Você está na página 1de 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih


merupakan masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini
pada anak merupakan penyebab kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas)
yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara maju berkisar antara 10 -15 %,
sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi. Di Indonesia angka kematian
ISPA diperkirakan mencapai 20 %. ISPA mempunyai manifestasi klinik bermacam-
macam tergantung pada beberapa hal : usia pasien, bagian saluran nafas mana
yang terserang, ada atau tidaknya kelainan paru yang mendasarinya, penyakit lain
yang menyertai, mikroorganisme yang menjadi penyebabnya, rute infeksinya (di
komunitas / rumah sakit), daya tahan tubuh pasien yang terkena. Dengan adanya
keanekaragaman manifestasi penyakitnya menimbulkan masalah terhadap
pengenalan (diagnostik) dan pengelolaan penyakit tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Pernapasan


ISPA

C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan gangguan
ISPA
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan ISPA
b. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada anak
dengan ISPA
c. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA

1
d. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan apa yang tetapat pada
anak dengan ISPA
e. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan serta rencana tindakan apa
yang akan dilakukan pada anak dengan ISPA.
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami mengenai Asuhan Keperawatan Pada anak
dengan ISPA

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 450).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14
hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari
hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya
seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari
infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan
menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian.
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan
mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya
Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa
inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk
dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit
telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis.
Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru
itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)
3
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka
kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/
kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi
yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan
tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and
Wong; 1991; 1419).
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan
Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus
dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9%
aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di
negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh
virus.
a. Faktor Pencetus ISPA
1) Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk
menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan
dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya
lebih rendah.

4
2) Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan
tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status
imunisasinya tidak lengkap.
3) Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di
kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya
penyakit ISPA pada anak.

b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA


1) Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai
dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang
sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap
serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya
akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia
pada Balita.
2) Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan
jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan
status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah
berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3) Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah
endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi
ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat
mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita
akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan
ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
5
4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit
ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh
budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin
meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan
berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam
menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu
melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5) Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran
hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam
rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA.
Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan,
curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan
penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan
penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa
jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A -
hemolityc streptococus, clamydia trachomatis, mycoplasma
danstaphylococus, haemophylus influenzae, pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air
susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena
mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar
penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam
derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin
sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara
keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses
terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan

6
yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan
yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi
perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin
(Whaley and Wong; 1991; 1420).

B. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu :
a) Dapat sembuh sempurna.
b) Sembuh dengan atelektasis.
c) Menjadi kronos.
d) Meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif
dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan
gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu
terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia,
makrofag alveoli, dan antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan
yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA
dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
7
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang
dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok
dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil,
pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

C. Manifestasi Klinis
1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan
membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau
bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990;
451).
1. Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus.
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda
kernig dan brudzinski.
3. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa
selama bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
8
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit
akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

D. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Biakan virus
2. Serologis
3. Diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan
sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta
irama dari pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat
kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan
adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga

9
didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi
dari sputum.
6. Riwayat kesehatan:
a. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
b. Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
c. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami
penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
e. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan :


a. Inspeksi
1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
3) Tampak batuk tidak produktif
4) Tidak ada jaringan parut pada leher
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung.
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi : Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua
sisi paru

E. Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian
10
karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang
tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang
penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. $Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek
3. Pengobatan antara lain :
a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
11
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu
½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

F. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
2. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan dalam memasukan dan mencerna makan.
4. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang
informasi.

12
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit
tenggorokan.
b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami
penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga
ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut
e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan
yang berdebu dan padat penduduknya
2. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru.
Tujuan kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)

13
Intervensi :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Lakukan suction pada mayo
7. Berikan bronkodilator bila perlu
8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
10. Monitor respirasi dan status O2
11. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
12. Pertahankan jalan nafas yang paten
13. Atur peralatan oksigenasi
14. Monitor aliran oksigen
15. Pertahankan posisi pasien
16. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
17. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Diagnosa II : Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme


Tujuan Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor intake dan output
5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.
14
7. Tingkatkan sirkulasi udara.
8. Kolaborasi pemebrian cairan intravena.
9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.
10. Kolaborasi pemberian antipiretik.
11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna
makanan
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :Kaji adanya alergi makanan
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi
6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
8. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
9. BB pasien dalam batas normal
10. Monitor turgor kulit
11. Monitor mual dan muntah
12. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
15
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Diagnosa IV : Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan


dengan kurang informasi.
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
Intervensi :
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

16
B. Evaluasi :
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang
diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.
2. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C
3. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
4. Pengetahuan adekuat serta tidak terjadi komplikasi pada klien.

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis bermacam-
macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan pengelolaannya.
Sampai saat ini belum ada obat khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA
bakterial adalah pengobatan secara rasional. Pengobatan yang rasional adalah apabila
pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan kuma penyebab. Untuk
dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA dideteksi terlebih dahulu dengan
mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian dilakukan pemeriksaan
mikrobiologik , baru setelah itu diberikan antimikroba yang sesuai. Kesulitan
menentukan pengobatan secara rasional antara lain kesulitan memperoleh material
pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu baru diketahui dalam waktu
yang lama., kuman yang ditemukan adalah kuman komensal, tidak ditemukan kuman
penyebab. Melihat berbagai alasan yang telah diuraikan diatas maka sebaiknya
pendekatan yang digunakan adalah pengobatan secara empirik lebih dahulu, setelah
diketahui kuman penyebab beserta antimikroba yang sesuai, terapi selanjutnya
disesuaikan.

B. SARAN
Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca,
makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam
membuat asuhan keperawatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

• DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

• Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut.


1992

• Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien

• Alih bahasa I Made Kariasa. Ed 3. Jakarta: EGC.1999

19

Você também pode gostar