 Jumlahnya melimpah dikarenakan pertumbuhan yang cepat
 Harga yang relative murah dan pengerjaannya tidak memerlukan
peralatan khusus, cukup dengan peralatan sederhana pada kegiatan
pembangunan.
 Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi (beberapa jenis bambu
melampaui kuat tarik baja mutu sedang), ringan, berbentuk pipa
beruas sehingga cukup lentur untuk dimanfaatkan sebagai
komponen bangunan rangka.
 Rumah dari bambu cukup nyaman ditempati, dan memiliki kesan
tradisional dan arsitektur
 Berat struktur yang relative cukup ringan sehingga biaya konstruksi
menjadi murah karena jumlah struktur yang diperlukan sedikit
untung menahan beban.
 Tahan terhadap gempa, dikarenakan massa struktur yang ringan,
sistem sambungan, memiliki kuat tarik yang tinggi
Namun selain memiliki kelebihan material bambu juga terdapat
kelemahan yaitu dalam penggunaan kadang-kadang menemukan beberapa
keterbatasan sebagai bahan bangunan yaitu faktor yang sangat
mempengaruhi bambu adalah, sifat fisik bambu (bulat) yang agak
menyulitkan dalam pengerjaannya secara mekanis, variasi dimensi dan
panjang ruas yang tidak seragam serta mudah diserang oleh organisme
perusak seperti bubuk, rayap dan jamur.
Bila dilihat dari struktur morfologi secara mikroskopis dari material
bambu maka akan terlihat berbeda dengan morfologi yang dimiliki pada
material kayu. Bambu memiliki lapisan luar yang lebih kuat bila
dibandingkan dengan lapisan dalam, hal ini dikarenakan serat (fiber) yang
dimiliki pada lapisan luar lebih rapat dan lebih banyak, berbeda dengan
pada lapisan dalam, sedangkan pada kayu serat berdasarkan lingkaran
tahun yang dimiliki dan cenderung seragam dan stabil, sebagaimana
ditunjukkan gambar dibawah ini.

Gambar 1. Perbandingan serat yang dimiliki material bambu dan material


kayu

Bambu sebelum di gunakan sebagai material pada bangunan perlu


diperhatikan sifat fisik dan mekanik yang dimiliki berdasarkan hasil
pengujian. Terdapat dua macam ketika pengujian bambu yang sering di
perhatikan dan akan berpengaruh terhadap kekuatan yang dimiliki dari
bambu yaitu sifat fisik dan sifat mekanik. Penjelasan dari masing-masing
sebagai berikut
1. Sifat Fisik bambu
Yang perlu diperhatikan pada sifat fisik material bambu adalah kadar
air (kembang susut) yang dimiliki dari material bambu. Bambu yang
digunakan untuk bangunan harus dipilih yang kering dengan kadar air
12%, hal ini dikarenakan apabila bambu memiliki kadar air yang tinggi
maka akan memberikan kesempatan mikro organism untuk tumbuh seperti
jamur, dll. Berat jenis bambu berbeda-beda tergantung jenis bambu dan
bagian mana yang ditinjau. Berat jenis akan mengalami penurunan sesuai
proses pengeringan. Material Bambu sama seperti material kayu sangat
rentan terhadap fenomena kembang susut dimana mengembang pada
saat musim hujan dimana kelembapan tinggi, dan menyusut apabila
terkena sinar matahari (panas). Oleh karena itu perlunya diketahui dari
masing-masing jenis terkait kembang susut material bambu. Akibat yang
ditimbulkan apabila hal ini terjadi maka akan menyebabkan bambu
menjadi pecah yang membahayakan struktur bangunan.

Gambar 2. Perbandingan antara kadar air dan lamanya proses pengeringan

Oleh karena itu sebelum bambu di gunakan sebagai bahan


bangunan Bambu haruslah diketahui keadaan kembang dan susut dengan
cara memprediksi berdasarkan grafik diatas perbandingan kadar air yang
dimiliki dengan hari setelah pemanenan.
2. Sifat Mekanik
Sifat mekanik material bambu ditinjau dari kekuatan geser, kekuatan
tarik, kekuatan tekan, kekuatan lentur. kekuatan gese yaitu kekuatan
bambu dalam hal menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu
bergeser . batang tanpa ruas memiliki kekuatan geser 50% lebih tinggi
dari pada bagian beruas. kekuatan tarik yaitu kekuatan bambu menahan
gaya-gaya tarik berbeda-beda pada bagian dinding batang luar maupun
dalam, garis tengah batang dan bagian batang yang digunakan. Kekuatan
tekan adalah kekuatan bambu untuk menahan gaya tekan berbeda pada
bagian ruas dan bagian antara ruas batang bambu. Kekuatan lentur yaitu
kekuatan bambu menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan
batang bambu atau menahan beban mati atau hidup. untuk mengetahui
kekuatan dari masing-masing maka dapat dilakukan pengujian
sebagaimana pada gambar berikut ini.

Gambar 3. Pengujian tekan Gambar 4. Pengujian tarik specimen


material bambu (bambu) untuk mengetahui nilai kuat
tarik
Gambar 5. Perbandingan tegangan dan regangan antara material bahan
bangunan
Selain keunggulan yang dimiliki dari material bambu berupa sifat fisik
dan mekanis bambu memiliki keuntungan apabila dilakukan budidaya
secara professional, mulai dari penanaman, pola tanam, cara penebangan
hingga penanganan pasca panan maka material bambu memiliki nilai
ekonomis yang lebih cepat dan konservatif terhadap lingkungan sebagai
wujud dalam mengurangi efek global warming bila dibandingkan dengan
kayu, sehingga kerusakan hutan akibat pemenuhan kebutuhan material
bahan bangunan dapat dikurangi. Sebagaimana yang di ilustrasikan pada
gambar berikut

Gambar 6. perbandingan keuntungan penggunaan material bambu


dibandingkan dengan material kayu
B. Metode Pengawetan Bambu

Pengawetan bambu bertujuan untuk menaikkan umur pakai dan nilai


ekonomis bambu. Apapun spesies bambunya, pengawetan tetap perlu
dilakukan. Bagi masyarakat pengawetan bambu biasanya jarang dilakukan.
hal ini dikarenakan berbagai alasan diantaranya : kurangnya pengetahuan
tentang teknik pengawetan, kurangnya fasilitas untuk metode perlakuan
tertentu dan ketersediaan bahan kimia (pengawet), keraguan terhadap
manfaat pengawetan bambu serta kurangnya permintaan pasar terhadap
bambu awetan dan juga metode pengawetan bambu yang baku (standar)
belum ada.
Secara umum terdapat 2 jenis metode pengawetan bambu, yaitu:
metode non-kimia dan metode kimia. Metode nonkimia (tradisional) telah
digunakan sejak lama di daerah pedesaan. Kelebihan metode ini yaitu:
tidak membutuhkan biaya dan dapat dilakukan sendiri tanpa penggunaan
alat-alat khusus. Metode non-kimia, misalnya: curing, pengasapan,
pelaburan, perendaman dalam air dan perebusan.
Sedangkan pada metode pengawetan menggunakan bahan kimia
biasanya menggunakan bahan pengawet. Bahan pengawet yang terkenal
adalah Copper-Chrrome-Arsenic (CCA). Metode kimia relatif mahal tetapi
menghasilkan perlindungan yang lebih baik. Keberhasilan metode ini
sangat tergantung pada ketepatan konsentrasi larutan pengawet yang
diberikan. Metode kimia misalnya: metode Butt Treatment, metode tangki
terbuka, metode Boucherie, dan fumigasi (dengan senyawa metilbromida).
Metode ini tidak selalu ekonomis. Penggunaan metode kimia - dalam skala
besar telah digunakan di beberapa negara diantaranya India, Taiwan dan
Jepang. Metode kimia yang sederhana lebih tepat diterapkan di desa-desa
yang terletak jauh dari pusat industri.
Tingkat keberhasilan pengawetan bambu dengan metode kimia
tergantung dari beberapa faktor, yaitu: (1) kondisi fisik bambu sebelum
diawetkan, (2) berat jenis bambu, (3) umur bambu, (4) musim, (5) jenis
bahan pengawet, (6) posisi dan ukuran bambu. Bambu segar lebih mudah
diberi perlakuan di banding bambu yang sudah kering. Makin tinggi berat
jenis bambu, makin sulit diawetkan karena ikatan pembuluhnya makin
rapat dan kandungan serabutnya makin banyak. Makin tua umur bambu,
kadar airnya makin turun sehingga bambu makin sulit diawetkan. Metode
kimia lebih baik diterapkan pada musim hujan. Penetrasi pengawet akan
lebih baik bila digunakan senyawa garam yang larut dalam air.
Beberapa metode pengawetan bambu yang dapat diterapkan adalah

sebagai berikut :

1. Curing

Mula-mula batang bambu dipotong pada bagian bawah tetapi cabang


dan daunnya tetap disisakan. Kemudian, selama waktu tertentu
rumpun bambu tersebut disimpan di dalam ruang khusus. Karena
proses asimilasi daun masih berlangsung, kandungan pati ruas bambu
akan berkurang. Akibatnya, ketahanan bambu terhadap serangan
kumbang bubuk meningkat. Tetapi, metode ini tidak berpengaruh
terhadap serangan jamur atau rayap.
2. Pengasapan

Bambu diletakkan di atas rumah perapian (tungku) selama waktu


tertentu sampai pengaruh asap menghitamkan batang bambu. Proses
pemanasan menyebabkan terurainya senyawa pati dalam jaringan
parenkim. Di Jepang, bambu mentah disimpan dalam ruang pemanas
pada suhu 120 - 150oC selama 20 menit. Perlakuan ini cukup efektif
untuk mencegah serangan serangga. Efek negative metode ini adalah
kemungkinan terjadinya retak yang dapat mengurangi kekuatan
bambu.

Gambar 7. Pengeringan batang bambu dengan pengasapan

keterangan :
a = palung diisi batang bambu
b = batu untuk menjaga kestabilan palung
c = permukaan larutan bahan pengawet
d = batu sebagai beban batang bambu agar tenggelam
e = penutup/ lembaran plastic untuk melindungi dari air hujan
f = batu untuk merapatkan penutup/ lembaran plastic
g = batang melintang sebagai alas batang bambu
h = bahan pengawet yang menetes kedalam palung

3. Pelaburan

Metode ini lebih ditujukan untuk mendapatkan efek hiasan ketimbang


manfaat pengawetannya. Batang bambu untuk konstruksi perumahan
dilaburi dengan kapur tohor (Ca[OH]2). Tujuannya untuk
memperlambat penyerapan air, sehingga daya tahan bambu terhadap
jamur menjadi lebih tinggi. Efektivitas metode ini masih perlu
dibuktikan, terutama menyangkut pengaruh senyawa alkali terhadap
kekuatan bambu. Di daerah pedesaan, metode ini mengalami
modifikasi. Bambu dilaburi dahulu dengan ter lalu diperciki dengan
debu halus. Segera setelah debu melekat dan ter kering, dilakukan
pelaburan dengan kapur tohor sampai 4 kali. Metode pelaburan lain
yang biasa dilakukan rakyat adalah penurapan (pemlesteran) bambu
dengan menggunakan campuran kotoran sapi dengan kapur atau
adukan semen. Dewasa ini, bambu yang digunakan sebagai tiang
pancang untuk bangunan terlebih dahulu dilumuri dengan ter lalu
dililitkan dengan anyaman sabut kelapa

4. Perendaman dalam Air


Perendaman bambu dalam air adalah salah satu metode pengawetan
tradisional yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat pedesaan.
Perendaman menyebabkan penurunan kandungan pati bambu. Bambu
mengandung pati relatif tinggi misalnya bambu ampel, sedangkan
bambu apus kadar patinya relatif rendah. Tujuan akhir perendaman
adalah menekan serangan kumbang bubuk. Metode ini lebih cocok
diterapkan pada bambu yang digunakan untuk bahan bangunan. Waktu
perendaman yang dianjurkan sebaiknya tidak lebih dari 1 bulan.

Gambar 8. Perendaman batang bambu dalam palungan

keterangan :
a = palung diisi batang bambu
b = batu untuk menjaga kestabilan palung
c = permukaan larutan bahan pengawet
d = batu sebagai beban batang bambu agar tenggelam
e = penutup/ lembaran plastic untuk melindungi dari air hujan
f = batu untuk merapatkan penutup/ lembaran plastic
5. Perebusan
Perebusan bambu pada suhu 55-60oC selama 10 menit akan
menyebabkan pati mengalami gelatinisasi sempurna, yaitu menjadi
amilosa yang larut dalam air (Matangaran, 1987). Perebusan pada
100oC selama 1 jam cukup efektif untuk mengurangi serangan
kumbang bubuk. Metode ini - di samping metode pengasapan -
pemanasan dan perebusan dengan air kapur - tidak populer karena
kurang efektif.

6. Metode Butt Treatment


Bagian bawah batang bambu yang baru dipotong diletakkan di dalam
tangki yang berisi larutan pengawet. Cabang dan daun pada batang
tetap disisakan. Larutan pengawet tersebut akan mengalir ke dalam
pembuluh batang karena proses transpirasi daun masih berlangsung.
Karena prosesnya memakan waktu yang lama, metode ini hanya tepat
diterapkan pada batang bambu yang pendek dan berkadar air tinggi

Gambar 9. Metode Butt Treatment


7. Metode Tangki Terbuka
Metode ini termasuk metode yang ekonomis, sederhana serta
memberi efek perlindungan yang baik. metode ini tidak memerlukan
teknik instalasi yang rumit. Batang dengan ukuran tertentu, direndam
selama beberapa hari dalam campuran yang terdiri dari air dan larutan
bahan pengawet (borax). Penggunaan bambu yang telah dibelah dapat
mengurangi lama perendaman sebanyak satu setengah kali (1½ kali).
konsentrasi larutan pengawet yang digunakan untuk bambu yang baru
dipotong harus lebih tinggi dibandingkan bambu yang telah dikeringkan
dengan penganginan. Lama perendaman tergantung pada jenis bahan
pengawet yang digunakan dan spesies bambu dan kondisi batang.

Gambar 10. Proses pengawetan bambu menggunakan


metode tangki terbuka
8. Metode Bouncherie
Cara pengawetan bambu dengan metode bouncherie yaitu mula-mula
bambu dipotong menurut ukuran tertentu. kemudian bambu
dimasukkan ke dalam mesin Boucherie, melalui bagian khusus mesin ini
cairan pengawet dengan konsentrasi tertentu dialirkan masuk kedalam
bambu dengan tekanan 0,8 – 1,5 kg/m2 . Proses tersebut dianggap
selesai bila konsentrasi cairan yang keluar dari bambu sama dengan
konsentrasi bahan pengawet di tambah konsentrasi air.

Gambar 11. Proses pengawetan Gambar 12. Proses pengawetan


boucherie menggunakan grafitasi boucherie dilengkapi dengan pompa
udara

9. Metode Vertical Soak Difution (VSD)


Cara penerapan metode ini yaitu bambu segar yang baru ditebang,
didirikan terbalik pada ujung bambu bagian atas, dimasukkan tabung
yang berisi bahan pengawet kimia atau dapat juga minyak solar.
Tujuannya gaya grafitasi minyak solar atau bahan kimia lainnya akan
mendesak keluarnya cairan yang terkandung dalam batang bambu.
Proses ini memakan waktu satu minggu.
C. Contoh Perbandingan Bambu yang Diawetkan dengan yang tidak

Berikut ini hasil pengujian antara bambu yang di beri perlakuan berupa

diawetkan dengan yang tidak. Keterangan sampel benda uji merupakan

dan perlakuan yang diberikan adalah

jenis bambu : Bambu petung hitam


ukuran : panjang 2 m, diameter 90 mm
perlakuan yang diberikan : diawetkan selama 14 hari menggunakan
metode diffusion
pengujian : Bambo dimasukkan kedalam tanah
sedalam 45 cm
durasi waktu : 8 bulan
Bambu yang di awetkan Bambu tidak diawetkan

Gambar 13. bambu petung yang diberi Gambar 14. bambu petung yang
pengawetan tidak diberi pengawetan
Gambar 15. Bambu petung yang diberi Gambar 16. Bambu petung yang
pengawetan tidak terdapat lubang tidak diberi pengawetan mengalami
setelah diberi perlakuan kerusakan dan keropos

Gambar 17. detail bagian bawah Gambar 18. Detail bagian bawah
bambu petung yang diberi pengawetan bambu petung yang tidak diberi
pengawetan
BAB III
PEMBAHASAN

A. Hasil Observasi
1. Profil CV Sahabat bambu

CV Sahabat bambu merupakan salah satu industri yang bergerak


dalam usaha pengawetan dan penjualan materal bambu yang berlokasi di
Jalan Cangkringan km. 3,3 Sleman, Yogyakarta. Produk utama yang
dihasilkan dari industri ini berupa bambu awet yaitu batang bambu yang
telah mengalami proses pengawetan dengan larutan garam borates, bahan
pengawet yang ramah lingkungan, aman dan terbukti efektif melindungi
bambu dari serangan kumbang bubuk dan rayap sehingga bambu menjadi
awet digunakan hingga puluhan tahun. Selain penjualan bambu yang telah
diawetkan sahabat bambu menyediakan jasa konstruksi khusus bangunan
bambu, desain khusus bangunan bambu, pelatihan budidaya tanaman
bambu, pengolahan bambu berupa pengawetan, pembuatan furniture dan
alat-alat kerajinan.
Latar belakang pendirian Sahabat bambu memulai usaha pengawetan
bambu melihat kenyataan akan berlimpahnya sumber daya bambu di
Indonesia. Dimana dari sekitar 1.250 jenis bambu di dunia, 140 jenis atau
11% terdapat di Indonesia yang merupakan spesies asli Indonesia.
Umumnya masyarakat di Indonesia telah familiar dan sudah lama
memanfaatkan material bambu seperti untuk keperluan bangunan rumah,
perabot, alat pertaniaan, kerajinan, alat music, dan bahan makanan
(rebung). Namun melihat kenyataan tersebut bambu belum menjadi
prioritas pengembangan dan masih dilihat sebagai “bahan milik kaum
miskin yang cepat rusak”. Padahal material ini bambu memiliki potensi
yang belum dimaksimalkan. Hadirnya usaha Sahabat Bambu mengangkat
citra bambu dengan menghasilkan produk bambu menjadi lebih
berkualitas, indah, kuat dan tahan lama. Dengan metode pemanenan yang
benar, dan proses pengawetan menjadikan kelemahan dari material
bambu menjadi material yang unggul bila dibandingkan dengan material
kayu, yang mana harga kayu setiap taunnya mengalami peningkatan
sehingga diperlukan material untuk bisa menggantikan dari material kayu.

2. Proses Pengawetan Bambu di CV Sahabat bambu

Material bambu harus diawetkan hal ini dikarenakan Bambu adalah


material alami organik. Di iklim tropis yang dengan kelembaban tinggi
seperti Indonesia, tanpa pengawetan bambu hanya dapat bertahan kurang
dari tiga tahun. Tidak seperti kebanyakan kayu keras, bambu memiliki
kandungan gula yang tinggi yang merupakan makanan alami kumbang
bubuk dan serangga bor lainnya. Kerusakan biologis bambu dapat
mengurangi nilai estetis, kekuatan dan daya guna bambu, bahkan bubuk
yang keluar dari bambu yang terserang dapat menggangu kesehatan.
Kerusakan dapat menyebabkan pelapukan, retak, pecah dan yang paling
buruk dapat menyebabkan bangunan bambu menjadi rubuh.
Pengawetan menjadi sangat penting jika bambu digunakan untuk
keperluan struktur bangunan karena berkaitan dengan keamanan.
Bangunan atau interior bambu yang diharapkan berdiri lebih dari tiga
tahun sudah seharusnya mempertimbangkan menggunakan bambu yang
telah diawetkan. Berbagai jenis dan ukuran bambu dapat diawetkan,
diantaranya jenis petung, wulung, apus, dan legi.
Manfaat dan tujuan pengawetan adalah: 1) Memperpanjang usia
komponen bambu, 2) Mencegak kerusakan, 3) Mempertahankan kekuatan
dan stabilitas bangunan, 4) Meningkatkan nilai estetis serta, 5) Memberi
nilai tambah lain seperti lebih tahan terhadap api (berdasarkan penelitian,
bambu yang diawetkan dengan borates memiliki tingkat "fire retardant"
yang lebih tinggi dari pada yang tidak diawetkan.
Berikut ini penjelasan proses pengawetan bambu yang dilakukan CV
Sahabat Bambu dimana dengan dilatar belakangi isu dan kenyataan di
masyarakat terkait ketahanan material bambu. Sehingga mengakibatkan
konsumen jera menggunakan produk bambu karena cepat rusak dimakan
kumbang bubuk. Oleh karena itu CV Sahabat Bambu hadir untuk
mengatasi masalah keawetan material bambu dengan motto “Bukan
Bambu Namanya Jika Tidak Diawetkan!”. Metode pengawetan yang
digunakan oleh CV Sahabat Bambu dalam mengawetkan bilah-bilah bambu
adalah dengan metode Vertical Soak Diffusion (VSD) menggunakan larutan
borate yang telah teruji keampuhannya memperpanjang umur bambu
hingga puluhan tahun. Sahabat Bambu memiliki dua fasilitas pengawetan
dengan rincian sistem Vertical Soak Diffusion (VSD) berkapasitas 4.000
bambu per bulan dan sistem pengawetan pressure tank dengan kapasitas
6.000 bambu per bulan.
Penggunaan sistem Vertical Soak Diffusion (VSD) yang menggunakan
bahan pengawet yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan,
sehingga material bangunan tidak menimbulkan efek samping bagi
pengguna. Sistem VSD awal mulanya dikembangkan oleh EBF Bali.
Metode VSD terbukti efektif melindungi bambu dari serangan kumbang
bubuk dan rayap hingga puluhan tahun hal ini dapat dilihat pada
pembangunan Green School di desa Sibang kaja, Bali, yang hingga sat ini
masih tetap tahan berdiri (5 tahun).
Proses pengawetan menggunakan VSD yaitu, Langkah pertama dalam
melakukan pengawetan bambu adalah dengan menyiapkan alat, bahan,
dan tempat yang diperlukan dalam berlangsungnya proses pengawetan
yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 19. denah kebutuhan ruang Gambar 20. Tampak potongan ruang
dalam pengolahan bambu dalam pengolahan bambu

Langkah kedua adalah melakukan penghitungan volume bilah bambu


untuk menentukan seberapa banyak cairan pengawet yang akan dibuat,
cara perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan cara luas rongga di
dalam bambu dikalikan dengan ketinggian/ panjang bilah bambu. Contoh
perhitungan diketahui diameter dalam sebesar 6 cm, dan panjang 400 cm
maka didapat (6x6) x 3,14 x 400)/1000= 45 Liter, kemudian dikalikan
jumlah bila bambu yang akan di awetkan.
Langkah ketiga setelah didapat volume total maka kita membuat
campuran pengawet dengan perbandingan 9 Air : 1 Borax/ Boric, bila perlu
dicampurkan zat pewarna, dapat berupa pewarna tekstil hal ini beertujuan
memberikan tanda bahwa cairan telah benar-benar meresap dari dalam
keluar permukaan bambu (retjadi difusi). Setelah dicampur menjadi satu
kemudian aduk hingga rata dan usahakan jangan sampai ada endapan
bhan-bahan kimia di bagian bawah (campurkan semua dalam air)
Langkah ke empat yaitu uji kekentalan larutan dengan alat hydrometer
kemudian baca nilai yang dihasilkan, pastikan campuran memiliki nilai
kekentalan sebesar 10%.
Langkah ke-lima membersihkan, merapikan dan mengelompokkan
sesuai dengan ukuran bambu, kemudian pada bagian tengah ruas
dilubangi dengan menggunakan hex nut (ujung mur) hal ini bertujuan agar
air dapat merembes masuk namun sisakan pada bagian ujung untuk tidak
di lubangi.
Langkah keenam pindahkan bambu yang telah dibersihkan dan
dilubangi menjadi arah vertical. Pastikan perletakan stabil dan tidak
mudah bergerak-gerak/ berubah-ubah.
Langkah ketujuh setelah semua didirikan maka mulailah memompakan
larutan borax (pengawet) kedalam bambu. dengan menggunakan alat
bantu berupa compressor/ pompa. lakukan hal ini selama 12 hari berturut-
turut dengan penjadwalan penginjeksian dilakukan setiap pagi dengan
asumsi bahwa absorbsi yang terjadi pada bambu sebesar 1%.
Langkah kedelapan disaat memasuki hari ke 13 maka jangan meng-
injeksikan larutan pengawet, dan justru air pengawet yang berada di
dalam akan dikeluarkan dengan cara melubangi pada ruas yang masih
tersisa dengan paku atau alat pelubang, sehingga air yang berada di
dalam batang menjadi keluar semua. Jangan lupa menggunakan
kelengkapan dan alat pelindung diri untuk menghindari kontak hal yang
tidak di inginkan.
Langkah kesembilan keringkan bambu dan ukurlah kekentalan cairan
sisa hasil pengawetan yang di injeksikan kedalam batang bambu dan
dengan menggunakan hydrometer, bandingkan dengan nilai awal. setelah
batang bambu cukup kering maka, bilah bambu dapat disusun dan
disimpan secara rapi. adapun
Proses perawatan bambu yang telah di awetkan
Bambu yang telah diawetkan haruslah dikeringkan dan disimpan
dengan baik agar keawetan terjaga dan tidak terserang jamur yang dapat
merusak bambu. Berikut cara pengeringan dan penyimpanan bambu yang
dianjurkan oleh sahabat bambu
a) Bambu yang telah diawetkan dan dalam keadaan basah dapat
disimpan horizontal atau vertical di gudang atau tempat terlindung
dari air dan panas matahari secara langsung
b) Tempat penyimpanan atau gudang harus memiliki ventilasi dan
sirkulasi udara yang baik untuk menghindari kelembaban yang
dapat menimbulkan jamur pada bambu.
c) Bambu tidak boleh kontak langsung dengan tanah atau lantai
semen, dan harus dinaikkan dari dasar lantai sekurang-kurangnya
30 cm agar ada sirkulasi udara dibawah. begitu juga pada setiap
susunannya.
d) Tinggi maksimal setiap tumpukan adalah 30 cm, dan diantaranya
harus diberi alas kayu/bambu lain agar ada sirkulasi udara.
e) Jika bambu yang diterima masih terlalu basah karena baru saja
dibongkar dari pengawetan, maka bambu harus disimpan secara
vertikal selama 2-3 hari sebelum disimpan horizontal.
f) Jika bambu dikeringkan dengan cara penjemuran, maka
penjemuran haruslah dijaga dan dibolak balik setiap jam agar tidak
pecah. Dan jangan menjemur terlalu lama karena dapat
menyebabkan kulit bambu retak bahkan pecah.

Berikut ini contoh produk bambu yang telah di awetkan


Gambar 21. Bambu wulung Gambar 22. Bambu wulung

Gambar 23. Bambu apus Gambar 24. Bambu wulung

Gambar 25. Bambu petung Gambar 26.Bambu cendani

Selain pengawetan berupa bambu bulat, olahan bambu lainnya


dapat dijadikan sebagai papan dimana menggunakan sistem laminasi.
Bambu laminasi dapat dibentuk menyerupai papan kayu dengan
proses pengeleman dan pengepressan dan mencampurkan bahan
pengawet, dengan penyesuaiaan ketebalan yang diinginkan. Sehingga
dihasilkan papan bambu diubah menjadi papan yang indah dan kuat.
Produk bambu laminasi cocok digunakan untuk berbagai keperluan
seperti lantai, dinding, dek, bahkan dapat dibentuk menjadi berbagai
furniture atau mebel yang indah. Industri Sahabat bambu
bekerjasama dengan Bamboo Home Solution sebagai rekan dalam
memproduksi papan bambu berkualitas. Berikut ini adalah beberapa
contoh papan bambu hasil produksi

Gambar 27. Papan terbuat dari Gamba 28. Papan bambu


bambu

Gambar 29. Bambu laminasi Gambar 30. Gedek bambu


B. Pembahasan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di industri Sahabat Bambu


serta mewawancarai terkait proses pengawetan bambu maka terdapat
beberapa point pembahasan diantaranya :
1. Pengawetan bambu yang digunakan pada industri Sahabat Bambu
menggunakan pengawetan dengan bahan kimia dengan sistem Vertical
Soak Difusion (VSD) dimana larutan yang digunakan sebagai pengawet
adalah larutan borak. Apabila di cermati penggunaan VSD lebih
menguntungkan bila dibandingkan dengan metode lainnya, dan juga
lebih tahan lama. Penggunaan VSD memanfaatkan tekanan larutan
yang lebih tinggi, selain itu tujuan di injeksi larutan borak dari dalam
bilah bambu adalah dikarenakan lapisan bambu pada bagian dalam
porusitasnya lebih renggang bila dibandingkan dengan bagian luar,
sehingga akan lebih efektif apabila memasukkan cairan pengawet dari
dalam.
2. Material bambu dapat diolah berbagai macam bentuk tidak hanya
dalam bentuk bilah/ batangan akan tetapi dapat berbentuk lembaran
dengan sistem laminasi dan tetap melewati proses pengawetan.
3. Berdasarkan hasil pengamatan masih terdapat kelemahan terkait sifat
fisik yang dimiliki dari bambu dimana bambu yang umumnya telah
digunakan lebih dari 5 tahun sebagai bagian konstruksi mengalami
pecah, hal ini disebabkan pengaruh kembang susut dari material
bambu, sehingga perlu di lakukan rekayasa pada material bambu agar
tidak terjadi kerusakan.
4. Material Bambu yang telah diolah meningkatkan nilai jual, dan memberi
kesan arsitektur tradisional yang tidak didapat material lainnya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Metode pengawetan bambu pada industri Sahabat bambu
menggunakan metode dengan bahan kimia, dengan Sistem Vertical
Soak Diffusion (VSD)
2. Pengawetan bambu meningkatkan nilai jual dan daya tahan dari
material bambu.
3. Material Bambu dapat diolah dengan berbagai macam tidak hanya
dalam bentuk batangan akan tetapi dapat dibentuk menjadi
lembaran dengan menggunakan sistem laminasi.
4. Bambu tidak lagi sebagai bahan bangunan kelas 2 (termarjinalkan)
dan justru bambu sebagai bahan bangunan yang memiliki ciri khas
dan daya tarik tersendiri bila dibandingkan dengan bahan bangunan
lainnya.

B. Saran
1. Perlunya usaha ini dikembangkan dikarenakan mengingat
pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin
meningkat
2. perlunya dilakukan kajian / penelitian untuk mengatasi ketahanan
bambu dalam menahan sifat fisika berupa kembang susut yang
mengkaibatkan bambu pecah
DAFTAR PUSTAKA

Frick, Heinz. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu Pengantar Konstruksi


Bambu . Yogyakarta. Kanisius
C. Any Sulistyowati. 1996. Pengawetan Bambu. Wacana No. 6/ januari – februari
1997. Klaten
Purwito. 2008. Standarisasi Bambu Sebagai Bahan Bangunan Alternatif
Pengganti Kayu. Prosiding PPI Standarisasi 2008. DPU
Anastasia M, et al. 2014. Komparasi Penggunaan Material BAmbu dalam struktur
‘Form Active’ dan ‘Semi-Form-Active Pada Bangunan Lengkung
Bentang Lebar. LPPM UK. Parahiyangan.
F. Eddy Poerwodiharjo & C Dwi I. 2008. Bambu untuk Bangunan tahan Gempa
.Teodolita Vol 9. No. 2.
Bystriakova, Nadia et al. 2003. Bambo biodiversity, Information for planning
conservation and management in Asia-Pacific region.UK. UNEP-
WCMC/ INBAR.
Valentijn de Vos. 2010. Bamboo For Exterior Joinery. material properties &
market perspectives . UK SHR.
Internet
www.sahabatbambu.com
http://www.aristekturdesign.blogspot.com/
http://www.moriscobamboo.com/
http://abari.org/
http://www.themalibucompany.com/
http://www.bambunusaverde.com/
http://www.guaduabamboo.com/bamboo-pdf.html
http://www.dezeen.com/tag/bamboo/
https://arsitekturbambu.wordpress.com/2014/10/23/pengawetan-bambu-i/
http://bambubandung.blogspot.com/2012/03/bahan-pengawet-
bambu.html
http://direktorimaterial.blogspot.com/2012/03/bambu-yang-telah-diawetkan-
haruslah.html
http://propertytoday.co.id/teknik-penebangan-dan-pembuatan-bambu-
laminasi.html
http://www.indonesianvillage.com/tag/banten-creative-community/

Você também pode gostar