Você está na página 1de 47

1

BAB I
BEBERAPA KONSEP DASAR
DALAM ANALISIS KUANTITATIF

1.1.Tahapan dalam Analisis kuantitatif


Dalam analisis kuantitatif ada beberapa tahap langkah-langkah prosedur
analisis yang harus dilakukan, diantaranya adalah:
-. Seleksi metode analisis
-. Sampling
-. Persiapan sampel laboratorium
-. Menentukan sampel replikat
-. Persiapan larutan sampel
-. Mengeliminasi pengganggu
-. Pengukuran dan kalibrasi
-. Menghitung hasil
-. Mengevaluasi hasil dan mengambil kesimpulan yang reliabel

1.2.Mol dan millimol


Mol (M) adalah massa di dalam gram dari 1 mol suatu senyawa. Massa molar
suatu senyawa dijelaskan dengan menjumlahkan massa keseluruhan atom yang
terdapat dalam rumus kimianya. Sebagai contoh: menentukan massa molar dari
formaldehida CH2O adalah

MCH2O = 1 mol x 12.0 g + 2 mol H x 1.0 g + 1 mol O x 16.0 g


mol CH2O mol C mol CH2O mol H mol CH2O mol O
= 30.0 g/mol CH2O

Jadi 1 mol formaldehida mempunyai massa 30.0 g.


Kadang-kadang dalam perhitungan dipakai juga satuan millimol yaitu 1 mmol sama
dengan 1/1000 mol

Contoh:
Berapa mol dan millimol asam benzoat (122,1 g/mol) yang terkandung di dalam 2 g
asam murni ?
Penyelesaian: Jika kita gunakan HBz sebagai asam benzoat, kita akan menuliskan
bahwa 1 mol HBz mempunyai massa 122,1 g, sehingga

Jumlah HBz = 2.00 g HBz x 1 mol HBz = 0.0164 mol HBz


122.1 g HBz
Untuk memperoleh mmol, kita bagikan dengan massa millimol (0.1221 g/mol)

Jumlah HBz = 2.00 g HBz x 1 mol HBz = 16.4 mmol HBz


0.1221 g HBz
2

1.3. Larutan dan konsentrasi


1.3.1.Molaritas
Molaritas (M) adalah mol zat terlarut per liter larutan atau millimol per mL
larutan.
Cx = mol zat terlarut = mmol zat terlarut
L larutan mL larutan

Contoh :
Hitunglah molaritas etanol di dalam larutan berair yang mengandung 2.30 g C 2H5OH
(46.07 g/mol) di dalam 3.50 L larutan

Penyelesaian:
mol C2H5OH = 2.30 g C2H5OH x 1 mol C2H5OH = 0.04992 mol C2H5OH
46.07 g C2H5OH
CC2H5OH = 0.04992 mol C2H5OH
3.50 L
= 0.0143 mol C2H5OH/L = 0.0143 M
Contoh:
Jelaskan cara mempersiapkan 2.00 L 0.108 M BaCl2.2H2O (244.3 g/mol)

Penyelesaian:
Larutan yang kita butuhkan :
2.00 L x 0.108 mol BaCl2.2H2O = 0.216 mol BaCl2.2H2O
L
massa BaCl2.2H2O adalah
0.216 mol BaCl2.2H2O x 244.3 g BaCl2.2H2O = 52.8 g BaCl2.2H2O
mol BaCl2.2H2O
Larutkan 52.8 g BaCl2.2H2O di dalam air dan encerkan hingga 2.00 L

Jelaskan caranya mempersiapkan larutan 500 mL 0.0740 M Cl - dari padatan


BaCl2.2H2O (244.3 g/mol)

Penyelesaian:
massa BaCl2.2H2O=0.0740 M Cl- x0.500Lx1 mol BaCl2.2H2O x 244.3 g BaCl2.2H2O
L 2 mol Cl- mol BaCl2.2H2O
= 4.52 g BaCl2.2H2O
Larutkan 4.52 g BaCl2.2H2O di dalam air dan encerkan hingga 0.500 L

1.3.2.Persen konsentrasi
Ada tiga metode yang biasany digunakan dalam menetapkan persen(bagian
per seratus) yaitu:

(a). persen berat (w/w) = massa zat terlarut x 100%


massa larutan
3

(b). persen volum (v/v) = volume zat terlarut x 100%


volume larutan
(c). persen berat/volum (w/v) = massa zat terlarut, g x 100%
volume larutan, mL

1.3.3.ppm dan ppb


ppm atau parts per million adalah bagian persejuta, sedangkan ppb (parts per
billion) adalah bagian per semilyard

Cppm = massa zat terlarut x 106 ppm


massa larutan

Contoh:
Berapa molaritas dari K+ di dalam larutan berair yang mengandung 63,3 ppm
K3Fe(CN)6 (329.2 g/mol) ?

Penyelesaian: kita membuat larutan yang mengandung 63.3 g zat terlarut per 10 6 g
larutan. Berat jenis air yang digunakan untuk mengencerkan larutan adalah sama
dengan air murni yaitu 1.00 g/mL atau 1000 g/L, sehingga:

CK+ = 63.3 g K3Fe(CN)6 x 103 g larutan x 1 mol K3Fe(CN)6 x 3 mol K+


106 g larutan L larutan 329.2 g K3Fe(CN)6 mol K3Fe(CN)6
= 5.77 x 10-4 mol K+
L

1.3.4.p-fungsions
Nilai p adalah negatif logaritma dari konsentrasi molar suatu spesies. Jadi,
untuk spesies X,

pX = - log [X]

Contoh: Hitunglah nilai p untuk masing-masing ion yang terdapat di dalam larutan
2.00 x 10-3 M NaCl dan 5.4 x 10-4 M HCl.

Penyelesaian:
pH = - log[H+] = - log (5.4 x 10-4)
= 4 – log 5.4 = 4 – 0.73 = 3.27
Untuk memperoleh pNa:

pNa = - log (2.00 x 10-3) = 3 – log 2.00 = 3 – 0.301 = 2.699


Total konsentrasi Cl- diperoleh dengan menjumlahkan konsentrasi dari kedua zat
terlarut:

[Cl-] = 2.00 x 10-3M + 5.4 x 10-4M = 2.00 x 10-3M + 0.54 x 10-3M = 2.54 x 10-3M
pCl = - log 2.54 x 10-3 = 2.595
4

Contoh:
Hitunglah konsentrasi molar Ag+ di dalam larutan yang mempunyai pAg 6.372

Penyelesaian: pAg = - log[Ag+] = 6.372


log [Ag+] = - 6.372 = 0.628 – 7.000
[Ag+] = antilog (0.628) x antilog (-7.000) = 4.246 x 10-7 = 4.25 x 10-7
1.3.5.Kerapatan dan berat jenis dari larutan
Kerapatan adalah massa per volum, mempunyai satuan kg per liter atau g per
mL, sedangkan Specific gravity adalah perbandingan massa per massa yang sama
dengan volume air pada suhu khusus ( dibawah 40C).

Tabel 1.1.Harga Specific gravity untuk asam dan basa pekat

Reagen Jenis konsentrasi %(w/w) Jenis Specific Gravity


Asam asetat 99.7 1.05
Amonia 29.0 0.90
Asam klorida 37.2 1.19
Asam fluorida 49.5 1.15
Asam nitrat 70.5 1.42
Asam perklorat 71.0 1.67
Asam fosfat 86.0 1.71
Asam sulfat 96.5 1.84

Contoh:
Hitunglah konsentrasi molar HNO3 (63.3 g/mol) di dalam larutan yang mempunyai
Specific gravity 1.42 dan 70% HNO3 ( w/w).

Penyelesaian:
Untuk menghitung massa asam per liter larutan pekat, dituliskan sbb:
g HNO3 = 1.42 g reagen x 103mL reagen x 70 g HNO3 = 994 g HNO3
L reagen mL reagen L reagen 100 g reagen L reagen

Kemudian kita mengubah ke mol per liter sbb:

CHNO3 = = 994 g HNO3 x 1 mol HNO3 = 15.8 mol = 16 M


L reagen 63.0 g HNO3 L reagen
Contoh:
Jelaskan cara membuat 100 mL 6.0 M HCl dari larutan pekat yang mempunyai berat
jenis 1.18 dan 37% (w/w) HCl (36.5 g/mol).

Penyelesaian:
CHCl = 1.18 x 103 g reagen x 37 g HCl x 1 mol HCl = 12.0 M
L reagen 100 g reagen 36.5 g HCl
Jumlah mol HCl yang dibutuhkan adalah sbb:
5

mol HCl = 100 mL x 1 L x 6.0 mol HCl = 0.600 mol


1000 mL L
Akhirnya diperoleh vol larutan yang pekatsbb:
Vol reagen = 0.600 mol HCl x 1 L reagen = 0.0500 L atau 50.0 mL
12.0 mol HCl

1.4.Perhitungan stoikiometri
Stoikiometri didefinisikan sebagai hubungan massa diantara reaksi-reaksi
kimia yang terjadi. Untuk itu perlu persamaan reaksi disetarakan antara reaktan dan
produk. Sebagai contoh:

2 NaI(aq) + Pb(NO3)2(aq) ↔ PbI2(s) + 2 NaNO3(aq)

Latihan:
(1).(a).Berapa massa AgNO3(169.9 g/mol) yang dibutuhkan untuk mengubah 2.33 g
Na2CO3(106.0 g/mol) menjadi Ag2CO3 ?
(b).Berapa massa Ag2CO3(275.7 g/mol) yang akan dibentuk ?
(2).Dalam menganalisis soda dalam sampel Na2CO3, 0.5203 g soda membutuhkan
36.42 mL 0.1167 N HCl . Berapa persen Na2CO3 di dalam sampel ?
(3).Dalam analisis Kjeldahl, sampel tepung ditimbang sebanyak 0.9857 g, ditambah
H2SO4 pekat selama 45 menit. Ke dalam larutan ditambahkan NaOH sampai semua
Nitrogen diubah menjadi NH3. NH3 kemudian didestilasi ke dalam labu yang berisi
50 mL 0.1011 N H2SO4. Kelebihan asam dititrasi dan membutuhkan 5.12 mL 0.1266
N NaOH. Berapa % N dalam sampel ?

BAB II
6

GRAVIMETRI
2.1.PENDAHULUAN
Metode Gravimetri didasarkan pada pengukuran massa. Metode ini meliputi
dua jenis yaitu: metode pengendapan atau presipitasi dan metode penguapan atau
volatilisasi. Di dalam metode pengendapan, analit diubah ke bentuk endapan,
endapan ini disaring, dicuci sehingga bebas dari pengotor dan diubah ke produk yang
diketahui komposisinya dengan pemanasan. Produk yang dihasilkan kemudian
ditimbang. Sebagai contoh penentuan kalsium di dalam air alam , diendapkan dengan
penambahan asam oksalat, volume yang ditambahkan diukur dengan hati-hati.
Penambahan ammonia ke dalam sampel akan mengendapkannya sebagai kalsium
oksalat. Reaksi yang terjadi adalah:

Ca2+(aq) + C2O42- (aq) → CaC2O4(s)

Endapan dikumpulkan dan ditimbang di dalam krus, dikeringkan dan diabukan pada
suhu tinggi. Proses ini untuk mengubah endapan secara kuantitatif ke bentuk kalsium
oksida.Reaksinya adalah sebagai berikut:

CaC2O4(s) → CaO(s) + CO(g) + CO2(g)

Krus dan endapan didinginkan, lalu ditimbang dan massa dari kalsium oksida
ditentukan oleh perbedaan berat sebelum dan sesudah pemanasan. Kandungan
kalsium di dalam sampel dapat dihitung seperti contoh soal nomor 1 berikut:

Contoh
(1).200 mL suatu sampel air alam yang mengandung kalsium ditentukan dengan cara
mengendapkan kationnya sebagai CaC2O4. Endapan disaring, lalu dicuci dan
diabukan di dalam krus dan massanya 26.6002 g. Massa dari krus dengan CaO(56.08
g/mol) adalah 26.7134 g. Hitunglah massa Ca(40.08 g/mol) per 100 mL air.

Penyelesaian:
Massa dari CaO adalah : 26.7134 g – 26.6002 g = 0.1132 g
Jumlah mol Ca di dalam sampel sama dengan jumlah mol CaO atau
jumlah Ca = 0.1132 g CaO x 1 mol CaO x 1 mol Ca
56.08 g CaO mol CaO
= 2.0185 x 10-3 mol Ca
massa Ca/100 mL = 2.0185 x 10-3 mol Ca x 40.08 g Ca/mol Ca x 100 mL
200 mL sampel
= 0.044045 g Ca/100 mL

Dalam metode volatilisasi analit atau produk diuraikan dengan perlakuan


suhu. Produk yang menguap dikumpulkan dan ditimbang, atau alternatif lain adalah
massa produk ditentukan secara tidak langsung dengan menghitung berapa massa
yang hilang dari dalam sampel. Sebagai contoh penentuan natrium hidrogen karbonat
yang terdapat di dalam tablet antasida. Sampel ditimbang dan tablet direaksikan
7

dengan asam sulfat untuk mengubah natrium hidrogen karbonat menjadi karbon
dioksida:

NaHCO3(aq) + H2SO4(aq) → CO2(g) + H2O(l) + NaHSO4(aq)

2.2.SIFAT-SIFAT ENDAPAN DAN PEREAKSI YANG DIGUNAKAN


UNTUK PENGENDAPAN

Pereaksi yang digunakan untuk pengendapan harus bereaksi secara spesifik dengan
analit. Pereaksi yang selektif dan spesifik yang dapat bereaksi dengan analit adalah:
 bebas dari pengotor sehingga mudah disaring dan dicuci .
 kelarutannya cukup rendah sehingga tidak terjadi kehilangan analit sewaktu
proses menyaring dan pencucian.
 tidak reaktif terhadap kandungan udara.
 komposisi setelah dikeringkan atau diabukan dapat diketahui.

Faktor-faktor Yang Menentukan Ukuran Partikel Pada Pengendapan


Ukuran partikel padat yang terbentuk oleh reaksi pengendapan sangat besar
variasinya. Salah satu keadaan yang ekstrim adalah suspensi kolloidal, partikel yang
sangat kecil sekali yang tidak terlihat dengan mata (diameter 10 -7 – 10 -4cm). Kadang-
kadang terjadi dispersi dari suatu partikel di dalam fase cair yang disebut crystalline
suspension , yang secara spontan mudah disaring.Ukuran partikel yang mengendap
sangat dipengaruhi oleh variasi percobaan seperti: kelarutan endapan, suhu,
konsentrasi reaktan dan ukuran reaktan yang dicampur. Pengaruh dari variabel-
variabel ini dapat dihitung dan secara kualitatif hubungan antara ukuran-ukuran
partikel dinamakan relative supersaturation, dimana

relative supersaturation = Q - S
S

Q adalah konsentrasi dari zat terlarut dan S adalah kesetimbangan larutan.

Mekanisme Pembentukan Endapan


Pengaruh keadan lewat jenuh pada ukuran partikel dapat dijelaskan jika kita
mengasumsikan bahwa pembentukan endapan terjadi dengan dua jalur yang berbeda
yaitu : oleh nukleasi dan pertumbuhan partikel. Dalam nukleasi, sedikit ion-ion,
atom-atom, atau molekul (mungkin sedikitnya empat atau lima) secara bersama-sama
membentuk partikel padat yang stabil. Kadang-kadang nukleasi terjadi pada
permukaan kontaminan tersuspensi padat, seperti debu partikel. Lebih jauh
pengendapan kemudian melibatkan kompetisi diantara pembentukan inti dan
pertumbuhan partikel. Jika pembentukan inti lebih banyak terbentuk, endapan terdiri
dari sejumlah besar partikel-partikel yang kecil dan jika pertumbuhan partikel yang
dominan, partikel-partikel besar yang dihasilkan jumlahnya sedikit.
Pengendapan koloid
8

Suspensi koloid seringkali stabil selama jangka waktu tak terbatas dan tidak langsung
dianalisis dengan analisis gravimetri karena partikel-partikelnya juga kecil dan cepat
disaring. Untungnya, kestabilan sebagian besar suspensi dapat berkurang dengan
pemanasan, gerakan dan penambahan suatu elektrolit. Karena partikel-partikel koloid
terikat bersama-sama menghasilkan banyak suspensi koloid yang dinamakan
koagulasi atau agglomerisasi.

Koagulasi dari koloid


Suspensi koloid stabil disebabkan adanya partikel-partikel yang bermuatan positif
atau negatif yang bertolak satu sama lain. Muatan ini dihasilkan dari kation-kation
atau anion-anion yang berikatan pada permukaan partikel. Proses dimana ion-ion
ditahan pada permukaan suatu padatan dikenal sebagai adsorpsi.Hal ini dapat
didemonstrasikan dengan cepat dimana muatan dari partikel-partikel koloid
berpindah bila ditempatkan dalam medan listrik.

Peptisasi dari koloid


Peptisasi adalah proses dimana penggumpalan koloid kembali ke keadaan semula.
Bila penggumpalan koloid dicuci, beberapa elektrolit bertanggungjawab untuk
melepaskan gumpalan dari kontak cairan internal dengan partikel-partikel padat.
Pembersihan elektrolit ini berpengaruh pada pertambahan volume dari lapisan
counter-ion . Gaya tolak bertanggungjawab terhadap keadaan koloid mula-mula
kemudian menghidupkan kembali partikel-partikel dari massa yang menggumpal.
Pencucian menjadikan partikel-partikel dingin dan segar selama penyaringan.

Kopresipitasi
Kopresipitasi adalah suatu penomena dimana senyawa-senyawa otherwise soluble
kembali dari larutan selama pembentukan endapan. Perlu dipahami bahwa larutan
tidak jenuh dengan spesies kopresipitasi. Selain itu, pengotor pada endapan oleh zat
kimia yang dihasilkan oleh pelarutan telah berlebihan, yang tidak merupakan
kopresipitasi .
Ada empat jenis kopresipitasi yaitu : adsorpsi permukaan, mixed-crystal
formation, oklusi dan mechanical entrapment. Adsorpsi permukaan dan pembentukan
campuran kristal adalah suatu proses kesetimbangan, sedangkan oklusi dan
mechanical entrapment dikontrol secara kinetik dari pertumbuhan kristal.

Metode Meminimalisasi Adsorpsi Pengotor Pada Koloid


Kemurnian dari beberapa gumpalan koloid dapat diperbaiki dengan cara digestion
(pengenceran). Selama proses ini, air dikeluarkan dari padatan yang menghasilkan
luas permukaan yang terserap menjadi lebih kecil.
Cuci gumpalan koloid dengan larutan yang mengandung elektrolit yang mudah
menguap, juga dapat dibantu dengan menggantikan elektrolit yang tidak mudah
menguap yang mungkin tersedia. Pada umumnya pencucian tidak dapat melepaskan
ion-ion utama yang terserap karena daya tarik antara ion-ion dan permukaan padatan
cukup kuat. Akan tetapi, perubahan dapat terjadi antara counter ion yang ada dan ion-
ion yang ada didalam cairan pencuci. Sebagai contoh, dalam penentuan perak melalui
9

pengendapan dengan ion klorida, terutama untuk penyerapan spesies klorida.


Pencucian dengan larutan asam akan mengubah counter ion ke lapisan yang lebih
besar oleh ion-ion hidrogen sehingga ion klorida dan ion-ion hidrogen tertahan oleh
padatan. HCl yang mudah menguap dilepaskan ketika endapan telah kering.Tanpa
memperhatikan perlakuan pada metode ini, penggumpalan koloid akan selalu
terkontaminasi sedikit, bahkan setelah pencucian.

Represipitasi
Tegas tetapi berhasilnya cara mengurangi pengaruh-pengaruh pada adsorpsi adalah
dengan pengendapan kembali atau pengendapan ganda. Di sini, padatan yang telah
disaring dilarutkan kembali dan di endapkan kembali. Pertama sekali endapan
biasanya diangkat hanya dari pengotor di dalam pelarut yang murni. Kemudian
larutan yang mengandung endapan dilarutkan kembali sehingga secara signifikan
pengotor dapat dikurangi. Pengendapan kembali menambah banyak sekali waktu
yang dibutuhkan untuk analisis , tetapi kadang-kadang penting untuk proses
pengendapan seperti Fe(III) dan Al(III) hidroksida, yang mempunyai kecenderungan
luar biasa pada penyerapan hidroksida dari kation logam berat seperti Zn, Cd dan Mn.

Pengeringan dan Pengabuan Endapan


Setelah penyaringan, endapan dipanaskan hingga diperoleh berat yang konstan.
Pemanasan akan melepaskan pelarut dan senyawa-senyawa yang mudah menguap
yang terbawa bersama endapan. Beberapa zat-zat yang mengendap juga diabukan
terurai menjadi padatan yang diketahui komposisinya. Senyawa yang baru ini sering
dinamakan weighing for (bentuk yang ditimbang).

2.3. FAKTOR GRAVIMETRI

Contoh:

(a). AgNO3 + NaCl → AgCl + NaNO3


Berat NaCl = berat AgCl (g) x 1 mol AgCl x 1 mol NaCl x 58.43 g NaCl
143.32 g AgCl 1 mol AgCl 1 mol NaCl

(b). Pb(NO3)2 + 2 NaCl → PbCl2 + 2 NaNO3

Berat NaCl = berat PbCl2 x NaCl x 2


PbCl2 1

% kontituen = berat endapan x f.g x 100


berat sampel

2.4.HASIL PERHITUNGAN DARI DATA GRAVIMETRI


10

Hasil perhitungan dari analisis gravimetri umumnya dihitung dari eksperimen


pengukuran berat sampel dan berat dari produk yang diketahui komposisinya yang
terbentuk dari analit.

Contoh
(2).Bijih besi dianalisis dengan melarutkan 1.1324 g sampel dengan HCl pekat.
Larutan yang dihasilkan diencerkan dengan air, besi (III) diendapkan sebagai
Fe2O3.xH2O dengan penambahan NH3. Setelah penyaringan, pencucian, residu di
abukan pada suhu tinggi dan menghasilkan 0.5394g Fe2O3 murni (159.69 g/mol).
Hitunglah (a). % Fe(55.847 g/mol) dan (b). % Fe3O4 (231.54 g/mol)

Penyelesaian:
Untuk kedua problem ini perlu menghitung jumlah mol Fe2O3
(a).jumlah Fe2O3 = 0.5394g Fe2O3 x 1 mol Fe2O3
159.69 g Fe2O3
= 3.3778 x 10-3 mol Fe2O3
jumlah Fe di dalam Fe2O3
massa Fe = 3.3778 x 10-3 mol Fe2O3 x 2 mol Fe x 55.847 g Fe
mol Fe2O3 mol Fe
= 0.37728 g Fe
% Fe = 0.37728 g Fe x 100% = 33.317 %
1.1324 g sampel

(b). 3 Fe2O3 → 2 Fe3O4 + ½ O2


massa Fe3O4 = 3.3778 x 10-3 mol Fe2O3 x 2 mol Fe3O4 x 231.54 g Fe3O4
3 mol Fe2O3 mol Fe3O4
= 0.52140 g Fe3O4
% Fe3O4 = 0.52140 g Fe3O4 x 100% = 46.044 %
1.1324 g sampel

TUGAS

(1).0.2356 g sampel hanya mengandung NaCl(58.44 g/mol) dan BaCl2(208.25 g/mol)


menghasilkan 0.4637 g AgCl kering(143.32 g/mol). Hitunglah persen setiap senyawa
halogen di dalam sampel ?.
(2).Berapa persen air yang terdapat di dalam sampel yang sebelum dikeringkan
ditimbang 4,5027 g dan setelah kering 3.0381 g ?
(3).Suatu sampel biji-bijian di panaskan untuk penentukan persen senyawa organik
yang mudah menguap. Data diperoleh sebagai berikut:
berat cawan penguap dengan sampel ………………….……32.8201 g
berat cawan penguap setelah pemanasan …………………...28.9840 g
berat cawan penguap kosong ……………………………….16.1271 g
berapa persen senyawa organic yang mudah menguap di dalam biji-bijian?
11

(4).Suatu sampel ditimbang 0.8112 g di analisis kandungan P dengan mengendapkan


P sebagai Mg2P2O7. Jika endapan ditimbang seberat 0.5261 g, berapa persen P di
dalam sampel ?
(5).Berapakah faktor gravimetri dari:
(a). Cu dari Cu2O
(b). Cr dari Cr2O3

EVALUASI
(1).Jika 0.9110 g suatu sampel biji perak menghasilkan 0.4162 g AgCl dalam analisis
gravimetri , berapa persen Ag di dalam biji perak tersebut ?
(2).Suatu logam paduan mengandung Ag dan Cu yang dapat dianalisis dengan
melarutkan dalam HNO3, larutan ditambahkan IO3-berlebih, sehingga campuran
terdiri dari AgIO3 dan Cu(IO3)2. Hitunglah %Ag dan %Cu didalam sampel, jika data
yang diperoleh: berat sampel(g) berat endapan(g)

(a). 0.2175 0.7391


(b). 0.2473 0.7443
(c). 0.1864 0.8506
(3).Perlakuan terhadap 0.4000 g suatu sampel KCl yang tidak murni dengan AgNO3
berlebih menghasilkan 0.7332 g AgCl. Hitunglah % KCl di dalam sampel.
12

BAB III
VOLUMETRI
3.1. PENDAHULUAN
Analisis volumetri disebut juga titrimetri. Metode ini berbeda dengan
gravimetri, yaitu bila volumetri didasarkan pada pengukuran volume, sedangkan
gravimetri berdasarkan pada pengukuran berat. Perbedaannya dapat digambarkan
sebagai berikut:

Analisis Gravimetri : C + AR → P1 + P2
Berat dari produk hasil reaksi (sebagai endapan) diukur dan diubah menjadi berat
konstituen dengan perhitungan secara stoikiometri

Analisis Titrimetri: C + AR → P1 + P2

Sejumlah reagent yang dibutuhkan dipakai oleh konstituen diukur dan diubah ke berat
konstituen secara stoikiometri.

Gambar 3.1. Perbedaan analisis gravimetri dengan analisis titrimetri

3.2. PERISTILAHAN PADA TITRIMETRI


Dalam analisis titrimetri ada beberapa istilah yang sering digunakan. Buret
dipakai untuk tempat mengisi larutan standar, indikator digunakan untuk
menunjukkan perubahan warna larutan, titrasi adalah proses menambahkan larutan
standar ke dalam Erlenmeyer

Buret

Titrant

Kran

Titrand
Indikator
Gambar 3.2. Satu set alat titrasi
13

Titrimetri meliputi pengukuran volume larutan yang diketahui konsentrasinya, yang


dibutuhkan untuk bereaksi secara sempurna. Ada tiga jenis analisis kuantitatif
titrimetri, yaitu volumetri, gravimetri dan coulometri. Yang paling sering digunakan
adalah volumetri. Metoda titrimetri biasanya digunakan untuk analisis secara rutin,
hal ini disebabkan metode ini cepat dan akurat.
Larutan standar adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya yang
digunakan untuk analisis titrimetri. Titik ekivalen dalam titrasi adalah saat dimana
jumlah mol titran yang ditambahkan ekivalen dengan jumlah mol analit di dalam
sampel. Titrasi kembali sering dibutuhkan, bila reaksi antara analit dengan reagent
sangat lambat atau latutan standar kurang stabil.Titik akhir titrasi dan titik ekivalen,
kadang-kadang dapat dideteksi dengan instrument. Larutan memberikan perubahan
respon yang karakteristik selama titrasi. Instrumen yang sering dipergunakan untuk
penentuan titik akhir titrasi adalah voltmeter, ammeter, ohmmeter, colorimeter, pH
meter dan refraktometer.

3.3. PERSIAPAN MEMBUAT LARUTAN


Beberapa larutan dipersiapkan dari bahan-bahan kimia yang berwujud padat
dalam keadaan murni. Bahan kimia yang dibutuhkan ditimbang dan larutan
dipersiapkan dengan menggunakan rumus:

LD x MD x FWlar = gram yang ditimbang (2.1)

Keterangan : LD adalah liter yang diinginkan, MD adalah molaritas yang diinginkan


FWlar adalah berat zat terlarut yang ditimbang

Liter x mol x gram = gram (2.2)


Liter mol
Dengan mudah larutan dapat dipersiapkan dengan menimbang bahan kimia menurut
perhitungan di atas, kemudian melarutkan zat tersebut dengan menambahkan akuades
hingga volume yang dibutuhkan, selanjutnya mengocok larutan supaya homogen.

Contoh:
(1). Bagaimana caranya membuat 500 mL 0,15 M larutan NaOH dari NaOH padat ?

gram yang ditimbang = 0,5 L x 0,15 mol x 40 gram = 3 gram


L mol
3 gram NaOH titempatkan dalam gelas piala 500 mL, kemudian dilarutkan dengan
akuades dan larutan dikocok hingga homogen.

(2).Bagaimana caranya membuat 500 mL 0,15 M HCl dari HCl pekat 12M ?

MB x VB = MA x VA
12 x VB = 0,15 x 500
VB = 0,15 x 500 = 6,3 mL
12
14

Ukurlah 6,3 mL HCl pekat dan encerkan dengan akuades hingga 500 mL.

(3). Suatu larutan standar 0,01 M Na+dibutuhkan pada kalibrasi untuk analisis unsur
dengan fotometri nyala. Bagaimana caranya mempersiapkan 500 mL larutan dari
standar primer Na2CO3 ?

jumlah Na2CO3 yang dibutuhkan = 500 mL x 0,01 mmol Na+ x 1 mmol Na2CO3
mL 2 mmol Na+
= 2,50 mmol
massa Na2CO3 = 2,50 mmol Na2CO3 x 0,10599 g Na2CO3
mmol Na2CO3
= 0,265 gram
Larutan ini dipersiapkan dengan melarutkan 0,265 gram Na2CO3 dalam akuades dan
di encerkan hingga 500 mL.

(4).Bagaimana caranya anda mempersiapkan 2,0 L 0,2 M HClO 4 dari HClO4 71%
(w/w),bj 1,67 g/mL ?

konsentrasi HClO4 = 1,67 g x 71 g HClO4 x 1 mmol HClO4 = 11,8 M


mL 100 g 0,10046 g HClO4
mmol HClO4 yang dipersiapkan = 2000mL x 0,25 mmol HClO4
mL HClO4
= 500 mmol HClO4
volume reagen yang diperlukan = 500 mmol HClO4
11,8 mmol HClO4 / mL
= 42,4 mL
Encerkan kira-kira 42 mL HClO4 pekat dengan akuades hingga 2 L.

3.4. PERLAKUAN UNTUK DATA TITRASI

Di dalam bab ini perhitungan volumetri dijelaskan dengan dua cara. Yang pertama
adalah perhitungan molaritas dari larutan dengan standardisasi menggunakan standar
primer maupun standar lainnya. Yang kedua meliputi perhitungan jumlah analit di
dalam sampel dari data titrasi.

A.Menghitung Molaritas dari Data Standardisasi

(5). 50,00 mL larutan HCl dengan tepat membutuhkan 29,71 mL 0,01963 M Ba(OH)2
untuk bereaksi sempurna, titik akhir titrasi ditentukan dengan menggunakan indikator
bromokresol hijau. Hitunglah molaritas dari HCl ?

Dalam titrasi 1 mmol Ba(OH)2 bereaksi dengan 2 mmol HCl dan perbandingan
stoikiometrinya adalah 2 mmol HCl
1 mmol Ba(OH)2
jumlah Ba(OH)2 = 29,71 mL x 0,01963 mmol/mL
15

jumlah HCl = (29,71 mL x 0,01963) mmol Ba(OH)2 x 2 mmol HCl


1 mmol Ba(OH)2
CHCl = ( 29,71 x 0,0193 x 2) mmol HCl
50,0 mL HCl
Konsentrasi HCl = 0,023328 mmol HCl / mL = 0,02333 M
(6). Titrasi dari 0,2121 g Na2C2O4 murni (134,00 g/mol) membutuhkan 43,31 mL
KMnO4. Berapa molaritas larutan KMnO4 ?

2 MnO4- + 5 C2O42- + 16 H+ → 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O


perbandingan stoikiometri = 2 mmol KMnO4
5 mmol Na2C2O4
jumlah Na2C2O4 = 0,2121 g Na2C2O4 x 1 mmol Na2C2O4
0,134 g Na2C2O4
jumlah KMnO4 = 0,2121 mmol Na2C2O4 x 2 mmol KMnO4
0,1340 5 mmol Na2C2O4
konsentrasi KMnO4 = 0,2121 x 2 mmol KMnO4
0,1340 5

43,31 mL KMnO4
= 0,01462 M

B. Menghitung Jumlah Analit dari data titrasi

(7).0,8040 g sampel bijih besi dilarutkan dalam asam. Besi kemudian direduksi
menjadi Fe2+ dan di titrasi dengan 47,22 mL 0,02242 M larutan KMnO4. Hitunglah
hasil analisis ini dalam bentuk (a) % Fe (55,847 g/mol) dan (b) % Fe 3O4 (231,54
g/mol)

MnO4- + 5 Fe2+ + 8 H+ → Mn2+ + 5 Fe3+ + 4 H2O

(a). perbandingan stoikiometri = 5 mmol Fe2+


1 mmol KMnO4
jumlah KMnO4 = 47,22 mL KMnO4 x 0,02242 mmol KMnO4
mL KMnO4
jumlah Fe = (42,72 x 0,02242) mmol KMnO4 x 5 mmol Fe2+
2+

mmol KMnO4
masa Fe = (47,22 x 0,02242 x 5)mmol Fe x 0,055847 g Fe2+
2+ 2+

mmol Fe2+
persen Fe2+ = (47,22 x 0,02242 x 5 x 0,055847) g Fe2+ x 100%
0,8040 g sampel
= 36,77%

(b). perbandingan stoikiometri : 5 Fe2+ ≡ 1 MnO4-


5 Fe3O4 ≡ 15 Fe2+ ≡ 3 MnO4-
Perbandingan stoikiometri = 5 mmol Fe3O4
16

3 mmol KMnO4
jumlah KMnO4 = 47,22 mL KMnO4 x 0,02242 mmol KMnO4
mL KMnO4
jumlah Fe3O4 = (42,72 x 0,02242) mmol KMnO4 x 5 mmol Fe3O4
3 mmol KMnO4
masa Fe3O4 = (42,72 x 0,02242 x 5/3) mmol Fe3O4 x 0,23154 g Fe3O4
mmol Fe3O4
persen = (42,72 x 0,02242 x 5/3) x 0,23154 g Fe3O4 x 100%
0,8040 g sampel
= 50,81 %

3.5.KURVA TITRASI DALAM METODE TITRIMETRI


Titik akhir titrasi pada titrimetri dapat diamati dengan mengamati perubahan fisik
dekat titik ekivalen pada suatu titrasi. Ada dua hal yang sering digunakan untuk
menentukan titik akhir yaitu: (1) perubahan warna dari reagen, analit atau indikator
dan (2) perubahan potensial elektroda sebagai respon dari konsentrasi analit atau
reagent. Yang membantu kita untuk mengerti adalah pada dasarnya secara teoritis titik
akhir dan kesalahan titrasi yang berkembang dari kurva titrasi dapat diperkirakan.
Kurva titrasi terdiri dari plot volume reagent sebagai sumbu absis dan konsentrasi
reagent sebagai sumbu vertikal.

Jenis Jenis Kurva Titrasi


Umumnya ada dua jenis kurva titrasi dalam metode titrimetri. Jenis yang
pertama dinamakan sigmoidal curve, di daerah sangat sempit (+ 0,1 - + 0,5 mL)
disekitar titik ekivalen.Sebuah kurva sigmoidal, digambarkan sebagai fungsi-p Vs
volume reagent. Jenis yang kedua dinamakan linier-segment curve.

(a). Sigmoidal (b).Linier

Gambar 3.3. Dua jenis kurva titrasi

Perubahan Konsentrasi Selama Titrasi


Titik ekivalen yang terjadi dalam proses titrasi adalah karakteristik dari perubahan-
perubahan konsentrasi yang relatif dari reagent dan analit . Tabel 1 menunjukkan
perubahan konsentrasi 50,00 mL 0,1M NaOH selama titrasi.

Tabel 3.1 Perubahan konsentrasi selama titrasi 50,00 mL 0,1 M HCl dengan NaOH
17

Volume 0,1 [H3O+] Volume NaOH pH pOH


M NaOH, mol/L yang disebabkan
mL berkurangnya
[H3O+], mL
0,00 1,000 x 10-1 40,91 1,00 13,00
40,91 1,000 x 10-2 8,11 2,00 12,00
49,01 1,000 x 10-3 0,89 3,00 11,00
49,90 1,000 x 10-4 0,09 4,00 10,00
49,99 1,000 x 10-5 0,009 5,00 9,00
49,999 1,000 x 10-6 0,001 6,00 8,00
50,00 1,000 x 10-7 0,001 7,00 7,00
50,001 1,000 x 10-8 0,009 8,00 6,00
50,01 1,000 x 10-9 0,09 9,00 5,00
50,10 1,000 x 10-10 0,91 10,00 4,00
51,01 1,000 x 10-11 10,10 11,00 3,00
61,11 1,000 x 10-12 12,00 2,00

Pada saat reaksi dalam suasana netral, H3O+ + OH- ↔ 2 H2O


Kurva titrasi dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 3.4. Kurva titrasi dari data pada Tabel 3.1


LATIHAN
18

1. 3,776 g suatu sampel bahan organik yang mengandung merkuri terurai


dengan HNO3. Setelah dilarutkan , Hg2+ di titrasi dengan 21,30 mL 0,1144 M
larutan NH4SCN. Hitunglah persen Hg (200,59 g/mol) didalam sampel ?

2. 20,3 L sampel gas CO dikonversi menjadi CO 2 dengan melewatkan I2O5 panas


pada 1500C.
I2O5 (s) + 5CO → 5CO2(g) + I2(g)
I2 di destilasi dan dikumpulkan di dalam 8,25 mL 0,01101 M Na2S2O3:
I2(aq) + 2S2O32-(aq) → 2I- (aq) + S4O62- (aq)
Kelebihan Na2S2O3 di titrasi kembali dengan 2,16 mL 0,0094 M larutan I2
Hitunglah jumlah mmol CO di dalam sampel ?

3. 0.4755 g suatu sampel mengandung (NH4)2C2O4 dan bahan yang sukar larut
dilarutkan dalam air dan dibuat kondisi basa kuat dengan KOH, dengan
mengubah NH4+ menjadi NH3. amoniak, didestilasi dengan 50,00 mL 0.05035
M H2SO4. Kelebihan H2SO4 dititrasi kembali dengan 11.13 mL 0.1214 M
NaOH. Hitunglah (a).% N dan (b) % (NH4)2C2O4 di dalam sampel

BAB IV
19

TITRASI ASAM-BASA

4.1.PENDAHULUAN

Larutan dan Indikator titrasi Asam / Basa


Sebelum menggambarkan kurva titrasi asam-basa, ada baiknya dijelaskan lebih
dahulu larutan standard an indikator yang biasanya digunakan untuk titrasi asam-basa
(netralisasi).

Larutan standar
Larutan standar dalam titrasi netralisasi adalah asam atau basa kuat, karena bereaksi
sempurna dengan analit pada titik akhir titrasi. Larutan standar yang biasa digunakan
adalah asam klorida, asam perklorat dan asam sulfat.Asam nitrat jarang digunakan
karena sifatnya yang mudah teroksidasi. Larutan standar basa yang sering digunakan
adalah natrium, kalium dan barium hidroksida.

Indikator asam-basa
Banyak indikator yang berupa senyawa asam lemah organik atau basa lemah organik
yang warnanya bergantung pada pH larutan yang diinginkan, khususnya yang dapat
dipakai untuk titrasi asam-basa. . Jenis indikator asam, HIn, dapat dijelaskan dengan
kesetimbangan sebagai berikut:

HIn + H2O ↔ In- + H3O+


warna warna
asam basa

Kesetimbangan untuk jenis kesetimbangan asam-basa dapat dituliskan sebagai


berikut:
In + H2O ↔ InH+ + OH-
warna warna
basa asam

Konstanta kesetimbangan untuk disosiasi indikator asam adalah

Ka = [H3O+] [In-]
[HIn]

[H3O+] = Ka [HIn]
[In-]

Mata manusia kurang sensitif untuk membedakan warna larutan yang terdiri dari
campuran In- dan HIn, khususnya jika perbandingan [In-]/[HIn] lebih besar dari 10
atau lebih kecil dari 0,1. Sehingga dapat dituliskan :

warna asam bila [HIn] ≥ 10


20

[In-] 1

warna basa bila [HIn] ≤ 1


[In-] 10

Interval [H3O+] yang dibutuhkan agar perubahan warna indikator sempurna dapat
dievaluasi adalah:
untuk warna asam [H3O+] ≥ Ka 10
1
+
untuk warna basa [H3O ] ≤ Ka 10
1
interval pH indikator = - log 10Ka sampai - log Ka
10
= - 1 + pKa sampai -(-1) + pKa
interval pH indikator = pKa + 1

4.2.KURVA TITRASI UNTUK ASAM KUAT DAN BASA KUAT


Untuk larutan HCl pekat, kira-kira 1 x 10-6M, dapat dituliskan sebagai berikut:

[H3O+] = cHCl + [OH-] ≈ cHCl

Untuk larutan basa kuat: [OH-] = cNaOH + [H3O+] ≈ cNaOH

Kw = [H3O+] [OH-]
- log Kw = - log [H3O+] [OH-] = - log [H3O+] - log [OH-]
pKw = pH + pOH
- log 10 – 14 = 14.00 = pH + pOH

Contoh:
(1).Gambarkan kurva titrasi dari 50.00 mL 0.05 M HCl dengan NaOH 0.10 M.

Pada saat mula-mula


Larutan mengandung 0.05 M H3O+ , dan pH = - log [H3O+] = - log 0.05 = 1.30

Setelah penambahan 10.00 mL reagen


Konsentrasi ion hidronium berkurang dan larutan mulai bereaksi dengan basa,
sehingga konsentrasi HCl menjadi

CHCl = jlh mmol HCl yang berkurang setelah penambahan NaOH


total volume larutan
= jlh mmol HCl mula-mula – jlh mmol NaOH yang ditambahkan
total volume larutan

= (50.00 mL x 0.05 M) – (10.00 mL x 0.10 M)


50.00 mL + 10.00 mL
21

= (2.5 mmol - 1mmol) = 2.5 x 10-2 M


60 mL
[H3O ] = 2.5 x 10-2
+

pH = - log [H3O+] = - log 2.5 x 10-2 = 1.602

Pada titik ekivalen konsentrasi HCl sama dengan konsentrasi NaOH sehingga

[H3O+] = Kw  1  10 14  1  10 7
pH = - log 1.00 x 10 -7 = 7.00

Setelah penambahan 25.10 mL reagen


Sekarang dalam larutan ada kelebihan NaOH, dan dapat dituliskan:

CNaOH = 25.10 x 0.10 - 50.00 x 0.05 = 1.33 x 10 -4M


75.10
[OH-] = cNaOH = 1.33 x 10-4M
pOH = - log 1.33 x 10-4 = 3.88
pH = 14.00 - 3.88 = 10.12

Tabel 4.1 Perubahan pH selama titrasi asam kuat dengan basa kuat

pH
Volume NaOH, mL 50.00 mL 0.05 M HCl 50.00 mL 0.0005 M HCl
dengan 0.1 M NaOH dengan 0.001 M NaOH
0.00 1.30 3.30
10.00 1.60 3.60
20.00 2.15 4.15
24.00 2.87 4.87
24.90 3.87 5.87
25.00 7.00 7.00
25.10 10.12 8.12
26.00 11.12 9.12
30.00 11.80 9.80

4.3. LARUTAN BUFFER


Kadang-kadang asam lemah di titrasi dengan basa kuat atau basa lemah dengan asam
kuat, akan terbentuk larutan buffer yang terdiri dari pasangan asam/basa konjugat.
Larutan buffer adalah larutan yang terdiri dari pasangan asam/basa konjugat yang
dapat mempertahankan perubahan pH larutan.

Perhitungan pH untuk larutan buffer


Asam lemah/buffer basa konjugat
22

Suatu larutan yang terdiri dari asam lemah, HA dan basa konjugat, A -, mungkin asam,
netral atau basa bergantung pada posisi dari kesetimbangan yang bersaing:

HA + H2O ↔ H3O+ + A- Ka = [H3O+] [A-]


[HA]

A- + H2O ↔ OH- + HA Kb = [OH-] [HA] = Kw


[A-] Ka
[HA] = cHA - [H3O+] + [OH-]
[A-] = cNaA + [H3O+] - [OH-]
[HA] ≈ cHA
[A-] ≈ cNaA
[H3O+] = Ka cHA
cNaA

(2).Berapakah pH larutan yang terdiri dari campuran 0.400 M asam formiat dan
1.00 M natrium formiat ?

Pada saat kesetimbangan konsentrasi ion hidronium di dalam larutan adalah:

H2O + HCOOH ↔ H3O+ + HCOO-

Ka = [H3O+][ HCOO-] = 1.80 x 10-4


[HCOOH]
[ HCOO-] ≈ cHCOO- = 1.00
[HCOOH] ≈ cHCOOH = 0.400

[H3O+] = 1.80 x 10-4 x 0.400 = 7.20 x 10-5


1.00
-5
pH = - log 7.20 x 10 = 4.14

Basa lemah / buffer asam konjugat


(3). Hitunglah pH larutan yang terdiri dari 0.200 M NH3 dan 0.300 M NH4Cl,
diketahui Ka untuk NH4+ adalah 5.70 x 10-10.

Kesetimbangan yang terjadi: NH4+ + H2O ↔ NH3 + H3O+ Ka= 5.70 x 10-10
NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH- Kb = Kw = 1.00 x 10-14
Ka 5.70 x 10-10
= 1.75 x 10-5
+ - + -
[NH4 ] = cNH4Cl + [OH ] - [H3O ] ≈ cNH4Cl + [OH ]
[NH3] = cNH3 + [H3O+] - [OH-] ≈ cNH3 - [OH-]
[NH4+] = cNH4Cl = 0.300
[NH3] = cNH3 = 0.200
[H3O+] = Ka x [NH4+] = 5.70 x 10-10 x cNH4+
[NH3] cNH3
23

= 5.70 x 10-10 x 0.300 = 8.55 x 10-10


0.200
[OH-] = 1.00 x 10-14 = 1.17 x 10-5
8.55 x 10-10
pH = - log 8.55 x 10-10 = 9.07

4.4.SIFAT-SIFAT LARUTAN BUFFER

Pengaruh Pengenceran
Larutan buffer dapat mempertahankan perubahan pH bila larutan mengalami
pengenceran dengan penambahan sedikit asam atau basa.

(4).Hitunglah perubahan pH bila 100 mL (a) 0.0500 M NaOH dan (b) 0.0500 M HCl
ditambahkan hingga volume larutan buffer 400 mL pada contoh nomor 3.

(a).penambahan NaOH pada larutan buffer menyebabkan


NH4+ + OH- ↔ NH3 + H2O
Konsentrasi analitis NH3 dan NH4Cl menjadi
cNH3 = 400 x 0.200 + 100 x 0.0500 = 85.0 = 0.170 M
500 500
cNH4Cl = 400 x 0.300 – 100 x 0.0500 = 115 = 0.230 M
500 500
[H3O+] = 5.70 x 10-7 x 0.230 = 7.71 x 10-10
0.170
pH = - log 7.71 x 10-10 = 9.11
perubahan pH adalah : ∆ pH = 9.11 – 9.07 = 0.04

(b).penambahan HCl mengubah NH3 menjadi NH4+, sehingga:


NH3 + H2O ↔ NH4+ + H2O
cNH3 = 400 x 0.200 - 100 x 0.0500 = 75 = 0.150 M
500 500
cNH4Cl = 400 x 0.300 + 100 x 0.0500 = 125 = 0.250 M
500 500
[H3O+] = 5.70 x 10-7 x 0.250 = 9.50 x 10-10
0.150
pH = - log 9.50 x 10-10 = 9.02
∆ pH = 9.02 – 9.07 = - 0.05

4.5 KURVA TITRASI UNTUK ASAM LEMAH


(a). Pada keadaan mula-mula, larutan hanya terdiri dari asam atau basa lemah, dan pH
dapat dihitung dari konsentrasi zat terlarut dan konstanta disosiasi.
(b). Setelah penambahan titran yang bervariasi larutan terdiri dari sederetan larutan
buffer. pH setiap larutan buffer dapat dihitung dari konsentrasi analitis asam atau
basa konjugat dan konsentrasi yang tinggal dari asam atau basa lemah.
(c). Pada titik ekivalen, larutan hanya terdiri dari asam atau basa konjugat dan pH
24

dihitung dari konsentrasi produk.


(d). Lewat titik ekivalen, ada kelebuhan asam atau basa kuat, pH dapat dihitung dari
kelebihan konsentrasi titran.

(5). Gambarkan kurva titrasi 50.00 mL 0.1000 M asam asetat ( Ka= 1.75 x 10-5)
dengan 0.1000 M NaOH

pH mula-mula
[H3O+] = K a cHOAc  1.75  10 5  0.1000  1.32  10 3
pH = - log 1.32 x 10-3 = 2.88

pH setelah penambahan 10.00 mL reagen


larutan buffer terdiri dari NaOAc dan HOAc telah dihasilkan, konsentrasi analitis dari
kedua konstituen ini adalah
cHOAc = 50.00 mL x 0.1000 M – 10.00 mL x 0.1000 M = 4.000 M
60.00 mL 60.00
cNaOAc = 10.00 mL x 0.1000 M = 1.000 M
60.00 mL 60.00
[H3O+](1.000/60.00) = Ka = 1.75 x 10-5
4.000/60.00
[H3O+] = 7.00 x 10-5
pH = 4.16

pH pada titik ekivalen


OAc- + H2O ↔ HOAc + OH-
[OH-] = [HOAc]
[OAc-] = 0.0500 – [OH-] ≈ 0.0500

Substitusi dengan konstanta disosiasi untuk OAc- menghasilkan

[OH-]2 = Kw = 1.00 x 10-14 = 5.71 x 10-10


0.0500 Ka 1.75 x 10-5
-
[OH ] = 0.0500  5.71  10 10  5.34  10 6
pH = 14.00 –(-log 5.34 x 10-6) = 8.73

pH setelah penambahan 50.10 mL basa


[OH-] ≈ cNaOH = 50.10 mL x 0.1000 M – 50.10 mL x 0.1000 M
100.0 mL
-4
= 1.00 x 10
= 14.00 – (- log 1.00 x 10-14) = 10.00
Tabel 4.2 Perubahan pH selama titrasi asam lemah dengan basa kuat
pH

Volume NaOH 50.00 mL 0.1000 M HOAc 50.00 mL 0.00100 M HOAc


25

mL dititrasi dgn 0.1000 M NaOH dititrasi dgn 0.001000 M NaOH


0.00 2.88 3.91
10.00 4.16 4.30
25.00 4.76 4.80
40.00 5.36 5.38
49.00 6.45 6.46
49.90 7.46 7.47
50.00 8.73 7.73
50.10 10.00 8.09
51.00 11.00 9.00
60.00 11.96 9.96
75.00 12.30 10.30

4.6.KURVA TITRASI UNTUK BASA LEMAH


Contoh : 50 mL 0.0500 M NaCN di titrasi dengan 0.1000 M HCl. Reaksi yang
terjadi adalah
CN- + H3O+ ↔ HCN + H2O
Hitunglah pH setelah penambahan (a).0.00 ; (b).10.00 ; (c).25.00 ; dan (d).26.00 mL
asam

Penyelesaian
(a).pH mula-mula
CN- + H2O ↔ HCN + OH-
Kb = [OH-][HCN] = Kw = 1.00 x 10-14 = 1.61 x 10-5
[CN-] Ka 6.2 x 10-10
[OH-] = [HCN]
[CN-] = cNaCN - [OH-] ≈ cNaCN = 0.0500
Subsitusi ke dalam persamaan konstanta disosiasi menghasilkan
[OH-] = K b c NaCN  1.61  10 5  0.0500  8.97  10 4
pH = 14.00 – ( - log 8.97 x 10-4) = 10.95

(b). pH setelah penambahan 10.00 mL reagen


Penambahan asam akan menghasilkan buffer dengan komposisi sbb:

CNaCN = 50.00 x 0.0500 – 10.00 x 0.1000 = 1.500 M


60.0 60.00
CHCN = 10.00 x 0.1000 = 1.000 M
60.0 60.00
[H3O+] = 6.2 x 10-10x (1.000 / 60.00) = 4.13 x 10-10
1.500 / 60.00
pH = - log 4.13 x 10-10 = 9.38

©. pH setelah penambahan 25.00 mL reagen


26

Di sini volume yang ditambahkan mencapai titik ekivalen, sehingga solute yang ada
adalah asam lemah HCN. Sehingga,
CHCN = 25.00 x 0.1000 = 0.03333 M
75.00
[H3O ] = K a c HCN  6.2  10 10  0.03333 = 4.45 x 10-6
+

pH = - log 4.45 x 10-6 = 5.34

(d). pH setelah penambahan 26.00 mL reagen


Ada kelebihan asam kuat, sehingga
[H3O+] = cHCl = 26.00 x 0.1000 – 50.00 x 0.0500 = 1.32 x 10-3
76.00
-3
pH = - log 1.32 x 10 = 2.88

LATIHAN

1.Hitunglah pH dari larutan HOCl (a) 10-1M ; (b) 1.00 x 10-2M ; (c) 1.00 x 10-4M
2.Hitunglah pH dari larutan ammonia (a) 1.00 x 10-1M ; (b) 1.00 x 10-2M
(c) 1.00 x 10-4M
3.Hitunglah pH setelah penambahan 0.00 ; 5.00 ; 15.00 ; 25.00 ; 40.00 ; 49.00 ;
50.00 ; 51.00 ; 55.00 dan 60.00 mL reagent dalam titrasi 50.0 mL dari:
(a). 0.1000 M anilinium klorida dengan 0.1000 M NaOH
(b). 0.1000 M asam hipoklorat dengan 0.1000 M NaOH
Gambarkan kurva titrasi
4.Hitunglah pH larutan yang dihasilkan setelah dicampur 20.0 mL 0.2000 M HCl
dengan 25.0 mL (a) air suling (b) 0.132 M AgNO3 (c) 0.132 M NaOH
(d) 0.132 M NH3 (e) 0.232 M NaOH
5.0.7114 g KHP distandardisasi menggunakan larutan Mg(OH)2 dengan reaksi
sebagai berikut:
Mg(OH)2 + 2 KHC8H4O4 → MgK2(C8H4O4)2 + 2 H2O
Jika Mg(OH)2 yang dibutuhkan 31.18 mL , berapa normalitas Mg(OH)2 ?
6.Berapa normalitas larutan HCl, bila 35.12 mL larutan membutuhkan 0.4188 g
larutan standar primer Na2CO3 ?

BAB V
TITRASI REDOKS
27

5.1. REAGEN PENGOKSIDASI DAN PEREDUKSI


Analit yang terdapat di dalam suatu reaksi redoks, haruslah berada dalam
keadaan oksidasi tunggal pada prosesnya, meskipun kadang – kadang analit berada
dalam keadaan oksidasi campuran seperti suatu sampel yang berada dalam campuran
Fe(II) dan Fe(III).
Reagen pereduksi yang baik kebanyakan terdiri dari ion logam, diantaranya adalah
Zn, Al, Cd, Pb, Ni, Cu dan Ag. Batangan logam dapat secara langsung dicelupkan
kedalam larutan analit.
Reagen pengoksidasi yang banyak digunakan diantaranya adalah Na.bismutat, yang
mampu mengubah Mn2+ menjadi MnO4-. Garam bismut adalah padatan yang memiliki
rumus NaBiO3.

NaBiO3 (s) + 4 H+ + 2 e- ↔ BiO+ + Na+ + 2 H2O

Ammonium Peroxydisulfat, (NH4)2S2O8 adalah pengoksidasi yang kuat. Dalam


larutan asam, Cr3+ diubah menjadi CrO42-, Ce(III) menjadi Ce(IV) dan Mn2+ menjadi
MnO4-
Setengah reaksi selnya adalah:

S2O8 2- + 2 e- ↔ 2 SO4 2- E0 = 2,01 V

Dengan menggunakan katalis ion perak , kelebihan reagen akan terurai menjadi:

2 S2O8 2- + 2 H2O → 4 SO4 2- + O2 (g) + 4 H+

Natrium peroksida dan hidrogen peroksida, adalah pengoksidasi, sebagai garam


natrium atau asam larut dalam asam. Setengah reaksi dari H 2O2 dalam larutan asam
adalah:
H2O2 + 2 H+ + 2 e- ↔ 2 H2O E0 = 1,78 V

Setelah oksidasi sempurna : 2 H2O2 → 2 H2O + O2 (g)


5.2.Aplikasi dari Standar Reduksi
Larutan standar pereduksi bereaksi dengan oksigen di atmosfir. Untuk alasan ini,
larutan biasanya digunakan untuk titrasi langsung terhadap analit pengoksidasi,
metoda titrasi tidak langsung juga digunakan. Metoda titrasi tidak langsung yang
biasanya digunakan, yaitu titrasi larutan besi(II) dengan natrium tiosulfat.

Tabel 5.1.Penggunaan natrium tiosulfat sebagai pereduksi


Analit Setengah reaksi Kondisi
khusus
28

IO4- IO4- +8H+ +7e- ↔ ½ I2 + 4 H2O larutan asam


IO4- +2H+ +2e- ↔ IO3- + H2O larutan netral

IO3- IO3-+6H+ +5e- ↔½ I2 + 3 H2O asam kuat


BrO3-,ClO3- XO3- +6H+ +6e- ↔X- + 3 H2O asam kuat
Br2, Cl2 X2 + 2I-↔2X- + I2
Cu2+ Cu2++ I- + e- ↔CuI(s)
O2 O2 + 4 Mn(OH)2(s) + 4 H2O↔4 Mn(OH)3(s)
Mn(OH)3(s) +3H+ +e- ↔Mn2++ 3 H2O larutan basa
larutan asam

5.2.1.Larutan Besi(II)
Larutan Fe(II) dengan mudah dibuat dari Fe(II)ammonium sulfat,
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O (Garam Mohr). Udara dapat mengoksidasi Fe(II) dengan cepat,
akan tetapi dalam suasana netral reaksi ini dapat dihambat dengan penambahan asam
0.5 M H2SO4. Larutan ini tidak stabil dalam waktu lama atau lebih dari satu hari.

5.2.2.Natrium Tiosulfat adalah reducing agent yang kuat yang dapat digunakan
untuk menentukan oxidizing agent secara tidak langsung dengan melibatkan I2
sebagai intermediate. Dengan jodium , ion tiosulfat akan dioksidasi menjadi ion
tetrationat, setengah reaksinya sebagai berikut:

2 S2O3 2- ↔ S4O6 2- + 2 e-
Untuk menentukan natrium hipoklorit, reaksi yang terjadi adalah:
OCl - + 2 I- + 2 H+ → H2O + Cl- + I2
I2 + 2 S2O3 2- → 2 I- + S4O6 2-
Untuk menstandardisasi larutan tiosulfat digunakan larutan kalium jodat, yang dalam
suasana asam reaksinya sebagai berikut:

IO3 - + 5 I- + 6 H+ ↔ 3 I2 + 2 H2O
1 mol IO3 - ≡ 3 mol I2 ≡ 6 mol S2O3 2-

Contoh:
(1).Suatu larutan Natrium tiosulfat distandardisasi dengan melarutkan 0,1210 g KIO3
(214,00 g/mol) dalam air, ditambahkan KI berlebih dan diasamkan dengan HCl.
Jodium yang dihasilkan membutuhkan 41,64 mL larutan tiosulfat untuk
menghilangkan warna biru dari amilum. Hitunglah molaritas Na2S2O3 ?

Jumlah S2O3 2- = 0,1210 g KIO3 x 1 mmol KIO3 x 6 mmol Na2S2O3


0,21400 g KIO3 mmol KIO3
= 3,3925 mmol Na2S2O3
Konsentrasi Na2S2O3 = 3,3925 mmol Na2S2O3 = 0,08147 M
41,64 mL Na2S2O3
29

5.3.Aplikasi untuk standar pengoksidasi

Tabel 5.2.Larutan standar pengoksidasi yang umum digunakan


Reagen Reduction Standard Standardized Indikator* Stability†
Product Potential, V with
Potassium Mn2+ 1.51‡ Na2C2O4, Fe, MnO4 (b)
Permanganat, As2O3
KmnO4
Potassium Br - 1.44‡ KbrO3 (1) (a)
Bromate,
KbrO3
Cerium (IV), Ce3+ 1.44‡ Na2C2O4, Fe, (2) (a)
4+
Ce As2O3
Potassium Cr3+ 1.33‡ K2Cr2O7, Fe (3) (a)
Dichromate,
Iodine, I2 I- 0.536‡ BaS2O3 . H2O, strach (c)
Na2 S2O3
* (1) α-Naptholflavon; (2) kompleks 1,10-fenantrolin besi(II) (ferroin);
(3)difenilamin asam sulfonat

(a) tidak stabil; (b)sedang stabil, dibutuhkan standardisasi secara berkala;
(c)tidakstabil dibutuhkan standardisasi secara bertahap
‡ 0
E di dalam 1M H2SO4
(2).33,31 mL suatu larutan KMnO4 dititasi dengan larutan standar primer dan
membutuhkan 0,1278 g Na2C2O4. Hitunglah molaritas KMnO4 ?

Jumlah Na2C2O4 = 0,1278 g Na2C2O4 x 1 mmol Na2C2O4


0,13400 g Na2C2O4
= 0,95373 mmol Na2C2O4

Kons KMnO4 = 0,95373 mmol Na2C2O4 x 2 mmol KMnO4 x 1


5 mmol Na2C2O4 33,31 mL KMnO4
= 0,01145 M

(3).5 mL suatu sampel brandy dilarutkan dalam labu seukuran 1 L. 25 mL aliquat ini
membutuhkan 50 mL 0,02 M K2Cr2O7, dengan pemanasan etanol dioksidasi menjadi
asam asetat.
Reaksi: 3 C2H5OH + 2 Cr2O72- + 16 H+ → 4 Cr3+ + 3 CH3COOH + 11 H2O
Setelah didinginkan, 20 mL 0,1253 M Fe2+ dipipet kedalam labu. Kelebihan Fe2+
Kemudian dititrasi dengan 7,46 mL larutan standar K2Cr2O7 menggunakan
diphenilamin asam sulfonat untuk menentukan titik akhir titrasi. Hitunglah persen
(w/v) C2H5OH (46,07 g/mol) di dalam brandy ?

Jumlah keseluruhan K2Cr2O7 = (50 + 7,46)mL K2Cr2O7 x 0,02 mmol K2Cr2O7


mL K2Cr2O7
30

= 1,1492 mmol K2Cr2O7


Jumlah K2Cr2O7 yang digunakan Fe2+ = 20 mL Fe2+ x 0,1253 mmol Fe2+
mL Fe2+
x 1 mmol K2Cr2O7
6 mmol Fe2+
= 0,41767 mmol K2Cr2O7
Jumlah K2Cr2O7 yang dipakai oleh C2H5OH = (1,1492 – 0,41767)mmol K2Cr2O7
= 0,73153 mmol K2Cr2O7
masa C2H5OH = 0,73153 mmol K2Cr2O7 x 3 mmol C2H5OH x 0,04607 g C2H5OH
2 mmol K2Cr2O7 mmol C2H5OH
= 0,050552 g C2H5OH
persen C2H5OH = 0,050552 g C2H5OH x 100%
5 mLsampel x 25 mL/1000 mL
= 40,44 %

5.4.Iodium
Iodine(iodium) adalah oxidizing agent yang lemah yang digunakan untuk penentuan
strong reductants . Setengah reaksinya sebagai berikut:

I3- + 2 e- ↔ 3 I- E0 = 0,536 V

Larutan jodium tidak larut di dalam air, tetapi larut di dalam KI.Reaksi yang terjadi
adalah:
I2 (s) + I- ↔ I3- K = 7,1 x 102
Oksidasi oleh udara terhadap ion jodida juga akan mengubah molaritas larutan
sebagai berikut:

4 I- + O2 (g) + 4 H+ → 2 I2 + 2 H2O

Untuk mentsandardisasi larutan jodium digunakan larutan natrium thiosulfat ataupun


barium tiosulfat.

5.5 Kalium Bromat sebagai sumber bromium

Kalium Bromat dapat digunakan sebagai larutan standar primer, yang banyak
digunakan untuk menentukan senyawa-senyawa organik yang bereaksi dengan Br2.
Secara stoikiometri reaksi yang terjadi adalah:

BrO3- + 5 Br - + 6 H+ → 3 Br2 + 3 H2O


larutan berlebih
standar

Untuk menentukan kelebihan bromine, ditambahkan kalium jodida berlebih untuk


mengubah bromin yang berlebih menjadi jodium. Kemudian jodium yang terbentuk
dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat..
31

(4).0,2981 g sampel antibiotik mengandung sulfanilamida dilarutkan dalam HCl


hingga 100 mL. 20 mL aliquot ini dipindahkan kedalam labu bertutup dan
ditambahkan 25 ml 0,01767 M KBrO3. Ditambahkan kira-kira 10 g KBr untuk
membentuk Br2, sehingga sulfanilamida mengalami brominasi . Setelah 10 menit, KI
berlebih ditambahkan, dan I2 yang terbentuk dititrasi dengan 12,92 mL 0,1215 M
natrium tiosulfat. Reaksi yang terjadi adalah:
BrO3- + 5 Br - + 6 H+ → 3 Br2 + 3 H2O

NH2 NH2
Br Br
+ 2 Br2 → + 2 H+ + 2 Br-

SO2NH2 SO2NH2

Br2 + 2 I- → 2 Br - + I2 ( KI berlebih )
I2 + 2 S2O32- → S4O62- + 2 I-
Hitunglah % NH2C6H4SO2NH2 (172,21 g/mol) didalam sampel

Total jumlah Br2 = 25 mL KBrO3 x 0,01767 mmol KBrO3 x 3 mmol Br2


mL KBrO3 mmol KBrO3
= 1,32525 mmol Br2
Kemudian dihitung jumlah Br2 yang berlebih yang dibutuhkan dalam brominasi
analit,
Jumlah Br2 yang berlebih = jumlah I2
= 12,92 mL Na2S2O3 x 0,1215 mmol Na2S2O3 x 1 mmol I2
mL KBrO3 mL Na2S2O3
= 0,78489 mmol Br2
Jumlah Br2 yang dipakai oleh sampel = 1,32525 – 0,78489 = 0,54036 mmol Br2
Banyaknya analit = 0,54036 mmol Br2 x 1 mmol analit x 0,17221 g analit
2 mmol Br2 mmol analit
= 0,046528 g analit
% analit = 0,046528 g analit x 100%
0,2891 g sampel x 20 mL / 100 mL
= 80,47 % sulfanilamida

LATIHAN

(1).Bagaimana caranya mempersiapkan 2.0 L 0.01 M KMnO4(158.03 g/mol)?


(2).Bila anda akan menstandardisasi soal nomor (1) menggunakan Na2C2O4 murni
(134.00 g/mol). Jika anda ingin menggunakan 30-45 mL reagen untuk standardisasi,
berapa masa rata-rata dari larutan standar primer yang harus ditimbang?
(3).Bagaimana caranya anda mempersiapkan larutan K2Cr2O7 0.035 M sebanyak
32

250 mL.
(4).0.1342 g suatu sampel KClO3 yang mudah meledak ditentukan dengan
mereaksikannya dengan 50.00 mL 0.09601 M Fe2+;

ClO3- + 6 Fe2+ + 6 H+ → Cl- + 3 H2O + 6 Fe3+


Bila reaksi telah sempurna, kelebihan Fe2+ dititrasi kembali dengan 12.99 mL 0.08362
M Ce4+. Hitunglah persen KClO3 di dalam sampel

BAB VI
TITRASI PEMBENTUKAN ENDAPAN

6.1.PENDAHULUAN
Titrasi pengendapan didasarkan pada reaksi yang dihasilkan oleh senyawa-senyawa
ion pada batas kelarutannya. Pembentukan sebagian besar endapan berjalan dengan
lambat, akan tetapi dalam batasan tertentu beberapa reagen pengendapan dapat
33

digunakan pada titrasi pengendapan. Sampai sejauh ini, reagent pengendapan yang
sering digunakan adalah perak nitrat, yang biasa digunakan untuk menentukan
halogen seperti anion-anion ( SCN- , CN- , CNO- ), merkaptan, asam lemak dan anion
anorganik bervalensi dua.Titrasi pengendapan juga dikenal dengan nama
argentometri. Pada bab ini akan dibahas metode argentometri.

6.2.KURVA TITRASI
Kurva titrasi dari reaksi pengendapan digambarkan secara lengkap pada Gambar 6.1
dengan plot pAg Vs Volume titran.

Contoh:
1.Hitunglah pAg dari larutan selama titrasi 50.00 mL 0.0500 M NaCl dengan 0.1000
M AgNO3 setelah penambahan volume reagen (a) 0.00 mL ; (b) 24.50 mL ; (c) 25.00
mL ; (d) 25.50 mL.

Penyelesaian
(a).Karena tidak ada AgNO3 yang ditambahkan, [Ag+] = 0 dan pAg tidak dapat
ditentukan.

(b).Pada penambahan 24.50 mL reagen, [Ag+] sangat kecil, tidak dapat dihitung
secara stoikiometri, tetapi [Cl-] dapat diperoleh dari
[Cl-] ≈ cNaCl = mmol Cl- mula-mula – mmol AgNO3
total volume larutan
= (50.00 x 0.0500 – 24.50 x 0.1000) = 6.71 x 10-4
50.00 + 24.50
[Ag ] = Ksp / (6.71 x 10-4) = 1.82 x 10-10 / (6.71 x 10-4)
+

= 2.71 x 10-7
PAg = - log (2.71 x 10-7) = 6.57
©.Disini tercapai titik ekivalen, sehingga [Ag+] = [Cl-] dan
[Ag+] = Ksp  1.82  10 10 = 1.35 x 10-5

pAg = - log (1.35 x 10-5) = 4.87


(d). [Ag+] = cAgNO3 = ( 25.50 x 0.1000 – 50.00 x 0.0500) = 6.62 x 10-4
75.50
pAg = - log (6.62
x 10-4) = 3.18
34

Gambar 6.1.Pengaruh konsentrasi titran pada kurva titrasi


A.50.00 mL 0.0500 M NaCl dengan 0.1000 M AgNO3
B.50.00 mL 0.00500M NaCl dengan 0.1000 M AgNO3

Gambar 6.2.Pengaruh reaksi sempurna pada kurva titrasi.Untuk tiap kurva 50.00mL 0.0500 M dengan
anion pada titrasi dengan 0.1000M AgNO3
6.3.TITIK AKHIR PADA TITRASI ARGENTOMETRI
Ada tiga jenis penentuan titik akhir pada titrasi dengan perak nitrat dengan
menggunakan; (1) indikator kimia ; (2) potensiometri dan (3) amperometri. Beberapa
indikator kimia akan dibahas pada bagian 6.3.1.Penentuan titik akhir secara
potensiometri didasarkan pada pengukuran potensial elektroda perak, sedangkan
penentuan titik akhir secara amperometri meliputi penentuan kuat arus di antara
muatan perak pada mikroelektroda di dalam larutan analit.
35

6.3.1.Indikator Kimia Pada Titrasi Pengendapan


Titik akhir yang dihasilkan dengan menggunakan indikator kimia biasanya dengan
mengamati perubahan warna atau kekeruhan di dalam larutan selama titrasi.Indikator
yang digunakan untuk titrasi pengendapan mirip dengan indikator yang digunakan
pada titrasi netralisasi: (1) perubahan warna akan terjadi pada batas jarak fungsi –p
dari reagen atau analit, dan (2) perubahan warna terjadi secara bertahap pada kurva
titrasi untuk analit. Sebagai contoh Gambar 6.2 titrasi ion jodida, bromida pAg 4-6,
akan tetapi untuk ion klorida tidak memuaskan. Tiga jenis indikator yang sering
digunakan pada titrasi argentometri adalah sebagai berikut

Ion kromat; Metoda Mohr


Natrium kromat dapat digunakan sebagai indikator pada titrasi argentometri untuk
penentuan ion klorida dan bromida dengan ion perak membentuk endapan merah bata
dari Ag2CrO4 pada daerah titik ekivalen. Konsentrasi ion perak pada titik ekivalen
pada titrasi klorida dengan ion perak diberikan oleh

[Ag+] = √ Ksp = √ 1.82 x 10-10 = 1.35 x 10-5M


Konsentrasi ion kromat yang dibutuhkan pada pembentukan perak kromat dapat
dihitung dari hasil kelarutan perak kromat,

[CrO42-] = 1.2 x 10-12 = 1.2 x 10-12 = 6.6 x 10-3


[Ag+]2 (1.35 x 10-5)
Pada prinsipnya penentuan klorida dengan metoda Mohr dilakukan pada pH 7 – 10.
Bila pH > 10 akan terbentuk endapan AgOH akan terurai menjadi Ag 2O, sedangkan
dalam larutan asam, ion kromat akan bereaksi dengan H+ menjadi Cr2O72- dengan
persamaan reaksi

2 CrO42- + 2 H+ ↔ 2 H CrO4- ↔ Cr2O72- + H2O

Penurunan konsentrasi CrO42- menyebabkan diperlukannya penambahan AgNO3 yang


lebih banyak untuk membentuk endapan Ag2CrO4, sehingga kesalahan titrasi makin
besar. Ion perak tidak dapat dititrasi langsung dengan klorida dengan memakai
indikator CrO42-karena Ag2CrO4 pada dekat titik ekivalens sangat sukar berdisosiasi
(sangat lambat), maka sebaiknya dilakukan dengan cara penambahan klorida berlebih
dan kelebihan klorida dititrasi dengan AgNO3 dengan menggunakan indikator kromat.

Indikator adsorpsi;Metode Fajans


Indikator adsorpsi adalah suatu senyawa organik , dimana indikator ini tidak
memberikan perubahan warna dalam larutan tetapi perubahan warna terjadi pada
permukaan endapan.Misalnya kita mempunyai larutan NaCl yang akan dititrasi
dengan larutan AgNO3 dengan memakai indikator fluorescein, maka jika titik
ekivalen tercapai endapan yang sekarang bermuatan positif mengadsorpsi ion
fluorescein (Fl-) sehingga endapan berwarna kemerah-merahan karena terbentuk
perak fluorescein pada permukaan endapan.
36

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih indikator


adsorpsi untuk titrasi pengendapan, yaitu: (i).karena permukaan endapan yang
menentukan bekerjanya indikator, endapan harus dijaga supaya tidak beerkoagulasi
menjadi partikel yang besar dan mengendap pada dasar labu titrasi(terjadi pada titik
ekivalen), untuk ini dapat digunakan gelatin sebagai pelindung koloid, yang menjaga
endapan tetap terdispersi. (ii).memilih indikator adsorpsi yang tidak terlalu kuat atau
terlalu lemah untuk diadsorpsi, yang paling ideal adsorpsi dimulai tepat sebelum titik
ekivalen. (iii).pH larutan harus diperhatikan , contoh fluorescein dapat dipakai pada
pH 7-10 (Ka = + 10-7).

Ion besi(III);Metode Volhard


Di dalam metode Volhard, ion perak dititrasi dengan larutan standar ion tiosianat:

Ag+ + SCN- ↔ AgSCN(s)

Besi (III) bertindak sebagai indikator, dimana dengan tiosianat membentuk kompleks
ferritiosianat yang berwarna merah.

Fe3+ + SCN- ↔ FeSCN2+ Kf = [Fe(SCN)2+] = 1.05 x 103


merah [Fe3+] [SCN-]

Cara ini dapat dipakai untuk penetapan kadar Cl -, Br-, I- dan CNS- di dalam suasana
asam. Pada larutan halogenida tersebut dititrasi kembali dengan larutan baku
tiosianat. Suasana asam diperlukan untuk mencegah terjadinya hidrolisa Fe3+.
Pada penentuan Cl- secara tidak langsung terdapat kesalahan yang cukup
besar, karena AgCl lebih mudah larut dari pada AgCNS (Ksp AgCl = 1.2 x 10 -10, Ksp
AgCNS = 1.2 x 10-12). Jadi AgCl yang terbentuk cenderung larut kembali menurut
persamaan reaksi:
AgCl + SCN- ↔ AgSCN + Cl-
Karena Ksp AgCl > Ksp AgSCN, reaksi di atas cenderung bergeser ke kanan. Jadi
CNS- tidak hanya dipakai untuk kelebihan Ag+, tetapi juga oleh endapan AgCl sendiri.
Reaksi ini dapat dicegah dengan cara:
-.menyaring endapan AgCl yang terbentuk, filtrat dengan air pencuci dititrasi dengan
larutan baku CNS-
-.endapan AgCl dikoagulasi, sehingga suhu jadi kurang reaktif, dengan cara
mendidihkan kemudian campuran didinginkan dan dititrasi
Contoh :
9,13 g suatu sampel pestisida telah dikonversi menjadi AsO 43- dan diendapkan sebagai
Ag3AsO4 dengan 50.00 mL 0.02015 M AgNO3. Kelebihan Ag+ kemudian dititrasi
dengan 4.75 mL 0.04321 M KCNS. Hitunglah persen As2O3 di dalam sampel.

Penyelesaian:
jumlah mol AgNO3 = 50.00 mL x 0.02015 mmol AgNO3 = 1.0075
mL AgNO3
jumlah mol KSCN = 4.75 mL KSCN x 0.04321 mmol KSCN = 0.2052
37

mL KSCN
jumlah mmol AgNO3 yang dipakai oleh AsO43- = 0.8023
As2O3 ≡ 2 AsO43- ≡ 6 AgNO3
persen As2O3 = 0.8023 mmol AgNO3 x 1 mmol As O x 0.1978 g As O
2 3 2 3

6 mmol AgNO3 mmol As2O3


________________________________________ x 100%
9.13 g sampel
= 0.2897 %

LATIHAN
(1).100 mL suatu sampel air payau dibuat dari amoniakal dan sulfida.sampel ini
dititrasi dengan 8.47 mL 0.01310 M AgNO3. Reaksi yang terjadi:

2Ag+ + S2- → Ag2S(s)


Hitunglah ppm H2S di dalam sampel

(2).1.998 g suatu sampel mengandung Cl - dan ClO4- dilarutkan dengan air hingga 250
mL. 50 mL larutan ini membutuhkan 13.97 mL 0.08551 M AgNO 3 untuk titrasi Cl-.50
mL aliquot yang kedua direaksikan dengan V2(SO4)3 untuk mereduksi ClO4- menjadi
Cl-:
ClO4- + 4 V2(SO4)3 + 4 H2O → Cl- + 12 SO42- + 8 VO2+ + 8 H+
Titrasi untuk mereduksi sampel ini membutuhkan 40.12 mL larutan AgNO 3.
Hitunglah persen Cl- dan ClO4- di dalam sampel.

(3).Hitunglah konsentrasi perak setelah penambahan 5 ; 15 ; 25 ; 30 ; 35 ; 39 ; 40 ; 41


; 45 ; 50 mL 0.05000 M AgNO 3 ke dalam 50 mL 0.0400 M KBr. Buat kurva titrasi
dengan plot pAg Vs volume titran.

BAB VII
TITRASI PEMBENTUKAN KOMPLEKS

7.1.REAKSI PEMBENTUKAN KOMPLEKS


Senyawa kompleks terbentuk dari reaksi antara ion logam sebagai atom pusat
dengan ligan melalui ikatan koordinasi. Ligan adalah ion atau molekul yang dapat
membentuk ikatan kovalen dengan kation atau ion logam yang netral melalui donasi
pasangan elektron. Dalam senyawa kompleks ada beberapa bilangan koordinasi yaitu:
bilangan koordinasi dua, empat dan enam. Spesi yang terbentuk dapat bermuatan
positif, netral dan negatif. Sebagai contoh: Tembaga (II), dengan bilangan koordinasi
38

empat membentuk kompleks amina kationik, Cu(NH3)42+; kompleks netral dengan


glisin, Cu(NH2CH2COO)2; dan kompleks anionik dengan ion klorida, CuCl42-.
Metode titrimetri yang didasarkan pada pembentukan kompleks kadang-
kadang dinamakan metode kompleksometri telah dikenal lama sejak tahun 1940an
khususnya pada senyawa kompleks yang disebut kelat. Kelat dibentuk bila ion logam
berkoordinasi dengan dua atau lebih gugus donor dari satu ligan untuk membentuk
lima atau enam cincin heterosiklik.
Contoh:
NH2 O O═C─O O─C═O
│ ║ Cu + 2 H+
Cu2+ + 2 H ─ C ─ C ─ OH →
│ H2C ─ N N ─ CH2
H H2 H2
Ligan yang memiliki satu gugus donor, seperti amonia dinamakan unidentat,
contohnya adalah glisin, yang mempunyai dua gugus dinamakan bidentat. Tridentat,
tetradentat, pentadentat dan heksadentat juga dikenal sebagai agent pengkelat.
Sebagai titran, ligan multidentat, khususnya yang mempunyai empat atau
enam gugus donor mempunyai dua keuntungan. Yang pertama umumnya bereaksi
lebih sempurna dengan kation baru kemudian tercapai titik akhir. Kedua, mula-mula
bereaksi dengan ion logam secara bertahap, dimana pembentukan kompleks dengan
ligan unidentat biasanya melibatkan dua atau lebih spesi intermediet atau antara.
Gambar 7.1 mengilustrasikan hal ini. Setiap titrasi melibatkan reaksi yang
secara keseluruhan konstanta kesetimbangannya adalah 1020. Kurva A
menggambarkan reaksi ion logam M yang mempunyai bilangan koordinasi empat
bereaksi dengan ligan tetradentat D membentuk kompleks MD (disini kita
mengabaikan muatan pada pereaksi). Kurva B adalah reaksi M dengan ligan bidentat
B menghasilkan MB2 dalam dua tahap. Konstanta pembentukan pada tahap yang
pertama adalah 1012 dan tahap kedua 108. Kurva C melibatkan ligan unidentat, A,
yang membentuk MA4 dalam empat tahap dengan konstanta pembentukan 108, 106,
104 dan 102. Ligan multidentat biasanya digunakan pada titrasi kompleksometri.
39

Gambar 7.1. Kurva titrasi pembentukan kompleks


Titrasi 60.0 mL larutan 0.020M dengan (A) 0.020M larutan ligan D tetradentat untuk menghasilkan
MD; (B) 0.04M larutan ligan bidentat B untuk menghasilkan MB2; dan (C) 0.080 M larutan ligan
unidentat A untuk menghasilkan MA4. Konstanta pembentukan keseluruhan untuk masing-masing
produk adalah 1.0 x 1020.

7.2.TITRASI DENGAN ASAM AMINOPOLIKARBOKSILAT


Amina tertier juga mengandung gugus asam karboksilat yang dapat membentuk kelat
yang stabil dengan banyak ion logam. Pertama sekali ditemukan oleh Schwarzenbach
sejak tahun 1945 menggunakan senyawa ini untuk menentukan ion logam dalam
sistim periodik secara volumetri.

7.2.1.Asam Etilenadiamin tetra asetat (EDTA)


EDTA juga dinamakan asam etilendinitrilotetraasetat, biasanya digunakan sebagai
titran pada kompleksometri. EDTA memiliki struktur sebagai berikut:

HOOC ─ CH2 CH2 ─ COOH

‫ ׃‬N ─ CH2─ CH2 ─ N‫׃‬

HOOC ─ CH2 CH2 ─ COOH

Gambar 7.2.Struktur EDTA

Molekul EDTA adalah ligan heksadentat yang memiliki enam posisi yang potensial
untuk berikatan dengan ion logam : empat gugus karboksilat dan dua gugus amino
yang masing-masing memiliki elektron yang belum berpasangan

Sifat-Sifat Asam EDTA


40

Konstanta disosiasi asam untuk EDTA adalah K1 = 1.02 x 10-2, K2 = 2.14 x 10-3, K3 =
6.92 x 10-7 dan K4 = 5.50 x 10-11. Spesi EDTA bervariasi dan dapat dituliskan dengan
singkatan H4Y, H3Y- , H2Y2- , HY3- dan Y4-.Gambar 7.3 mengilustrasikan bagaimana
jumlah relatif lima spesi yang berbeda dengan pH yang bervariasi. Spesi yang
dominan pada pH 3 – 6 adalah H 2Y2-. Hanya pada pH > 10 bentuk Y 4- sebahagian
besar terdapat dalam larutan.

Gambar 7.3. Komposisi larutan EDTA sebagai fungsi dari pH

Reagensia
Asam bebas, H4Y dan garam dinatrium dihidrat, Na2H2Y.2H2O adalah reagent yang
secara komersial mudah diperoleh. Larutan ini dapat digunakan sebagai larutan
standar primer setelah lebih dahulu dikeringkan selama beberapa jam pada suhu
1300C – 1450C. Kemudian dilarutkan dalam sejumlah kecil basa yang dibutuhkan
agar larutan sempurna.
Di bawah konddisi atmosfir normal, Na2H2Y.2H2O mengandung kelembapan
0.3% secara stoikiometri. Tetapi reagensia ini dapat dipersiapkan menjadi larutan
standar bila dikeringkan pada 800C selama beberapa hari di dalam suasana atmosfir
dengan kelembapan relatif 50%.

7.2.2.Pembentukan kompleks EDTA dengan Ion Logam

Larutan EDTA teristimewa digunakan sebagai titran dikarenakan reagen ini dapat
bereaksi dengan ion logam dengan perbandingan 1:1, tanpa menghiraukan muatan
41

dari kation. Sebagai contoh, pembentukan kompleks perak dan aluminium dapat
digambarkan dalam persamaan berikut

Ag+ + Y4- ↔ AgY3-


Al3+ + Y4- ↔ AlY-
Reaksi antara anion EDTA dengan ion logam M dapat digambarkan sebagai berikut:

Mn+ + Y4- ↔ MY(n-4)+ KMY = [MY(n-4)+] (6-1)


[Mn+][ Y4-]

Tabel 7.1 Konstanta Pembentukan Untuk Kompleks EDTA


Kation KMY log KMY Kation KMY log KMY
Ag+ 2.1 x107 7.32 Cu2+ 6.3 x 1018 18.80
Mg2+ 4.9 x 108 8.69 Zn2+ 3.2 x 1016 16.50
2+ 10 2+
Ca 5.0 x 10 10.70 Cd 2.9 x 1016 16.46
Sr2+ 4.3 x 108 8.63 Hg2+ 6.3 x 1021 21.80
2+ 7 2+
Ba 5.8 x 10 7.76 Pb 1.1 x 1018 18.04
Mn2+ 6.2 x 1013 13.79 Al3+ 1.3 x 1016 16.13
Fe2+ 2.1 x 1014 14.33 Fe3+ 1.3 x 1025 25.1
2+ 16 3+
Co 2.0 x 10 16.31 V 7.9 x 1025 25.9
Ni2+ 4.2 x 1018 18.62 Th4+ 1.6 x 1023 23.2
Sumber: G.Schwarzenbach, Complexometric Titration,p.8,1957
Constants valid at 200C and an ionic strength of 0.1

7.2.3.Perhitungan Kesetimbangan Yang Melibatkan EDTA


Kurva titrasi untuk reaksi kation M n+ dengan EDTA terdiri dari plot p M Vs
volume reagen. Nilai dari pM secara cepat dapat dihitung dari saat mula-mula
penambahan titran dengan memperkirakan bahwa kesetimbangan konsentrasi Mn+
adalah sama dengan konsentrasi analitis yang dapat digambarkan dari data
stoikiometrinya.
Untuk menghitung Mn+ pada titik ekivalen dapat menggunakan persamaan (6-
1). Perhitungan dalam daerah ini menyusahkan dan menyita waktu jika pH dan
variabel tidak diketahui karena kedua – duanya [MY (n-4)+] dan [Mn+] bergantung pada
pH.Untungnya titrasi EDTA selalu dilakukan dalam larutan yang dibuffer untuk
mengetahui pH dan menghindari interferensi dari beberapa kation. Perhitungan [M n+]
di dalam larutan yang dibuffer yang mengandung EDTA adalah prosedur yang relatif
terus terang asal saja pH diketahui. Di dalam perhitungan ini digunakan nilai alpha
untuk H4Y. α4 untuk H4Y dapat didefinisikan sebagai

α4 = [Y4-] (6-2)
сΤ
dimana сΤ adalah total konsentrasi molar dari uncomplexed EDTA:

сΤ = [Y4-] + [H3Y-] + [H2Y2-] + [HY3-] + [H4Y]


42

Conditional Formation Constans


Conditional atau efektif ,konstanta pembentukan bergantung pada pH kesetimbangan
hanya pada pH tunggal yang dipakai. Untuk memperoleh konstanta konditional pada
kesetimbangan lihat persamaan (6-1), kita substitusi α4сΤ dari persamaan (6-2) untuk
[Y4-] di dalam persamaan (6-1):

Mn+ + Y4- ↔ MY(n-4)+ KMY = [MY(n-4)+] (6-3)


[Mn+] α4сΤ

Penggabungan kedua konstanta, α4 dan KMY, menghasilkan konstanta baru:

K’MY = α4 KMY = [MY(n-4)+] (6-4)


[Mn+]сΤ

Dimana K’MY Conditional Formation Constans , yang menggambarkan hubungan


kesetimbangan hanya pada pH untuk α4 yang dipakai.

Tabel 7.2 Nilai α4 untuk EDTA pada nilai pH yang terseleksi


pH α4 pH α4
-14
2.0 3.7 x 10 7.0 4.8 x 10-4
-11
3.0 2.5 x 10 8.0 5.4 x 10-3
4.0 3.6 x 10-9 9.0 5.2 x 10-2
-7
5.0 3.5 x 10 10.0 3.5 x 10-1
6.0 2.2 x 10-5 11.0 8.5 x 10-1
12.0 9.8 x 10-1

Perhitungan Nilai α4 untuk Larutan EDTA

α4 = K1K2K3K4 (6-5)
[H+]4 + K1[H+]3 + K1K2[H+]2 + K1K2K3[H+] + K1K2K3K4

α4 = K1K2K3K4 (6-6)
D
Dimana K1,K2,K3 dan K4 adalah konstanta disosiasi untuk H4Y dan D adalah angka
sebutan dari persamaan (6-5).
Tabel 7.2 berisi daftar Nilai α4 pada pH terpilih. Catatan hanya kira-kira 4 x 10-12
persen EDTA yang ada sebagai Y4- pada pH 2.0.

Contoh: Hitunglah konsentrasi molar Y4- di dalam larutan 0.0200 M EDTA yang
dibuffer pada pH 10.0.
43

Penyelesaian:
Pada pH 10.0, α4 adalah 0.35 (Tabel 6.2)
Maka: [Y4-] = α4сΤ = 0.35 x 0.02 = 7.0 x 10-3M

Menghitung konsentrasi kation di dalam larutan EDTA


Contoh:(1). Hitunglah konsentrasi Ni2+dalam kesetimbangan larutan NiY2- 0.0150 M
pada pH (a).3.0 dan (b).8.0

Penyelesaian: Dari Tabel 6.1,

Ni2+ + Y4- ↔ NiY2- KMY = [NiY2-] = 4.2 x 1018


[Ni2+][Y4-]
2-
Konsentrasi NiY adalah sama dengan konsentrasi analitik kompleks dikurang
konsentrasi yang hilang karena terurai, Sehingga,
[NiY2-] = 0.0150 – [Ni2+]
[NiY2-] ≈ 0.0150

[Ni2+] = [Y4-] + [H3Y-] + [H2Y2-] + [HY3-] + [H4Y] = сΤ

K’MY = [NiY 2-] = [NiY 2-] = α4 KMY


[Ni2+]сΤ [Ni2+]2

(a). Pada pH 3.0 α4 =2.5 x 10-11


0.0150 = 2.5 x 10-11 x 4.2 x 1018 = 1.05 x 108
[Ni2+]2
[Ni2+] = √ 1.43 x 10-10 = 1.2 x 10-5M

(b).Pada pH 8.0
K’MY = 5.4 x 10-3 x 4.2 x 10-18 = 2.27 x 10-16
[Ni2+] = √ 0.0150/(2.27 x 10-16) = 8.1 x 10-10M

7.3.Kurva Titrasi untuk EDTA


Contoh (2).Gambarkan kurva titrasi (pCa sebagai fungsi dari volume EDTA) untuk
titrasi 50.0 mL 0.00500M Ca2+ dengan 0.0100M EDTA, larutan di buffer pada pH
10.0

Penyelesaian:
Menghitung Konstanta konditional
K’CaY = [CaY 2-] = α4 KCaY
[Ca2+]сΤ
= 0.35 x 5.0 x 1010 = 1.75 x 1010
Nilai pCa sebelum titik ekivalen

[Ca2+] = 50.0 x 0.00500 – 10.0 x 0.0100 + сΤ ≈ 2.50 x 10-3M


44

pCa = - log 2.50 x 10-3


= 2.60

pCa pada titik ekivalen

cCaY 2  = 50.0 x 0.00500 = 3.33 x 10-3M


50.0 + 25.0
2+
[Ca ] = сΤ
[CaY 2-] = 0.00333 - [Ca2+] ≈ 0.00333 M
[CaY 2-] = 0.00333 = 1.75 x 1010
[Ca2+]сΤ [Ca2+]2
0.00333
[Ca2+] =  4.36  10 7 M
1.75  1010
pCa = - log 4.36 x 10-7
= 6.36

pCa setelah titik ekivalen

cCaY 2  = 50.0 x 0.00500 = 2.94 x 10-3M


50.0 + 35.0
c EDTA  35.0 x 0.0100 – 50.0 x 0.00500 = 1.18 x 10-3M
85
[CaY 2-] = 2.94 x 10-3 - [Ca2+] ≈ 2.94 x 10-3
сΤ = 1.18 x 10-3 + [Ca2+] ≈ 1.18 x 10-3M
2.94  10 3
K 'CaY   1.75  1010
Ca   1.18  10
2 3

Ca 2   2.94  10 3
1.18  10 3  1.75  1010
 1.42  10 10
pCa = - log 1.42 x 10-10
= 9.85
45

Gambar 7.4.Kurva titrasi EDTA untuk 50.00 mL 0.00500 M Ca2+ (K’CaY2- = 1.75 x
1010) dan Mg2+(K’MgY2- = 1.72 x 108) pada pH 10.0
Area yang diarsir menunjukkan transisi untuk indikator Eriochrome Black T.

7.4.Penentuan Kesadahan Air


Larutan EDTA dapat digunakan untuk menentukan kesadahan air di
laboratorium. Kesadahan air dinyatakan sebagai ppm CaCO 3.Bila kita ingin
mempersiapkan 1 L 10 ppm larutan Zn, kita akan menimbang 10 mg Zn dan
melarutkannya dengan akuades dalam labu 1 L.

Contoh:
(1).Bagaimana caranya anda mempersiapkan 500 mL 25 ppm larutan Cu dari logam
Cu murni

Penyelesaian: Untuk sampel padat : 1 ppm = 1 mg/kg = 1 μg/g


Untuk sampel berupa cairan: 1 ppm = 1 mg/L = 1 μg/mL
25.0 mg/L x 0.500 L = 12.5 mg

Timbang 12.5 mg Cu, masukkan dalam labu, kemudian larutkan hingga 500 mL.

(2).Bagaimana caranya anda mempersiapkan 250 mL 50 ppm larutan nikel dari


padatan NiCl2, FW = 129.62 ?

Penyelesaian:
ppm x L x faktor gravimetri = mg yang ditimbang
50 mg/L x 0,250 L x NiCl2 = mg yang ditimbang
Ni
50 x 0.250 x 129.62 = 27.6 mg
58.71
Timbang 27.60 mg NiCl2 larutkan di dalam labu 250 mL.
46

(3).Berapa gram CuSO4.5 H2O padat, FW = 249.68 yang dibutuhkan untuk membuat
500 mL 1000 ppm larutan Cu ?

Penyelesaian: ppm x L x faktor gravimetri = mg yang ditimbang


1000 mg/L x 0.500 L x CuSO4.5 H2O = mg yang ditimbang
Cu
1000 x 0.500 x 249.68 = 1965 mg = 1.97 g
63.54

(4).Berapa kesadahan air dalam sampel, bila 100 mL air membutuhkan 27.95 mL
larutan EDTA 0.01266 M untuk titrasi ?

Penyelesaian: ppm CaCO3 = LEDTA x MEDTA x FWCaCO3 x 1000


L sampel
= 0.02795 x 0.01266 x 100.09 x 1000 = 354.2 ppm
0.1000

LATIHAN

(1). Hitunglah konsentrasi Ni2+ di dalam larutan yang dipersiapkan dengan


mencampurkan 50.0mL 0.0300 M Ni2+ dengan 0.0500 M EDTA. Campuran dibuffer
pada pH 3.00.
(2).Gambarkan kurva titrasi 50.00 mL 0.01000 M Sr2+ dengan 0.02000 M EDTA ,
larutan di buffer pada pH 11.0. Hitung nilai pSr setelah penambahan 0.00 ; 10.00 ;
24.00 ; 24.90 ; 25.00 ; 25.10 ; 26.00 dan 30.00 mL titran.
(3). Hitunglah konstanta kondisional untuk pembentukan kompleks EDTA dengan
Ba2+ pada pH (a).7.0 ; (b).9.0 ; (c).11.0
(4).Untuk mempersiapkan larutan CaCO3 ditimbang 0.5047 g CaCO3 dimasukkan
dalam labu seukuran 500 mL, dilarutkan dengan HCl dalan diencerkan sampai tanda.
Jika 25 mL larutan ini membutuhkan 28.12 mL EDTA, berapa molaritas EDTA ?
(5).Larutan EDTA digunakan untuk menstandardisasi CaCO3. Jika 0.1026 g CaCO3
membutuhkan 27.62 mL EDTA, berapa molaritas larutan EDTA ?

DAFTAR PUSTAKA

Day, Jr R A & Underwood, A,L; 1993, Analisis Kimia Kuantitatif, Jakarta: Erlangga.

John Kenkel; 1994, Analytical for Technician, Eds II. America: Lewis Publisher.

Slowinski, JE; 1990, Qualitatif Analysis and the Properties of ions in Aqueous
47

Solution, Eds II, America: Saunder College Publishing.

Sorum, CH; 1997, Introduction to Semimikro Qualitatif Analysis, Eds IV, London:
Prentice Hall.

Skoog AD, West, MD. Holler, 1994, Analytical Chemistry An Introduction, Eds VI.
San Franssssisco: Saunder College Publishing.

Vogel; 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif, Eds V. Jakarta: Media
Pustaka.

Você também pode gostar