Você está na página 1de 1

Kira-kira jelas bahwa gerakan-gerakan nasionalis dan negara negara baru yang

muncul sejak perang dunia kedua berbeda dengan gerakan-gerakan sebelumnya yang
melahirkan negara-negara baru di Eropa Barat. Mereka lahir dalam konteks internasional
yang sangat berbeda, yakni dalam lingkungan ekonomi kapitalistis yang sangat maju,
dan dalam ketegangan antara kapitalisme dan sosialisme.

Meskipun demikian, negara-negara baru, baik yang terbentuk pada abad ke-20
maupun yang terbentuk pada abad ke- 18 dan abad ke-19, memiliki kemiripan dalam
beberapa hal:
1. Negara-negara itu dipandang sebagai persyaratan penting bagi
pembangunan dan kemajuan masyarakat mereka, tidak hanya kemajuan
dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam aspek-aspek kehidupan yang lain.
2. Negara-negara bangsa yang baru maupun yang lama, merupakan produk
dari berbagai perjuangan oleh berbagai kelompok sosial, bukan hasil karya
kelompok tertentu saja.
3. Penguasa-penguasa di negara-negara baru berusaha memperkuat kekuasaan
mereka dengan memperketat kontrol pusat atas kehidupan masyarakat.
Pemerintah pusat bahkan memaksakan perasaan identitas nasional mereka kepada
berbagai kalangan masyarakat.
4. Pembangunan di negara-negara baru menumbuhkan semangat nasionalisme
yang lebih dalam, yang pada gilirannya menirnbulkan persaingan-persaingan
serta konflik-konflik internasional.

Pengaruh nasionalisme pun tetap dominan meskipun sejak tahun 1945 terbentuk
organisasi-organisasi supranasional, seperti pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). PBB bahkan tidak berhasil memecahkan konflik antara Arab dan Israel. Demikian
organisasi-organisasi regional seperti Masyarakat pula pembentukan Ekonomi Eropa,
ASEAN, dan lain-lain pun tidak melunturkan yang bersangkutan. Dalam hubungan
semacam itu nasionalisme tak bisa digeser begitu saja demi kepentingan sosialisme.

Yang menjadi pertanyaan sekarang ialah di mana letak kekuatan nasionalisme? Para
pemikir Marxis cenderung mengabaikan nasionalisme dalam analisis mere sibuk dan asyik
berbicara tentang konflik antar kelas, yaitu antara kelas borjuis dan kelas buruh. Paling banter
mereka melihat nasionalisme sebagai gerakan borjuis, sekaligus sebagai ancaman bagi
gerakan kaum buruh.

Tom Bottomore berusaha menunjukkan beberapa faktor universal yang


mendukung nasionalisme. Faktor pertama adalah adanya satu keturunan yang sama
yang menduduki suatu wilayah tertentu. Adanya bahasa bersama, dan lebih luas lagi,
adanya kebudayaan yang sama. Dalam sistem kerajaan atau masyarakat feodal, kesetiaan
penduduk pada sang penguasa feodal lebih menentukan eksistensi kerajaan atau masyarakat
feodal yang bersangkutan. Kiranya benar apa yang dikatakan oleh Hans Kohn, yakni bahwa
nasionalisme dan pembentukan negara bangsa tergantung pada kedaulatan rakyat. Dengan
kata lain, gerakan demokrasilah yang membangkitkan semangat nasionalisme dan mendorong
pembentukan negara bangsa di Eropa.

Você também pode gostar