Você está na página 1de 4

PATOFISIOLOGI DAN GEJALA ANEMIA

Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang timbul
pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah
harga tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena :1). Anoksia organ; 2). Mekanisme
kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.

Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin
telah turun dibawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada; a). Derajat
penurunan gemoglobin; b). Kecepatan penurunan hemogloin; c). Usia; d). Adanya kelainan
jantung atau paru sebelumnya.

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:

1. Gejala umum anemia. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul
karena iskemia organ terget serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
homoglobin sampai kadar tertentu (Hb/7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari masa lemah, lesu,
cepat lelah, telinga mendengking (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak
nafas dan dispepsia. Pada emeriksaan, pasien tampak pusat, yang mudah dilihat pada
konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia
bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak
sensitif karena timbul setelah penerunan hemoglobin yang berat (Hb<7g/dl).

2. Gejala khas masing masing anemia. Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia.
Sebagai contoh :

- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok
(koilonychia)

- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12

- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali

- Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi

3. Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan
anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat
infeksi cacing tambang: sakit perut, pebengkakan parotis dan warna kuning pada telapak
tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada
anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid.

Meskipun tidak spesifik, anamnesia dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus
anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umunnya diagnosis anemia
memerlukan pemeriksaan laboratorium.

PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSIS ANEMIA

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis anemia.


Pemeriksaan ini terdiri dari: 1). Pemeriksaan penyaring (screening test); 2). Pemeriksaan
darah seri anemia; 3), Pemeriksaan sumsum tulang; 4). Pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks
eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikam adanya anemia serta jenis
morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

Pemeriksaan Darah Seri Anemia

Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitun leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju
endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat
memberikan presisi hasil yang lebih baik.

Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan
sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa
jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia
aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi
sistem eritroid.

Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada:

- Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity), saturasi
transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi
pada sumsum tulang (perl’s stain).
- Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan
tes schiling.
- Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain
lain
- Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang.

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan


faal hati, faal ginjal atau faal tiroid.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hai ini penting diperhatikan
dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis anemia, tetapi
sedapat mungkin kita harus dapat menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut. Maka tahap-tahap dalam diagnosis anemia adalah:

- Menentukan adanya anemia


- Menentukan jenis anemia
- Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
- Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan

Pendekatan Diagnosis Anemia

Terdapat bermacam-macam cara pendekatan diagnosis anemia, antara lain adalah pendekatan
tradisional, pendekatan morfologi, fungsional dan probabilistik, serta pendekatan klinis.

Pendekatan Tradisional, Morfologik, Fungsional dan Probabalistik

Pendekatan tradisional adalah pembuatan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, hasil laboratorium, setelah dianalisis dan sintesis maka disimpulkan sebagai sebuah
diagnosis, baik diagnosis tentatif ataupun diagnosis definitif.
Pendekatan lain adalah pendekatan morfologi, fisiologi dan probabilistik. Dari aspek
morfologi maka anemia berdasarkan hapusan darah tepi atau indeks eritrosit diklasifikasikan
menjadi anemia hipokromik mikrositer, anemia normokromik normositer dan anemia
makrositer. Pendekatan fungsional bersadar pada fenomena apakah anemia disebabkan
karena penurunan produksi eritrosit di sumsum tulang, yang bisa dilihat dari penurunan
angka retikulosit, ataukah akiabat kehilangan darah atau hemolisis, yang ditandai oleh
peningkatan angka retikulosit. Dari kedua pendekataan ini kita dapat menduga junis anemia
dan kemungkinan penyebabnya. Hasil ini dapat diperkuat dengan pendekatan probabilistik
(pendekatan berdasarkan pola etilogi anemia), yang bersandar pada data epidemiologi yaitu
pola etiologi anemia di suatu daerah.

Pendekatan Probablistik atau Pendekatan Berdasarkan Pols Etiologi Anemia

Secara umum jenis anemia yang paling sering dijumpai di dunia adalah anemia defisiensi
besi, anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia. Pola etiologi anemia pada orang dewasa
pada suatu daerah perlu diperhatikan dalam membuat diagnosis. Di daerah tropis anemia
defisiensi besi,

Você também pode gostar