Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1
bermain, sering membuat guru dan orang lain menilai adanya kemungkinan
jenis gangguan autis. Manifestasi autisme juga dapat berubah selama masa
kanak-kanak, tergantung pada gangguan perkembangan lain, kepribadian, dan
adanya masalah kesehatan medis atau mental lainnya.
Sampai saat ini, belum ada data pasti mengenai jumlah penyandang
autisme di Indonesia. Dari catatan praktek dokter diketahui, dokter
menangani 3-5 pasien autisme per tahun 1980. Data yang akurat dari autisme
ini sukar didapatkan, hal ini disebabkan karena orang tua anak yang dicurigai
mengidap autisme seringkali tidak menyadari gejala-gejala autisme pada
anak. Akibatnya, mereka tidak terdeteksi dan begitu juga keluarga yang
anaknya ada kelainan mencari pengobatan ke bagian THT karena menduga
anaknya mengalami gangguan pendengaran atau ke poli tumbuh kembang
anak karena mengira anaknya mengalami masalah dengan perkembangan
fisik.1,2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang
mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum, autisme berarti
preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih
banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat
kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita
autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri. 1,2
Autisme atau autisme infantile (Early Infantile Autism) pertama kali
dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner, seorang psikiatris Amerika pada tahun
1943.Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis
pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom
Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah
yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali
bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka
berkomunikasi.2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi biasanya diperkirakan ada 3-4/10.000 anak. Gangguan ini
jauh lebih lazim pada laki-laki dibandingkan dengan wanita (3-4:1). Beberapa
penyakit sistemik, infeksi, dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti
autistik memberi kecenderungan penderita pada perkembangan gejala
autisme.Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang.
Berdasarkan definisi onset gangguan autisme sebelum usia 3 tahun, meskipun
pada beberapa kasus, gangguan ini tidak dikenali hingga anak berusia lebih
tua.2
Penderita autisme di Indonesia setiap tahun terus mengalami
peningkatan. Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari dalam pembukaan
3
rangkaian Expo Peduli Autisme 2008 lalu mengatakan, jumlah autis di
Indonesia di tahun 2004 tercatat sebanyak 475 ribu penderita.2
b. Teori psikososial
Beberapa ahli (kannerdan bruno bettelhm) autisme di anggap sebagai
akibat hubungan yang dingin/ tidak akrab antara orang tua ibu dan anak.
Demikian juga orang yang mengasuh dengan emosional kaku, obsesif
tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi
autisme.
4
c. Autuimun tubuh
Auto imun pada anak dapat merugikan perkembangan tubuhnya sendiri
karena zat-zat bermanfaat justru di hancurkan oleh tubuhnya sendiri.
Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/ bakteri pembawa penyakit.
Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang di kembangkan oleh tubuh
sendiri yang justru kebal terhadap zat zat penting dalam tubuh dan
menghancurkannya.
5
Menurunkan triptofan dengan menginhibisi pengambilan kembali 5-HT adalah
salah satu usaha untuk memperbaiki simptom autisme.3
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa seluruh kadar serotonin
darah memiliki korelasi positif antara autis dan orang tua mereka dan saudara-
saudara. Hal ini jelas bahwa serotonin dalam trombosit yang bertanggung jawab.
Lebih dari 99% dari seluruh darah serotonin yang terkandung dalam trombosit.
Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan autisme menunjukkan peningkatan
penyerapan serotonergik atau penurunan pelepasan serotonergik. Ada bukti untuk
korelasi positif antara kadar serotonin dan tingkat transportasi serotonin.17
Peningkatan opioid endogen ada kaitannya dengan perilaku melukai
sendiri dan ini akan berkontribusi ke simptom lain dari autisme melalui
serotoninergik dan aksis hypothalamic-pituitary adrenal (HPA) secara tidak
langsung sehingga terjadi sekresi proopiomelanokortin, kortisol dan oksitosin.
Defisiensi melatonin menyebabkan gangguan tidur.3
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi autisme dapat di bagi berdasarkan pengelompokan kondisi
1. Klasifikasi berdasarkan saat munculnya kelainan
a. Autisme infantil : istilah ini di gunakan untuk menyebut anak autis
yang kelainnanya sudah nampak sejak lahir
b. Autisme fiksasi : adalah anak autis yang padawaktu lahir kondisinya
normal , tanda tanda autisnya muncul setelah umur 2 atau 3 tahun.4
6
Prevalensi 20% dari anak autis.4
7
7) Perkembangan motorik kasar/halus sering
tampak normal
6-12 Bulan 1) Sulit bila digendong
2) Menggigit tangan dan badan orang lain secara
berlebihan
1-2 Tahun 1) Kaku bila digendong
2) Tidak mau bermain permainan sederhana
(“cilukba”)
3) Tidak mengeluarkan kata
4) Memperhatikan tangannya sendiri
5) Terdapat keterlambatan dan perkembangan
motorik kasar dan halus
6) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
2-3 Tahun 1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak
lain
2) Melihat orang sebagai “benda”
3) Kontak mata terbatas
4) Tertarik pada benda tertentu
8
Kurangnya kemampuan untuk berbagai perasaan dan empati
dengan orang lain.
Kurang mampu mengadakan hubungan social dan emosional
yang timbal balik.
(2) Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada
1 dari gejala berikut ini: 4
Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau sama sekali
tidak berkembang dan anak tidak menari jalan untuk
berkomunikasi secara non verbal.
Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk
berkomunikasi.
Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan
berulang-ulang.
Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau
permainan imitasi sosial lainnya sesuai dengan taraf
perkembangannya.
(3) Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang.
Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini: 4
Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan focus dan
intensitas yang abnormal/berlebihan.
Terpaku pada suatu kegiatan ritualistic atau rutinitas.
Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti
menggerak-gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan
tubuh.
Sikap tertarik yang sangat kuat/preokupasi dengan bagian-
bagian tertentu dari obyek.
b. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal
pada salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan
komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan imajinatif. 4
c. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa
Anak. 4
9
Dengan kriteria diagnostik tersebut, tidak sulit untuk menentukan
apakah seorang anak termasuk penyandang autism atau gangguan
perkembangan lainnya.Namun kesalahan diagnosis masih sering terjadi
terutama pada autism ringan yang uumnya disebabkan adanya tumpang tindih
gejala.Sebagai contoh, penyandang hiperaktivitas dengan konsentrasi yang
kurang terfokus kadang kala juga menunjukkan keterlambatan bicara dan bila
dipanggil tidak selalu berespon sesuai yang diharapkan. Demikian juga bagi
penderita retardasi mental yang moderate, severe dan profound mereka
menunjukkan gejala yang hampir sama dengan autism seperti keterlambatan
bicara, kurang adaptif dan impulsif. 4
10
4) Gangguan Disintergrasi Anak3
Pada gejala austisme ini, anak tumbuh normal hingga tahun kedua.
Selanjutnya anak akan kehilangan sebagian atau semua kemampuan
komunikasi dan keterampilan sosialnya.
2.7 TERAPI
Tujuan terapi untuk anak dengan gangguan autistik adalah untuk
meningkatkan perilaku psikososial dan perilaku yang secara social dapat
diterima, untuk mengurangi gejala perilaku yang aneh, dan untuk
memperbaiki komunikasi verbal serta non verbal.5
Berikut ini merupakan beberapa jenis terapi utama yang dilakukan pada
anak, yaitu:
1) Terapi Perilaku5
Anak autis seringkali merasa frustrasi.Teman-temannya seringkali
tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya
dan sentuhan.Tidak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perlaku terlatih akan mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut
dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan
dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.5
Terapi perilaku (behavior therapy) adalah terapi yang dilaksanakan
untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan perilaku anak yang
terhambat dan untuk mengurangi perilaku-perilaku yang tidak wajar dan
menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima dalam masyarakat.
Terpai perilaku ini merupakan dasar bagi anak-anak autis yang belum
patuh (belum bisa kontak mata dan duduk mandiri) karena program
dasar/kunci terapi perilaku adalah melatih kepatuhan, dan kepatuhan ini
sangat dibutuhkan saat anak-anak akan mengikuti terapi-terapi lainnya
seperti terapi wicara, terapi okupasi, fisioterapi, karena tanpa kepatuhan
ini, terapi yang diikuti tidak akan pernah berhasil.5
11
Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied
Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O. Ivar Lovaas, PhD
dari University of California Los Angeles (UCLA).Dalam terapi
perilaku, focus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif
setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak
ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak
berespons negate (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali
maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut.
Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk
berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negative
(atua tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.5
Secara lebih teoritisk, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan
sebagai A-B-C; yaknik A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior)
dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului
terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang
kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak
autis kemudian memahami behavior (perilaku) apa yang diharapkan
dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku
tersebut diharapkan cenderung terjadi ladi bila anak memperoleh
consequence/akibat (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan)
yang menyenangkan.5
Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan
pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya
mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur
dan konsisten pada usia dini.5
Dalam ABA disarankan waktu yang dibutuhkan adalah 40
jam/minggu, tetapi keberhasilan terapi ini dipengaruhi beberapa faktor:
a. Berat ringannya derajat autisme.5
b. Usia anak saat pertama kali ditangani/terapi
c. Intensitas terapi
d. Metode terapi
12
e. IQ anak
f. Kemampuan berbahasa
g. Masalah perilaku
h. Peran serta orang tua dan lingkungan
2) Terapi Wicara5
Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu keharusan, karena
anak autis mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan
berbahasa.Tujuannya adalah untuk melancarkan otot-otot mulut agar
dapat berbicara lebih baik.Hampir semua anak dengan autisme
mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa.
3) Terapi Okupasi5
Terapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan,
memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot pada anak autis dengan
kata lain untuk melatih motoric halus anak. Hampir semua anak autis
mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motoric halus. Gerak-
geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil
dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap
makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi
sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan
benar.
5. Terapi bermain
Untuk melatih dab mengajarkan anak melalui belajar sambing bermain.
Bermain denga teman sebaya berguba ubtuk belajar bicara, komunikasi
dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam
hal tehnik-tehnik tertentu. Terapi bermain bertujuan bersosialisasi juga
bertujuan untuk terapi prilaku dan bermain sesuai aturan.
13
7. TERAPI MEDIKAMENTOSA
Obat hanyalah terapi pendamping, bukan yang utama. Perlu dinyatakan
bahwa belum ada obat yang dapat menyembuhkan autisme.7 Obat dibutuhkan
hanya untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang timbul yang tidak dapat
diatasi dengan metoda non obat, seperti hiperaktivitas, agresivitas, menyakiti diri
dan insomnia.8 Atau bila metoda intervensi non obat dikombinasikan dengan obat,
diharapkan intervensinya dapat maksimal.7 Obat-obat yang sering dipakai adalah:
III.2.1. STIMULAN
Inatensi mungkin merupakan satu gejala yang mengganggu proses belajar.
Harus dibedakan antara inatensi yang merupakan bagian dari gejala autisme
dengan inatensi sebagai gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
(ADHD).
Deksamfetamin dan Levoamfetamin.
Metilfenidat.
Dapat meningkatkan atensi dan mengurangi distraktibilitas. Dosis: 0,3 mg/kg.
14
III.2.5. SPESIFIK SEROTONIN REUPTAKE INHIBITOR (SSRI)7
SSRI digunakan untuk mengatasi perilaku stereotipik seperti perilaku yang
melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, ritual obsesif
dengan anxietas yang tinggi. Pemberian SSRI dimulai dari dosis terkecil dan
secara bertahap dinaikkan sampai mencapai dosis terapeutik.
Fluoxetine.
Fluvoksamin.
III.2.6. NEUROLEPTIK7
Neuroleptik tipikal potensi rendah (Thioridazine).
Dapat menurunkan agreivitas dan agitasi. Dosis: 0,5-3 mh/kg/hari,
dibagi dalam 2-3 kali/hari.
Neuroleptik tipikal potensi tinggi (Haloperidol dan Pimozide).
Dalam dosis kecil: 0,25-3 mg/hari, dapat menurunkan agresivitas,
hiperaktivitas, iritabilitas dan stereotipik.
Neuroleptik atipikal (Risperidon).
Bila digunakan dalam dosis yang direkomendasikan: 0,5-3 mg/hari
dibagi dalam 2-3 kali/hari, dapat dinaikkan 0,25 mg setiap 3-5 hari
sampai dosis inisial tercapai 1-2 mg/hari dalam 4-6 minggu, akan
tampak perbaikan pada hubungan sosial, atensi dan gejala obsesif.
III.2.8. NOOTROPIK7
Nootropik (Pirasetam) digunakan untuk memperbaiki gangguan
perkembangan bahasa, karena terbukti obat ini mampu memperbaiki fungsi
hemisfer kiri otak.
15
2.8 PROGNOSIS
Gangguan autistik/autisme infantile umumnya merupakan gangguan
seumur hidup dengan prognosis yang terbatas, anak autistik dengan IQ di atas
70 dan mereka menggunakan bahasa komunikatif saat usia 5 hingga 7 tahun
cenderung memiliki prognosis baik.5
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
REFERAT april 2018
“AUTISME”
19