Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/309354693
CITATIONS READS
0 458
1 author:
Tjandra Setiadi
Bandung Institute of Technology
77 PUBLICATIONS 282 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Textile Wastewater Treatment by Aerobic Granular Sludge: from Laboratory to Pilot-Scale View
project
All content following this page was uploaded by Tjandra Setiadi on 22 October 2016.
Oleh :
Tjandra Setiadi, Ir., M.Eng, Ph.D.
Retno Gumilang Dewi, Ir., M.Env.Eng.Sc.
BAB V
PRINSIP PENGENDALIAN PENCEMARAN BADAN AIR DAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH
Teknologi pengolahan air limbah industri merupakan teknologi yang berkembang setiap
saat sehingga sangatlah sulit untuk menyajikan seluruh teknologi yang tersedia dalam bab ini.
Pada bab ini akan dibahas teknologi-teknologi yang telah dikenal dan digunakan luas di
lapangan. Pembahasan akan difokuskan pada rangkuman teknologi tersebut beserta kelebihan
dan kekurangan dan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan teknologi. Namun,
sebelum membahas teknologi pengolahan air limbah industri, terlebih dahulu akan dibahas
mengenai pencemaran badan air dan pengendaliannya serta parameter kualitas dan karakteristik
air limbah.
bersih (Prokasih), gerakan hemat air, penerapan izin pembuangan air limbah, peningkatan
pelayanan air minum, dan perbaikan sanitasi terutama pada kawasan permukiman yang padat.
Kegiatan pengelolaan air limbah ini perlu didukung oleh peningkatan peran serta dan
partisipasi masyarakat dan pemerintah. Beberapa data dari BPLH DKI Jakarta menyebutkan
bahwa prosentasi jumlah limbah domestik yang diolah dalam tangki septik rata-rata 39% dan
cubluk 20%, sisanya kemungkinan dibuang langsung ke badan air. Sementara itu saluran air
buangan domestik sistem terpadu yang tersedia di DKI Jakarta saat ini baru mencakup 2,1% dari
total limbah.
Menurunnya kualitas badan air seperti air tanah, air sungai, dan air laut akibat
pembuangan air limbah yang kurang baik terutama disebabkan oleh :
Kurangnya sarana dan prasarana sistem perpipaan air limbah domestik.
Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air limbah.
Masih tingginya penggunaan air sungai dan air tanah oleh masyarakat sebagai sumber air
bersih.
Rendahnya tingkat ketaatan para pengusaha terhadap peraturan pembuangan air limbah.
Oleh karena itu, untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas badan air sesuai dengan
peruntukannya dan meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam
pengendalian pencemaran badan air, pemerintah daerah melalui BPLHD / BAPEDAL
melakukan kegiatan antara lain:
1. Pelaksanaan Program Kali Bersih (Prokasih) yang mencakup sebagian besar propinsi dan
sungai seperti tercantum pada tabel 5.1 dan tabel 5.2. Pelaksanaan Prokasih ini memiliki
tiga tujuan, yaitu menurunkan beban pencemaran limbah yang masuk ke sungai,
meningkatkan kualitas sungai, dan meningkatkan sumber daya dan kelembagaan dalam
pengelolaan kualitas lingkungan dan sumber daya sungai.
2. Pemberian bantuan dana melaui kredit bunga rendah bagi pengusaha yang akan
membangun sarana pengolahan air limbah.
3. Pemberian kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan fasilitas air minum.
4. Pemasyarakatan/sosialisasi tentang produksi bersih, gerakan hemat air, program sumur
resapan, dan penghijauan.
5. Peningkatan sumber daya manusia bagi aparat, wakil masyarakat/LSM, dan industri kecil
dalam upaya pengelolaan air limbah dan penaatan peraturan.
6. Peningkatan sarana dan prasarana sistem perpipaan air limbah dan instalasi pengolahan air
limbah melalui kerja sama dengan swasta.
7. Perijinan pembuangan air limbah bagi industri melalui SIPLC (Surat Ijin Pembuangan Air
limbah) dan penegakan hukum bagi industri/kegiatan yang tidak menaati peraturan
pembuangan air limbah.
Utamanya dalam perencanaan, apabila perencanaan sudah tidak tepat akan berakibat timbulnya
berbagai kesulitan dalam pengoperasian serta biaya tinggi dengan hasil yang tidak memadai.
Dalam menentukan/perencanaan desain IPAL terhadap air limbah yang akan diolah
hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Kandungan dan jenis zat pencemar dalam air limbah, misal kandungan padatan terlarut dan
tersuspensi, kandungan bahan organik dan inorganik, kandungan logam berat, minyak dan
lemak serta beberapa kontaminan spesifik seperti senyawa fosfor, nitrogen , sulfat, sianida,
dan fenol.
Jumlah air limbah (debit) yang harus diolah perhari, serta fluktuasi jumlah air limbah dalam
1 hari, 1 minggu, dan 1 bulan.
Karakteristik kimia dan fisik dari setiap jenis bahan-bahan tersebut, misalnya sifat
toksisitasnya, kemudahan menguap (volatility), berat jenis, dsb.
Selanjutnya dalam menentukan/menilai suatu desain IPAL hendaknya diperhitungkan faktor-
faktor berikut:
Jaminan efektifitas/kemampuan menghilangkan/menurunkan bahan pencemar yang
terkandung dalam air limbah
Ketersediaan lahan
Kemudahan pengoperasian
Perimbangan biaya investasi dan biaya operasi
Produk samping yang dihasilkan, misalnya lumpur, gas-gas dan sebainya, serta cara
pengelolaannya.
Dengan mempertimbangkan faktor - faktor di atas akan ditentukan metode pengolahan, untuk
mendapatkan metode yang ideal memang tidak mudah, akan tetapi sekurang - kurangnya dapat
ditentukan skala prioritas terhadap faktor - faktor tersebut.
Penghematan terhadap biaya investasi dan operasi terhadap pengolahan air limbah
merupakan hal yang penting dalam prinsip pengendalian pencemaran terutama apabila ditinjau
dari pihak industri / produsen. Upaya untuk menghemat biaya pengolahan limbah diantaranya
adalah dengan menerapkan Cleaner Production. Cleaner Production atau lebih dikenal sebagai
Produksi Bersih (PRODUKSIH) adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif dan terintegrasi untuk mencegah dan atau mengurangi terbentuknya limbah pada
sumbernya atau lebih tepatnya pada keseluruhan siklus pembuatan suatu produk sampai dengan
upaya untuk menangani produk tersebut setelah tidak diperlukan lagi. Berbagai studi
menunjukkan bahwa penerapan upaya pencegahan ini akan mampu meningkatkan keuntungan
perusahaan, paling tidak akan menurunkan biaya pengolahan limbah.
Inti pelaksanaan produksi bersih adalah mencegah, mengurangi dan atau menghilangkan
terbentuknya limbah atau pencemar pada sumbernya, diseluruh daur hidup produk yang dapat
dicapai dengan menerapkan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih atau
teknologi akrab lingkungan, serta perubahan mendasar dalam sikap atau perilaku manajemen.
Pola lain yang lebih mudah dimengerti adalah dengan penerapan konsep 3 R: Reduce, Reuse &
Recycle (mengurangi terbentuknya limbah, menggunakan kembali limbah dan mendaur ulang
limbah menjadi produk baru yang lebih berguna)
Strategi ini bukan merupakan satu-satunya strategi pengelolaan lingkungan tetapi
merupakan komponen utama dalam upaya perlindungan lingkungan dan pembangunan
berkelajutan. Strategi ini jauh lebih efektif dalam melindungi lingkungan dibandingkan
mengolah limbah setelah terbentuk atau membersihkannya, karena dapat memperbaiki kualitas
lingkungan sekaligus mencapai efisiensi ekonomi.
Jadi, upaya pengendalian pencemaran badan air yang disebabkan oleh masuknya air limbah
atau bahan lain ke dalam badan air bukanlah hal sederhana, namun perlu pemikiran yang
mendalam dari semua pihak. Oleh karena itu, hal penting yang perlu digaris bawahi adalah
kendalikan zat pencemar pada sumbernya yaitu dengan pengendalian agar zat pencemar tidak
masuk ke dalam perairan, baik dari tingkat rumah tangga sampai industri. Berkaitan dengan hal
di atas maka perlu dilaksanakan pengendalian pencemaran air yang mencakup beberapa
kegiatan, yaitu :
1. Inventarisasi kualitas dan kuantitas air pada sumber air menurut sistem wilayah tata
pengairan.
2. Penetapan golongan air menurut peruntukannya, baku mutu air dan baku beban pencemaran
untuk golongan air tersebut, serta baku mutu air limbah untuk setiap jenis kegiatan.
3. Penetapan mutu air limbah yang boleh dibuang oleh setiap kegiatan ke dalam air pada
sumber air, dan pemberian ijin pembuangannya.
4. Pemantauan perubahan kualitas air pada sumber air dan mengevaluasi hasilnya.
5. Pengawasan terhadap penataan peraturan pengendalian pencemaran air, termasuk penataan
mutu air limbah, serta penegakkan hukumnya.
Untuk mengetahui karakteristik dari air limbah spesifik , kita harus mengerti juga jenis
pengolahan yang dibutuhkan. Tabel 5.4 merangkum kualitas efluen yang diperlukan untuk ijin
pembuangan air limbah sesuai dengan Lampiran C KEP-51/MENLH/10/1995.
Tabel 5.3 Jenis Kontaminan Dalam Air limbah
Parameter Keterangan
Bulk Organic Parameter
TOC Dapat beracun ; mengurangi oksigen terlarut
COD Dapat beracun ; mengurangi oksigen terlarut
BOD Mengurangi oksigen terlarut badan air penerima
Minyak dan Lemak / TPH Merusak vegetasi dan kehidupan akuatik
Parameter Fisik
TSS Mempengaruhi turbiditas ; meracuni kehidupan akuatik
pH Asam dan basa dapat meracuni kehidupan akuatik
Temperatur Mempengaruhi kehidupan akuatik
Warna Mempengaruhi aestetik dan merusak algae
Bau Mempengaruhi kehidupan akutik dan manusia ; aestetik
Potensial redoks Meracuni kehidupan akuatik
Parameter Kontaminan Spesifik
NH3 / NO3 Meracuni kehidupan akuatik ; eutrofikasi
Fosfat Eutrofikasi
Logam berat Meracuni kehidupan akuatik dan manusia
Surfaktan Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik
Sulfida Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik
Fenol Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik
Toxic Organics Meracuni kehidupan akuatik dan manusia
Sianida Meracuni kehidupan akuatik dan manusia
Keterangan :
TOC = Total Organic carbon
COD = Chemical Oxygen Demand
BOD = Biochemical Oxygen Demand
TPH = Total Petroleum Hydrocarbons
TSS = Total Suspended Solids
Dilute wastewater
Chemical Controlled or
Equalization Anaerobic
addition & Sedimentation Filtration transportated
and storage lagoon
coagulation discharge
bersifta asam. Kebanyakan asam kuat dapat digunakan untuk menetralkan air limbah basa.
Kebanyakan air limbah memiliki kapasitas buffer yang rendah, sehingga perubahan kecil
dari asam atau basa dapat menimbulkan perubahan pH yang besar. Dengan alasan tersebut,
disarankan sistem netralisasi terdiri dari dua atau tiga tingkat dengan pengendalian pH
yang otomatis.
4. Sedimentasi, tujuannya adalah untuk menghilangkan zat padat yang tersuspensi. Partikel
tertentu, seperti padatan limbah kertas dan pulp atau domestik, akan menggumpal pada sat
partikel tersebut menuju dasar tangki sedimentasi, sehingga mempengaruhi laju
pengendapan. Ini dikenal dengan pengendapan flocculant. Partikel seperti pasir, abu, dan
batubara tidak menggumpal, ini dikenal dengan nama pengendapan discrete. Terdapat
berbagai jenis tangki sedimentasi, tetapi pada umumnya padatan dikeluarkan dari dasar
tangki secara mekanis.
Energi
Limbah Organik CO2 + H2O
Sintesis Respirasi
Mikroorganisme baru
Endogenous
Nonbiodegradable Residu
Masing – masing proses ini masih dibedakan lagi bertalian dengan apakah pengolahan
dicapai dalam suatu sistem pertumbuhan tersuspensi, sistem pertumbuhan yang menempel pada
media inert yang diam atau kombinasi keduanya. Disamping itu, proses biologis dapat pula
dikelompokkan atas dasar proses operasinya. Ada tiga macam proses yang termasuk dalam cara
pengelompokkan ini, yaitu :
1. proses kontinu dengan atau tanpa daur ulang,
2. proses batch, dan
3. proses semi batch.
Proses kontinu biasa digunakan untuk pengolahan aerobik air limbah kota dan industri,
sedangkan proses batch atau semi batch lebih banyak digunakan untuk sistem anaerobik.
(activated sludge). Tambahan kata aktif diberikan karena selain mereduksi substrat (buangan),
juga mempunyai permukaan yang dapat menyerap substrat secara aktif.
Secara prinsip satuan operasi proses lumpur aktif tanpa daur ulang dilukiskan dalam
gambar 5.3. Air buangan dalam keadaan tersuspensi. Di dalam reaktor konsentrasi zat organik
akanberkurang karena adanya aktivitas mikroorganisme. Kondisi aerobik dicapai dengan aerasi
yang juga berfungsi untuk menjaga kandungan rekator senantias tersuspensi dengan baik. Secara
kontinu keluaraan dari reaktor (overflow) dialirkan ke dalam tangki pengendap, untuk
memisahkan fraksi padat dan cair. Pemisahan fraksi padat ini dapat dilakukan secara gravitasi
karena berat jenis padatan lebih besar daripada air.
Waste sludge
Gambar 5.3 Satuan Proses Pengolahan Biologik Kontinu Tanpa Daur Ulang
Banyak modifikasi telah dilakukan terhadap sistem lumpur aktif, tetapi secara
keseluruhan sistem pengolahan dengan lumpur aktif dapat dicirikan dengan tanda-tanda sebagai
berikut :
1. Menggunakan lumpur mikroorganisme yang dapat mengkonversi zat organik terlarut dalam
air buangan menjadi biomassa baru dan zat anorganik.
2. Pengolahan dengan lumpur aktif memungkinkan terjadinya pengendapan sehingga keluaran
hanya sedikit mengandung padatan mikroba.
3. Pengolahan dengan lumpur aktif mendaur ulang sebagian lumpur mikroorganisme dari
tangki pengendap ke reaktor aerasi, kecuali pada reaktor aliran yang teraduk baik (continuous
stirred tank), kadang-kadang mikroorganisme tidak perlu didaur ulang.
4. Kinerja pengolahan dengan lumpur aktif bergantung pada waktu tinggal sel rata-rata di
dalam reaktor (mean cell residence time).
Sistem pengolahan dengan menggunakan lumpur aktif mempunyai beberapa macam
modifikasi proses.
Gambar 5.4 Konfigurasi Laguna yang Terdiri dari Laguna Aerobik, Fakultatif, dan
Pengendapan
Laguna aerobik mendegradasi organik terlarut, tetapi menambah konsentrasi biomassa /
mikroorganisme. Waktu tinggal hidaraulik dalam laguna aerobik sekitar 1-3 hari. Laguna
fakultatif mengurangi BOD yang tersisa dan sebagian besar dari padatan tersuspensi dengan
waktu tinggal sekitar 3-6 hari. Bila padatan tersuspensi dari aliran keluar harus lebih kecil dari
50 mg/l, maka diperlukan sebuah laguna pengendapan.
Sistem laguna seperti di atas mempunyai efisiensi pengurangan zat organik yang tidak
kalah bila dibandingkan dengan proses lumpur aktif. Disamping itu, sistem laguna mempunyai
kelebihnan yaitu tidak diperlukan pengeluaran lumpur dari sistem, tetapi kelemahan yang nyata
adalah memerlukan tanah yang relatif luas.
udara
oksigen
medium
karbondioksida
produk akhir
Gambar 5.5 Skema Sederhana Proses yang Terjadi di dalam Suatu Saringan Percik
Tinggi unggun yang banyak digunakan bergantung pada jenis media; untuk media batu,
tinggi yang umum adalah 1 hingga 3 m, dengan ukuran media antara 6-10 cm. Penggunaan
media batu mulai ditinggalkan dan diganti dengan bahan yang terbuat dari plastik, karena media
plastik dapat ditumpukkan hingga ketinggian 13 m dan dapat beroperasi dengan laju 4 gal/ft2
menit. Hal ini disebabkan hilang tekan (pressure drop) dari bahan plastik lebih rendah
dibandingkan dengan media batu.
Saringan percik tidak dapat mengurangi kandungan BOD lebih dari 85% secara
ekonomis. Walaupun demikian, sistem ini lebih mudah dan murah untuk dioperasikan dengan
proses lumpur aktif. Bila ingin mendapatkan aliran ke luar dengan kualitas yang baik, sebagian
dari aliran dapat disirkulasikan balik ke dalam sistem, seperti yang terlihat pada gambar 5.6.
Trickling
Filter
effluent
Clarifier
Rock or plastic
packing
sludge
Plastic-disc
Rotating biological media
contactor
Kelebihan-kelebihan tersebut diterangkan lebih lanjut pada Speece (1996). Walaupun memiliki
kelebihan-kelebihan, sistem anaerob memiliki pula beberapa kelemahan. Sebagai contoh, ada
beberapa keadaan yang tidak cocok untuk proses anaerob yaitu diantaranya : apabila temperatur
limbah relatif rendah (< 20 oC), limbah memiliki kandungan organik yang relatif rendah, limbah
tidak memiliki alkalinitas yang mencukupi atau baku mutu BOD untuk keluaran sangat rendah
(< 20 mg/L). Keuntungan lain prose anaerobik dibandingkan proses aerobik dapat dilihat pada
tabel 5.9.
Tabel 5.9 Perbandingan Neraca Karbon dan Energi antara Proses Aerobik dan Anaerobik
Neraca Proses Aerobik Proses Anaerobik
Karbon 50% diubah menjadi biomassa dan 50% 95% diubah menjadi biogas dan 5%
menjadi CO2 menjadi biomassa
Energi 60% disimpan dalam jumlah besar pada sel Hampir 90% energi dalam zat organik
baru yang terbentuk dan 40% hilang sebagai diperoleh kembali dalam biogas, 5-7 %
panas digunakan untuk pertumbuhan sel dan
2-5 % dibuang sebagai panas
(Sumber : Sahm, 1984)
Penggunaan pengolahan air limbah secara anaerobik lebih lanjut pada masa mendatang
akan semakin meluas, hal ini sebagian disebabkan oleh penerapan teknologi reaktor anaerobik
yang makin baik dan penggunaan bioreaktor berkecepatan tinggi (high-rate bioreactor)
merupakan kunci suskses dari proses anaerob.
Penerapan teknologi anaerob dalam mengolah air limbah, pada saat ini telah atau akan
mencakup :
hampir semua jenis air limbah industri : larut atau sebagian larut; konsentrasi tinggi atau
rendah; kompleks atau sederhana,
limbah domestik, baik skala kecil maupun besar,
limbah agroindustri.
Contoh-contoh industri skala nyata yang telah menggunakan proses aerob : etanol, gula, bir,
asam sitrat, selulosa, industri makanan, enzim, pengolahan ikan, pengolahan daging,
pemotongan hewan, pengolahan susu, farmasi, kelapa sawit, pengolahan karet, pati, pengalengan
sayuran/buah-buahan, ragi, kertas dan pulp dan lain-lain.
Proses anaerob dapat diintegrasikan dengan proses biologis (aerob), fisika atau kimia.
Perkembangan tersebut diperlukan untuk memenuhi baku mutu lingkungan yang makin ketat,
meningkatkan efisisensi sistem dan untuk pengambilan kembali (recover) produk yang
bermanfaat.
Pada proses anaerobik, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang dengan mengubah
zat organik air limbah menjadi gas metana dan CO2 tanpa kehadiran oksigen. Proses anaerobik
umumnya digunakan untuk mengolah air limbah dangan BOD diatas 4000 mg/l.
Tabel 5.10 Reaksi Fermentasi Sistem Anaerobik (Tanpa kehadiran Sulfat dan Nitrat)
Reaktan Produk Hr
Reaksi Total :
C6H12O6 + 3 H2O -403,6
Reaksi Parsial :
Mikroorganisme Hidrolilitik (MH)
C6H12O6 + 2 H2O 2 etanol + HCO3- + 2 H+ -225,4
C6H12O6 2 laktat- + 2 H+ -198,1
C6H12O6 + 2 H2O butirat- + 2 HCO3- + 3 H+ + 2 H2 -254,4
C6H12O6 3 asetat- + 3H+ -310,6
C6H12O6 + HCO3- + H2O suksinat2- + asetat- + format- + 3 H+ -144
3 laktat- 2 propionat- + asetat- + HCO3- + H+ -164,8
2 laktat- + 2 H2O butirat- + 2 HCO3- + H+ + 2 H2 -56,2
Mikroorganisme Asidogenesa (MA)
Etanol + 2 HCO3- asetat- + 2 format- + H2O + H+ +7,0
Etanol + H2O asetat- + 2 H2 + H+ +9,6
Laktat- + 2 H2O asetat- + 2 H2 + HCO3- + H+ -3,96
Butirat- + 2 H2O 2 asetat- + 2 H2 + H+ -48,1
-
Benzoat + 6 H2O 3 asetat- + 3 H2 + CO2 + 2 H+ +53,0
Suksinat- + 4 H2O asetat- + 2 HCO3- + 3 H2 + H+ +56,1
-
Propionat + 3 H2O asetat- + HCOO3- + 3 H2 + H+ +76,1
Mikroorganisme Metanogenesa (MM)
asetat- + H2O CH4 + HCO3- -31,0
- +
4 H2 + HCO3 + H CH4 + 3 H2 -135,6
4 HCO2 + H+ + H2O CH4 + 3 HCO3- -130,4
(Sumber : Tahurer, 1977)
Pada sistem anaerobik lebih dari 60% metana berasal dari asetat dan 30% samapi 40%
metana dihasilkan dari reduksi CO2. Jadi Aceticlastic methanogens memainkan peranan penting
dalam pembentukan metana. Aceticlastic methanogens yang utama adalah Methanosarcina dan
Methanochaeta (Methanothrix) yang pertumbuhannya relatif lambat yaitu sekitar 24 jam untuk
penggandaannya. Aceticlastic methanogens dapat mudah terhambat oleh mikroorganisme
pengguna H2 yang waktu penggandaannya hanya 1 sampai 4 jam. Dengan demikian
pembentukan metana dapat terhambat bila terjadi akumulasi H2. Mempertimbangkan hal ini
maka tekanan H2 harus dijaga relatif rendah.
I. Mikroorganisme Hidrolitik
Tahap Hidrolisa
Laktat Format H+
Asetat H2 Format
Tahap Metanogenesa
CH4 HCO3-
CO2
CnHaOb + (n - a/b - b/2) H2O (n/2 – a/8 + b/4) CO2 + (n/2 + a/8 –b/4) CH4
Carbon in biogas
80 -90%
Carbon in influent
Carbon in effluent
5 - 10%
Carbon in anaerobic
surplus sludge
Sulfat Reducing Bacteria (SRB) dapat mendominasi MM di dalam substrat. Hal ini
dihubungkan dengan fakta bahwa sedikit energi bebas yang berlebih dilepas selama
reduksi sulfat disbanding selama reduksi CO2 menjadi metana.
Penghambatan MM oleh sulfida yang terbentuk selama reduksi sulfat. Sulfat sendiri tidak
cukup toksik untuk menyisihkan MM, kecuali jika konsentrasi sulfida yang larut
melebihi 200 mg/l, maka aktivitas MM akan sangat terhambat. Hanya sulfida terlarut
yang menunjukkan toksisitas, karena terdapat dalam sel. Logam berat akan membentuk
endapan yang sukar larut dengan sulfida, penambahan logam seperti besi memberikan
kemudahan mengurangi konsentrasi sulfida terlarut. Sulfida juga data dirubah sebagai gas
H2S karena itu sulfida yang larut tergantung pada pH cairan dan komposisi gas.
Logam-logam berat bersifat toksik bagi populasi mikroorganisme anaerobik pada konsentrasi
yang sangat rendah. Toksisitas hanya mnyangkut ion logam bebas, karena itu toksisitas
sangat bergantung pada anion kompleks dan pengendapan anion. Hal tersebut menyebabkan
pembentukan garam sulfida menjadi penting, karena logam berat sulfida sangat sukar larut.
Solubilitas sulfida dari 3,7 x 10-19 untuk FeS sampai 8,5 x 10-45 untuk CuS. Kira-kira untuk
mengendapkan logam berat diperlukan 0,5 mg sulfida per mg logam berat. Jika sulfida yang
terjadi secara alami tak cukup mencegah toksisitas logam berat, sulfida ditambahkan dalam
bentuk ferro sulfat. Sulfida yang berlebihan akan dikeluarkan sebagai besi sulfida. Jika
penambahan logam berat masuk reaktor, logam-logam tersebut akan menarik sulfida dari
besi karena besi sulfida adalah logam berat yang paling mudah larut. Selama pH di atas 6,4
maka besi akan diendapkan sebagai besi karbonat, dengan demikian mencegah terjadinya
toksisitas besi terlarut. Tabel 5.11 menyajikan konsentrasi logam berat terlarut yang dapat
menghambat proses anaerobik.
Tabel 5.11 Konsentrasi Logam Berat Terlarut yang Dapat Menghambat Pada Reaktor Anaerobik
Kation Perkiraan konsentrasi (mg/L)
Fe++ 1 – 10
Zn++ 10-4
++
Cd 10-7
+
Cu 10-12
++
Cu 10-16
Kloroform dan halogen lain merupakan penghambat bagi MM. Pada konsentrasi kira-kira 1
mg/l. Detergen pada konsentrasi 15 mg/l menyebabkan kesulitan pada reaktor anaerobik.
Antibiotik monensin yang digunakan untuk aditif makanan ternak menyebabkan reduksi
metanogenesa pada konsentrasi 1 g/l.
2. Temperatur
Laju reaksi proses biologi sanagt tergantung pada temperatur. Kenaikan temperatur, yang
relatif dekat dengan rentang temperatur optimum, akan meningkatkan laju pertumbuhan
spesifik mikroorganisme (Grady dan Lim, 1980).
Reaksi katalis secara biologi menunjukkan tiga daerah temperatur, yaitu : temperatur
minimum (reaksi paling lambat yang mungkin terjadi), temperatur optimum (laju reaksi
maksimum) dan temperatur maksimum (pada temperatur yang lebih tinggi tak akan terjadi
reaksi lagi). Temperatur ini tergandung pada jenis mikroorganisme, yaitu ada yang disebut
psicrophilic (optimum pertumbuhan < 20oC), mesophilic (optimum pertumbuhan 20 – 45oC)
dan termophilic (optimum pertumbuhan > 45oC).
Laju reaksi Mm sangat tergantung pada temperatur. Laju reaksi akan bertambah dengan
kenaikan temperatur di atas 10oC. Dua kondisi optimum terjadi pada temperatur dekat 35oC
untuk mikroorganisme mesophilic (33oC- 42oC) (Stamps, 1989), dan antara 55-60oC untuk
termophilic (Stamps, 1989 ; Malina dan Difilippo, 1971). Pada temperatur 70oc atau di
atasnya laju pertumbuhan MM akan turun.
MM pengguna asetat yaitu Methanosarcina yang bersifat termophilic disebut sebagai
MethanosarcinaTM-1, dapat pula tumbuh pada temperatur lain, karena asetat sangat baik
terdegradasi menjadi biogas pada 60oC. Sampai sekarang semua MM lainnya digambarkan
sebagai tipe mesophilic. Walaupun kenyataan bahwa produksi gas lebih banyak diperkirakan
diperoleh pada rentang thermophilic, namun sangat jarang dilakukan.
Karena memerlukan energi yang besar untuk menjaga reaktor pada temperatur yang
tinggi. Selain itu mikroorganisme thermophilic sangat sensitif terhadap perubahan kondisi
lingkungan disbanding mikroorganisme mesophilic.
Sistem anaerobik sebaiknya dioperasikan pada temperatur yang dijaga konstan. Fluktuasi
ini tidak boleh melebihi 2oC per hari (Mossey, 1980). Temperatur yang konstan diperlukan
karena perbedaan kelaukan dari tiga grup trofik. MA lebih cepat menyesuaikan terhadap
perubahan kondisi daripada MM. Hal tersebut menyebabkan akumulasi produk asam-asam
organik. Akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan yang dapat menjurus pada kegagalan
proses. Mempertimbangkan hal tersebut maka temperatur yang seragam lebih penting
daripada menjaga temperatur yang memberikan laju maksimum.
rendah disbanding air limbah yang lebih pekat. Maka dari itu rasio antara asam-asam volatil
dan alkalinitas menjadi kriteria terbaik untuk menilai kestabilan sistem. Rasio total asam
volatil sebagai asam asetat dibanding alkalinitas sebagai CaCO3 disarankan lebih kecil dari
0,1 (Sahm, 1984).
Offgas
Anaerobic Filter
Reactor
Effluent
Packed Bed
Effluent
recycle
Wastewater
Anaerobic Contact
Offgas
Reactor
Degasifier
Wastewater
Effluent
Clarifier
Solid recycle
Fluidized-Bed Offgas
Reactor
Effluent
Wastewater
Sludge blanket
Wastewater
Gambar 5.10 Berbagai Jenis Reaktor Yang Digunakan Untuk Mengolah Air
Limbah Secara Anaerobik
Tabel 5.13 Kinerja Reaktor Unggun Terfluidisasi Dengan Reaktor Saringan dan UASB
Untuk Limbah Pabrik Kertas
Anaerobik reaktor
Anaerobik Filter Upflow Anaerobik Sludge Fluidized bed
blanket
Hydraulic retention time, s 1,0 2,9 0,35
Organics loading, kg COD/m3-s 10 - 15 4-5 35 - 48
Organics removed, % :
COD 77 87 88
BOD 77 88 89
Methane generated, m3/kg COD
removed 0,31 0,28 0,35
Suspended solids, mg/L :
Feed 33 56 29
Effluent 195 238 110
Basis : Paper mill foul condensate, COD = 13.700 mg/L
Produksi biomassa rendah : produksi biomassa pada bioreaktor membran relatif rendah
dibandingkan dengan sistem konvensional, akaibat temperatur yang tinggi dan pembebanan
(F/M) yang rendah.
Penerapan bioreaktor membran dalam skala nyata telah dipakai untuk mengolah : landfill
leachate, limbah dari industri kimia, industri kulit dan kertas / pulp. Penerapan bioreaktor
membran, saat ini, masih agak terbatas akibat diperlukannya energi yang tinggi untuk
mempertahamkan supaya kecepatan alir silang dan permeabilitas membran tetap tinggi. Hal
tersebut menimbulkan biaya yang cukup tinggi untuk pemisahan dengan membran.
Dengan menggunakan membran hollow-fibre dan teknik-teknik tertentu kebutuhan energi
dapat diturunkan secara nyata, di samping itu pengendalian terhadap pemisahan membran dapat
diatasi. Hal lain yang perlu dicatat adalah harga membran cenderung menurun secara nyata
dalam sepuluh tahun terakhir ini.
Hingga saat ini, bioreaktor membran digunakan dalam skala nyata untuk mengolah air
limbah yang relatif pekat, karena biaya pemisahan dengan membran masih relatif mahal.
Pengembangan teknologi membran dengan energi rendah dan biaya membran yang cenderung
makin murah menciptakan kemungkinan penggunaan bioreaktor membran menjadi lebih luas.
Teknologi ini membuka peluang penggunaan kembali air limbah, baik limbah industri maupun
domestik, pengurangan lumpur yang terbentuk dan luas lahan yang relatif kecil (small foot
print).
Setelah kontaminan dalam air limbah dikarakteristikkan, diagram alir seperti pada
gambar 5.11 dapat digunakan untuk menentukan proses apa saja yang diperlukan dalam
pengolahan air limbah. Pada tahap ini, pertimbangan secara detail sebaiknya dilakukan yaitu
mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi, keamanan, kehandalan, dan kemudahan
mengoperasikannya.
Setelah pertimbangan detail perlu juga dilakukan studi kelayakan dan jika perlu
percobaan skala lab / pilot yang bertujuan :
Memastikan bahwa teknologi yang telah dipilih terdiri dari proses-proses yang sesuai dengan
karakteristik air limbah yang akan diolah.
Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan efisiensi
pengolahan yang diharapkan.
Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala
sebenarnya dari teknologi pengolahan air limbah yang dimaksud.
Gambar 5.11 Diagram Alir Penentuan Teknologi Pengolahan Air limbah Yang Tepat