Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
HEPATITIS
Pembimbing :
dr. Achmad Fahron, Sp.PD
Disusun Oleh :
Nia Nurhayati Zakiah 2012730067
2017
1
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Pria
Alamat : Jl. Rawa Sengon Blok H Rt 06
Tanggal MRS : 1 Oktober 2017
I. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Demam kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
2
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit kronis
seperti hipertensi, diabetes ataupun asma. Keluarga juga tidak ada yang menderita penyakit
seperti pasien.
Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah diobati sebelumnya .Pasien mengaku tidak terdapat alergi terhadap obat.
Riwayat Psikososial
Pasien menyangkal adanya pemakaian rokok, alkohol serta obat-obatan terlarang serta
melakukan sex bebas.
Kepala
Normocephali, rambut hitam, tidak teraba adanya benjolan, maupun luka.
Mata
Palpebra normal, ptosis (-), lagoftalmos (-), trauma (-),
Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (+/+)
Pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm,
Refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)
Telinga
Bentuk normal, deformitas (-), nyeri tekan (-), sekret (-).
3
Hidung
Bentuk normal, septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-), sekret (-).
Mulut
Bibir pink, tidak kering, tidak sianosis,
Mukosa mulut tidak ada sariawan, tidak ada tanda-tanda sianosis,
Gigi utuh dan tidak pakai gigi palsu, tidak terdapat gusi berdarah,
Lidah bentuk normal, bersih, pergerakan baik, tidak ada tremor,
Leher
Bentuk normal, simetris, tidak teraba massa,
Trakea berada di tengah, tidak ada deviasi,
Tidak teraba adanya pembesaran KGB leher dan supraklavikular,
Tidak teraba ada pembesaran kel. parotis maupun kel. tiroid,
Vena jugularis teraba, JVP 5-2 cm H2O.
Toraks
Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada retraksi suprasternal-intercostal,
Intercostal space normal, tidak melebar ataupun menyempit,
Tidak tampak adanya masa atau scar,
Pergerakan pernafasan normal, tidak ada bagian yang tertinggal,
Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi
Tidak ada massa,
Taktil fremitus tidak melemah maupun mengeras, kanan = kiri.
Perkusi
Sonor pada semua lapangan paru.
Batas paru – hepar : sela iga VI midklavikularis kanan
4
Auskultasi
Paru: Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: S1S2 reguler, HR 88x/menit, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi
Dinding perut terlihat simetris, bentuk dinding perut datar,
Tidak ada kelainan kulit maupun pelebaran vena,
Pergerakan dinding perut sesuai irama pernapasan.
Palpasi
Dinding perut supel, tidak terdapat distensi abdomen,
Terdapat nyeri tekan epigastrium (+)
Hati: tidak ada kelainan.
Limpa: tidak teraba.
Ginjal: nyeri ketok CVA (-), Ballottement (-).
Perkusi
Timpani di seluruh kuadran abdomen.
Auskultasi
Bising usus (+) normal.
Ekstremitas
Bentuk dan ukuran tangan dan kaki tidak ada deformitas,
Akral hangat,
Tidak tampak adanya edema di kedua ekstremitas bawah,
Laboratorium (04 Agustus 2015)
Tes Hasil Unit Nilai rujukan
Hitung Jenis
5
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 0 % 0–4
Batang 2 % 2–6
Segmen 52 % 50 – 70
Limfosit 39 % 20 – 40
Monosit 7 % 2–8
III. RESUME
Pasien laki – laki, 20 tahun, datang dengan keluhan demam sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Demam yang dialaminya naik turun terutama dirasakan pada sore
menjelang malam hari, badan menggigil. Pasien juga mengeluh badan terasa lesu, nafsu
makan menurun sejak demam ini, ada mual namun tidak sampai muntah. Ada nyeri kepala,
nyeri kepala dirasakan terus menerus dan ulu hati juga terasa penuh tetapi tidak perih. Pasien
juga mengaku ada mencret sebanyak 4 kali/ hari, mencret air dan terdapat ampas namun tidak
terdapat darah, serta buang air kecilnya berwarna teh semenjak sakit ini. Pasien juga
mengeluh batuk selama demam ini, batuk berdahak, dahak berwarna putih, batuk darah
disangkal. Pasien juga mengatakan kalau berat badannya menurun selama sakit. Nyeri
tenggorokan disangkal pasien. Pasien juga menyangkal adanya perdarahan seperti mimisan.
Pasien belum berobat ke dokter sebelumnya.
6
Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 18x/menit, suhu 37 oC.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik (+/+) dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar bilirubin dan fungsi hati yang meningkat serta
didapatkannya bilirubin yang meningkat, pada pemeriksaan urin pada pemeriksaan serologi
dan widal didapatkan S. Typhosa H 1/60, S. Paratyphosa BH 1/160,S. Typhosa O 1/320, S.
Paratyphosa AO 1/320, S. Paratyphosa BO 1/320
V. ASSESMENT
S: Demam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam yang dialaminya naik turun
terutama dirasakan pada sore menjelang malam hari, badan menggigil. Pasien juga mengeluh
badan terasa lesu, nafsu makan menurun sejak demam ini, ada mual namun tidak sampai
muntah. Ada nyeri kepala, nyeri kepala dirasakan terus menerus dan ulu hati juga terasa
penuh tetapi tidak perih. Pasien juga mengaku ada mencret sebanyak 4 kali/ hari, mencret air
dan terdapat ampas namun tidak terdapat darah, serta buang air kecilnya berwarna teh
semenjak sakit ini. Pasien juga mengeluh batuk selama demam ini, batuk berdahak, dahak
berwarna putih, batuk darah disangkal. Pasien juga mengatakan kalau berat badannya
menurun selama sakit.
O: Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 18x/menit, suhu 37 oC. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik (+/+) dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar bilirubin dan fungsi hati yang meningkat serta
didapatkannya bilirubin yang meningkat, pada pemeriksaan serologi dan widal didapatkan S.
Typhosa H 1/60, S. Paratyphosa BH 1/160,S. Typhosa O 1/320, S. Paratyphosa AO 1/320, S.
Paratyphosa BO 1/320
A: Hepatitis
Typhoid Fever
P: IVFD RL / 8 Jam
7
Ranitidine tab 3x1
FOLLOW UP
02/10/2017
Subjective Demam (+), Menggigil (+), Mual (+), Muntah (-), Nafsu makan
menurun
Objective - KU : Tampak sakit sedang
- KS : Compos mentis
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 80x/ menit
- Frekuensi pernapasan : 18x/menit
- Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik +/+
- Paru : VBS +/+, rh -/-, wh -/-
- Jantung : BjI-II reguler, murmur (-), gallop (–)
- Abdomen : Perut cembung, nyeri tekan epigastrium (+).
- Ekstremitas : akral hangat, edem -/-, CRT < 2”
Assessment Hepatitis
Typhoid Fever
Planning Rdx/ DPL, SGOT, Creatinin
Rtx/
IVFD RL / 8 Jam
8
SGOT 453 U/L <31
MCV 68 Fl 80-94
MCH 25 Pg 27-32
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 0 % 0–4
Batang 2 % 2–6
Segmen 52 % 50 – 70
Limfosit 38 % 20 – 40
Monosit 8 % 2–8
3/10/2017
Subjective Demam (+), Menggigil (-), Mual (-), Muntah (-), Nafsu
makan menurun, tidak bisa tidur
Objective - KU : Tampak sakit sedang
- KS : Compos mentis
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 82x/ menit
- Frekuensi pernapasan : 18x/menit
- Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik +/+
- Paru : VBS +/+, rh -/-, wh -/-
- Jantung : BjI-II reguler, murmur (-), gallop (–)
- Abdomen : Perut cembung, nyeri tekan epigastrium
(+).
- Ekstremitas : akral hangat, edem -/-, CRT < 2”
9
Assessment Hepatitis
Typhoid Fever
Planning Rdx/ DPL, SGOT, SGPT
Rtx/
IVFD RL / 8 Jam
VI. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati. Virus merupakan penyebab hepatitis
yang paling sering, terutama virus A, B, C, D dan E. Pada umumnya penderita hepatitis A &
E dapat sembuh, sebaliknya hepatitis B & C dapat menjadi kronis. Virus hepatitis D hanya
dapat menyerang penderita yang telah terinfeksi virus hepatitis B dan dapat memperparah
keadaan penderita. Di Indonesia kejadian hepatitis yang sering dijumpai adalah Hepatitis A,
B, dan C.
Anatomi Hati
Hepar/hati merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi
kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram.
Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak
bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang
berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.
Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum
11
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligamen.
Macam-macam ligamennya:
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Lig falciformis
membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan
lobus kiri.
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons
yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk
ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang
12
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain . Lempengan
sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada
pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah
lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan
A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-
sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu
menuju kandung empedu.
Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
13
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen
menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai
beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).
14
v. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
B. KLASIFIKASI
1) HEPATITIS A
Etiologi
Virus hepatitis A virus RNA berdiameter 27 nm merupakan virus RNA dan termasuk
dalam golongan Picornaviridae, tetapi dengan penentuan nukleotida serta susunan asam
aminonya, maka virus tersebut dimasukan ke dalam genus baru yaitu heparna virus (Hep-A-
RNA virus), virus ini bersifat sitopatik, bereplikasi dalam sitoplasma sel hati, terdiri 30 %
RNA dan 70 % protein.
Epidemiologi
Hepatitis virus A dapat terjadi di seluruh dunia tetapi paling sering di Negara
berkembang, dimana angka prevalensinya mendekati 100 % pada anak umur dibawah 5
tahun, dengan masa inkubasi sekitar 3-5 minggu atau rata-rata 15-50 hari. Hepatitis virus A
15
tersebar secara fecal oral, rute terbanyak dari orang ke orang. Infeksi ini mudah terjadi di
dalam lingkungan dengan hygiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat
padat. Penyakt ini sering terjadi akibat adanya kontaminasi air dan makanan. Infeksi hepatitis
A sebagian besar asimptomatik. Menjadi + 5 % yang dapat dikenali secara klinis.
Patogenesis
VHA masuk ke dalam hati dan menyebabkan nekrosis. Terjadi reaksi inflamasi pada
sel mononuclear yang difus akibat expansi virus pada saluran portal. Proliferasi dari saluran
empedu juga sering terjadi, tapi tidak terjadi kerusakan saluran empedu. Sel-sel Kupfer
mengalami hiperplasia yang difus sepanjang sinusoid dengan infiltrasi lekosit
polimorphonuklear dan eosinofil. Tiga bulan setelah onset hepatitis akut oleh karena VHA,
kondisi hati dapat normal kembali. Organ lain yang dapat dipengaruhi infeksi VHA ialah
pembuluh limfe regional dimana terjadi pembesaran. Hipoplastik pada sumsum tulang dan
kejadian anemia aplastik juga pernah dilaporkan. Perubahan struktur dari vili-vili usus halus,
dan pada saluran gastrointestinal juga bisa terjadi ulcus terutama pada kasus yang parah.
Kelainan pada ginjal, sendi dan kulit dapat terjadi sebagai reaksi dari kompleks imun.
16
Virus Hepatitis A yang tahan asam dapat melalui lambung lalu sampai di usus halus,
bereplikasi, dan sesampai dihati bereplikasi kembali dalam sitoplasma. Selanjutnya protein
virus memasuki vesikel hati, dan melalui kanalikuli biliaris dikeluarkan ke usus bersama
empedu.
Virus hepatitis A ini bersifat sitopatik, sehingga berperan dalam proses terjadinya
penyakit. Pada percobaan invitro, virus bersifat non sitolitik pada kultur sel dan replikasi
virus pada manusia telah terjadi sebelum kerusakan sel hati, sehingga limfosit T sitolitik
diduga penting pula peranannya dalam penghancuran sel hati yang sakit.
Gejala Klinis
Gambaran klinis infeksi akut HAV dapat sangat beragam berupa bentuk yang
asimptomatik / simptomatik yang mungkin anikterik dengan ikterik dan biasanya pada anak
lebih ringan serta singkat dibanding dewasa. Bentuk yang anikterik biasanya gejalanya lebih
ringan dan tidak berlangsung lama bila dibandingkan dengan yang ikterik.
Mulainya infeksi HAV biasanya mendadak dan disertai oleh keluhan sistemik seperti
demam, malaise, mual, muntah, anoreksia dan perut tidak enak. Gejala prodromal ini
mungkin ringan dan sering tidak tampak pada bayi dan anak pra-sekolah. Diare sering terjadi
pada anak. Ikterus sering juga tidak tampak pada anak, sehingga hanya dapat terdeteksi
dengan uji laboratorium. Bila ikterus terjadi, urine berwarna gelap dan biasanya terjadi
sesudah gejala-gejala sistemik.
17
bertambah kuning, selanjutnya menetap dan kemudian menghilang secara perlahan-
lahan. Keadaan ini berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada akhir stadium ini keluhan
mulai berkurang dan penderita merasa lebih enak. Pada usia lebih lanjut sering terjadi
gejala hambatan aliran empedu (cholestasis) lebih berat sehingga menimbulkan warna
kuning yang lebih hebat dan berlangsung lebih lama.
4. Fase penyembuhan (konvalesen).
Fase ini ditandai dengan hilangnya keluhan yang ada.Gejala kuning mulai menghilang
walaupun penderita masih terasa cepat lelah. Umumnya penyembuhan sempurna
secara klinis dan laboratoris memerlukan waktu sekitar 6 bulan.
Diagnosis
Diagnosis infeksi HAV harus dipikirkan bila ada riwayat kontak dengan penderita
ikterus atau telah berwisata ke daerah endemis. Diagnosis dibuat dengan kriteria serologi.
Dilakukan pemeriksaan IgM anti HVA. IgM anti HAV terdapat di dalam serum pada waktu
timbul gejala dan dapat diukur dengan cara enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
atau radioimuno assay (RIA). Selama 3-12 bulan titernya tinggi dan positif pada penderita
hepatitis virus akut. Pada penderita yang pernah mengalami infeksi dan sekarang sudah kebal
maka ditemukan IgG anti HAV tanpa IgM anti HAV.
Laboratorium
Pemeriksaan daerah yang digunakan secara luas untuk mengkonfirmasi diagnosis HVA
dapat dibagi menjadi 2 jenis :
- Tes awal untuk mengkonfirmasi bahwa gejala klinis yang terjadi adalah akibat inflamasi
sel hati yaitu dengan pemeriksaan fungsi hati.
- Tes berikutnya untuk mencari penyebab inflamasi yaitu mendeteksi komponen atau
partikel virus hepatitis A atau antibodi spesifik.
18
Pada pemeriksaan albumin dan globulin serum biasanya normal pada permulaan
penyakit. Selama perjalanan penyakit albumin serum bisa turun sedikit dan globulin serum
bisa naik sedikit terutama bila penyakitnya menjadi berat dan lama.
Glukosa serum penderita hepatitis tanpa komplikasi biasanya normal. Pada hepatis
fulminan glukosa serum akan turun. Nilai alfa fetoprotein pada penderita hepatitis virus akut
akan naik sedikit sekali.
Komplikasi
Pada umumnya hampir semua anak yang terkena virus hepatitis A sembuh sempurna.
Hepatitis Fulminan terjadi jika terdapat peningkatan bilirubin serum yang progresif (> 400
mmol/L) yang diikuti oleh nilai aminotransferase yang normal atau rendah. Fungsi hepar
menurun, terjadi masa protrombin time yang memanjang., sering disertai perdarahan. Serum
albumin menurun menimbulkan edema dan ascites. Amonia meningkat terjadi penurunan
kesadaran dari stupor sampai koma. Progresivitas terjadi dalam 1 minggu.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan infeksi virus hepatitis A sama dengan hepatitis lainnya yaitu
bersifat suportif, tidak ada pengobatan yang spesifik.
1. Tirah Baring
Terutama pada fase awal dari penyakitnya. Pembatasan akifitas yang berlebihan dan
berkepanjangan harus dihindari.
2. Diet
Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien yang dengan
anorexia dan nausea.
3. Simptomatik
- misalnya tablet antipiretik paracaetamol untuk demam, sakit kepala, nyeri otot,
nyeri sendi
- Food supplement
19
- Hepatoprotektor untuk melindungi hati
Terutama pada pasien dengan sakit berat, muntah yang terus menerus sehingga
memerlukan pemberian cairan parenteral.
Pencegahan
Secara Umum
Dengan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan bersih. Misalnya menjaga
kebersihan dan cara makan yang sehat; seperti mencuci tangan sesudah ke toilet, sebelum
menyiapkan makanan, atau sebelum makan. Selain itu perlu diperhatikan kebersihan
lingkungan dan sanitasi, pemakaian air bersih, pembuangan tinja yang memenuhi syarat
kesehatan, pembuatan sumur yang memenuhi standar, mencegah makanan terkena lalat,
memasak bahan makanan dan minuman dan sebagainya.
Secara khusus
Imunisasi pasif
Diberikan sebagai pencegahan kepada anggota keluarga serumah yang kontak dengan
penderita atau diberikan kepada orang-orang yang akan berpergian ke daerah endemis.
Imunisasi pasif menggunakan HBlg (human normal immunoglobulin) dengan dosis 0,02 ml
per kg berat badan. Pemberian paling lama satu minggu setelah kontak. Kekebelan yang
didapat hanya bersifat sementara.
Imunisasi aktif
Menggunakan vaksin hepatitis A (Havrix). Satu vial berisi satu ml (720 Elisa unit), anak
berusia kurang dari 10 tahun cukup setengah dosis. Jadwal penyuntikan yang dianjurkan
sebanyak 3 kali, yaitu dengan range pemberian pada 0,1, dan 6 bulan. Pada tempat suntikan
biasanya timbul pembengkakan (edema) berwarna kemerah-merahan yang terasa nyeri bila
ditekan. Kadang-kadang setelah disuntik terasa sakit kepala yang akan hilang sendiri tanpa
pengobatan. Imunisasi tidak diberikan bila sedang sakit berat atau alergi (hipersensitif) terhdp
vaksin hepatitis A.
20
Indikasi vaksinasi :
Sembilan puluh lima persen anak yang menderita virus hepatitis A sembuh tanpa
sequele, sedangkan pada hepatitis yang fulminant pasien meninggal dalam 5 hari atau
mungkin dapat bertahan dalam 1-2 bulan. Prognosis yang buruk juga terjadi pada koma
hepatik dengan ikterik yang berat dan ascites.
2) HEPATITIS B
Etiologi
Epidemiologi
Angka kejadian hepatitis B di Indonesia masih tinggi. Hal ini berkaitan dengan
tingginya angka transmisi vertikal dari ibu hamil yang positif-HBsAg dan transmisi
21
horisontal karena kontak erat sejak usia dini. Faktor resiko penting lainnya untuk infeksi
HBV pada anak adalah pemerian obat-obatan atau produk-produk darah secara intravena,
kontak seksual, perawatan institusi dan kontak erat dengan pengidap.
Pada bayi dan anak masalah hepatitis B cukup serius karena resiko untuk terjadinya
infeksi hepatitis B kronis berbanding terbalik dengan usia saat terjadinya infeksi, walaupun
kurang dari 10 % infeksi yang terjadi pada anak, infeksi ini mencakup 20-30 % dari semua
kasus kronis. Dari data yang ada, bayi yang terinfeksi virus hepatitis B sebelum usia 1 tahun
mempunyai resiko kronisitas sampai 90 %, jika terjadi pada usia 2-5 tahun resikonya 50 %
dan jika terjadi pada usia lebih dari 5 tahun resikonya 5-10 %.
Transmisi utama VHB terjadi melalui jalur parenteral. Terjadi melalui 2 Transmisi
yaitu transmisi vertikal dan transmisi horizontal. Transmisi vertikal berasal dari Ibu ke bayi
yang dapat terjadi pada saat intra uterin (pranatal), saat lahir (intranatal) dan setelah lahir
(pasca natal). Transmisi horizontal dapat terjadi melalui kontak erat antara anggota keluarga
khususnya transmisi dari anak ke anak.
Transmisi vertikal terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh ibu yang terkontaminasi
virus hepatitis B pada saat kelahiran ibu hamil yang menderita hepatitis B akut pada trimester
pertama dan kedua umumnya membaik dan tidak mentranmisikannya pada bayi yang
dilahirkannya, tetapi bila hepatitis akut tersebut terjadi pada trimester ketiga dengan titer
virus hepatitis B yang tinggi dapat terjadi transmisi virus hepatitis B pada bayinya. Transmisi
perinatal virus hepatitis B tergantung dari status serologis ibu hamil. Anak dari ibu hamil
dengan HBsAg dan HBcAg positif mempunyai kemungkinan transmisi virus hepatitis B
sebesar 70-90 %. Jika HBsAg saja yang positif, maka transmisinya terkisar 22-67 %.
Gejala Klinis
Biasanya asimptomatik atau dengan gejala ringan pada perjalanan penyakit yang akut
gejalanya menyerupai infeksi virus hepatitis A dan C atau bisa lebih berat dan melibatkan
kelainan kulit dan persendian. Bukti klinik pertama infeksi virus hepatitis B adalah
peningkatan ALT (alanin aminotransferase) yang mulai meningkat, sebelum timbul gejala
anoreksia, malaise, letargi sekitar minggu ke 6- 7 setelah terpapar. Pada beberapa anak
terdapat gejala-gejala prodromal seperti atralgia atau lesi pada kulit yaitu utrikaria, purpura,
makular atau makula papular rash. Papular acrodermatitis dan sindrom giannti-crosti juga
22
bisa terjadi. Keadaan ekstrahepatik yang mungkin terjadi yang dihubungkan dengan virus
hepatitis B ialah polyarteritis, glomerulonephritis, dan anemia aplastik.
Pada pemeriksaan fisik, kulit dan membran mukosa menjadi ikterik khususnya selera
dan mukosa dibawah lidah. Hati biasanya membesar dan terdapat nyeri tekan pada palpasi,
splenomegali dan limphadenopati juga bisa terjadi.
Diagnosis
Diagnosis serologik untuk HBV lebih kompleks daripada HAV dan tergantung dari
perjalanan penyakitnya apakah akut, subakut, kronis. Skrining untuk hepatitis B rutin
memerlukan assay sekurang-kurangnya dua pertanda serologis.
HbsAg adalah pertanda serologis pertama infeksi yang muncul dan terdapat pada hampir
semua orang yang terinfeksi, kenaikannya sangat bertepatan dengan mulainya gejala.
Anti-HBs umumnya tanda sembuh dan kekebalan seumur hidup terhadap reinfeksi
hapatitis B.
HbeAg sering muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang sangat infeksius,
muncul sebelum timbulnya gejala dan kurang lebih bersamaan waktunya dengan
terdeteksinya HbsAg.
23
IgG anti-HBc tanda sedang atau pernah terinfeksi, bisa menetap dalam kadar rendah
seumur hidup.
Anti-HBc
inkubasi HBsAg (anti-HBc
penyakit akut Anti-HBc
Dini LanjutAnti-HBs (anti-HBc
Tes-tes diagnostik
yang penting 1 2 3 4 5 6 7 8
Polimerase ADN
Anti-HBs
rointif HBsAg
ronktan
Anti-HBs
HBeAg
Anti-HBe
KomplikasiBatas
dan Prognosis
1 2 3
ditemukan
Prognosisnya adalah baik. Pada4 10 % 5pasien 6dapat menjadi
7 8
: Hepatitis Fulminant,
Hepatitis Kronik, Cirrhosis hepatis, Karsinoma hepatoseluler. HBsAg yang didapat pada
Bulan setelah
neonatus dan menetap ditemukan
Peristiwa-peristiwa pada
klinik dan 70-90
serologic % kasus
yang terjadi dan dengan
pada penderita menjadi carier,
hepatitis prognosisnya
tipe B. tes diagnostik
biara dan intepretasinya terdapat pada Tabel 32-2. (Dari Hollinger FB, Dienstage Jl. Manual of Clinical
kontak
adalah buruk. Hepatitis B kronik
Microbiology, dapatSociety
rd
3 ed. Amarican berkembang menjadi
for Microbiology, 1980) carsinoma hepatoseluler setelah
24
Pengobatan suportif seperti istirahat dan makan-makan yang bergizi. Pemberian obat-
obatan non spesifik telah dikenal lama bersifat membantu memperlancar pulihnya kelainan
baik klinik atau laboratorium (“supportive”).
Walaupun mungkin obat ini tidak bersifat khusus membunuh virus atau
memperpendek perjalanan penyakit, namun dapat memberikan perasaan yang enak (“sense of
well being”) serta diikuti penurunan angka test faal hati ke arah normal.
Diantara obat-obat tersebut di atas yang saat ini beredar di Indonesia antara lain :
Methicol, Methioson, Lesichol, Lipofood, Curliv, Curcuma, Curvit, Urdafalk, dan lain-lain.
Untuk pasien dengan perjalanan penyakit yang progresif (hepatitis kronik aktif)
pengobatan dengan interferon alfa (5-6 Juta u/m2 lpb 3 kali setiap minggu dalam 4-6 bln).
Pengobatan ini dapat menghambat replikasi virus + 40 % namun kekambuhan dapat tetap
terjadi setelah pengobatan selesai, dan menimbulkan efek samping.
Pencegahan
Secara umum
1. Skrinning ibu hamil pada awal dan trimester ketiga terutama pada ibu yang berisiko
terinfeksi HBV
2. Ibu ditangani secara multidisipliner yaitu dokter ahli kandungan dan penyakit dalam
3. Segera setelah bayi lahir diberikan imunisasi hepatitis B
4. Tidak ada kontraindikasi menyusui
Secara khusus
Imunisasi aktif
25
Imunisasi aktif yang saat ini banyak digunakan adalah vaksin rekombinan yang dibuat
dari rekayasa genetika. Prioritas utama imunisasi aktif adalah bayi baru lahir dilakukan
segera lahir. Anak yang belum pernah memperoleh imunisasi pada masa bayi, harus
diimunisasi secepatnya paling lambat saat berusia 11-12 tahun. Selain itu diberikan juga pada
kelompok yang berisiko tinggi untuk mendapatkan infeksi HBV meliputi individu yang
mendapat transfusi darah atau produk darah berulang, pasien yang menjalani rawat inap yang
lama, pasien dengan defisiensi imun atau menderita penyakit keganasan, individu yang
tinggal didaerah endemik dan anak-anak yang kontak erat dengan penderita (orang serumah).
Imunisasi pasif
Imunisasi pasif VHB adalah dengan pemberian hepatitis B immune globulin (HBIg).
Indikasi pemberian ini yaitu pada keadaan paparan akut VHB dan harus diberikan segera
setelah seseorang terpajan VHB. Paparan akut ini meliputi kontak dengan darah yang
mengandung HBsAg baik melalui mekanisme inokulan, tertelan atau terciprat ke mukosa
atau konjungtiva. Pemberian profilaksis pada bayi yang berisiko untuk terinfeksi HBV
dilakukan segera setelah lahir atau dalam waktu 12 jam setelah lahir.
3) HEPATITIS C
Etiologi
VHC termasuk famili flaviviridae yang terdiri dari untalan RNA tunggal dengan
diameter 30-60 mm, mempunyai evelop.
virus Hepatitis C
Epidemiologi
26
Faktor risiko yang paling penting untuk penularan HCV di Amerika Serikat adalah
penggunaan obat intravena (40 %), transfusi (10 %), dan pajanan pekerjaan seksual (10 %).
Sisanya 40 % penderita belum diketahui faktor-faktor apa saja yang terkait, kecuali bila ibu
terinfeksi HIV atau mempunyai HCV RNA yang tinggi.
Cara Penularan
Virus hepatitis C (VHC) dapat ditularkan melalui beberapa cara, antara lain melalui
parenteral, kontak personal (intrafamilial), transmisi seksual dan transmisi perinatal (vertical).
Penularan secara parenteral, kecuali melalui transfusi, dapat terjadi melalui jarum suntik pada
pengguna obat-obatan dan petugas kesehatan. penularan secara parenteral merupakan
penularan yang utama, 80 % pasien dengan hepatitis kronis pasca transfusi penyebabnya
adalah hepatitis C.
Hampir setiap anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah dari donor yang
mengadung anti VHC, akan terinfeksi VHC. Risiko makin tinggi bila mendapat transfusi
berulang dari donor yang multiple (leukemia, talasemia) atau mendapat produk darah yang
diperoleh dari beberapa donor sekaligus (hemofilia). Meskipun infeksi VHC adalah penyebab
utama hepatitis akibat transfusi, cukup banyak penderita hepatitis C yang ternyata tidak
pernah memperoleh transfusi darah.
Penularan infeksi VHC dapat juga terjadi pada penderita yang mendapat hemodialisis
atau transplantasi organ. Penularan melalui hubungan seksual atau cairan tubuh sangat jarang
dilaporkan beberapa peneliti.
27
Transmisi intrafamilial adalah penularan yang terjadi dalam keluarga yang salah satu
anggota keluarganya menderita hepatitis C.
Transmisi perinatal dari ibu ke anak yang dilahirkan dilaporkan sangat jarang dan
dianggap tidak setinggi transmisi perinatal pada hepatitis virus B, pada bayi yang lahir dari
ibu dengan RNA VHC positif. Risiko penularan meningkat bila disertai adanya HIV (human
immunodeficiency virus). Transmisi vertical tidak terjadi bila titer RNA VHC kurang dari 10
copieslml. Sebaliknya transmisi terjadi pada 36 % bayi bila kadar RNA-VHC > 10 copies/ml.
Penularan VHC melalui air susu ibu sangat jarang, karena pada ASI dari ibu pengidap
VHC yang dalam kolostrumnya mengandung RNA-VHC positif, tidak satupun bayinya
terinfeksi dengan VHC sampai bayi berumur 1 tahun.
Gejala Klinis
Sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun
infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Masa inkubasi HVC sekitar 7 minggu (3-20
minggu). Manifestasi yang tidak spesifik menyebabkan diagnostik hepatitis C akut sulit
ditegakkan tanpa pemeriksaan serologis. Seperti pada hepatitis akut yang lain, hanya 4-12 %
hepatitis C akut memberikan gejala klinis berupa malaise, nausea, nyeri perut kuadran kanan
atas yang diikuti dengan urin berwarna tua dan ikterik. Ikterik dapat berlangsung beberapa
hari sampai beberapa bulan. Dapat pula timbul pruritus, steatore, dan penurunan berat badan
ringan (2-5 kg).Tanda fisik hepatitis C akut juga tidak jelas. Hanya pada sebagian kecil pasien
dapat ditemukan hepatomegali dan spleenomegali.
Infeksi hepatitis C akut cenderung menjadi hepatitis kronis. Hepatitis C kronis dapat
ringan, asimptomatik selama berpuluh-puluh tahun dan tidak progresif, sehingga dapat tidak
terdeteksi kecuali dilakukan pemeriksaan penyaring terhadap hepatitis C.
Diagnosis
28
Uji serologi dilakukan dengan cara enzyme immuno-assay (EIA) dan sebagai tes
konfirmasi dipakai cara recombinant immunoblot assay (RIBA) uji molekuler di pakai cara
polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan yang sensitif adalah cara RIBA.
Laboratorium
Setelah beberapa minggu, kadar serum alanin transferase (ALT) meningkat diikuti
dengan timbulnya gejala klinis. Hampir semua pasien (lebih dari 80%) terjadi peningkatan
sementara ALT dengan puncaknya lebih besar dari 10x normal, tetapi hanya 1/3 yang terdapat
gejala klinis atau ikterus, sedangkan sisanya tanpa ikterus dan gejala subklinis. Pada hepatitis
C yang kronik didapatkan kadar ALT tetap tinggi atau berfluktuasi dan RNA VHC masih
ditemukan sedangkan anti VHC yang positif dapat terjadi baik pada infeksi akut maupun
kronis.
Komplikasi
Risiko hepatitis fulminan adalah rendah pada HCV, tetapi risiko hepatitis kronis
paling tinggi pada virus ini. Perjalanan kronis adalah ringan, walaupun tidak jarang terjadi
sirosis hepatis.
Salah satu konsekuensi paling berat pada penderita Hepatitis C adalah kanker hati.
Sekitar 15 % pasien yang terinfeksi virus Hepatitis C dapat menghilangkan virus tersebut dari
tubuhnya secara spontan tanpa menghadapi konskwensinya di kemudian hari. Hal tersebut
disebut infeksi akut. Sayangnya, mayoritas penderita penyakit ini menjadi kronis. (suatu
penyakit dikatakan kronis bila menetap lebih dari 6 bulan).
Hepatitis C kronis salah satu bentuk penyakit Hepatitis paling berbahaya dan dalam
waktu lama dapat mengalami komplikasi, apalagi bila tidak diobati. Penderita Hepatitis
kronis beresiko menjadi penyakit hati tahap akhir dan kanker hati. Sedikit dari penderita
Hepatitis kronis, hatinya menjadi rusak dan perlu dilakukan transplantasi hati. Kenyataannya,
penyakit hati terutama Hepatitis C penyebab utama pada transplantasi hati sekarang ini.
Sekitar sepertiga kanker hati disebabkan oleh Hepatitis C. Hepatitis C yang menjadi
kanker hati terus meningkat di seluruh dunia karena banyak orang terinfeksi Hepatitis C tiap
tahunnya.
Penatalaksanaan
29
Titik berat tatalaksana pada kasus ini adalah pencegahan kronisitas. Pengobatan
suportif yaitu istirahat dan diet yang baik. Terapi antivirus dapat dipertimbangkan dalam
rangka mencegah kronisitas dan berlanjutnya kerusaknan hati. Untuk penderita kronik
hepatitis C dapat diberikan interferon alfa (3 juta u/m2 3 kali dalam 1 minggu selama 6
bulan) namun kekambuhan masih sering terjadi. Pengobatan dapat juga dilengkapi sampai
bulan 12-15. Respon pengobatan ini masih sangat rendah hanya sekitar 10-25 %. RNA VHC
akan kembali muncul setelah terapi dihentikan.
Pencegahan
4) HEPATITIS D
Etiologi
Virus hepatitis D memiliki panjang partikel virus 36 nm dan terbungkus oleh protein
VHB (HBsAg). Virus Hepatitis D adalah suatu virus yang hidup dalam tubuh manusia. Virus
ini membutuhkan fungsi Helper dari virus Hepatitis B supaya mampu bertahan hidup dan
berkembang baik. Hepatitis D antigen (HDA2) membungkus genome RNA yang terjadi 1079
nukleotik. Sehingga untuk bisa terinfeksi hepatitis D diperlukan bantuan virus hepatitis B.
Jadi virus hepatitis D hanya dapat menginfeksi penderita hepatitis B
Epidemiologi
Untuk bisa terinfeksi virus hepatitis D (VHD) diperlukan bantuan virus hepatitis B.
Transmisi melalui kontak di anggota keluarga atau berada di daerah yang memiliki angka
prevalensi yang tinggi khususnya di negara berkembang. Infeksi hepatitis D jarang terjadi
pada anak. Di Inggris infeksi virus hepatitis D banyak di temukan pada penyalahgunaan obat,
hemofili dan orang yang berimigrasi dari Italia Selatan, bagian Eropa Selatan, Amerika
Selatan, Afrika dan Timur Tengah. Masa inkubasi sekitar 2-8 minggu.
30
Patogenesis
Gejala Klinis
Gejala klinik infeksi virus hepatitis D mirip dengan gejala hepatitis yang lainnya.
Infeksi virus hepatitis D dapat terjadi secara simultan dengan VHB (co-infection) maupun
sebagai infeksi tambahan terhadap infeksi VHB pada karier VHB (super infection).
Gejala infeksi hepatitis D biasanya lebih berat dari yang lain karena ada co-infection.
Sedangkan adanya super infection akan menyebabkan hepatitis kronik.
Diagnosis
Diagnosa hepatitis D dibuat berdasarkan adanya IgM antibodi VHD yang berkembang
sekitar 2-4 minggu setelah ko-infeksi dan sekitar 10 minggu sesudah super infeksi.
Komplikasi
Hepatitis fulminant
Pengobatan infeksi virus Hepatitis D seperti terapi pada Hepatitis B, sedangkan untuk
pencegahan sampai saat ini belum ada vaksin yang tersedia. Namun karena VHD tidak dapat
terjadi tanpa VHB, maka pencegahan VHB dapat dipakai untuk VHD.
5) HEPATITIS E
Etiologi
Genome virus hepatitis E berbentuk untaian tunggal positip RNA (single positive
standed RNA) sebesar 7,6 Kb yang berbentuk sphaeris, tidak mempunyai mantel virus dan
berdiameter antara 27-34 nm. Virus ini adalah anggota dari famili dari Calicivirus, tetapi
menunjukkan sifat yang sama dengan Picornaviridae dimana tergolong enterovirus type 72,
yaitu virus hepatitis A.
31
Epidemiologi
Hepatitis virus E (VHE) adalah suatu hepatitis yang ditularkan lewat usus dan
menyebabkan suatu epidemik. Di Indonesia pernah dilaporkan adanya wabah hepatitis non A
non B yang akhirnya dikenal sebagai hepatitis E. Umur penderita berkisar antara 4-80 tahun
dan yang terbanyak pada kelompok umur 15-30 tahun. Penderita pria relatif lebih banyak
daripada wanita dengan perbandingan 1,5 : 1.
NANB endemik di tularkan lewat faeces oral, masa inkubasi sekitar 40 hari dan
jarang terjadi pada anak tapi sering terjadi pada dewasa muda. Pada wanita hamil yang
terkena VHE dapat meyebabkan timbulnya disseminated intravascular coagulation.
Gejala Klinis
Gejala klinik hepatitis E mirip dengan hepatitis A, namun kadang juga bisa lebih
berat. Hepatitis E tidak menyebabkan infeksi kronik.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya antibody VHE . IgM anti VHE positif
sekitar 1 minggu sakit dan dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari penyakit. IgG
anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20 bulan.
Belum ada pengobatan yang efektif ataupun vaksin untuk mengobati infeksi VHE ini.
Yang dapat dilakukan adalah pengawasan
32
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman A, Budihusodo U, Noer HMS. Infeksi Hepatitis C virus pada donor darah
dan penyakit had di Indonesia, Simposium Hepatitis C, Surabaya, Desember, 1990.
2. Field HA, Maynard JE. Sērodiagnosis of acute viral hepatitis. AHO/83.16. 1983.
5. A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442.
34