Você está na página 1de 54

BAB III

TRANSFORMASI CITRA

l::elah membaca bab ini pembaca akan memahami tentang


:e-gertian transformasi citra, memahami berbagai jenis transformasi
:--'a meliputi Fourier, kosinus, Hartley, sinus, Walsh, Hadamard, dan
i art. Pembaca juga akan memahami dekomposisi averages dan
:=erences, transformasi Wavelet Haar, dan Daubechies dengan
-:..rik filter bank.

3.1 Pengertian Transformasi Citra


S:mra harfiah, transformasi atau alih ragam citra dapat diartikan
:::agai perubahan bentuk suatu citra. perubahan bentuk tersebut
::cat berupa perubahan geometri pixel seperti perputaran (rotasi),
:.'geseran (translasi), penskalaan, dan lain sebagainya atau dapat
-;a berupa perubahan ruang (domain) citra ke domain lainnya,
r:certi transformasi Fourier yang mengubah suatu citra dari domain
::asial menjadi domain frekuensi. Fokus pembahasan pada bagian
- adalah pada transformasi jenis terakhir, yaitu perubahan domain
-. -atu citra ke domain lainnya, sedangkan untuk transformasi

;:cmetri dijelaskan pada subbab lV. Untuk selanjutnya, istilah trans-


':masi citra pada pembahasan setanjutnya dalam bab ini mengacu
:aCa transformasi ruang (domain) tersebut.
-'ansformasi citra merupakan pokok bahasan yang sangat penting
:=lam pengolahan citra. Citra hasil proses transformasi dapat
: analisis kembali, diinterprestasikan, dan dijadikan acuan untuk
-elakukan pemrosesan selanjutnya. Tujuan diterapkannya transfor-
-asi citra adalah untuk memperoleh informasi (feature extraction)
.ang lebih jelas yang terkandung dalam suatu citra.
','elalui proses transformasi, suatu citra dapat dinyatakan sebagai
'cmbinasi linier dari sinyal dasar (basic srgna/s) yang sering disebut
:engan fungsi basis (basis function). Suatu citra yang telah
:engalami transformasi dapat diperoleh kembali dengan mengguna-
<an transformasi balik (invers transformation).
64 I Pengolahan Citra Digital

Bab ini akan membahas berbagai metode transformasi citra, di


antaranya transformasi Fourier diskrit, transformasi cosinus diskrit,
transformasi Hartley diskrit, transformasi sinus diskrit, transformasi
Walsh, transformasi Hadamard, transformasi Slant, dan transformasi
Wavelet diskrit.

3.2 Transformasi Fourier Diskrit


Tranformasi Fourier merupakan transformasi yang paling terkenal
dan banyak digunakan dalam pengolahan citra. Tranformasi ini
diperkenalkan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier pada tahun 1807.
Transformasi Fourier membawa suatu citra dari ruang spasial ke
ruang frekuensi. Fungsi basis dari transformasi Fourier adalah berupa
fungsi (sinyal) sinus. Melalui transformasi Fourier, suatu citra (sinyal
atau fungsi) dapat dinyatakan sebagai penjumlahan sinyal sinus atau
kosinus dengan amplitudo dan frekuensi yang bervariasi. Frekuensi
yang dominan pada suatu citra dapat diketahui melalui transformasi
ini.
Transformasi Fourier yang biasa diterapkan pada data citra (sinyal
diskrit) adalah transformasi Fourier diskrit (Discrete Fourier
Transform) dan disingkat dengan DFT.

DFT 1-Dimensi
Transformasi Fourier diskrit pada citra 1 dimensi f(x) = ((0), (1),
f(2), ..., (N-1)) berukuran N, dengan indeks x bernilai dari 0 sampai
dengan N-1, akan menghasilkan citra 1 dimensi F(u) = (F(0), F(1),
F(2), ..., F(N-1)), dengan F(u) dapat dinyatakan sebagai berikut.

I ry:l -Zin*f |
f
F(u) =;
;6
,^v
I,f(r) 'L--1!!2
expl
N .l
untuk u = 0, 1, 2, ..., N-1 .. (3.1)

F(u) menyatakan komponen frekuensi spasial dengan u menyatakan

koordinat frekuensi spasial, sedangkan J = \l- 1


merupakan bilangan
komplek.
Dengan memanfaatkan teorema Euler:
TransformasiCitra I
65

ej9 = cos? + j sine .............. ... (3.2)


maka persamaan (3.1)dapat disajikan dalam bentuk:
I N-l
F(u) =+ I f @)(cos(2ntx I N)- j sin(2ntxl.^/)) ...... (3.3)
N?u
Citra semula dapat diperoleh kembali dengan menggunakan transfor-
masi Fourier diskrit balik sebagai berikut.

.f(*)=io(r)*olr#) untuk x = 0, 1,2, ...,N-1..(3.4)

Hasil tranformasi Fourier mengandung bilangan real dan imajiner


yang berturut-turut dapat dinyatakan sebagai (R(u)) dan (l(u)). Cara
lain untuk menampilkan hasil transformasi untuk menghindari
bilangan imajiner tersebut adalah menggunakan spektrum (spectrum)
dan sudut (phase) Fourier. Spektrum Fourier (magnitude) dapat
dinyatakan sebagai:

F.(,) = (nfu)' + I(u)')% ........ (3.s)


Sedangkan sudutnya dapat dihitung dengan rumus:

r(')
I
o(u) =,un-' I
L^(,)l (3 6)

untuk u = 0, 1, 2, ..., N-1.


Hubungan antara bilangan real dan imajiner dengan magnitude dan
sudut ditunjukkan pada Gambar 3.1.
66 I Pengolahan Citra Digital

majiner

magnitude

Real

Gambar 3.1 Hubungan antara bilangan real dan imajiner dengan


magnitude dan sudut hasil transformasi Fourier

Berikut diberikan contoh DFT 1. Suatu citra 1 dimensi f(x) = (f(0), f(1),
(2), (3)) = (3, 4, 4, 5), dengan N = 4 maka DFT-nya dapat dihitung
sebagai berikut.

F(0) =
it f AXcos(2ttOx / 4) - i sin(2xox t 4))
=
)vol+,r(l)
+ -f (2) + f(3))= 1(r
4'
+ 4 + 4+ 5) = 4

r(1) = AXcos(2xLxt4)- jsin(zrtxt4))


lZf
,|

=
7[3(1
- 0) + 4(0 - i) + 4(-1- 0) + s(0 + 7)

11
=;(r-4i -4+5i) =;(-, + i)=-0.2s+0.25i

F (2) =
lZ f AXcos(2tr2 x t 4) - i sin(2tr2x t 4))
I
=
;[3(1
- 0) + 4(-r -0) + 4(1 - 0) + s(-1 - 0)

=lr,
4, -4+4 -5)= OGZ)=-0.5
Transformasi Citra I

1' (3) =
iif UXcos(2tt3x t 4) -j sin(2r3x t 4))

0) + 4(o +1i) + 4(-r- -li)


=
]trf, - 0) + s(0

=
Ir,
+ 4 i + -4 - s i) = Ir-, - t i) = -0.25 - o.2s i
Untuk memperoleh kembali citra f(x) maka dapat digunakan transfor-
masi balik seperti ditunjukkan pada rumus (3.4).
Spektrum Fourier dari contoh soal dapat dihitung sebagai berikut.

r(o) =+

r(r) = ft- o.zs;' + (o.zs)']i = o.:s

t,(z)l=k-o r)' * (o)']i = o,


r(:) = [- o.zs;' + (- o.zs)']i = o.r,
Sedangkan sudutnya sebagai berikut.

o1o1 =,""-' [9'l = t*-' '-


[o]
L4J
o(t) =t*-' = tun-' [-
[#] r1

o(2)=""_,[#]= tu,,'[oJ

o(3) =,*-,
[J#] =,u,-, [,]
68 | Pengolahan Citra Digital

DFT 2 Dimensi
Transformasi Fourier diskrit dari citra 2 dimensi f(x,y) dapat dihitung
sebagai berikut.
1 M-tN-t f /ux.(ry))l
F(u,v)==!,tI
\ " MN .r / 'L iz"l-+t ---- I l ................(3.7)
e/4Jf(x,y)cxpl- " ( N/r_l lttt
Sedangkan transformasi baliknya dapat dinyatakan sebagai:

.f(*,y)=."I,I F(u,v)expltr,(#.(+))l (3 8)

M dan N berturutturut menyatakan lebar dan tinggi citra.


Magnitude dan sudut dari DFT 2 dimensi dapat dihitung sebagai
berikut.

lr(r,v)l= (n(r, v)' + I(u,r)')% .............(3 e)

. tan-'L^_r]
o(u,v) =
,I trr.rlf
..... (3.10)

Untuk menampilkan pada layar monitor, citra hasil transformasi


Fourier sering kali ditampilkan dengan rumus:

D(u,v)- c log Q+lr(",r)) ...... (3.11)

dengan c menyatakan suatu konstanta.


Gambar 3.2 menunjukkan contoh hasil transformasi Fourier diskrit
cilra 2D.
TransformasiCitra I
69

Gambar 3.2 (a) Citra asli (b) Citra spektrum Fourier (magnitude) dari (a)
dan (c) Citra sudut dari (a)

Gambar 3.3 Menunjukkan contoh lain dari hasiltransformasi Fourier

(a)

Gambar 3.3 (a) Citra ROI iris 128 x 128 pixel (b) Spektrum Fouriernya

Salah satu sifat transformasi Fourier yang menarik adalah rata-rata


seluruh pixel pada citra asli dapat diketahui dari komponen F(0,0),
yaitu:

7@,y)= lr'(o,o) e.12)


DFT memiliki kompleksitas waktu komputasi N2 sehingga akan men-
jadi sangat lambat bita diterapkan pada citra berukuran besar. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat digunakan transformasi Fourier
cepat (Fast Fourier Transform) yang disingkat dengan FFT yang
memiliki kompleksitas komputasi N log2 N. Misal untuk N = 1.024
maka DFT akan membutuhkan kompleksitas waktu komputasi N2 =
(1.02q2 = 1.048.576, sedangkan FFT membutuhkan kompleksitas N
70 I Pengolahan Citra Digital

log2 N = 1.024 x 10 = 10.240, yang berarti FFT lebih cepat sekitar 102
kali dibandingkan DFT.
Transformasi Fourier diskrit 1D di atas dapat dibuat dalam bentuk
yang lebih umum, yaitu:
N-1
r(u)= Zf 6)s\,u) ............ .. (3.13)
x=0

dengan T(u) merupakan hasil transformasi f(x), sedangkan g(x)


sering disebut dengan fungsi kernel atau fungsi basis yang digunakan
untuk menghasilkan kernel atau basis untuk transformasi. Tentu
formula yang sama juga dapat dikembangkan untuk transformasi 2D.
Gambar fungsi basis DFT

yang merupakan bagian dari persamaan (3.3), untuk u = 0, 1,2,...,


N-'1, dan x = 0, 1,2, ..., N-1, dengan N = 16, ditunjukkan pada
gambar 3.3.
Tampak pada gambar 3.4, fungsi basis DFT berada dalam interval -1
sampai 1, yang merupakan nilai alami untuk nilai sinus kosinus.
TransformasiCitra I 71

o om
l I

) d-

4 4

7 7

I I
I o

jll ro
lt ll
Id_ IL

r3 t5
.1
t4

r5

t_ttllItt t I*I.JJ"*IJ,LJ LL.l-1_LLl-LLl*u*t"i I I I


o t2 16 ]4812t6
X

(a) (b)
Gambar 3.4 Fungsi basis transformasi Fourier diskrit 1D untuk N = 16 (a)
Komponen sinus (b) Komponen cosrnus (Pratt, 2007)

3.3 Transformasi Kosinus Diskrit


Transformasi kosinus diskrit (Discrete Cosine Transform) sering
disingkat DCT mirip dengan transformasi Fourier, hanya saja DCT
menggunakan komponen kosinus saja. DCT telah menjadi pilihan
sebagai dasar algoritma kompresi JPEG dan MPEG.

'_----.--._
72 | Pengolahan Citra Digital

DCT 1 Dimensi
DCT 1 dimensi C(u) didefinisikan sebagai berikut.

C(u)=&^
untuk u = 0, 1,2, ...,
Zr',)*'lQP),
N-1 (3.15)
Dengan cara yang sama, DCT balik dapat didefinisikan sebagai
berikut.

(x) a(,)c1,1"".[q&],
-f

untuk x =
1ffi I
0, 2, N-1
1, ..., (3.16)
Dengan a (u) dinyatakan sebagai berikut.

a(u)=
o untuk u = 0
(3.17)
I untuk u* 0

Bilangan yang dihasilkan melalui tranformasi DCT tidak mengandung


unsur imajiner. DCT dari contoh citra 1 dimensi f(x) = (3, 4, 4, 5)
adalah sebagai berikut.

c(o)=
Ei*r,,,*.[4t'D]
=
)trto)
* r0) * rQ) +r(:)) =
f,r,
* 4 + 4 +5) = 8
TransformasiCitra I
73

c(r)=
Er>tu,.".[oef4]
fl ft
= + 4(0.38)+ +(- o.:s)+ s(- o.oz))= = -s.71
l r(tto.oz) {r(-,.84)

c (z) =
E, i"r,,, ."{oe+U]
rr
= + 4(- o.zr)+ +(- o.zr)+ s(o.zr))= o
{;(:to.zl)

=,8,
c(3)
i /(,) "",[{e+u]
l1
= + 4(- o.oz)+ +(o.oz)+ s(- o.:a))= -0.ta
{;(:ro.:8)

Jadi citra f(x) = (3, 4, 4, 5) setelah mengalami transformasi kosinus


1D menjadi C(u) = (8, 0.76, 0, -0.76).
Fungsi basis (kernel)transformasi kosinus diskrit 1D adalah:

sG,,)=&"@)*'l4P] (318)

untuk u = 0, 1,2, ..., N-1, dan x = 0, 1,2, ..., N-1, ditunjukkan pada
gambar 3.4. Nilai kernel dari DCT juga berada dalam interval -1
sampai 1.
74 | Pengolahan Citra Digital

o
I

4
3

s
7I
u
s

s
to

tt
ta

t3

l4
t5

I r" r r",,r,J,r
t?

x
Gambar 3-5 Fungsi basis transformasi kosinus drskn? 1D untuk N = 16
(Pratt,2007)
Transformasi Citra I

DCT 2 Dimensi
Persamaan DCT 2 dimensi untuk citra f(x,y) dengan ukuran N x M
dapat dinyatakan sebagai berikut.

c (u, v) =
h o(,, l"(, )I I 7 (,, y )
"o,[
4#)*"1j#})
(3 1e)
,";;;;;= 0,,,r, ,;-;,;;;;:;,;; ,; ";;,nstun
untukk=o
a(t)=
# (3.20)
I untuk k* 0

Transformasi kosinus diskrit 2D balik (invers 2D DCT) dapat


dinyatakan sebag6i: s=!

f (*, v) = (,)o (")c (",' )' o'[ *14#y)


hnZo -;_lz^)'
....... (3.21)
dengan x = 0, 1,2,...,N-1, dan Y = 0, 1,2,...,M-1.
DCT 2 dimensi dapat dihitung dengan menggunakan DCT 1 dimensi
dua tahap. Pada tahap pertama, DCT 1 dimensi dilakukan dalam
arah baris pada citra f(x,y) untuk menghasilkan C(u,y), seperti berikut'

C(u,y) =
^E o(dy,-[(*,y).or["(2r-tt)'-l
--\-'/L'/r \ 1/ ' G 22)
V fV I 2N -l
untuk u = 0, 1,2, ..., N-1.
Pada tahap kedua, tahap untuk menghasilkan DCT 2 dimensi, di
mana DCT 1 dimensi dilakukan dalam arah kolom pada citra hasil
C(u,y) yang dihasilkan dari persamaan (3.22), seperti berikut ini.
I Pengolahan Citra Digital

6 -M-l I o(zy + 1)r-l


... ... (3.23)
C(u,v) =
l; "(")nc(u,y)cos l-;r.-l
untuk v = 0, 1, 2, ..., M-1.
Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk menghitung DCT 2D balik.
Pada tahap pertama DCT 1D balik dilakukan dalam arah kolom untuk
menghasilkan C(u,y), seperti berikut.

c(u, y) = p.24)
^ET.o(,)ctu,r1"orl4p]
\M?u,, L 2M l
Tahap kedua, tahap untuk menghasilkan DCT 2D balik, di mana DCT
1D balik dilakukan pada citra C(u,y) yang dihasilkan dari persamaan
(3.24).

.r(x,y)=&io(u)c1,,il*,14{] (325)

untuk u = 0, 1, 2, ..., N-1 .


Gambar 3.6 (b) menunjukkan contoh hasil transformasi diskrit 2
dimensi.
Fungsi basis DCT 2 dimensi adalah:

c (x, y, u, v) =
# *(, )o(, )
"o.[
4#1-'14#)
(3.26)
dengan nilai u dan x = O, 1,2,..., N-1, sedangkan v dan y = 0, 1,2, ...,
M-1.

3.4 Transformasi Hartley Diskrit


Tranformasi Hartley, sesuai dengan nama penemunya, memiliki
bentuk seperti transformasi Fourier namun tanpa bilangan komplek
(tanpa bagian imajiner). Salah satu keuntungan dari transformasi
Hartley adalah transformasi maju dan transformasi balik memiliki
operasi yang sama.
TransformasiCitra I
77

Transformasi Hartley diskrit (Discrete Hartley Transform) sering


disingkat dengan DHT, untuk citra2 dimensif(x,y) dapat didefinisikan
sebagai:

",))
(3.27)

dan untuk DHT balik adalah:

r (*, v) =
# AAr(,,, { "',( ffi a.*,, )) *
"i"(#tr (,*. r,))
(3.28)
Bila M dan N pada persamaan di atas bernilai sama maka bagian
JIrf f akan menjadi N.
Pemilihan antara tranformasi Hartley dan tranformasi Fourier sering
didasari pada efisiensi kompleksitas komputasi. Komputasi transfor-
masi Hartley cenderung lebih efisien daripada tranformasi Fourier.
Gambar 3.6 (d) menunjukkan contoh hasil transformasi Hartley diskrit.
Sama dengan transformasi Fourier yang memiliki FFT, transformasi
Hartley juga memiliki perhitungan cepat yang sering disebut Fasf
Hartley Transform, yang disingkat dengan FHT.

_,._-r
I Pengolahan Citra Digital

(b) (c) (d)

Gambar 3.6 (a) Citra asli (b) TransformasiFourier (c) Transformasi


cosrnus (d) Transformasi Hartley (Nixon dkk, 2002)

3.5 Transformasi Sinus Diskrit


Transformasi Sinus Diskrit 1 Dimensi
Bentuk tranformasi sinus diskrit (Discrefe Sine Transform) atau DST
untuk citra 1 dimensif(x) adalah:

dan transformasi baliknya adalah:

r(*)1ffi!'s(,)s,{4#P) (330)

Fungsi basis dari DST 1 dimensi adalah:


Transformasi Citra I

Transformasi Sinus Diskrit 2 Dimensi


Untuk DST 2 dimensi dapat dinyatakan sebagai berikut.

s(,r, v) =
;*E,4ro, ry.,"(4#P),,,(oo#*-!)
(3.32)
Sedangkan transformasi DST 2 dimensi balik adalah:

f(*,y)=
.. (3.33)

3.6 Transformasi Walsh


Berbeda dengan transformasi yang di jelaskan di atas, di mana
memiliki fungsi basis bilangan pecahan dalam interval -1 sampai 1
(sin dan cos), transformasi Walsh merupakan transformasi yang
bersifat non-sinusoidal, di mana hanya memiliki fungsi basis dalam 2
jenis nilai yaitu -1 dan 1.

Transformasi Walsh 1 Dimensi


Transformasi Walsh 1 dimensi pada citra f(x) dapat dinyatakan
sebagai berikut.

w(u)=-]rirt.lfi
-{v r=0
1-t1b,6Y, , ,(u) (3 34)
i=0

dengan u = 0, 1,2,..., N-1, dan x = 0, 1,2, ..., N-1, sedangkan nilai n


mengikuti aturan:
N= 2n .... (3.35)
Sebagai contoh, bila N = B maka n = 3.
b,(x) menyatakan bit ke-i dari representasi biner x. Sebagai contoh,
bila x = 4 dengan representasi biner 100, maka:
bs(x) = 0, b1(x) = 0, b2(x) = 1
80 I Pengolahan Citra Digital

Demikian juga berlaku untuk t,(u) Ai mana nilai bit-bitnya tergantung


pada nilai u.
Transformasi Walsh balik 1 dimensi dJpat dilakukan dengan operasi
yang sama, yaitu:
r l/-l n-l , / \,
.r(*)=*\*Alfif- r)b,(*Y,-,-,(') (3 36)

Fungsi 0r.,, ,n"*"r'orr, ,rr"t"formasiWalsh di atas adalah:

s;,,)=*fif-
fl i=o
t)b,(*b,-,-,(") ....... .... (3.37)

Tabel 3.1 menunjukkan fungsi basis (kernel) transformasi Walsh 1


dimensi untuk N = B yang dihasilkan dari persamaan (3.37).

Tabel 3.1. Nilai KernelTransformasiWalsh 1-D untuk N = B

x 0 1 2 3 4 5 6 7
u
0 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1
=1|/il -1 -1 -1
2 1 1 -1 -1 1 1 -1 -1
3 1 1 -1 -1 -1 -1 1 1

4 1 -1 1 -1 1 -1 Irlll'lrill i;: -1
5 1 -1 1 -1 -1 1 -1 1

6 1 -1 1 1 1 -1 -1 1

7 1 -1 -1 1 -1 1 1 -1

Berikut ditunjukkan cara untuk menghitung kernel tersebut untuk u =


1 dan x = 4. KarenaN = B maka n = 3.

Representasi biner dari u = 1 adalah 001, sedangkan representasi


binerx = 4 adalah 100, maka:
b6(u) = 1, b1(u) = 0, b2(u) = 0
b6(x) = 0, b1(x) = 0, b2(x) = 1
TransformasiCitra I 81

sehingga dapat dihitung:


2

s(4,1) = fll=0 (- r)b i3)b,-r-il)


= (- r)(oXo)(-r)to)tol (- r)tt)ttl = (- 1),

- _1
Berikut adalah contoh untuk u = 4 dan x = 6.
Representasi biner dari u = 4 adalah 100, sedangkan representasi
biner x = 6 adalah 1 10, maka:
b6(u) = 0, b1(u) = 0, b2(u) = 1
b6(x) = 0, b1(x) = 1, b2(x) = 1

sehingga:
2

I1 (- l)b i$)
b
s (6,4)= n -r-i?)
i=0

= (- t)(o)(t) (- t)tt)tol (- t)tt)rol = (- 1)o

-1
Berikut disajikan contoh pemanfaatan kernel pada Tabel 3.1 pada
citra:
f(x) = (10 10 10 10202020 20). Transformasi Walsh dari citra f(x)
tersebut dapat dihitung dengan cara berikut.
W(u=0 = (10 + 10 + 10 + 10 + 20 + 20+ 20 +20)18= 12018= 15
W(u=1 = (10 + 10 + 10 + 10 -20 -20 -20 -20)/8 = -4018 = -5
W(u=2 = (10 + 10 - 10 - 10 + 20 + 20 - 20 - 20 )/8 = 0/8 = 0
W(u=3 - (10 + 10 - 10 - 10 - 20 - 20 + 20 + 20 )/8 = 0/8 = 0
W(u=4 = (10 - 10 + 10 - 10 + 20 - 20 + 20 - 20 )18 = 0/8 = 0
W(u=5 = (10 - 10 + 10 - 10 -20+ 20 -20 + 20)18 = 0/8 = 0
W(u=6 = (10 - 10 - 10 + 10 + 20 -20 -20 + 20)18 = 0/8 = 0
W(u=7 = (10 - 10 - 10 + 10 - 20 + 20 + 20 -20)18 = 0/8 = 0
I Pengolahan Citra Digital

Sehingga hasil transformasiWalsh untuk citra f(x)di atas adalah:


W(u)=(15-5000000)

Transformasi Walsh 2 Dimensi


TransformasiWalsh 2 dimensi dapat dinyatakan sebagai berikut.

w (u' v)= t'(v)b' (' )


+ ,4, f r G' v)fiF')b'@b' -' -'@Y -' -'

(3.38)
Sedangkan transformasiWalsh balik 2 dimensi adalah:

r (,, v)=
* ,pr,I w (u,,)fie r)b,QY, -, -,@\b,('b, -,-,(u))
(3.3e)
Fungsi basis daritransformasiWalsh 2 dimensi adalah:

s (*, y, u, v) -* e r)b J.b,-,-,@Yb,(rP, -, -, (' ))


fr
dengan nilai u dan x = 0, 1,2,..., N-1, sedangkan v dan y = 0, 1,2, ...,
N-1.
Fungsi basis (kernel) transformasi Wdsh 2 dimensi untuk citra
berukuran 4 x 4 ditunjukkan pada gambar 3.7. Setiap blok pada
gambar tersebut terdiri atas 4 x 4 pixel. Elemen setiap kernel hanya
memiliki 2 nilai yaitu -1 dan 1.
Gambar 3.8 menunjukkan suatu contoh citra berukuran 4 x 4 pixel.
Pada citra tersebut akan diterapkan transformasi Walsh 2 dimensi
dengan fungsi basis yang ditunjukkan pada gambar 3.7. Perhitungan
transformasi Walsh-nya adalah sebagai berikut.
Transformasi Citra I

__-_____> u 1 2

,l 1 1 I 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 1

n
1 1 1 1
'1 1 I 1 1 1 1 I I

1 1 I 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 I 1

1 1 1 1 I 1 1 1 1 1 I 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 -1 1 I 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1
1 1 1

1 1 1 1 1 I 1 1 1
,]
1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 I
4 ,1
I 1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 I 1

1 1 1 1 1 1 1 1
1 1

I 1 1
,1
1 1 I 1 1 1 1 I 1

,1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 I 1

1 1 I -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 I 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 I 1 1 1 I

Gambar 3.7 Fungsi basis Walsh 2D untuk N = 4, setiap blok terdiri atas
4 x 4 pixel

2 2 10 10

2 2 10 10

20 20 4 4

A
20 20 4

Gambar 3.8 Citra 4 x 4 Pixel


84 I Pengolahan Citra Digital

W(0,0) = (2+2+ 10+ 10 + 2+2+ 10 + 10 + 20+ 20 + 4 + 4 + 20 +


20+4+4)14
= 14414 = 36
W(0,1) =(2+2-10 - 10 + 2+2 - 10 -'10+20 +20 -4-4+20 +20 -
4 - 4)t4
= 3214=B
W(0,2) = (2 -2+ 10 - 10 + 2-2+ 10 - 10 + 20 -20 + 4 - 4 + 20 -20
+4-4)t4
=014=0
W(0,3) = (2 -2- 10+ 10 + 2-2-10 + 10 + 20 -20 -4 + 4 + 20 -20
-4+4)t4
=014=0
W(1,0) = (2+ 2+ 10 + 10 + 2+ 2+ 10 + 10 -20 -20 - 4 - 4 -20 -20-
4 - 4)t4
= -4814 = -12
W(1,1) = (2 + 2- 10 - 10 + 2 + 2- 10 - 10 -20 -20 + 4 + 4 -20 -ZO +
4 + 4)t4
= -9614 = -24
W(1,2) =(2-2 + 10 - 10 + 2-2+ 10 - 10 -20 + 20 -4+ 4-20 +20-
4 + 4)t4
=Ol4=O
W(1,3) = (2-2 - 10 + 10 + 2-2- 10 + 10 - 20 + 20 + 4 -4 -20 +20 +
4 - 4)t4
=014=0
W(2,0) =(2+2+ 10 + 10 - 2-2- 10 - 10 +20 +20 + 4+ 4 -20 -20
-4-4)t4
=014=0
W(2,1) =(2+2-10 - 10 -2-2 + 10 + 10+ 20 + 20 -4-4-20 -20 +
4 + 4)t4
=Ol4=0
W(2,2) =(2-2 + 10 - 10-2+2- 10 + 10 +20 -20+ 4-4-20+20-
4 + 4)t4
=014=0
TransformasiCika I 85

W(2,3) = (2-2- 10 + 10 - 2 + 2 + 10 - 10 + 20 -20 - 4 + 4 -20 + 20 +


4 - 4)t4
=014=0
W(3,0) = (2+2+ 10 + 10 - 2-2- 10 - 10 -20-20-4-4+ 20+20+
4+qt+
=014=0
W(3,1) = (2+2-10 - 10 -2-2 + 10 + 10 -20-20 + 4+ 4+20 +20
-4-4)t4
=014=0
W(3,2) = (2-2+ 10 - 10 -2 + 2 - 10 + 10 -20 + 20 - 4 + 4 + 20 -20 +
4 - 4)t4
=014=0
W(3,3) = (2 -2- 10 + 10 -2 + 2+ 10 - 10 -20 + 20 + 4 - 4 + 20 -20 -
4 + 4)t4
=014=0
Sehingga hasil transformasi Walsh adalah:

36 B 0 0

-12 -24 0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

Gambar 3.9 Hasil transformasiWalsh daricitra pada Gambar 3.8


Transformasi Walsh balik (invers) dapat dilakukan dengan cara yang
persis sama dengan transformasi Walsh di atas. Berikut disajikan
perhitungan transformasi Walsh balik untuk citra hasil transformasi di
atas.
W(0,0) = (36 + B+ 0 + 0 + -12+ -24+0 + 0 + 0 + 0 +0 + 0 + 0 + 0 +
0 + 0)/4
=Bl4=2
B6 I Pengolahan Citra Digital

W(0,1; = (36 + B - 0 -g + -12+ -24 - 0 - 0 + 0 + 0 - 0 - 0 + 0 + 0 - 0


- o)t4
=Bl4=2
W(0,2) =(2 -2+ 10 - 10 + 2-2+ 10 - 10 + 20 -20 + 4-4+20 -20
+4-4)14
=014=0
W(0,3) =(36 -B-O+ 0+ -12--24- 0+ 0 +0-0-0+0 +0-0-0
+ o)14
= 4Ol4 -- 10
W(1,0) = (36 + B + 0 + g+ -12+ -24+ 0 + 0 -0-0-0-0-0-0 -0
- o)t4
=Bl4=2
W(1,1; = (36 + B - 0 - 0 + -12+ -24 - 0 - 0 - 0 - 0 + 0 + 0 - 0 - 0 + 0
+ 0)14
=Bl4=2
W(1,2) = (36 - B + 0 - 0 + -12--24+ 0 - 0 -0 + 0 - 0 + 0 -0 + 0 - 0
+ 0)14
= 4014 = 10
W(1,3) = (36 -B-0 + O + -12--24- 0 + 0-0 + 0 + 0 -0 -Q + 0 + 0
- 0)t4
= 4014 = 10
W(2,0) = (36 + B + 0 + 0--12--24- 0-0 +0+0+0+0 -0-0-0
- 0)t4
= BOl4 = 20
W(2,11 = (36 + B-0 -0--12--24+ 0 + 0 + 0 + 0 -0- 0-0 -0 + 0
+ 0)14
= B0l4 = 20
W(2,2) = (36 -B + 0 - 0 - -12+ -24 -0 + 0 + 0 -0 + 0 -0 -0 + 0-0
+ 0)14
=1614=4
W(2,3) = (36 -B-0 + 0--12+ -24+ 0 -0 + 0-0-0 + 0 -0 + 0 + 0
- 0)t4
=1614=4
TransformasiCitra I
87

W(3,0) = (36 + B + 0 + 0 --12--24- 0 - 0 -0 - 0 - 0 - 0 + 0 + 0 + 0


+ 0)14
= B0l4 = 20
W(3,1; = (36 + B - 0 - 0 - -12 - -24 + 0 + 0 - 0 - 0 + 0 + 0 + 0 + 0 - 0
- 0)t4
= B0l4 = 20
W(3,2) = (36 - B + 0 - 0 --12+ -24- 0 + 0 - 0 + 0 - 0 + 0 + 0 - 0 + 0
- 0)t4
=1614=4
W(3,3) = (36 - B - 0 + 0 --12+ -24+ 0 - 0 - 0 + 0 + 0 - 0 + 0 - 0 - 0
+ a)14
=1614=4
Hasil dari transformasiWalsh balik adalah:

2 2 10 '10

2 2 10 10

A
20 20 4

20 20 4 4

Gambar 3.10 HasiltransformasiWalsh balik dari citra pada Gambar 3.9

Perhatikan gambar tersebut! Hasil tersebut persis sama dengan citra


aslinya.

3.7 Transformasi Hadamard (Hadamard


Transform)
Sama seperti transformasi Walsh, transformasi Hadamard juga
merupakan transformasi non-sinusoidal. Fungsi basis transformasi ini
hanya bernilai -1 dan 1.

Transformasi Hadamard 1 Dimensi


Transformasi Hadamard 1 dimensi dari citra f(x) dapat dinyatakan
sebagai berikut.
88 | Pengolahan Citra Digital

dengan u = 0, 1, 2, ... , N-1, dan nilai n mengikuti aturan persamaan


(3.35).
Sedangkan transformasi H adamard baliknya adalah :

r N-l n-l
.f (*)= *)uAl(-
1Yr=o
t),!"bi(*)b;(')

Fungsi basis daritransformasi Hadamard 1 dimensi adalah:


, n-l
sG,r)= f t- t).]bi(')6;(")

Tabel 3.2 menunjukkan kernel atau fungsi basis dari transformasi


Hadamard 1 dimensi untuk N = B.

Tabel 3.2 Nilai KernelTransformasi Hadamard 1-D untuk N = I


x
0 1 2 3 4 5 6 7
u
0 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 -1 1 -1 i/li il -1 1 -1
2 1 1 1 -1 1 1 1 1

3 1 -1 -1 1 1 -1 -1 1

4 1 1 1 1 -1 -1 -1
5 1 1 1 1 1 1 -1 1

6 1 1 -1 -1 -1 -1 1 1

7 1 -1 -1 1 -1 1 1 -1

Berikut ditunjukkan cara untuk menghitung kernel tersebut untuk u =


1 dan x = 4. Karena N = B maka n = 3.

Representasi biner dari u = 1 adalah 001, sedangkan representasi


biner x = 4 adalah 100, maka:
bs(u) = 1, b1(u) = 0, b2(u) = 0
bs(x) = 0, b1(x) = 0, b2(x) = 1
TransformasiCitra I 89

sehingga dapat dihitung :

2
( +)r,(t)
s(4,1)= (- t),|ai

= (- t)(t)(o)+(o)(o)+(o)(r)
r0 I
- -l -,
-

Berikut adalah contoh untuk u = 4 dan x = 6.


Representasi biner dari u = 4 adalah 100, sedangkan representasi
biner x = 6 adalah 110, maka:
bs(u) = 0, b1(u) = 0, b2(u) = 1
bs(x) = 0, b1(x) = 1, b2(x) = 1

sehingga:
2
( 6)bi@)
s(6,4)= (- t),]Di
= (- t)toXo)+(lXo)+(lxl)

Berikut disajikan contoh pemanfaatan kernel pada Tabel 3.2 pada


citra:
f(x) = (10 10 10 10 20 20 2a 20). Transformasi Hadamard dari citra
f(x) tersebut dapat dihitung dengan cara berikut.
H(u = 0) = (10 + 10 + 10 + 10 + 20 + 20 + 20 + 20)tg = 12Olg = 15
H(u = 1) = (10 - 10 + 10 - 10 +2A -20 + ZO-2A )18 = 0/8 =0
H(u = 2) = (10 + 10 - 10 - 1O + 20 + 20 - 20 -20)/8 = 0/8 = 0
H(u = 3) = (10 - 10 - 10 + 10 + 20 -ZA -20 + 20)lB = 0/g = 0
H(u = 4)= (10 + 10 + 10 + 10 -20 - 20 - 20 - 20)tB= -40lg = -S
H(u = 5) = (10 - 10 + 10 - 10 - 20 + 20 - 20 + 20)tB= 0/8 = 0
H(u = 6) = (10 + 10- 10 - 10 -20 -20 + 20 + 2O)/8 = 0/8 = 0
H(u = 7)= (10 - 10 - 10 + 10 - 20 + 20 + 20 - 20)/8 = 0/8 = 0

sehingga hasiltransformasi Hadamard untuk citra f(x) di atas adarah:


W(u)= (15 0 0 0 -5 0 0 0).
I Pengolahan Citra Digital

Transformasi Hadamard 2 Dimensi


Transformasi Hadamard 2 dimensi dari citra f(x,y) dapat dinyatakan
sebagai berikut.

H (u,v)=
\, / EE
+N*=oy=o -r G, il?ryiiht'r,r u)+t,(Do,Q)l
(3.40)

Sedangkan transformasi Hadamard 2 dimensi baliknya adalah:

t,( D b,Q ))
-f (*, y)= +N 5 5 H (u . v)(-i ;'ij h r. r', t " )+

,,=o r=o
(3.41)

Fungsi basis daritransformasi Hadamard 2D adalah:


, n_lt I
('1 t, ("))
s(*, y, u, v) =f C, 1,1 L', ( x )b- ( rr )+6,

... (3.42)

dengan nilai u dan x = 0,1,2,..., N-1, serta v dan y = 0, 1, 2, ..., N-1.

Matrik Transformasi Hadamard


Fungsi basis transformasi Hadamard seperti ditunjukkan pada tabel
3.2 dapat dibentuk dengan menggunakan matrik transformasi
Hadamard HN. Matrik (kernel) Hadamard untuk N = 1, 2, 4, dan B
adalah:

/11 = []

' =lH, -Ht l=[,-1l


Irr 1-l
tt^
LH, _l Lr
TransformasiCitra I 91

lr 11 1l

I-l^=l "
fH" Ir"z t, -1 1 -11
' lH, - Ilz 1 -1 -11
-1 -1 1l

1i 11 11 11
1 -1 1 -1 1 -1 i -1
11 -1 -1 11 -1 -1
I
u, =ll!,^^ !;^)= -1 -1 1 1 -1 -1 1

11 11 1 -1 -1 -1
1 -1 1 -1 11 -1 1

11 -i -1 1 -1 11
1 -1 -1 1 - 11 1 -1
Matrik Hs menghasilkan kernel yang sama dengan kernel pada tabel
3.2.
Matrik (kernel) Hadamard dapat dihasilkan secara rekursif dengan
cara berikut.

II ,v 1
IJN _El,r+
r1
,1,,+
,? I ....... (3.43)
-ttN I

T)
1
pada persamaan (3.43) digunakan untuk menghasilkan matrik
-
.12
Hadamard yang bersifat othonormal.
Sebagai contoh, diberikan suatu citra 1D f(x) = [ I 7 3 5 ], dengan
menggunakan matrik Hadamard H+ di atas maka hasil transfor-
masinya adalah sebagai berikut.
92 | Pengolahan Citra Digital

[t1l
lr -1
nl")=lt 1

r-
I[lLl]
1

L, -1 -1
Gambar 3.11 menunjukkan fungsi basis Hadamard 2D untuk N = 4.
Setiap blok berukufian 4 x 4.

IffiFffiffiffi
1

1
' ,o

'rrf+Hffiffiffi
1

1
1

1
'1

1
1 2
I
1

1
0

0
3
I

1
0

ffi
1 1 1 '1
1 0 0 1 0 0 1

1 1 1 1 1 0 0 1 0 U 1

,1
0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0

0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 n

ffi
,l
1 1 1 1 I 0 0 1 0 0

o 0 0 0 0 0 0 1 1 0

0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0

1 1 I 1 0 t, 0 0 0 U

1 I 1 1 0 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1

1 1 1 1 1 0 0 0 1 0

0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1

Gambar 3.11 Fungsibasis transformasi Hadamard 2D terurut untuk


N = 4, setiap blok berukuran 4 x 4
TransformasiCitra I

Cara penggunaan fungsi basis Hadamard pada gambar 3.11 sama


dengan fungsi basis transformasi Walsh yang telah dibahas
sebelumnya.

3.8 Transformasi Slant


Matrik transformasi Slant N x N dapat dinyatakan secara rekursif
sebagai berikut.

0i 0:.t

l0 r0t I

b.i bn, :
-------':'----"----l 9r-r

I l1nuz1_z
il
0 : llvzpz
il I

1
So=
fi 1i
i0
-1
,l
;i0l I

anl ,ni
ili
i
$r-r

i llnn;-z o -lt,r,zrz I

:I
rl

(3.44)
dengan N = 2n, lm merupakan suatu matrik identitas berukuran
MxM,dan
rh 1l
' =---pl
S1
^lzSt -U
1................. (3'45)

Parameter an dan bn ditentukan secara rekursif sebagai berikut.

t ^ r-l
b, = (l +4al-1) , d"ng"n at =l (3.40)

a, = 2bnan-l ............... (3.47)


Persamaan rekursif di atas dapat dipecahkan dengan cara berikut.
94 | Pengolahan Citra Digital

( tu' ),
an+t=t;F-l] (3.48)

( 3N2 );
bn+t=[A=,,l (3.4e)

Dengan menggunakan persamaan (3.44), (3.45), (3'48), dan (3'49)


maki matrik Slant 4 x 4 adalah sebagai berikut.
1111
3 1 :-1 -3
S.r
1
-
'2=- 1
J5"6J5,6
-
-1 -1 1
(3.50)

1
---=
-3 3 -1
Js Js r/s t- t'
{s--

Transformasi matrik slant untuk citra 1D f(x) = l9 73 5I adalah


sebagai berikut.
1111 T2
3 1 -1 -3 Ir]
---=
8
E
JS ,../S r/S {5 .lll=
t- t= i=
s(u)=
1 {)
2 1 -1 -1 1 2
1 ---=
----= 3 -1 L'l
-3 ---= 2

Js Js Ji Js
r=
{)
Transformasi Slant pada citra 2D dapat dilakukan dengan melakukan
transformasi terhadap baris demi baris pada citra, kemudian dilan-
jutkan dqngan melakukan transformasi kolom demi kolom terhadap
titra hasil transformasi baris di atas. Hal ini dapat dilakukan karena
transformasi slant juga memiliki sifat separable di mana proses
transformasi terhadap baris dan kolom dapat dilakukan secara
terpisah.
TransformasiCitra I 95

3.9 Transformasi Wavelet Diskrit


Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat.
Transformasi Wavelet akan menkonversi suatu sinyal ke dalam
sederetan Wavelet . Gelombang singkat tersebut merupakan fungsi
basis yang terletak pada waktu berbeda.
Transformasi Wavelet merupakan perbaikan dari transfromasi Fou rier.
Pada transfromasi Fourier hanya dapat menentukan frekuensi yang
muncul pada suatu sinyal, namun tidak dapat menentukan kapan (di
mana) frekuensi itu muncul. Dengan kata lain, tranformasi Fourier
tidak memberikan informasi tentang domain waktu (time domain).
Kelemahan lain dari transformasi Fourier adalah perubahan sedikit
terhadap sinyal pada posisi tertentu akan berdampak atau mem-
pengaruhi sinyal pada posisi lainnya. Hal ini disebabkan karena
transformasi Fourier berbasis sin-cos yang bersifat periodik dan
kontinu.
Transformasi Wavelet selain mampu memberikan informasi frekuensi
yang muncul, juga dapat memberikan informasi tentang skala atau
durasi atau waktu. Wavelet dapat digunakan untuk menganalisa
suatu bentuk gelombang (sinyal) sebagai kombinasi dari waktu
(skala) dan frekuensi. Selain itu perubahan sinyal pada suatu posisi
tertentu tidak akan berdampak banyak terhadap sinyal pada posisi-
posisi yang lainnya. Dengan Wavelet suatu sinyal dapat disimpan
lebih efisien dibandingkan dengan Fourier dan lebih baik dalam hal
melakukan aproksimasi terhadap real-word signal.
Gambar 3.12 meny$ikan contoh transformasi Wavelet pada suatu
citra. Proses transformasinya secara konsep memang sederhana.
Citra semula yang ditransformasi dibagi (didekomposisi) menjadi 4
sub-image baru untuk menggantikannya (lihat gambar 3.12 (b)).
Setiap sub-image berukuran ll4kali dari citra asli. 3 sub-image pada
posisi atas kanan, bawah kiri, dan bawah kanan akan tampak seperti
versi kasar dari citra asli karena berisi komponen frekuensi tinggi dari
citra asli. Sedangkan untuk 1 sub-image atas kiri tampak seperti citra
asli dan tampak lebih halus (smoofh) karena berisi komponen
frekuensi rendah dari citra asli sub-image tersebut dapat dibagi
seperti semula lagi menjadi 4 sub-image baru. Proses demikian dapat
diulang seterusnya, sesuai dengan /evel (tingkatan) transformasi
yang diinginkan. Pada Gambar 3.12 (b) proses transformasi dilaku-
96 I Pengolahan Citra Digital

kan 3 kali (3 /evel) dekomposisi. Tampak pada gambar tersebut sub-


image atas kiri mirip dengan citra semula dengan skala (ukuran)
I /16 kali dari citra semula.
Karena mirip dengan citra asli maka sub-image kiri atas dapat
digunakan untuk melakukan aproksimasi terhadap citra asli. Sedang-
kan nilai pixel (koefisien) 3 sub-image yang lainnya cenderung
bernilai rendah dan terkadang bernilai nol (0) sehingga mudah
dikompresi (lihat bab Vl tentang kompresi data)sehingga lebih efisien
dalam penyimpanan.
TransformasiCitra I

Gambar 3.12 Contoh transformasiWavelet pada citra

3.9.1 Dekomposisi Averages dan Differences


Dekomposisi perataan (averages) dan pengurangan (differences)
memegang peranan penting untuk memahami transformasiWavelet .
Untuk memahami dekomposisi perataan dan pengurangan ini, berikut
diberikan suatu contoh citra 1 dimensi dengan dimensi B.
37 35 28 28 58 18 21 15
Gambar 3.13 Contoh citra 1 dimensi

Perataan dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata 2 pasang data


dengan rumus:
x+y
98 | Pengolahan Ciila Digital

Sedangkan pengurangan dilakukan dengan rumus:

p= x-y (3.52)
2

Hasil proses perataan untuk citra di atas adalah:


37 35 28 28 58 18 21 15
36 28 38 18

Sedangkan hasil proses pengurangannya adalah:


37 35 28 28 58 18 21 15
1020 3.

Sehingga hasil proses dekomposisi perataan dan pengurangan


terhadap citra di atas adalah:
36 28 38 18 1 0 20 3

Gambar 3.14 Hasil proses fransformasi perataan dan pengurangan dari


Gambar 3.13

Perhatikan pada hasil di atas, hasil perataan diletakkan di bagian


depan kemudian diikuti dengan hasil proses pengurangan.
Untuk mendapat citra semula dari citra hasil dekomposisi maka dapat
dilakukan proses rekonstruksi atau sintesis seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.'15.

ll6 28 38 18 ?il

,$
i
JI
I
3i:
I
t8
itt
28 ,:,5.S 18
,t
21 lts
I

Gambar 3.15 Proses rekonstruksiterhadap Gambar 3.14


Translormasi Citra I
99

Tampak pada Gambar 3.15, hasil proses rekonstruksi tepat sama


dengan citra semula.
Proses dekomposisi yang dilakukan di atas hanya 1 kali (1 level) saia.
Gambar 3.16 menunjukkan proses transformasi penuh dan berhenti
setelah tersisa 1 pixel saja.

Level 1

Level 2
32 28 4 10

t\
rlT-rl
Level 3

f
Gambar 3.16 Proses perataan dan pengurangan dengan dekomposisi
penuh (3level)

Pada setiap /evel, proses dekomposisi hanya dilakukan pada bagian


hasil proses perataan dan hasil proses dekomposisi adalah gabungan
dari proses perataan dengan seluruh hasil proses pengurangan. Citra
hasil dekomposisi penuh di atas adalah:

30 2 4 10 1 0 20 3

Gambar 3.17 Hasilproses dekomposisi penuh.

Untuk citra berukuran 2n maka dibutuhkan sebanyak n /evel untuk


melakukan dekomposisi penuh sehingga dapat dikatakan komplek-
sitas dekomposisi perataan dan pengurangan adalah O (n) (baca big
o (n)).
Untuk cilra2 dimensi, dekomposisi perataan dan pengurangan sama
dengan proses pada citra 1 dimensi di atas. Hanya saja proses
dekomposisi dilakukan dalam 2 lahap, yaitu tahap pertama proses
dekomposisi dilakukan pada seluruh baris, kemudian tahap kedua,
100 | Pengolahan Citra Digital

pada citra hasil tahap pertama dilakukan proses dekomposisi dalam


arah kolom. Perhatikan contoh pada Gambar 3.18.

10 10 20 20 10 20 0 U 10 20 n 0

10 10 20 20 10 20 n 0 50 JU U 0

50 50 30 JU 50 30 0 0 0 0 0 n

50 50 30 30 50 30 tt 0 U 0 0 U

(a) (b) (c)


Gambar 3.18 Hasildekomposisi perataan dan pengurangan pada citra
2D (a) Citra asli (b) Hasildekomposisidalam arah baris (c) Hasil
dekomposisi dalam arah kolom (citra hasil dekomposisi)

Gambar 3.18 (b) diperoleh dari:


Baris 1 :110 + 10)12 (20 + 20)12 (10 - o)tz (2o-20)t2l = l1o 20 0 0l
1

Baris 2 :[10 + 10)12 (20 + 20)12 (0 - rc)t2 (20-2a)t21 = [10 20 0 0]


Baris3 : [50+50)/2 (30+30)/2 (50 - 50y2 (30-30Y21 = [50 30 0 0]
Baris4 : [50 +50)/2 (30+30Y2 (s0 - 50y2 (30-30y2 1 = [50 30 0 0]

Gambar 3.18 (c) diperoleh dari proses perataan dan pengurangan


dari Gambar 3.18 (b).
Kolom 1 : [10 + 10)12 (50 + 50y2
- 10y2 (50-50)l2l=fiA 50 0 0]
(10

Kolom 2 : l2O + 20)12 (30 + 30)/2


(20 - 20)12 (30-30y2 1= l2O 30 0 0l

Kolom 3 : [0+0)/2 (o+o)12 (o-0)12 (0-0y21 =[00001


Kolom 4 :lo+0)12 (0+0)/2 (o-0)12 (coyz1 =f0000J
Hasil proses dekomposisi ditunjukkan pada Gantbar 3.18 (c), Proses
dekomposisi di atas dilakukan dalam 1 level. Gambar 3.12 diperoleh
dengan cara yang sama dengan proses pada Gambar 3-18.

3.9.zWavelet dan Fungsi Penskalaan


Untuk membahas tentang wavelet , terlebih dulu harus membahas
tentang fungsi penskalaan (sca/rng function) karena Wavelet berasal
dari fungsi penskalaan. wave[et inidisebut dengan motherwavelet.
Transformasi Citra I 101

f isebutmother wavelet karena wavelet yang lainnya lahir dari hasil


:enskalaan, dilasi, dan pergeseran motherWavelet .
:ungsi penskalaan memiliki persamaan:
/
QQ)=2ZhoQ,)p(zt - k) . (3 53)
k

h3 menyatakan koefisien penskalaan atau koefisien transformasi atau


koefisien dari tapis (filter), sedangkan k menyatakan indeks dari
<oefisien penskalaan. Angka 0 pada hs hanya menunjukkan jenis
koefisien (tapis), yang menyatakan pasangan dari jenis koefisien
(tapis) yang lainnya. Pasangan tersebut didefinisikan dalam fungsi
Wavelet p berikut ini.

hs dan h1 adalah koefisien transformasi yang berpasangan. Kedua


pasangan tersebut dalam pembahasan tentang wavelet selanjutnya
berturut-turut disebut juga tapis /ow pass dan high pass (baca bab lv
tentang tapis). Pada beberapa literatur simbol kedua jenis koefisien
transformasi tersebut tidak dibedakan (dibuat dengan lambang atau
variabel sama). Hal ini karena sesungguhnya seiuruh koefisien h1
dapat diturunkan dari h6.
Pada contoh dekomposisi perataan dan pengurangan baik untuk citra
1 dimensi maupun 2 dimensi, yang telah dibahis sebelumnya. hs
berkaitan dengan proses perataan sedangkan h1 berkaitan oengan
proses pengurangan, di mana koefisien-koefisiennya dapat ditulis
sebagai berikut.

h, = (ho(o), to 0)) = (%,


%) yans berkaitan densan
persamaan (3.51), dan

h, = (hr(o), t ,(i)=Vz,-
%) yans berkaitan dengan
persamaan (3.52).
Dengan kata lain, hs adalah koefisien penskalaan karena meng-
hasilkan skala yang berbeda dari citra aslinya, sedangkan h1 adalah
102 | Pengolahan Citra Digital

Wavelet yang menyimpan informasi penting untuk proses


rekonstruksi.
Persamaan (3.53) dan (3.54) berlaku untuk semua nilai t. Bila t
diganti dengan 2i-t t maka kedua persamaan tersebut menjadi:

Parameter k bertanggung jawab dalam hal translasi sedangkan j


berkaitan dengan dilasi atau penskalaan (resolusi) dalam domain
waktu.

3.9.3 Wavelet Haar


Haar adalah Wavelet paling tua dan paling sederhana, diperkenalkan
oleh Alfred Haar pada tahun 1909. Haar telah menjadi sumber ide
bagi munculnya keluarga Wavelet lainnya seperti Daubechies dan
Iain sebagainya.

Koefisien transformasi hs =(no(o), ao(r)) =(%,%) (tapis tow

pass) dan ht =(htrc), tr(r))=(%.,- %) (tapis hish pass) yang


dibahas di atas sebenarnya merupakan fungsi basis Wavelet Haar.
Dekomposisi perataan dan pengurangan yang telah dilakukan sebe-
lumnya sebenarnya sama dengan melakukan dekomposisi (transfor-
masi) citra dengan Wavelet Haar.
Kedua tapis tersebut bersifat ortogonal namun tidak ortonormal. Tapis
Haar yang bersifat ortogonal dan juga ortonormal adalah:
Transformasi Citra | 103

Sebagai catatan, ortogonal berarti perkalian dalam (inner product)


kedua fungsi basis f; dan f1 adalah sama dengan 0 (nol) untuk i * 7
sedangkan ortonormal berarti perkalian dalam fungsi basis f; dengan
dirinya sendiri adalah sama dengan 1.
Substitusi h6 ke dalam persamaan (3.53) maka akan diperoleh:

OQ)= p(zt)+ QQt -1) ... ......... (3 se)


yang merupakan fungsi penskalaan Haar di mana:

,,, \ lt btla t elo,t)


d1l=
/\/ 1

L0 untuk kondisi lainnya

Gambar 3.19 (a) menunjukkan gambarfungsi penskalaan naar QQ),


OQt),aan q(zt -1).
Sedangkan substitusi h1 ke dalam persamaan (3.54), akan
menghasilkan:

q(t)= OQt)- QQt -1) ... ........... (s 60)


yang merupakan fungsiWavelet Haar di mana:

Ir bihtelo,%)
wi=l; bita teW,r)
0 untuk kondisi lainnya
|
Gambar 3.19 (b) menunjukkan gambar fungsi Wavelet naar g(t).

o1E 1

(a)
104 | Pengolahan Citra Digital

(b)
Gambar 3.19 Fungsi penskalaan dan Wavelet Haar

3.9.4 Filter Banks


Konsep filter banks memegang peranan penting dalam transformasi
dan sering digunakan dalam penerapan transformasiWavelet .
Flter bank H mentransformasi sinyal X dapat dinyatakan dengan
rumus berikut.
y = Ir(x) (3.61)

dengan y merupakan hasil proses filter bank. Bila filter bank H


bersifat linier dan time invarianf maka H dapat dinyatakan sebagai
suatu matrik dan y dapat diperoleh melalui proses perkalian matrik H
dengan x.
Filter bersifat linier berarti bila terjadi penskalaan pada x maka
penskalaan juga terjadi pada output, sedangkan bersifat time
invariant berarti pergeseran (shifting) pada input (dalam domain
waktu) akan berhubungan dengan pergeseran pada output.
Dalam bentuk konvolusi (lihat bab lV), persamaan di atas dapat ditulis
sebagai berikut,

Gambar 3.20 menunjukkan bagan analisis filter bank yang biasa


digunakan.
Transformasi Citra | 105

ot')* yo = Pb)g@)*

Gambar 3.20 Filter bank

H6 dan Hr berturut-turut menyatakan tapis /ow pass dan high pass, n


menyatakan ukuran sinyal, operator { Z menyatakan proses
downsampling yang dalam implementasi diwakili oleh matrik D(n).
Proses downsampling akan menghasilkan ukuran output 112 dari
ukuran sinyal semula.
Matrik H (Ho maupun Hr) dapat berukuran tanpa batas dengan
bentuk sebagai berikut.

H- (3.63)

Bila ukuran sinyal adalah n maka matrik H berukuran n x n. Elemen-


elemen matrik di atas disusun dalam urutan waktu terbalik.
106 | Pengolahan Citra Digital

3.9.5 Haar Filter Bank


Tapis /ow pass dan high pass Haar hs = (/r0(0), lo(f)) =(%,%)
dan h1= (r1(0), fr, (1))= (%.,- orrurrtitusi ke persamaan (3.62)
/r)
maka masing-masing akan menghasilkan:

I-Is: y(n)=Lr(r)*1.t"-1)...... .. .... (3 64)

rr1: y@)=Lr.{")-).f"-1) ........ . ...... (3.6s)

Matrik Hs semua elemennya bernilai 0, kecuali lo (O) = /, du"


nofl= %. Demikian juga halnya untuk H1, Semu? elemennya

jusa bernilai 0, kecuati n,(O)=


/, a^n nr(-t)=-%.
Matrik low pass tlaar U[n) untuk filter bank diatas adalah:

1i 000 0 0
01i000 0
001100 0

Ht'.) =
1 000110 0
e R*n (3.66)
2 000011 0
00000 0
.'. 11
00000 0 01
Sedangkan matrik high pass Haar adalah:
Transformasi Citra | 107

1 -i 0 0 0 0 ..' 0

01-1 0000
0 0 1 -1 0 0 0

1 0 0 0 1 -1 0 0
e R*"
H{') =
2 00 0 01-1 0

00 0 0 0 0

: : : : : : 1 -1
00 0 0 0 0 01
(3.67)

!2
Matrik untuk mel akukan down sampling D(') adatah:

I 0 0 0 0 '.. 0 0
0 0 1 0 0 ... 0 0
D0) - 0 0 0 0 1 ..' 0 0
-xn
eR2 (3.68)

ooooo io
Perhatikan bahwa D(') berukurun lxn, bukan n x n, karena
2

berkaitan dengan proses down samplrng' Ekspre n@) ru{) dari


"i
filter bank di atas dapat dihitung sebagai berikut.
11000 0 0
0
o ol 01100
0
tr o o o o 00110 0
lo o I oo o ol. 000110
0
0
7b)-p(,i11[,,, =lO o o oI o oll 000011
l: : : :: , ,l' 0 0 0 0 0 0

Looooo ir] ". 0


::::::11
00000 0 01
108 | Pengolahan Citra Digital

yang hasilnya adalah

1 100 0 000 0
0 011 0 000 0 t1

7@) =l2 0 000 eR2


-xt1

0 000 0 110 0
0 000 0 001 1

Perhatikan bahwa 7'(') beruku run ! x n. Hal yang sama juga dapat
2
dilakukan untuk ekspr".i l(")Ar("), yaitu:

[t -r o o o o 0

[r o o o l, 1 -r o o o ... 0

lo o r o
o
lo o l -1 o o 0

3a)=pat11b)=ls ooo
o
I
lo o o l -r o .. 0

I. ::: l0 0 0 0 r -1
I

0
l'100000 :

l0 0 0 0 0
I

l: : : : : :
l0 0 o 0 0 0
r

0 1
1

yang hasilnya adalah:

1 -1 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 -1 0 0 0 0 0 t't

Tfu) =1
2
0 0 0 0 ... e Il2
-xt1

0 0 0 0 0 1 -1 0 0
0 0 0 0 0 0 0 1 -1
... (3.70)

Berikut contoh penerapan filter bank Haar untuk citra 1 dimensi pada
Gambar 3.13. Ukuran citra tersebut adalah n = B, maka:
Transformasi Citra I
109

10
Ir
0 00001
7'(8) -1lo
01 1 0 0 0 0l
,lo 00 0 1 1 0 0l
Lo 00 0 o o I 1]

lr -1 o o 000 0l
110 0 1 -1 000 0l
I

,(s) =
zlo o o
-t
o 1 -1 0 0l
001
I

10000 -11
Sesuai den gan analisis filter bank Gambar 3.20:

!o _T ',x
(s)

!r _B .,x
(s)

maka dapat dihitung:

37
35
Ir 10 0 28

',_^l
,ln 01 1 28
-ll
till
'u- zlo 00 0 58 l:s I

L0 00
I

0 18

21
L'
'l
15
1 10 | Pengolahan Citra Digital

37
35

-1 0 00 00 ol 28
,[l 01 -1 0 00 0l 28
,, =
rl' 00 01 -1 0 0l 58

Lo 00 00 01 -11 18 [,,
21

15

Sehingga hasil transformasi Wavelet Haar 1 level adalah gabungan


ys dan y1, yaitu:

36
28
38
18
,=[f]= 1

0
20
3

Matrik T dan B dapat digabung, untuk kasus n = B maka proses


transformasi Haar menjadi:
Transformasi Citra | 111

110 0 000 0 37 36
001 1 000 0 35 28

000 0 110 0 28 38

I 000 0 001 i 28 i8
'2
v-
1 -1 0 0 000 0 58 1

00i -1 000 0 18 0

000 0 1 -1 0 0 2l 20
000 0 001 -1 15 J

Perhatikan, proses Wavelet Haar di atas menggunakan tapis yang


ortogonal dan tidak ortonormal. Untuk menggunakan Haar yang
ortogonal dan ortonormal maka gunakan persamaan (3.57) dan
(3.58).
Untuk transformasi level 2 maka proses yang sama dengan di atas
dilanjutkan pada koefisien hasil /ow pass saja. Tentu ukuran matrik T
dan B menjadi 2 x 4, karena ukuran citra yang diproses adalah
setengah dari ukuran citra semula yaitu n = 4. Pada transformasi
level 3 maka ukuran citra yang diproses adalah n = 2, sehingga
ukuran matrik T dan B menjadi 1 x 2. Skema filter bank untuk 3 level
dapat dilihat pada Gambar 3.21.

Gambar 3.21 Filter bank untuk 3level


112 | Pengolahan Citra Digitat

3.9.6 Wavelet Daubechies


Daubechies adalah salah satu keluarga Wavelet, lebih tepatnya
keluarga wavelet yang bersifat orthogonal. wavelet ini ditemukan
oleh Ingrid Daubechies.
Tabel 3.3 dan 3.4 menunjukkan urutan koefisien fungsi penskalaan
(/ow-pass filter) untuk Daubechies 2 (D2) sampai dengan Daubechies
20 (D20). Urutan koefisien wavelet Daubechies dapat diperoreh dari
tabel tersebut dengan cara berikut.
1. Balik urutan koefisien fungsi penskalaan.
2. Balik tanda (minus atau plus) untuk setiap koefisien dengan posisi
habis di modulo 2.
Sebagai contoh untuk D4, dengan koefisien fungsi penskalaan
(0.6830127, 1.1830127, 0.3169873, -0.1830127) maka koefisien
fungsi wavelet nya dapat diperoleh dengan menggunakan rangkah di
atas, sebagai berikut.
Pertama, lakukan pembalikan terhadap urutan koefisien fungsi
penskalaan, sehingga menjadi (-0.1830127, 0.3169873, 1.1830117,
0.6830127).
Kedua, balik tanda untuk setiap koefisien pada posisi habis di modulo
2, sehingga koefisien fungsi Wavelet untuk D4 adalah (-0.1830127, -
0.31 69873, 1 .1830127, -0.68301 27).

Kedua tahap di atas dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut.

br, =(1)o o*-r-o .. (3.71)


Dengan k menyatakan indeks koefisien, b menyatakan urutan
koefisien Wavelet , dan a menyatakan koefisien penskalaan. N
menyatakan indeks Wavelet , sebagai contoh untuk D2 maka N = 2
dan untuk D4 maka N = 4.
Sebagai contoh untuk D4,denganN=4:
bo = (-1 )o a3 = o3 = -0.1830127
b, = (-1)1 a2 = -a2 = -0.3169873
b, = (-1)2 a1 = d1 = 1.1830127
b. = (-1)3 a6 - -36 = -0.6830127
Translormasi Citra 113

Mengikuti skema filter bank pada bagian sebelumnya maka matrik Hs


dan H1 untuk D4, pada citra dengan ukuran n = B adalah sebagai
berikut.
0.6830127 1.1830127 0.3169973 -0.1830127 0 000
0 0.6830127 1.1830127 0.3t69913 -0. I 830 t27 000
0 0 0.6830127 t.t830127 0.3 I 69973 -0.1830127 0 0

II[s)= 0 0 0 0.6830127 1.1 830 1 27 0.3169973 -0.1830127 0


0000 0.6830 I 27 1.1830127 0.3t69973 -0.1830127
0000 0 0.6830127 1.1830127 0.3169973
0000 0 0 0.6830127 1.1830127
0000 0 0 0 1.1 830 127

-0.1830127 *0.3t69973 1.1830127 -0.6830127 0 000


0 -0.1830127 -0.3169973 1.1830127 -0.68301 27 000
00 -0.1830127 -0.3169973 1.1830127 -0.6810127 0 0

zfst- 00 0 -0.1830127 -0.3169971 1.t830127 -0.6830127 0


00 00 -0.1830127 -0.3169973 t,1830127 -0.6830127
00 00 0 -0.1830127 -0.3169973 1.t830r27
00 00 0 0 -0. I 830 I 27 -0.3 I 69973
00 00 0 0 0 0 183012?

Tabel 3.3 Koefisien Fungsi Penskalaan D2 - D12 (Low-pass Filter)


D2 D4 D6 D8 D10 D12
1 0 6830127 o 47046721 0.32580343 0.22641 B9B o 15774243
I 1,1830127 1.14111692 1.O1094572 0 85394354 0 69950381
0.3169873 0 650365 o 8922014 1 02432694 1 06226376
-o.1830127 -o.190s3442 -0.03957503 0.'19576696 0 44583'132
-o.12083221 -o.26450717 -o.34265671 -0 31 998660
0 0498175 0.04361 63 -0 045601 1 3 -0.18351806
0.0465036 0970265
0.1 0.'t37BBB09
-0.01498699 -0.00882680 0.03892321
-o 01779187 -0.04466375
4.71742793e-3 7.83251152e-4
b /5bublJbe-J
1.52353381e-3
114 | Pengolahan Citra Digital

Tabel 3.4 Koefisien Fungsi Penskalaan D14 - D20 (Low-pass Filter)


D'.l4 D16 D18 D20
0.1 1 009943 0.07695562 0.05385035 0.03771716
0.560791 28 0.44246725 0.34483430 o.26612218
1.031'14849 0.95548615 0.85534906 o.74557507
o.66437248 0.82781 653 0.92954571 0.97362811
-o.20351382 -0.02238574 0.1 8836955 0.39763774
-0.31683501 -0.40'165863 -0.41475176 -0.35333620
0.1 008467 6.681 94092e-4 -0.'13695355 -0.27710988
0 1I40034s 0.18207636 0.21006834 0.18012745
-0.05378245 -0.02456390 0.043452675 0.1 31 602S9
-0.02343994 -0 06235021 -0.09564726 -0.1 0096657
o.01774979 0.01977216 3.5489281 3e-4 -0.041 65925
6.0751 4995e-4 0.01236884 o.o3162417 o 04696S81
-2.54790472e-3 -6 88771 926e-3 -6.67962023e-3 5.10043697e-3
5.00226853e-4 -5.54004549e-4 -6.05496058e-3 -0.01517900
9.55229711e-4 2.61296728e-3 1.97332536e-3
1.66137261e-4 3.25814671e-4 2.81 768659e-3
-3.56329759e-4 -9.69947840e-4
-5.5645514e-5 1.64709006e-4
1.32354367e-4
1.875841e-5

3.9.7 Transformasi Wavelet 2D


Transformasi Wavelet pada citra 2D pada prinsipnya sama dengan
transformasi pada citra 1D. Pada citra 2D proses transformasi
dilakukan pada baris terlebih dulu, kemudian dilanjutkan dengan
transformasi pada kolom, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.22.

LL

xfm,nf

Dekomposisi baris Dekomposisi kolom

Gambar 3.22 TransformasiWavelet 2D 1 tevel

.L
TransformasiCitra | 115

Pada gambar 3.22, LL menyatakan bagian koefisien yang diperoleh


melalui proses tapis Low pass dilanjutkan dengan Low pass. Citra
pada bagian ini mirip dan merupakan versi lebih halus dari citra
aslinya sehingga koefisien pada bagian LL sering disebut dengan
komponen aproksimasi. LH menyatakan bagian koefisien yang
diperoleh melalui proses tapis Low pass kemudian dilanjutkan
dengan High pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi
dalam arah horisontal. Bagian HL menyatakan bagian yang diperoleh
melalui proses High pass kemudian dilanjutkan dengan Low pass.
Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah vertikal.
HH menyatakan proses yang diawali dengan High pass dan
dilanjutkan dengan High pass, dan menunjukkan citra tepi dalam arah
diagonal. Ketiga komponen LH, HL, dan HH disebut juga komponen
detil.
Hasil transformasi Wavelet 2D 1 level, sering dibuat dalam bentuk
skema sebagai berikut.

LL HL Aproximation Verticaldetails Cn Cv

Horizontal Diagonal
LH HH details details CH Co

CA, CV, CH, dan CD berturut-turut menyatakan komponen


aproksimasi, vertikal, horizontal dan diagonal.
Contoh numerik transformasi Wavelet 2D 1 level untuk citra 4 x 4
dapat dilihat pada contoh dekomposisi perataan dan pengurangan
yang ditunjukkan pada Gambar 3.18.
Transformasi Wavelet 2D untuk level 2,3, dan seterusnya, dilakukan
dengan cara yang sama, hanya dilakukan pada bagian LL. Gambar
3.23 menunjukkan contoh transformasi Wavelet 2D pada citra Lena
untuk /evel 1,2, dan 3.
1 16 | Pengolahan Citra Digital

Gambar 3.23 TransformasiWavelet 2D untuk level 1 (a), levet 2 (b), dan


level 3 (c)

Você também pode gostar