Você está na página 1de 11

Minggu, 17 November 2013

povidon iodum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Adapun Tujuan dari percobaan ini adalah
- Untuk membuat larutan topikal Povidone iodum 10%
- Untuk menentukan kadar Iodine dalam sediaan larutan Povidone Iodum
- Untuk menentukan pH larutan Povidon Iodum
- Untuk menentukan Berat Jenis Larutan Povidon Iodum
- Untuk menentukan viskositas Larutan Povidon Iodum

1.2 Prinsip Percobaan


Pembuatan larutan topikal povidon Iodine dan melakukan penetapan kadar Iodium
dalam larutan topikal Povidon Iodine secara iodometri dimana
penambahan Na2S2O3(Natrium Thiosulfat) sebagai pentiter sehingga larutan berubah warna
menjadi kuning lemah. Kemudian ditambahkan indikator kanji hingga warna larutan berubah
menjadi biru. Kemudian dititrasi kembali dengan Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat) hingga
warna biru hilang dan larutan menjadi tidak berwarna. Setelah itu dilakukan pengujian pH
menggunakan pH meter, penentuan berat jenis menggunakan piknometer dan cawan
porselen, serta pengujian viskositas pada larutan topikal Povidon Iodum dengan
menggunakan alat viskometer Broofield.

1.3 Latar Belakang


Kehidupan manusia selalu berisiko mengalami luka. Luka yang terjadi dapat
diakibatkan dari tindakan kesengajaan seperti operasi bedah dan dapat juga diakibatkan dari
tindakan yang tidak sengaja atau disebut juga sebagai kecelakaan. Kecelakaan yang
menyebabkan luka dapat berupa luka gigit, luka lecet, luka iris, luka memar, dan luka bakar.
Luka adalah suatu cedera pada kulit yang menyebabkan keutuhan jaringan terputus sebagian
atau seluruhnya. Keadaan luka dapat disebabkan oleh trauma benda tajam dan tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamauhidajat dan
Win de Jong, 2004).
Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali
pulih. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan
penampilan. Perawatan luka dimulai dengan mendiagnosa apakah luka tersebut bersih, atau
apakah ada tanda klinik yang memperlihatkan masalah infeksi. Infeksi luka sering berakibat
tidak fatal, tetapi dapat menimbulkan cacat pada kulit. Penanganan luka yang tepat dan cepat
dapat mencegah jaringan kulit yang terluka dari risiko infeksi. Infeksi mikroorganisme dapat
terjadi pada area luka, karena penularan mikroorganisme didasarkan pada tindakan semua
orang yang berhubungan dengan sentuhan dan udara, serta melalui benda hidup atau benda
mati yang telah terkontaminasi. Faktor lain yang mendasari terinfeksinya luka pada kulit,
karena tubuh manusia merupakan sumber infeksi, seperti contoh pada orang dewasa
diperkirakan mengandung lebih dari 25.000 mikroorganisme per cm persegi kulit, 250 milyar
mikroorganisme di dalam mulut mereka, dan 2,5 trilyun di kolon bagian bawah (Barbara dan
Billie).
Tindakan pertama yang harus diperhatikan pada pencegahan infeksi terhadap luka
adalah keadaan aseptis, yaitu dengan menggunakan obat yang berkhasiat sebagai antiseptik.
Antiseptik adalah obat yang digunakan untuk membunuh pertumbuhan mikroorganisme,
biasanya digunakan pada jaringan kulit (Gunawan, 2007).
Syarat suatu sediaan antiseptik yaitu dapat digunakan untuk menghilangkan
mikroorganisme tanpa menyebabkan rusaknya atau teriritasinya kulit atau selaput lendir.
Banyak bahan kimia yang memenuhi syarat sebagai antiseptik. Berdasarkan sifat kimia,
antiseptik digolongkan dalam golongan fenol, alkohol, aldehid asam, halogen, peroksidan dan
logam berat ( Tjay dan Raharjadja, 2007).
Tinctura iodium merupakan salah satu antiseptik kulit tertua yang pernah digunakan,
tetapi mempunyai efek samping yang dapat mengiritasi kulit dan memiliki insiden alergi
yang cukup tinggi. Penggunaan iodium mulai populer kembali pada dasawarsa terakhir,
dengan dibuktikannya bahwa iodium dapat mengikat komponen polivinilpirolidin untuk
mendapat aksi antibakteri yang baik. Kompleks iodofor yang terbentuk memiliki frekuensi
reaksi alergi dari tinctura iodium yang rendah, sehingga apabila lapisan iodofor tetap
dibiarkan pada kulit, pengeluaran iodium yang lambat tetap berlangsung untuk beberapa jam
(Sabiston, 1995).
Kompleks dari iodium dengan polivinilpirolidon membentuk zat aktif povidon iodine
yang sering digunakan oleh masyarakat sampai saat ini pada terapi obat luka dan berkhasiat
sebagai antiseptik. Sediaan obat cair dengan zak aktif povidon iodine banyak beredar di
pasaran, seperti di apotek, toko obat maupun swalayan. Kadar povidon iodine yang terdapat
pada sediaan tersebut yang sering digunakan sebagai antiseptik adalah 10% (Sabiston, 1995).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Povidon iodum adalah suatu iodofor suatu kompleks yodium dengan polivinil
pirolidon. Obat ini di klinik digunakan sebagai pengganti merkurokrom dan yodium tingtur
karena tidak iritatif. Yodium yang dilepas, bekerja sebagai antiseptik berspektrum luas.
Tersedia sebagai berbagai obat topikal yaitu : salep 10%, larutan 10%, shampo dan obat
kumur (1%), sebagai pencuci tangan sebelum operasi. Larutan 10% dapat mengurangi
populasi kumat sampai 85%, efektif untuk satu jam dan kembali ke populasi normal setelah 8
jam. Warna cokelat gelap dan baunya merupakan sifat obat ini yang kurang menguntungkan
(Tjay, 2007).
Kompleks iodofor ini mudah larut dalam ar dan mudah dicuci dan kulit atau pakaian,
bersifat lebih stabil karena tidak menguap dan kerjanya lebih panjang daripada iod karena
sifat-sifatnya ini tingtur povidone-iod 10% dengan kadar iod bebas 1% telah menggantikan
tingtur iodium konvensional. Penggunaannya terutama untuk desinfeksi kulit dalam bentuk
tingtur, sabun cair, salep krim, lotion dan bedak tabur. Digunakan pula sebagai obat kumur
mulut dan tenggorokan. Kadarnya yang biasa digunakan adalah 7,5% povidon-iod, yang
ekivalen dengan kurang lebih 10% iod (Tjay, 2007).
Povidone iodine bersifat bakteriostatis dengan kadar 640μg/ml dan bersifat bakteri sid
pada kadar 960 μg/ml. Dalam 10% povidone iodine mengandung 1% iodium yang mampu
membunuh bakteri dalam 1 menit dan membunuh spora dalam waktu 15 menit. Mekanisme
kerja povidone iodine dimulai setelah kontak langsung dengan jaringan maka elemen iodine
akan dilepaskan secara perlahan-lahan dengan aktifitas menghambat metabolisme enzim
bakteri sehingga mengganggu multiplikasi bakteri yang mengakibatkan bakteri menjadi
lemah. Iodine dalam jumlah yang kecil diserap masuk ke dalam aliran darah, sehingga
menyebabkan efek sistemik dengan akibat shock aniksia jaringan. Penggunaan iodine yang
berlebihan dapat menghambat proses granulasi luka. Povidone iodine yang biasa digunakan
dalam perawatan luka hanya 10%. Hasil suatu penelitian menyatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi iodine yang digunakan semakin mempercepat penyembuhan luka (Gunawan,
2007).

Efek sampingnya hati-hati bila digunakan pada permukaan kulit rusak yang luas
(misalnya luka bakar) karena iodium dapat diresorpsi dan meningkatkan kadar dalam serum
sehingga dapat menimbulkan asidosis, neutropeni dan hipotirosis (selewat) (Tjay, 2007).
Povidon iodum adalah senyawa kompleks dari iodium dengan povidon. Mengandung
tidak kurang dari 9,0% dan tidak lebih dari 12,0% iodium (I) dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Pemerian povidon iodum adalah serbuk amorf, cokelat kekuningan sedikit
berbau khas. Larutan bereaksi asam terhadap kertas lakmus. Kelarutan dari povidon iodum
adalah larut dalam air dan dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam karbon
tetraklorida dan dalam eter, dalam heksana, dalam aseton. Struktur dari povidon iodum
adalah :
Iodium Povidon

- Polimer 1- Vinil-2- Pirolidinon


- Bersenyawa dengan iodium (25655-41-8)
- Rumus molekul = (C6H9NO)n x I (Depkes RI, 1995)
Iodium terdaftar dalam united state pharmacopera pada tahun 1830 (USP II) baik
sebagai tingtur maupun sebagai linimen. Senyawa tersebut dipakai secara luas untuk
penyembuhan luka pada saat perang kemerdekaan. Senyawa PVP-iodium merupakan
senyawa yang stabil berisi polimer polivinil pirolidon. Polimer ini mudah larut dalam air dan
iodium secara perlahan dilepaskan dari larutan undekolium. Klorida iodium adalah suatu
kompleks dari asilkolaminofol mimetil piriinum klorida dan iodium. Senyawa ini mempunyai
aktivitas detergen kationik ditambah aktivitas desinfektan dan iodium. Zat ini dipakai untuk
desinfeksi sebelum dan setelah operasi (Lachman, 1994).
Tingtur iodine mengandung 7% iodine dan 5% kalium iodine dalam 83-88 alkohol.
Tinctur iodine adalah antiseptik kulit yang efektif. Walaupun tinctur iodine menyebar secara
cepat dan relatif aman dalam waktu yang singkat untuk menggunakan aksi baterisidal.
Tinctur iodine mempunyai kekurangan, bagaimanapun dapat menyebabkan luka bakar sedang
sampai serius pada kulit dari sebagian besar pasien, bahkan ketika diberikan untuk mencuci
dengan alkohol. Tincture iodine mengandung 2% iodine, 2,4% KI dan 44-50% alkohol.
Povidone iodine (betadine, isodine). Dikenalkan sebagai antiseptik topikal. Dikatakan bahwa
povidone iodine jarang mengiritasi kulit dan dalam penggunaan sediian ini dimana toksisitas
iodine dikurangi/ untuk topikal 10% larutan mengandung 1% iodine bebas (Modell, 1960).
Povidone iodum membentuk kompleks dengan iodum. Kompleks 1-unil-2-pirolidon
dengan iodum mengandung lebih kurang 9-12% iodum. Povidon iodum mempunyai berat
molekul rata-rata yang dipanaskan dengan sejumlah air dimana sejumlah kecil dari iodine
masuk ke dalam organik yang bergabung dengan polimer tersebut untuk membentuk sebuah
komponen yang mengandung lebih kurang 10% iodine. Povidone dapat membuuh bakteri
gram (+) maupun gram negatif, jamur, virusm protozoa dan ragi. Komponen povidone
meningkatkan kelarutan dari iodine dan membantu pelepasan iodine secara perlahan. Afinitas
dari povidone terhadap iodine lebih besar daripada iodida, supaya konsentrasi dari iodine
yang bebas lebih kecil dari 1 ppm. Sebagai akibatnya aktivitas dari povidone iodine untuk
menghambat bakteri menyebar ke larutan iodine (Gennaro, 1990).
Larutan 10% povidone iodum (±1% iodin) membunuh ±85% bakteri pada kulit, lebih
sedikit daripada larutan atau tincture iodine. Walaupun itu membutuhkan 6-8 jam untuk
bakteri pada kulit dapat kembali ke normal yang mana lebih lama dari larutan iodine
efektivitasnya dari duration of action untuk tujuan pembedahan lebih kurang hanya 1 jam
yang mana berkaitan dengan waktu dari efektivitas antiseptik dengan larutan atau tincture
iodine. Telah diakui bahwa povidone iodum lebih baik daripada preparat iodine (Gennaro,
1990).
Preparat antiseptika povidone iodum secara klinis digunakan untuk mencegah dan
mengobati permukaan kulit yang terinfeksi, luka yang terinfeksi, luka bakar, lasetasi dan
abrasi untuk pembersihan sebelum dan sesudah pembedahan dan mencuci ruang-ruang
operasi di rumah sakit dan juga dioleskan pada kulit pasien setelah pembedahan. Iodum
tinctur berwarna cokelat, dapat menyebabkan iritasi, vesikulasi kulit, kadang-kadang kulit
dapat mengelupas (Gennaro, 1990).
Banyak senyawa mengurangi jumlah bakteri apabila diberikan secara langsung ke atas
suatu permukaan, tetapi senyawa tersebut sering mempunyai indeks terapetik yang sangat
rendah, yang membuat tidak tepat untuk penggunaan sistemik. Tergantung pada
penggunaannya, zat tersebut dapat digolongkan sebagai antiseptik. Zat pemusnah atau
penghambat mikroorganisme apabila diberikan pada jaringan hidup dan desinfektan, zat yang
menunjukkan fungsi yang sama tetapi ditunjukkan untuk penggunaan pada benda mati
(Gennaro, 1990).
Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir daripada gas,
sehingga cairan mempunyai koefisien viskositas yang lebih besar daripada gas. Viskositas
gas bertambah dengan naiknya temperatur, koefisien viskositas gas pada tekanan tidak terlalu
besar, tidak tergantung tekanan, tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tekanan (Sukarjo,
1990).
Viskositas cairan dapat ditentukan berdasarkan hukum stoke’s. Hukum stoke’s.
Hukum stoke’s berdasarkan jatuhnya benda melalui medium zat cair. Benda bulat dengan
radius r dan rapt d, yang jatuh karena gaya gravitasi. Benda yang jatuh mempunyai medium
yang semakin lama semakin besar. Tetapi dalam medium ada gaya gesek. Semakin tinggi
viskositas suatu sediaan maka daya alirnya semakin turun. Karena viskositas berbanding
terbalik dengan daya alir (Sukarjo, 1990).

BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
- Batang pengaduk
- Beaker glass
- Buret
- Cawan porselen
- Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Lumpang dan stamper
- Mat pipet
- Neraca analitis
- Spatula
- Spuit
- Statif dan klem
- pH meter
- Pipet tetes
- piknometer
- Viskometer Brookfield
3.2 Bahan
- Povidon Iodium
Mengandung tidak kurang dari 9,0% dan tidak lebih dari 12,0% iodium, dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan.
Pemerian : serbuk amorf, coklat kekuningan, sedikit berbau khas
Kelarutan : larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform
P, dalam eter P, dalam aseton P, dan dalam heksan P.
Khasiat dan penggunaan: antiseptikum lokal (Depkes RI, 1979).
Aqua Destilata (Air suling)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
(Depkes RI, 1979).
- Natrium Tiosulfat
Mengandung tidak kurang dari 99,0% Na2S2O3 dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian : hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar, dalam udara lembab
meleleh
basah, dalam hampa udara pada suhu di atas 30oC merapuh.
Kelarutan : larut dalam 0,5 bagian air, praktis tidak larut dalam etanol.
Khasiat dan penggunaan: antidotum sianida (Depkes RI, 1979).
- Larutan Kanji
Pemerian : serbuk sangat halus, putih.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dingin dan di dalam etanol
(Depkes RI, 1979).
- Larutan buffer netral pH 7,2
- Larutan buffer asam pH 4,01

3.5 Prosedur
- Pembuatan Larutan Povidon Iodum 10% Sebanyak 50 ml
Botol dikalibrasi 50 ml. Povidon iodum sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam
lumpang, larutkan dengan air sedikit demi sedikit. Setelah larut, masukan ke dalam botol dan
dicukupkan dengan aquadest sampai batas kalibrasi.
- Penetapan Kadar Iodum dengan Titrasi Iodometri
Dipipet sebanyak 0,5 ml larutan povidon iodum 10% ke dalam erlenmeyer yang
sudah dikalibrasi 25 ml, lalu dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga batas kalibrasi.
Lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna kuning lemah. Lalu
ditambahkan indikator kanji sampai larutan berwarna biru. Lanjutkan titrasi sampai warna
biru larutan hilang (bening dan jernih). Lakukan titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung kadar
iodium (I).
- Penetapan Berat Jenis Larutan Povidon Iodum 10%
 Menggunakan Piknometer
Ditimbang piknometer kosong sebanyak tiga kali. Dicatat beratnya lalu diambil
larutan povidon iodum dengan menggunakan spuit sebanyak 5 ml ke dalam piknometer
sampai garis tanda. Ditimbang piknometer berisi dan dicatat beratnya. Dilakukan sebanyak
tiga kali. Lalu dihitung berat jenis dari larutan povidon iodum 10%.
 Menggunakan Cawan Porselen
Ditimbang Cawan Porselen kosong sebanyak tiga kali. Dicatat beratnya lalu diambil
larutan povidon iodum dengan menggunakan Matt pipet sebanyak 5 ml ke dalam Cawan
Porselen. Ditimbang Cawan Porselen berisi dan dicatat beratnya. Dilakukan sebanyak tiga
kali. Lalu dihitung berat jenis dari larutan povidon iodum 10%.
- Penetapan pH Larutan Povidon Iodum dengan pH meter Hana
Larutan povidon iodum 10% dimasukkan secukupnya ke dalam pot plastik.
Sebelumnya alat pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH netral lalu dibilas dengan
aquadest sampai bersih. Kemudian dikalibrasi dengan larutan buffer asam lalu dibilas dengan
aquadest sampai bersih. Kemudian dikeringkan. Lalu pH meter dimasukkan ke dalam sampel
dan ditunggu sampai angka pada pH meter stabil. Catat hasil dan lakukan sebanyak tiga kali.
- Penentuan Viskositas Larutan Povidon Iodum 10% dengan Viskometer Brookfield
Larutan povidon iodum 10% dimasukkan ke dalam wadah. Dirangkai alat dengan
memasang spindel nomor 61. Sesuaikan posisi waterpass. Lalu diturunkan alat sampai batas
spindel. Diatur agar spindel tidak menyentuh dasar wadah. Lalu diatur speed pada posisi 12
(sesuai ukuran yang terbaca). Baca angka yang ditunjukkan jarum pada alat lalu nilai
disesuaikan pada tabel.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan
- Pembuatan Larutan Povidon Iodum 10% sebanyak 50 ml
m PI = 5,0241 g = 5024,1 mg

konsentrasi larutan =

kadar PI =

- Penetapan Kadar Iodum dalam Larutan Povidon Iodum


Dik: Vt1 = 1,7 ml
Vt2 = 1,7 ml
Vt3 = 1,8 ml
Vt rata-rata = 1,733 ml
BS = 0,5 ml x 10,048 mg/ml = 5,024 mg

Kadar Iodum =
=

=
= 87,545 %

- Penetapan Berat Jenis


Mo1 = 10,9281 g Mb1 = 16,1236 g
Mo2 = 10,9278 g Mb2 = 16,1224 g
Mo3 = 10,9290 g Mb3 = 16,1216 g
Mo rata-rata = 10,9283 g Mb rata-rata = 16,1225 g

Massa Jenis =

=
= 1, 0388 g/ml

- Penetapan pH
pH1 = 2,1
pH2 = 2,1
pH3 = 2,1
pH rata-rata = 2,1

- Penetapan viskositas
Angka yang ditunjukkan pada alat = 0,6
Angka pada tabel ukuran spindle 61 dan speed 12 = 5
Viskositas larutan povidon iodum = 0,6 x 5 = 3 cp

4.2 Tabel

partner % kadar Ph BJ ( g/ml ) Viskositas (cp)


I 96,44 2,0 1,079 3
II 99,84 2,0 1,0037 3
III 100,8 2,16 1,11 3
IV 96,44 2,03 1,0039 3
V 92,8 2,3 1,0039 3
VI 106,6 2,1 0,984 3
VII 106,6 2,0 0,986 3
VIII 87,5 2,1 1,388 3
Rata-rata 108,77 2,053 1,0698 3
4.3 Grafik
-

4.4 Reaksi Percobaan

4.5 Pembahasan
Povidon Iodum adalah senyawa kompleks dari Iodum dengan Povidon. Mengandung
tidak kurang dari 9,0% dan tidak lebih dari 12,0% iodum (I) dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Larutan Topikal Povidon Iodum adalah larutan Povidon Iodum. Larutan
Povidon Iodum mengandung tidak kurang dari 85,0% dan tidak lebih dari 120% Iodum dari
jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995).
Pada percobaan, povidon iodum dibuat dengan cara melarutkan 5 gram iodum dalam
50 ml aquadest. Penetapan kadar iodum dilakukan dengan metode titrasi iodometri, dimana
0,5 ml larutan povidon iodum dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai berwarna kuning
lemah lalu ditambahkan indikator kanji hingga larutan berubah menjadi biru dan dilanjutkan
titrasi hingga warna biru hilang. Parameter yang diujikan pada larutan povidon iodum
menurut Farmakope adalah penetapan kadar dan pH. Dari pecobaan diperoleh kadar iodium
dalam larutan povidon iodum adalah 87,55%. Hal ini memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia yaitu larutan povidon iodum mengandung tidak kurang dari 85,0% dan tidak lebih
dari 120% (Depkes RI,1995).
Pada penetapan pH larutan topikal povidom iodum diperoleh pH rata-rata 2,1 dengan
menggunakan pH meter. pH larutan Povidon Iodum ini memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia Edisi IV yaitu pH untuk larutan povidon berada pada rentang 1,5 – 6,5 (Depkes RI,
1995).
Selain parameter di atas, penetapan viskositas dan berat jenis juga dilakukan. Hasil
dari pengukuran viskositas dengan menggunakan viskometer Brookfield diperoleh bahwa
larutan povidon iodum ini mempunyai viskositas 3 cp. Hal ini menunjukkan bahwa larutan
povidom iodum merupakan cairan yang encer, karena zat cair yang kental memiliki
viskositas yang lebih besar dibandingkan zat cair yang encer (Munson, 2004).
Untuk pengujian berat jenis dari larutan topikal povidon iodum dilakukan pengujian
dengan menggunakan piknometer. Pengukuran dilakukan dengan menimbang berat
piknometer kosong dan berisi. Didapat hasil berat jenis rata-rata larutan povidon iodum
sebesar 1,0388 g/ml.
Berdasarkan tabel data yang dibuat untuk keseluruhan kelompok diperoleh kadar rata-
ratanya 98,39%; pH rata-rata 2,05; viskositas rata-rata 3 cp dan berat jenis rata-rata 1,0269
g/ml. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil dari keseluruhan kelompok memenuhi
persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
- Pembuatan larutan topikal Povidon Iodum 10% yaitu dengan melarutkan 5 gram Povidon
Iodum dalam akuades kemudian di adkan dengan akuades hingga 50 ml.
- Kadar Iodum dalam larutan Povidon Iodum sebesar 87,5% dan kadar rata-rata kelompok
sebesar 108,77% (memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV rentang 85,0% -
120,0%).
- pH larutan Povidon Iodum yaitu 2,1 dan pH rata-rata kelompok 2,053 (memenuhi
persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV karena berada pada rentang 1,5 – 6,5).
- Berat jenis larutan Povidon Iodum yaitu 1,388 g/mL dan berat jenis rata-rata kelompok
1,0698 g/ml.
- Viskositas larutan Povidon Iodum yaitu 3,0 poise.

5.2 Saran
- Percobaan berikutnya menggunakan viskometer lainnya agar dapat membandingkan hasil.
Contoh viscometer Ostwald, Bola Jatuh, Hoeppler dan lain-lain.
- Sebaiknya dilakukan pengujian mutu lainnya seperti pengujian stabilitas larutan maupun
kemurnian zat dari senyawa asing agar sediaan memenuhi spesifikasi efikasi obat.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI. Hal: 688
Ganiswara, Vincent H.S. 2007. Farmakoogi dan Terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI. Hal: 45
Gennaro,R.A.1990. Remington’s Pharmaceutical Science 8th Edition. Pensyluania: Mark Printing
Company. Hal: 1107
Gunawan, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Departemen Farmakologi Kedokteran.
UI. Jakarta.
Lachman,L,.1994. Teori dan Pratek Farmasi Industri Edisi Ke Tiga. Jakarta: UI Press. Ha. 632-633
Model, W . 1960. Drug Of Choise. St. Louis : CV. Mosby Compony
Morison, M. J. 2003. Manajemen Luka. EGC. Jakarta
Sabiston. 1995. Buku ajar Bedah Bagian 1. EGC. Jakarta
Sjamsuhidayat. R., Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. EGC. Jakarta
Sukarjo.1990. Kimia Fisika.Yogyakarta : Rineka Cipta.
Tjay, Tan Hoan.2007.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo. Hal: 242-245.

Você também pode gostar