Você está na página 1de 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit asma bronkial dapat menyerang semua golongan usia, baik laki-laki ataupun
perempuan, dewasa maupun anak-anak. Dari waktu ke waktu baik di Negara maju
maupun Negara berkembang pevalansi asma meningkat. Asma merupakan sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di Indonesia.
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzanne
C,2002).
Asma dapat timbul pada betbagai usia, gejalanya bervariasi dan ringan sampai berat
dan dapat dikontrol dengan berbagai cara. Gejala asma ditimbulkan oleh berbagai
rangsangan antara lain infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara, bahan kimia, beban kerja
atau latihan fisik, bau-bauan yang merangsang dan emosi.
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 80%pada anak dan 3,5% pada
dewasa, dan dalam 10tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%. Selain di Indonesia
prevalensi asma di jepang dilaporkan meningkat 3 kalidibanding tahun 1960 yaitu dari
1,2% menjadi 3,4%. Penyebab penyakit asma sampai saat ini belum diketahui namun dari
hasil penelitian terdahulu menjelaskan bahwa saluran nafas penderita asma mempunyai
sifat yang sangat khas yaitu sangat peka terhadap rangsangan.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi dari asma bronkhial?
2. Apa etiologi dari asma bronkhial?
3. Apa macam-macam factor pencetus dari asma bronkhial?
4. Apa patofisiologi dari asma bronkhial?
5. Apa manifestasi klinis pada pasien asma bronkhial?
6. Apa klasifikasi dari asma bronchial?
7. Bagaimana terapi diet pada asma bronkhial?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari asma bronkhial.
2. Mengetahui etiologi dari asma bronkhial.
3. Mengetahui macam-macam factor pencetus dari asma bronkhial.
4. Mengetahui patofisiologi pada asma bronkhial.
5. Mengetahui manifestasi klinis pada pasien asma bronchial
6. Mengetahui klasifikasi dari asma bronchial.
7. Mengetahui terapi diet pada asma bronkhial.

1.4 Manfaat

a. Agar mahasiswa dapat memahami asma bronkial.


b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami terapi diet yang harus dilakukan
oleh penderita asma bronkial.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asma merupakan penyakit dalam jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi
karena spasme bronkus yang di sebabkan oleh berbagai penyebab (Hudak dan Gallo,
1997).

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer,
Suzanne C,2002).

2.2 Etiologi

Etiologi asma dapat dibagi atas:

1. Asma ekstrinsik/alergi

Asma yang di sebabkan oleh elergen yang di ketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus, binatang
dan debu.

2. Asma iterinsik/idopatik
Asma yang tidak di temukan faktor pecncetus yang jelas, tetapi adanya faktor-
faktor non spesifik seperti: flu, latihan fisik atau emosi sering memicu serangan asma.
Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi
sinus/cabang trakeobronchial.

3. Asma campuran

Asma yang terjadi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.

2.3 Macam-macam faktor pencetus

1. Alagen
Faktor alergi di anggap mempunyai peranan pada sebagai penderita dengan
asma,disamping itu hiperaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor yang penting
bila tingkat hiperaktifitas brokus tinggi diperlukan jumlah alergen yang sedikit dan
sebaiknya untuk menimbulkan serangan asma.

1. Infeksi
Biasanya virus penyebabnya respiratory synchyhalnvirus (RSV) dan virus para
influenza.
2. Iritasi
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam, dari chat polutan udara, air
dingin dan udara dingin.
3. ISPA
4. Replek gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit asma.
5. Psikiologis

2.4 Manifestasi Klinis

Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispena, dan mengi. Pada beberapa
keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala serangan asma sering kali terjadi
pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin
berhubungan dengan variasi sirkladian, yang memengruhi ambang reseptor jalan nafas.

Serangan asma biasanya bermula mendadak debgan batuk dan ras sesak dalam
dada, disertai dengan pernafasan yang lambat, Mengi dan laborius. Ekspresi selalu lebih
susah panjang di banding inspirasi , yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat
menyebabkan dispena.

Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi menjadi lebih kuat. Sputum, yang
terdiri dari mukus mengandung rasa gelatinosa bulat, kecil yang di pantulkan dengan
susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan
gejala-gejala retensi karbondioksida, termasu, berkeringat, takikardi dan pelebaran
tekanan nadi.
Serangan asma berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan. Meski serangan asma jarang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat yang
di sebut asmatikus. Kondisi ini merupakan kondisi yang mengancam hidup.

Kemungkinan reaksi alergiuk lainnya yang dapat menyertai asma termasuk


ekzema , ruam, dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara periodik
setelah pemanjaan terhadap alergen spesifik, obat-obat tertentu, latihan fisik, dan kegiatan
emosional.

2.5 Patofisiologi

Asma adalah obsturksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi satu atau lebih dari
kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi, yang menyempitan jalan nafas, atau
pembengkakan membran dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak di
hasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan
paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum di ketahui, tetapi ada yang paling
diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imum yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemanjaan ulang terhadap antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histasimin, bradikinin, dan prostaglandin
serta anafiklasis dari subtansi yang berekaksi lambat (SRS-A) pelepasan mediator ini
dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjer jalan nafas, menyebabkan
bronskospasme, pembekakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak.

Sistem saraf otomom mempengaruhi paru Tonus otot brokhial di atur oleh implus
saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergik, ketika
ujung saraf pada jalan nafas di rangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi, dan polutan. Jumlah asetilkolin yang di lepaskan meningkat. Pelepasan
asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokotrinsik juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.

Selain itu reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α- adrenergik di rangsang terjadi brokokontrinsik, bronkondilatasi
terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang di rangsang. Keseimbangan antara reseptor α-
dan β- dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP).

Simulasi resptor alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada


peningkatan mediator kimiawi yang di lepaskan oleh sel mast bronkokontrisik. Simulasi
reseptor beta adnergik mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan,
mediator kimiawi dan menyebabkan brokondilatasi. Teori yang di ajukan adalah bahwa
penyekatan B- adnergik terjadi pada individu dengan asma, akibatnya, asmatik rentan
terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kontrinsik otot polos.

2.6 Klasifikasi

Berdasarkan episodik serangan asma,dapat di bedakan:

a. Asma episodik jarang


Biasanya terdapat pada anak berusia 3-6 tahun, serangan umumnya di
cetuskan oleh infeksi virus pada saluran pernafasan. Frekuensi serangan 3-4x/th.
Lamanya serangan beberapa hari dapat berlangsung 3-4 hari. Sedangkan batuk 10-14
hari, serangan tidak di temukan gejala kelainan.
b. Asma episodik sedang
2/3 golongan ini serangan pertama timbul pada usia sebulan sampai 3 tahun.
Serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut, pada usia 5-6 tahun
serangan tanpa infeksi yang jelas.
c. Asma kronik/parsiten
Serangan pertama terjadi pada usia 6 bulan (25%), sebelum usia 3 tahun
(75%) pada 2 tahun pertama (50%) biasanya serangan episodik pada usia 5-6 th akan
lebih jelas terjadi obstruksi jalan nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat
whezzing setiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk /whezzing dan
waktu ke waktu serangan yang berat sering memerlukan perawatan rumah sakit.

Klarifikasi Asma Berdasarkan Berat Penyakit

a. Tahap I : Intermitten

Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :

1. gejala intermiten < 1 kali dalam seminggu


2. gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)
3. gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
4. asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara perioda eksaserbasi
5. PEF atau FEV1 : ≥ 80% dari prediksi
Variabilitas < 20%
6. pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :
Obat untuk mengurangi gejala intermeten dipakai hanya kapan perlu inhalasi
jangka pendek β2 agonis.
7. intesitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi kortikoseteroid oral
mungkin dibutuhkan.
b. TahapII : Persiten Ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
1. gejala ≥ 1 kali seminggu tapi < 1 kali sehari
2. gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas atau tidur
3. gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
4. PEF atau FEV1 : > 80% dari prediksi
Variabilitas 20-30%
5. pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator jangka
panjang di tambah dengan obat-obatan antiinflasi (terutama untuk serangan asma
malam hari).
c. Tahap III : Persiten Sedang
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
1. gejala harian
2. gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas atau tidur
3. gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
4. pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
5. PEF atau FEV1 : >60% - <80% dari prediksi
Variabilitas >30%
6.pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontro :
Obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikoseteroid bronkodilator
jangka panjang (terutama untuk serangan asma malam hari).
d. Tahap IV : Persisten berat
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1. gejala terus menerus
2. gejala eksaserbasi sering
3. gejala serangan asma malam hari sering
4. aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
5. PEF atau FEV1 : ≤ 60% dari prediksi
variabilitas > 30%

2.7 Terapi Diet

Tujuan pengobatan asma adalah agar penderita dapat hidup normal, bebas dari
serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi reaktifasi saluran
napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian akibat asma (Surjanto,
Hambali & Subroto 1988). Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka
pendek dapat menyebabkan kematian, sedangkan jangka panjang dapat mengakibatkan
peningkatan serangan atau terjadi obstruksi paru yang menahun. Untuk pengobatan asma
perlu diketahui juga perjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat, cara untuk
menghindari faktor pencetus. Dalam penanganan pasien asma penting diberikan
penjelasan tentang cara penggunaan obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor
alergi. Faktor alergi banyak ditemukan dalam rumah seperti tungau debu rumah, alergen
dari hewan, jamur, dan alergen di luar rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari,
jamur, polusi udara. Obat aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor
pencetus asma. Olah raga dan peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi
gejala asma. Psikoterapi dan fisioterapi perlu diberikan pada penderita asma.

Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala


dan obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok
besar yaitu reliever dan controller.

1. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran
napas .
2. Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten.
Obat yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik,
teofilin,dan kortikosteroid sistemik (Surjanto, Hambali & Subroto 1988). Obat yang
termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid,
natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat (Rogayah
1995).
Pengobatan asma secara cepat/jangka pendek yaitu dengan menggunakan obat pelega
saluran pernafasan seperti inhaler dan nebulizer yang berfungsi menghentikan
serangan asma. Pengobatan jangka panjang yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya serangan asma adalah dengan menggunakan obat-obatan seperti steroid
berfungsi untuk tetap membuat saluran pernafasan terbuka dan mengurangi
pembengkakan (Abidin & Angela M 2002).

Anjuran Gizi untuk Penyakit ASMA

Makanan yang dihindari oleh penderita asma:

1. Makanan yang dapat menyebabkan reaksi alergi seperti telur, susu, gandum, ikan,
kerang, kacang-kacangan, kedelai dan kacang tanah,
2. Makanan yang mengandung sulfida seperti acar, sayuran dan buah-buahan kering, dan
udang.
3. Makanan yang menyebabkan produksi lendir berlebih seperti gula putih, tepung putih,
roti putih dan coklat.
4. Makanan dengan pewarna buatan, dan makanan yang diawetkan.

Sebaiknya memperbanyak asupan yang dapat membantu mengurangi gejala-gejala


asma, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan makanan yang kaya akan asam lemak
omega-3. Olahraga teratur akan memperkuat paru-paru dan meningkatkan kualitas
kesehatan sehingga dapat mengurangi gejala asma.
BAB III

KONSEP ASKEP
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma
adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan.

Asma merupakan penyakit dalam jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi
karena spasme bronkus yang di sebabkan oleh berbagai penyebab (Hudak dan Gallo,
1997)

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzanne
C,2002).

Biasanya pada asma klien pertama kali mengeluh pada nafas yang berhubungan
dengan proses penyakit. Sebab pada saat pengkajian pada pasien asma ditemukan bahwa
pasien merasa susah dalam bernafas, berkeringat, anoreksia dan sulit dikeluarkan.

Adapun tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu dengan
memberikan kompres hangat, karena bila bila menggunakan kompres dingin dapat
mempercepat panas tubuh. Sementara, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang
volume cairan dengan memenuhi kebutuhan cairan melalui pemberian infus ringer laktat
5% atau dekstrosa 5%.

4.2 Saran

Diharapkan para pembaca khususnya mahasiswa/mahasiswa STIKES ICME


JOMBANG dapat memahami konsep teori asuhan keperawatan dari Asma Bronchial.
DAFTAR PUSTAKA

Doongoes, E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan Ediai 3.Jakarta : Buku Kedokteran


EGC
Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2 edisi 2 Jakarta
: EGC

Setiawan, rahman. Online. (http://setiawanrahman.blogspot.co.id/2011/11/asma.html).


Diakses 27 September 2017.

Você também pode gostar