Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TRAUMA KEPALA
A. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Librianty, 2015)
B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai GCS:
1. Minor
GCS 13 – 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
GCS 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan.
D. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti
trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.
Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara
1
relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
2
E. Pathway
Laserasi
Resiko infeksi
Penekanan
Penekanan pembuluh
pembuluh darah
darah
dan dan jaringan
jaringan cerebral Kelemahan fisik
serebri Mual, muntah Nyeri kepala hebat
3
F. Manifestasi Klinis
Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
Pucat
Mual dan muntah
Pusing kepala
Terdapat hematoma
Perubahan TTV (peningkatan frekuensi nafas, peningkatan tekanan darah, bradikardi,
takikardi, hipotermi, atau hipertermi).
Penurunan kemampuan kognitif dan motorik
G. Komplikasi
Hemorrhagie
Infeksi
Edema
Herniasi
H. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
Rotgen Foto
CT Scan
MRI
I. Penatalaksanaan
a. Pemantauan TIK dengan ketat
Oksigenasi adekuat
Pemberian manitol
Penggunaan steroid
Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
Bedah neuro
b. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
c. Pemberiab obat-obatan misal Dexamethason
d. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak daat diberika apa-ap, hanay
cairan dekstrosa 5%, 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
4
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
Kesadaran GCS.
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar tanyakan pola makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.
5
NOC: Keparahan mual & muntah( frekuensi mual tidak ada, intenstas mual tidak
ada, frekuensi muntah tidak ada, intensitas muntah tidak ada)
NIC: Manajemen Mual ( Dorong pasien untuk memantau pengalaman diri
terhadap mual, Observasi tanda nonverbal dari ketidaknyamanan, kendalikan
faktor-faktor yang mungkin membangkitkan mual, Tingkatkan istirahat dan tidur
yang cukup untuk memfasilitasi mual, dorong pola makan dengan porsi sedkit
tapi sering). Manajemen Muntah (Identifikasi faktor-faktor yang dapat
menyebabkan muntah, kendalikan faktor-faktor lingkungan yang mungkin
membangkitkan muntah,)
3. Penurunan Kapasitas adaptif intrakranial b.d Peningkatan TIK
NOC:Status Neurologi: Otonomik ( tekanan darah sistol dan diastol tidak
terganggu, sakit kepala tidak ada)
NIC:Monitor TIK ( monitor tekanan selang untuk gelembung udara, puing-
puing, atau darah beku. Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral,
sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral)
4. Hamabatan mobilitas fisik b.d Gangguan neuromuskular
NOC: Pergerakan (Keseimbangan tidak terganggu,Gerakan sendi tidak
terganggu, Berjalan tidak terganggu, bergerak dengan mudah tidak terganggu)
NIC: Peningkatan Latihan (Gali hambatan untuk melakukan latihan, dukung
individu untuk memulai atau melanjutkan latihan, lakukan latihan bersama
individu)
6
DAFTAR PUSTAKA
Dewanto,G. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Syaraf.
Jakarta: EGC
Librianty, N. (2015). Panduan Mandiri Melacak penyakit.Jakarta: Lintas Kata
Muttaqin,A. Buku Ajar Ashan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Scribd.com diakses tanggal 18 februari 2018 Pukul 10.45 WITA
7
Banjarmasin, Februari 2018
Preseptor Klinik,