Você está na página 1de 16

Asal Usul Blitar

Sejarah Kota Blitar

a) Legenda
Seperti diketahui, menurut sejumlah buku sejarah, terutama buku Bale Latar, Blitar
didirikan pada sekitar abad ke-15. Nilasuwarna atau Gusti Sudomo, anak dari Adipati
Wilatika Tuban, adalah orang kepercayaan Kerajaan Majapahit, yang diyakini sebagai
tokoh yang mbabat alas. Sesuai dengan sejarahnya, Blitar dahulu adalah hamparan hutan
yang masih belum terjamah manusia. Nilasuwarna, ketika itu, mengemban tugas dari
Majapahit untuk menumpas pasukan Tartar yang bersembunyi di dalam hutan selatan
(Blitar dan sekitarnya). Sebab, bala tentara Tartar itu telah melakukan sejumlah
pemberontakan yang dapat mengancam eksistensi Kerajaan Majapahit. Singkat cerita,
Nilasuwarna pun telah berhasil menunaikan tugasnya dengan baik Bala pasukan Tartar
yang bersembunyi di hutan selatan, dapat dikalahkan.

Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, oleh Majapahit, Nilasuwarna diberikan hadiah untuk
mengelola hutan selatan, yakni medan perang yang dipergunakannya melawan bala
tentara Tartar yang telah berhasil dia taklukkan. Lebih daripada itu, Nilasuwarna
kemudian juga dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar I dengan daerah kekuasaan di hutan
selatan. Kawasan hutan selatan inilah , yang dalam perjalanannya kemudian dinamakan
oleh Adipati Ariyo Blitar I sebagai Balitar (Bali Tartar). Nama tersebut adalah sebagai
tanda atau pangenget untuk mengenang keberhasilannya menaklukkan hutan tersebut.
Sejak itu, Adipati Ariyo Blitar I mulai menjalankan kepemimpinan di bawah Kerajaan
Majapahit dengan baik. Dia menikah dengan Gutri atau Dewi Rayung Wulan, dan
dianugerahi anak Djoko Kandung. Namun, di tengah perjalanan kepemimpinan Ariyo
Blitar I , terjadi sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh Ki Sengguruh Kinareja, yang
tidak lain adalah Patih Kadipaten Blitar sendiri. Ki Sengguruh pun berhasil merebut
kekuasaan dari tangan Adipati Ariyo Blitar I, yang dalam pertempuran dengan Sengguruh
dikabarkan tewas. Selanjutnya Sengguruh memimpin Kadipaten Blitar dengan gelar
Adipati Ariyo Blitar II. Selain itu, dia juga bermaksud menikahi Dewi Rayungwulan.
Mengetahui bahwa ayah kandungnya (Adipati Ariyo Blitar I) dibunuh oleh Sengguruh
atau Adipati Ariyo Blitar II maka Djoko Kandung pun membuat perhitungan. Dia
kemudian melaksanakan pemberontakan atas Ariyo Blitar II, dan berhasil. Djoko
Kandung kemudian dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar III. Namun sayangnya dalam
sejarah tercatat bahwa Joko Kandung tidak pernah mau menerima tahta itu, kendati
secara de facto dia tetap memimpin warga Kadipaten Blitar.
b) Masa Pra Kemerdekaan
Pada fase “kepemimpinan” Djoko Kandung, atau Adipati Ariyo Blitar III, pada sekitar
tahun 1723 dan di bawah Kerajaan Kartasura Hadiningrat, pimpinan Raja Amangkurat ,
Blitar pun jatuh ke tangan penjajah Belanda. Karena, Raja Amangkurat menhadiahkan
Blitar sebagai daerah kekuasaannya kepada Belanda yang dianggap telah berjasa karena
membantu Amangkurat dalam perang saudara termasuk perang dengan Ariyo Blitar III,
yang berupaya merebut kekuasaannya. Blitar pun kemudian beralih kedalam genggaman
kekuasaan Belanda, yang sekaligus mengakhiri eksistensi Kadipaten Blitar sebagai daerah
pradikan. Penjajahan di Blitar, berlangsung dalam suasana serba menyedihkan karena
memakan banyak korban, baik nyawa maupun harta. Seperti daerah-daerah lainnya,
rakyat Blitar pun tidak menghendaki mereka hidup dibawah ketiak bangsa Eropa yang
menjajah kemerdekaan mereka. Rakyat Blitar kemudian bersatu padu dan bahu membahu
melakukan berbagai bentuk perlawanan kepada Belanda, tidak hanya pribumi, tetapi juga
didukung sepenuhnya oleh etnis Arab; Cina; dan beberapa bangsa Eropa lainnya yang
mendiami Blitar.

Akhirnya, untuk meredam perlawanan rakyat Blitar, apalagi setelah diketahui bahwa
beberapa bagian dari wilayah Blitar (tepatnya Kota Blitar), iklimnya sesuai untuk hunian
bagi bangsa Belanda, maka pada tahun 1906, pemerintahan kolonial Belanda
mengeluarkan sebuah Staatsblad van Nederlandche Indie Tahun 1906 Nomor 150 tanggal
1 April 1906, yang isinya adalah menetapkan pembentukan Gemeente Blitar . Momentum
pembentukan Gemeente Blitar inilah yang kemudian dikukuhkan sebagai hari lahirnya
Kota Blitar. Kepastian kebenarannya diperkuat oleh beberapa fakta antara lain dengan
adanya Undang-undang yang menetapkan bahwa ibukota (Kabupaten) Blitar dikukuhkan
sebagai Gemeente (Kotapraja) Blitar; Gemeente (Kotapraja) Blitar oleh pemerintah pusat
kolonial Belanda setiap tahun diberikan subsidi sebesar 11,850 gulden. Gemeente
(Kotapraja) Blitar dibebani kewajiban-kewajiban dan diberikan subsidi secara terinci; bagi
Gemeente (Kotapraja) Blitar, diadakan suatu dewan yang dinamakan "Dewan Kotapraja
Blitar" dengan jumlah anggota 13 orang; dan, undang-undang pembentukan Kotapraja
Blitar itu mulai berlaku tanggal 1 April 1906. Pada tahun itu juga dibentuk beberapa kota
lain di Indonesia yang berdasarkan catatan sejarah sebanyak 18 Kota yang meliputi kota
Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang Semarang, Salatiga, Madioen, Blitar,
Malang, Surabaja dan Pasoeroean di Pulau Jawa serta lainnya di luar Jawa.

Dampak dari keluarnya undang-undang itu adalah, Kota Blitar menjadi kota pusat
pengendalian perkebunan-perkebunan di wilayah sekitarnya, sehingga secara otomatis
sudah berfungsi sebagai kota pelayanan sejak didirikan secara legal-formal tanggal 1 April
1906. Padahal, ketika itu, luas wilayah Kota Blitar “hanyalah” 6,5 km2, dengan jumlah
penduduk sekitar 35.000 jiwa. Kemudian, pada tahun 1928, Kota Blitar pernah menjadi
Kota Karisidenan dengan nama "Residen Blitar", dan berdasarkan Stb. Tahun 1928 Nomor
497 Gemeente Blitar ditetapkan kembali.
Bahkan, pada tahun 1930, Kotaparaja Blitar sudah memiliki lambang daerah sendiri.
Lambang itu bergambar sebuah gunung dan Candi Penataran, dengan latar belakang
gambar berwarna kuning kecoklatan di belakang gambar gunung –yang diyakini
menggambarkan Gunung Kelud dan berwarna biru di belakang gambar Candi Penataran.
Alasan yang mendasarinya adalah Blitar selama ini identik dengan Candi Penataran dan
Gunung Kelud. Sehingga, tanpa melihat kondisi geografis, lambang Kotapraja Blitar pun
mengikuti identitas itu. Sedangkan, makna dari pewarnaan itu, lebih-kurang adalah:
adanya loyalitas yang luhur atau murni kepada kepemerintahan Hindia-Belanda. Namun,
sejumlah produk hukum pemerintah kolonial Belanda itu, tidak menyurutkan rakyat Kota
Blitar untuk membebaskan diri dari penjajahan. Sejumlah perlawanan-perlawanan untuk
memerdekakan diri, terus berlangsung.
Hingga akhirnya, Jepang pun berhasil menduduki Kota Blitar, pada tahun 1942. Pada
tahun itu pulalah, istilah Gementee Blitar berubah menjadi “Blitar Shi”, dengan luas
wilayah 16,1 km2, dan berjumlah penduduk sekitar 45.000 jiwa. Perubahan status itu,
diperkuat dengan produk hukum yang bernama Osamu Seerai. Di masa ini, penjajah
Jepang menggunakan isu sebagai saudara tua bangsa Indonesia, Kota Blitar pun masih
belum berhenti dari pergolakan. Bukti yang paling hebat, adalah pemberontakan PETA
Blitar, yang dipimpin Soedancho Suprijadi.

Pemberontakan yang terjadi pada tanggal 14 Februari 1945 itu, merupakan perlawanan
yang paling dahsyat atas kependudukan Jepang di Indonesia yang dipicu dari rasa empati
serta kepedulian para tentara PETA atas siksaan –baik lahir maupun batin- yang dialami
rakyat Indonesia oleh penjajah Jepang. Konon, kabarnya, menurut Cindy Adams di dalam
otobiografi Bung Karno, pada tanggal 14 Februari 1945 itu pula, Soeprijadi dan kawan-
kawan sebelum melakukan pemberontakan, sempat berdiskusi tentang rencana
pemberontakan ini, dengan Ir. Soekarno, yang ketika itu tengah berkunjung ke Ndalem
Gebang. Namun, Soekarno, ketika itu, tidak memberikan dukungan secara nyata, karena,
Soekarno beranggapan, lebih penting untuk mempertahankan eksistensi pasukan PETA
sebagai salah satu komponen penting perjuangan memperebutkan kemerdekaan. Di luar
pemberontakan yang fenomenal itu, untuk kali pertamanya di bumi pertiwi ini Sang Saka
Merah Putih berkibar. Adalah Partohardjono, salah seorang anggota pasukan Suprijadi,
yang mengibarkan Sang Merah Putih di tiang bendera yang berada di seberang asrama
PETA. Kini, tiang bendera itu berada di dalam kompleks TMP Raden Widjaya, yang
dikenal pula sebagai Monumen Potlot.

Pemberontakan PETA ini, walaupun dari sisi kejadiannya terlihat kurang efektif karena
hanya berlangsung dalam beberapa jam dan mengakibatkan tertangkapnya hampir
seluruh anggota pasukan PETA yang memberontak, kecuali Suprijadi, namun dari sisi
dampak yang ditimbulkan, peristiwa ini telah mampu membuka mata dunia. Cikal bakal
pemim pin Republik ini ternyata telah dipersiapkan, dan pemberontakan PETA telah
menggoreskan tinta emas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia karena peristiwa
tersebut merupakan satu-satunya pemberontakan yang dilakukan oleh tentara didikan
Jepang. Bahkan, pemberontakan ini boleh dikata sebagai satu-satunya fenomena anak
didik Jepang yang berani melawan tuannya diseluruh kawasan asia tenggara dan asia
timur yang dijajah pemerintah kolonial Jepang.
Beberapa saat setelah pemberontakan PETA Blitar, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945,
Soekarno – Hata memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Rakyat Kota Blitar pun
menyambutnya dengan gembira. Sebab, hal inilah yang ditunggu-tunggu dan justru itulah
yang sebetulnya menjadi cita-cita perjuangan warga Kota Blitar selama ini. Karena itu,
rakyat Kota Blitar segera mengikrarkan diri berada di bawah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), Sebagai bukti keabsahan keberadaan Kota Blitar dalam Republik
Indonesia, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1945 tentang
perubahan nama “Blitar Shi” menjadi "Kota Blitar", dengan luas wilayah 16,1 km2, dan
dihuni oleh 45.000 jiwa.

c). Masa Kemerdekaan


Kemudian, pada tahun 1950, berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 17
Tahun 1950, Kota Blitar berubah statusnya menjadi Blitar dan dibentuk sebagai Daerah
Kota Kecil. Selanjutnya, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, status Kota
Blitar berubah menjadi Kotapraja Blitar, dengan luas wilayah tetap dan jumlah
penduduknya menjadi 60.000 jiwa. Dan, berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun
1965, Kotapraja Blitar pun ditetapkan menjadi “Kotamadya Blitar”, dengan luas wilayah
tetap dan didiami oleh 73.143 jiwa.
Di masa pasca-kemerdekaan hingga dijatuhkannya Ir. Soekarno sebagai Presiden RI
pertama, Kota Blitar juga terkena dampak eskalasi politik di masa itu. Kesejahteraan yang
diidam-idamkan rakyat Kota Blitar, pasca proklamasi, ternyata belum terwujud. Bahkan,
karena Bung Karno dimakamkan di Kota Blitar, maka terjadilah “pengucilan” secara
politik melalui pembatasan yang sangat ketat terhadap warga bangsa yang akan datang ke
Blitar untuk nyekar ke makam Bung Karno. Pada periode ini, kota Blitar yang menyimpan
berbagai sumberdaya yang sangat besar seakan-akan tertidur lelap. Api nasionalisme dan
kecintaan terhadap sang Proklamator berusaha untuk dilenyapkan, tetapi yang terjadi
justru arus balik yang sangat kuat melanda sebagian besar warga bangsa yang cinta
terhadap sosok pemersatu bangsa ini. Dan, berlakulah ungkapan bahwa harum
semerbaknya bunga melati tidak bisa ditutupi dan dikucilkan tetapi justru harumnya akan
semakin semerbak dan melekat di dasar hati sanubarinya rakyat Indonesia.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, walaupun pembangunan Kota Blitar telah berjalan
dengan baik, tetapi belum menunjukkan hasil yang menggembirakan karena sistem
pemerintahan masih menggunakan sistem sentralisasi dengan pendekatan top-down yang
menyebabkan “terpasungnya” daya kreativitas dan inovasi rakyat. Meskipun demikian,
ada pula sisi yang menyentuh kita semua yakni kecintaan yang tidak pernah luntur dari
warga bangsa terhadap sosok Bung Karno. Hal inilah yang secara tanpa disadari telah
menempatkan Kota Blitar nantinya sebagai daerah yang paling ramai dikunjungi rakyat
Indonesia, terutama pada bulan Juni. Kota Blitar, menjadikan bulan Juni sebagai Bulan
Bung Karno karena dibulan inilah terangkai berbagai momentum penting sejarah bangsa
terutama yang terkait dengan Bung Karno yakni ; (1) Tanggal 1 Juni sebagai hari lahir
Pancasila. Pada tanggal ini, rakyat Kota Blitar memperingatinya dengan upacara Grebeg
Pancasila, (2) Tanggal 6 Juni sebagai hari lahir Bung Karno dan (3) Tanggal 20 Juni tahun
1970 adalah hari wafatnya Bung Karno yang di makamkan di Kelurahan Bendogerit,
Kecamatan Sanan Wetan.

Kawasan wisata Makam Bung Karno yang dulunya hanya seluas 2970 m, dan sekarang
telah diperluas menjadi 4852 m, semula adalah milik Yayasan Mardi Mulyo yang
diserahkan kepada negara untuk dijadikan Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo.
Sementara itu, telah lama ada rencana pemerintah untuk membangun Taman Makan
Pahlawan yang baru di Kota Blitar, sebagai pengganti Taman Makam Pahlawan Karang
Mulyo ini. Demikianlah, sewaktu ada niat dan rencana untuk memugar Makam Bung
Karno, pembangunan Taman Makam Pahlawan Kota Blitar yang baru, yakni Taman
Makam Pahlawan R. Wijaya, telah selesai dan seluruh kerangka pahlawan yang semula
berada di Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo telah dipindahkan ke dalamnya. Pada
saat itulah makam Bung Karno dipindahkan kelokasi yang ada sekarang, didampingi pada
kiri-kanannya Makam Ayahanda, R. Soekeni Sosrodihardjo dan Makam Ibunda, Ida Aju
Nyoman Rai. Sekarang, kawasan makam Bung Karno dimaksud telah dilengkapi dengan
perpustakaan dan museum Bung Karno, sehingga semakin mengukuhkan
perkembangannya sebagai ikon pariwisata religius dan wisata sejarah kota Blitar.

Di masa pemerintahan Orde Baru, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun


1982, luas wilayah Kotamadya Blitar dimekarkan dari yang semula hanya 1 Kecamatan
dengan luas 16,1 km2, menjadi 3 (tiga) kecamatan dan 20 kelurahan dengan luas
keseluruhan menjadi 32,369 km2, Jumlah penduduk Kota Blitar ketika itu telah mencapai
106.500 jiwa. Sejarah pun kembali bergulir. Pemerintahan Orde baru dibawah pimpinan
Soeharto, dipaksa turun melalui serangkaian drama politik yang “panas”. Indonesia
memasuki masa baru yang sering disebut dengan Orde Reformasi. Di era ini, tepatnya
pada tahun 1999, dtetapkan sebuah Undang-undang yang sangat fenomental, yakni
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Melalui Undang-
undang tersebut, sebutan Kotamadya Blitar disesuaikan menjadi Kota Blitar. Hingga
menjelang satu abad usia kota ini, Kota Blitar dihuni oleh sekitar 125 ribu jiwa.
Rangkaian sejarah yang terjadi di Kota Blitar apabila diruntut secara satu persatu sejak
dari awal kelahirannya hingga memasuki usia satu abad ini, ternyata didalamnya memiliki
benang merah yang merangkai dengan sangat kuat satu momentum sejarah dengan
momentum lainnya sehingga mempetegas kenyataan bahwa posisi dan keberadaan Kota
Blitar sejak dahulu hingga sekarang sangat diperhitungkan di kancah regional; nasional
maupun internasional. Hal demikian tentu tidak terlepas dari keberadaan tokoh-tokoh
sejarah sekaliber Ariyo Blitar, Suprijadi dan Bung Karno yang sepanjang hidupnya tiada
pernah berhenti memompakan semangat kejuangan, nasionalisme dan semangat
patriotisme yang sesungguhnya.

Sejarah Pemerintahan
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran Team Hari Jadi Kotamadya Daerah Tingkat
II Blitar yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II Blitar Nomor 262 tahun 1988 tertanggal 31 Desember 1988, maka berdasarkan
dokumen dan testament yang ada, dapatlah diketahui bahwa penetapan Hari Jadi Kota
Blitar adalah sebagai berikut :

 Gemeente Blitar dibentuk berdasarkan “Staatsblad van Nederlandsche Indie”


tahun 1906 Nomor 150 tertangga 1 April 1906 ;
 Jadi tanggal 1 April 1906, merupakan penetapan berdirinya Gemeente Blitar yang
dapat dipastikan kebenarannya, bahwa :

1. Wilayah ibukota (Kabupaten) Blitar, lewat Undang-undang diputuskan menjadi


Gemeente (Kotapraja) Blitar ;
2. Gemeente Kotapraja) Blitar, oleh pemerintah pusat setiap tahun diberikan subsidi
sebesar 11,850 golden ;
3. Gemeente Kotapraja) Blitar, dibebani kewajiban-kewajiban dan diberikan
wewenang secara terinci;
4. Bagi Gemeente (Kotapraja) Blitar, diadakan suatu dewan yang dinamakan “Dewan
Kotapraja Blitar” dengan jumlah anggota 13 orang ;
5. Undang-undang pembentukan Kotapraja Blitar mulai berlaku tanggal 1 April 1906.

Jika memperhatikan pertembuhan dan perkembangan, maka selama perjalanan


pemerintahan 95 tahun ini (1 April 1906 – 1 April 2001) mengalami perubahan status
pemerintahan sebagai berikut :

1. Kota Blitar pertama dibentuk berdasarkan Stbld tahun 1906 nomor 150 jo, Stbld
497 tahun 1928 dengan nama Gemeente Blitar dengan luas wilayah 6,5 Km2 dan
jumlah penduduk 35.000 jiwa ;
2. Dalam tahun 1928 Kota Blitar pernah menjadi Kota Karesidenan dengan nama
“Residensi Blitar: dan berdasarkan Stbld nomor 497 tahun 1928 penetapan kembali
Gemeente Blitar ;
3. Pada jaman Jepang tahun 1942 berdasarkan Osomu Seerai dengan nama “Blitar-
Shi” dengan luas wilayah 16,1 Km2 dan jumlah penduduk 45.000 jiwa ;
4. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 berdasarkan Undang-undang
nomor 22 tahun 1945 dengan nama “Kota Blitar” luas wilayah 16,1 Km2 dan jumlah
penduduk 45.000 jiwa ;
5. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang nomor 17 tahun 1950 dengan nama
Blitar dibentuk sebagai daerah Kota Kecil ;
6. Berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1957 dengan nama Kotapraja Blitar,
luas wilayah 16,1 Km2 dan jumlah penduduk 60.000 jiwa ;
7. Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 ditetapkan dengan nama
“Kotamadya Blitar” dengan luas wilayah 16,1 Km2 dan jumlah penduduk 73.142
jiwa;
8. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1982, luas wilayah
Kotamadya Blitar dimekarkan menjadi 3 (tiga) kecamatan dengan 20 kelurahan.

 Luas daerah : lama (1 kecamatan = 16,1 Km2) baru (3 kecamatan = 32,369 Km2)
 Jumlah penduduk tahun 1982 = 106.500 jiwa
 Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2003 adalah 124.767 jiwa

1. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 nama Kotamadya Blitar disesuaikan dan


diganti dengan nama Kota Blitar hingga sekarang.

Pejabat Pemerintahan
Nama-nama pejabat, Walikota, Kepala Dearah Kota Blitar

1. Jaman Pemerintahan Hidia Belanda

 Th. J. Cathero : Jabatan : Asisten Residen Kediri di Blitar yang merangkap de


burgermester di Blitar s/d tahun 1942.
 Th. J. Boerstra : Jabatan : Asisten Residen Kediri di Blitar

1. Jaman Pemerintah Jepang

 Drajat Prawiro Soebroto : Jabatan : Shi-tjok Blitar tahun 1942-1943


 Soedrajat : Jabatan: Shi-tjok Blitar tahun 1943-1944
 Mochtar Prabu Mangkunegoro : Jabatan : Shi-tjok Blitar tahun 1944-1945

1. Jaman Kemerdekaan s.d Sekarang

 Soerono Harsono : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1945-1947


 Soenarjo Adiprodjo : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1947-1948
 Soenarjo : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1948
 Soetadji : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1949-1950
 R. Ismaoen Danoe Soesastro : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1953-1956
 Soeparngadi : Jabatan : Walikota Blitar tahun 1956-1960
 R. Koesmadi : Jabatan : Walikota Kepala Daerah tahun 1960-1964 Daerah Kota
Blitar
 Rm. Prawiro Fakhihudin : Jabatan : Walikotamadya tahun 1968; Kdh. Tk. II
Blitar
 Drs. Soerjadi : Jabatan : Walikotamadya tahun 1969-1975; Kdh. Tk. II Blitar
 Drs. Soekirman :Jabatan : Walikotamadya tahun 1975-1980 dan tahun 1980-
1985 (2 periode)
 Drs. Haryono Koesoemo : Jabatan : Walikotamadya tahun 1985-1990; Kdh. Tk.
II Blitar
 Drs. H. Achmad Boedi Soesetyo : Jabatan; Kdh. Tk. II Blitar
 H. Istijono Soenarto, SH :Jabatan : Walikota Blitar tahun 1995-2000; Kdh. Tk.
II Blitar
 Drs. H. Djarot Saiful Hidayat, MS.
Jabatan : Walikota Blitar tahun 2000-2005.
 Bapak Drs. H. Djarot Saiful Hidayat, MS.
Jabatan : Walikota Blitar tahun 2006-2010.
Gambaran Umum
a) Sekilas
Kota Blitar yang juga dikenal dengan sebutan Kota Patria , Kota Lahar dan Kota
Proklamator secara legal-formal didirikan pada tanggal 1 April 1906. Dalam
perkembangannya kemudian momentum tersebut ditetapkan sebagai Hari Jadi kota
Blitar. Walaupun status pemerintahannya adalah Pemerintah Kota, tidak serta-merta
menjadikan mekanisme kehidupan masyarakatnya seperti yang terjadi dikota -kota besar.
Memang ukurannya pun tidak mencerminkan sebuah kota yang cukup luas. Level yang
dicapai kota Blitar adalah sebuah kota yang masih tergolong antara klasif ikasi kota kecil
dan kota besar. Secara faktual sudah bukan kota kecil lagi, tetapi juga belum menjadi kota
besar.

Membicarakan Kota Blitar, tidaklah lengkap kalau tidak menceritakan semangat


kejuangan yang tumbuh berkembang dan kemudian terus menggelora serta menjiwai
seluruh proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di kota ini. Di kota ini
tempat disemayamkan Bung Karno, Sang Proklamator, Presiden Pertama RI, idiolog dan
pemikir besar dunia yang dikagumi baik oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat
dunia. Kota Blitar juga merupakan salah satu tempat bersejarah bagi Bangsa Indonesia,
dimana sebelum dicetuskannya Proklamasi ditempat ini telah diserukan kemerdekaan
Indonesia yang diikuti dengan pengibaran Sang Merah Putih yang kemudian berujung
pada Pemberontakan PETA oleh Sudanco Supriyadi.

Masyarakat kota Blitar sangat bangga sebagai pewaris Aryo Blitar, pewaris Soeprijadi dan
pewaris Soekarno, yang nationalistic - patriotic. Pemerintah Kota Blitar sadar akan hal ini,
semangat itu dilestarikan dan dikobarkan, dimanfaatkan sebagi modal pembangunan ke
depan. Tidak heran kalau akronim PATRIA dipilih sebagai semboyan. Kata PATRIA ini
disusun dari kata PETA, yang diambil dari legenda Soedanco Soeprijadi yang memimpin
pemberontakan satuan Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar pada Jaman Penjajahan
Jepang, serta dari kata Tertib, Rapi, Indah, dan Aman. Selain itu, kata PATRIA memang
sengaja dipilih karena didalamnya mengandung makna " Cinta tanah air . Sehingga
dengan menyebut kata PATRIA orang akan terbayang kobaran semangat nasionalisme
yang telah ditunjukkan oleh para patriot bangsa yang ada di kota Blitar melalui roh
perjuangannya masing-masing.

b) Letak Geografis
Kota Blitar merupakan salah satu daerah di wilayah Propinsi Jawa Timur yang secara
geografis terletak diujung selatan Jawa Timur dengan ketnggian 156 m dari permukaan air
laut, pada koordinat 112° 14 - 112° 28 Bujur Timur dan 8° 2 - 8° 10 Lintang Selatan,
memiliki suhu udara cukup sejuk rata-rata 24° C- 34° C karena Kota Blitar berada di kaki
Gunung Kelud dan dengan jarak 160 Km arah tenggara dari Ibukota Propinsi Surabaya.

Kota Blitar merupakan wilayah terkecil kedua di Propinsi Jawa Timur setelah Kota
Mojokerto. Wilayah Kota Blitar dikelilingi oleh Kabupaten Blitar dengan batas:

 Sebelah Utara : Kecamatan Garum dan Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar


 Sebelah Timur: Kecamatan Kanigoro dan Kecamatan Garum Kabupaten Blitar
 Sebelah Selatan : Kecamatan Sanankulon dan Kecamatan Kanigoro Kabupaten
Blitar
 Sebelah Barat : Kecamatan Sanankulon dan Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.

Kota Blitar dengan luas wilayah kurang lebih 32,58 km2 terbagi habis menjadi tiga
Kecamatan yaitu :
 Kecamatan Sukorejo dengan luas 9,93 km2,
 Kecamatan Kepanjenkidul 10,50 km2,
 Kecamatan Sananwetan 12,15 km2.
Dari tiga Kecamatan tersebut, habis terbagi menjadi 21 Kelurahan.

Dilihat dari kedudukan dan letak geografisnya, Kota Blitar tidak memiliki sumber daya
alam yang berarti, karena seluruh wilayahnya adalah wilayah perkotaan, yang berupa
pemukiman, perdagangan, layanan publik, sawah pertanian, kebun campuran dan
pekarangan. Oleh karena itu, sebagai penggerak ekonomi Kota Blitar mengandalkan
Potensi diluar sumber daya alam, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Visi dan Misi Kota Blitar


Visi
Pada tahun 2010 Kota Blitar telah menjadi Kota PETA yang Tertib, Rapi, I ndah dan Aman
yang didukung oleh si stem perdagangan barang dan jasa unggulan, serta layanan prima
pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip otonomi daerah yang demokratis, akuntabel,
terbuka dan berkeadilan dengan dilandasi ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Misi

1. Meningkatkan kualitas SDM yang dilandasi oleh nilai-nilai kejuangan bangsa dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Mewujudkan pelayanan prima pemerintahan kepada masyarakat melalui
peningkatan kualitasmanajemen pemerintahan yang disertai dengan peningkatan
kualitaspelaksanaan otonomi daerah berdasarkan prinsip demokrasi, akuntabilitas,
keterbukaan dan keadilan
3. Mengembangkan sistem perdagangan barang dan jasa unggulan yang dibarengi
dengan penciptaan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat
4. Meningkatkan kualitasketertiban, keamanan dan ketentraman masyarakart yang
didukung oleh peningkatan efektivitas pelaksanaan Perda melalui cara-cara yang
lebih mengedepankan prinsip-prinsip persuasif dalam menyelesaikan masalah.

Sesanti dan Lambang


Sesanti
Kota Blitar memiliki Sesanti : " Kridha Hangudi Jaya " Artinya :
Semangat Gerak yang timbul dari kita masing - masing untuk berusaha mencari atau
mengupayakan segala sesuatu agar berhasil dengan gemilang, dimaksudkan untuk
memberi motivasi dan daya penggerak yang lebih dinamis, lebih aktif dalam pelaksanaan
pembangunan, baik dan terarah kepada masyarakat guna berpartisipasi, baik dari sumber
dana maupun daya yang ada.
Lambang
Dasar :

1. Peraturan Daerah Kotamadya Blitar Nomor 10 Tahun 1968 tentang Bentuk,


Kegunaan dan Pemakaian Lambang Daerah Kotamadya Blitar ;
2. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar Nomor 15 tahun 1989
tentang perubahan pertama Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar
Nomor 10 Tahun 1968 tentang Bentuk, Kegunaan dan Pemakaian Lambang Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar.

Arti Bentuk Lambang Kota Blitar :

 Perisai bersudut lima : Pancasila


 Bintang emas : Ke-Tuhanan, Kesempurnaan, keluhuran
 Pita merah dan putih : Kebangsaan
 Gapura dengan tembok batu merah 28 buah (14 di kanan 14 di kiri) :
Lambang Sumpah pemuda tanggal 28-10-1928perta semangat pemberontakan
PETA tanggal 14-2-1944.
 Ganesya : Lambang semangat belajar
 Gunung : Lambang jiwa kuar dan dinamis
 Keris : Lambang Kepahlawanan yang maju terus pantang mundur menghadapi
musuh.
 Padi/kapas : Kemakmuran/ kesejahteraan

Arti Penggunaan Warna pada Lambang Kota Blitar :

 Merah : berani, bersemangat, revolusioner


 Putih : suci, bersih
 Hitam : kuat, sentosa, tahanuji
 Biru : setia, luas
 Hijau : harapan, subur
 Kuning : luhur dan murni

Sapta Program Prioritas

1. Peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dengan


menempatkan Sekolah sebagai basis pendidikan masyarakat dan Puskesmas
sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat.
2. Pengembangan ekonomi local dengan titik berat kepada pemberdayaan pelaku
ekonomi mikro, terutama kalangan pengusaha kecil dan menengah sebagai
prasyarat perwujudan Kota Blitar sebagai Kota perdagangan dan jasa.
3. Peningkatan semangat kejuangan dan cinta tanah air yang dilandasi oleh keimanan
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai prasyarat perwujudan Blitar
sebagai Kota PATRIA.
4. Peningkatan kualitas ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan
mengedepankan cara-cara persuaisif didalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi.
5. Peningkatan kualitas kebersihan kota dan penataan lingkungan hidup menuju kota
Blitar sebagai kota yang nyaman untuk ditinggali dan menarik untuk dikunjungi.
6. Peningkatan kualitas pelayanan prima pemerintah daerah kepada masyarakat
sebagai muara dari proses reformasi dan reformasi pembangunan kota.
7. Peningkatan kualitas penerapan tata ruang kota untuk mengantisipasi
perkembangan wilayah pembangunan regional, nasional dan global.

Potensi Wisata
1. Makam Plokamator
Makam ini terletak diKelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanan wetan Kota Blitar, Jawa
Timur. Makam Bung Karno, didampingi pada kiri kanan oleh Makam Ayahanda "R.
Soekeni Sosrodihardjo" dan Makam Ibunda "Ida Aju Njoman Rai".

Memasuki Makam ini dimulai dari sebuah gapura Agung yang menghadap ke selatan.
Bangunan utama disebut dengan Cungkup Makam Bung Karno. Cungkup Makam Bung
Karno berbentuk bangunan Joglo, yakni bentuk seni bangunan jawa yang sudah dikenal
sejak dahulu. Cungkup Makam Bung Karno diberi nama Astono Mulyo. Diatas Makam
diletakkan sebuah batu pualam hitam bertuliskan : "Disini dimakamkan Bung Karno
Proklamator Kemerdekaan Dan Presiden Pertama Republik Indonesia. Penyambung Lidah
Rakyat Indonesia."

2. Perpustakaan Plokamator Bung Karno


Perpustakaan bertaraf Internasional ini terletak disebelah selatan menyatu dengan
kompleks Makam Bung karno yaitu di Jalan Kalasan no. 1 Blitar. Perpustakaan
Proklamator BK dikelola oleh Perpustakaan Nasional RI melalui UPT Perpustakaan
Proklamator Bung Karno (PPBK) di Kota Blitar. Disamping bangunan Perpustakaan,
PPBK ini diisi dengan 2 karya seni, yang berupa Patung Bung Karno yang terletak di
tengah gedung A lantai 1, serta dinding relief berisi perjalanan hidup Bung Karno yang
membentang di pinggir kolam dari arah perpustakaan ke arah makam.

Relief itu akan bercerita tentang Bung Karno di masa muda, di masa perjuangan, serta di
masa tuanya. Kehadiran Perpustakaan Proklamator Bung Karno di Kota Blitar merupakan
icon yang strategis, selain menambah sumberdaya yang ada di Kota Blitar juga strategis
didalam rangkaian mewujudkan nation and character building Indonesia. Fungsi
Perpustakaan Proklamator Bung Karno sebagai pusat studi nantinya akan memberikan
sumbangan pada pembangunan manusia Indonesia, dengan kontribusi berupa “wisdom of
the past” yang digali dari gagasan Bung Karno, dari hasil kajian pada umumnya.

3. Sumber Udel
Pemandian Sumber Udel mempunyai standart Nasional karena mempunyai 2 (dua ) jenis
kolam renang, yaitu kolam renang untuk anak-anak dan kolam renang untuk orang
dewasa. Kolam renang "Sumber Udel" ini juga mempunyai beberapa fasilitas antara lain:
o Tempat mainan anak-anak
o Panggung gembira dengan tampilan kesenian khas Blitar setiap bulan
o Tempat parkir yang representatif
o Persewaan dan penitipan alat-alat renang.

4. Kebon Rojo
Merupakan taman hiburan dan rekreasi keluarga yang berada dikompleks Rumah Dinas
Walikota Blitar yang disediakan untuk masyarakat umum/ wisatawan secara gratis.
Ditaman tersebut terdapat beberapa jenis hewan yang sengaja dipelihara didalam satu
kawasan khusus seperti rusa, monyet dan burung merak.

Ditempat ini juga tersedia fasilitas bermain anak, tempat bersantai, patung hewan dan
ornamen-ornamen yang melekat pada areal panggung apresiasi untuk para seniman
dengan latar belakang tugu peringatan Satu Abad Bung Karno. Ditengah –tengah kawasan
Kebon Rojo terdapat air mancur dan berbagai jenis tanaman langka yang berfungsi
sebagai paru-paru kota

5. PIPP
Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan (PIPP) Kota Blitar merupakan sentral
layanan informasi dan komunikasi bagi para pelaku ekonomi, khususnya pelaku
perdagangan dan layanan informasi tentang priwisata.

Saat ini PIPP Kota Blitar dikelola dan dipublikasikan melalui UPTD Pusat Informasi
Pariwisata dan perdagangan Kota Blitar yang merupakan lembaga teknis dibawah
naungan Dinas Informasi, Komunikasi dan Pariwisata Daerah Kota Blitar. Didalam
eksistensi dan pengembangannya, PIPP Kota Blitar menjadi sarana publikasi pariwisata
dan potensi daerah secara bersama – sama antara Kota Blitar beserta daerah sekitarnya.

6. Makam Ariyo Blitar


Makam Adipati Ariyo Blitar terletak di Kel. Blitar, Kec.Sukorejo Kota Blitar kira-kira 2 km
ke arah barat kota. Makam ini ramai pada saat bulan Asyura dan juga setiap malam Jum'at
legi. Banyak orang datang ke Makam tersebut untuk mendapatkan berkah dari Ariyo
Blitar.

7. Monumen Blitar
Sepanjang sejarah kolonial di Indonesia telah terjadi puluhan pemberontakan, besar
maupun kecil, sebagai protes terhadap sistem dan praktek-praktek kolonial itu. Salah satu
di antaranya ialah pemberontakan yang dilancarkan oleh anggota-anggota Tentara
Pembela Tanah Air (PETA).

Daidan Blitar terhadap Pemerintah Pendudukan Jepang. Pemberontakan itu meletus pada
saat praktek-praktek kolonial sedang berada pada puncak yang paling menekan kehidupan
bangsa. Tepatnya tanggal 14 Februari 1945, pukul 03.30 meletuslah pemberontakan PETA
Blitar di pimpin oleh Sudanco Soepriyadi. Monumen Peta ini didirikan karena untuk
menghormatinya.

8. Ndalem Gebang
Ndalem Gebang ( Rumah tinggal Bung Karno ) merupakan rumah tempat tinggal Orang
tua Bung Karno. Rumah ini letaknya tidak jauh dari Makam Bung Karno kira-kira 2 km ke
arah selatan, tepatnya di Jalan Sultan Agung No. 69 Kota Blitar. Rumah ini sebenarnya
milik bapak Poegoeh Wardoyo suami dari Sukarmini, kakak kandung Bung Karno.

Selain ditempati oleh kedua orang tua Bung Karno, ditempat ini pula Sang Proklamator
pernah tinggal ketika masa-masa remaja. Banyak sekali kenangan Bung Karno yang
terukir di Kota Blitar. Seperti kebiasaan beliau pada sore hari yang suka jalan-jalan di 'Bon
Rojo' dan ke luar masuk kampung di Bendogerit. Sepanjang perjalanan selalu diikuti anak-
anak dan remaja, sambil bernyanyi-nyanyi dan bersenda gurau. Semakin lama jumlah
pengiring yang menjadi "pasukan kecil" Bung Karno itu semakin banyak. Acara santai
demikian biasanya diakhiri sampai di ndalem Gebang menjelang matahari terbenam. Di
rumah tersebut tiap tahun diadakan acara Haul yang ramai dikunjungi orang, begitu juga
banyaknya kesenian yang ikut memeriahkan acara haul tersebut.
Bilamanakah Blitar mulai berperan sebagai pusat Pemerintahan?

Penentuan titi mangsa lahirnya Blitar sebagai pusat pemerintahan


merupakan jawaban atas masalah hari pendirian Pemerintah Daerah yang kemudian menjadi
Kabupaten Blitar. Dari berbagi prasasti yang dipandang sebagai bukti autentik seperti terurai atas,
tidak terdapat sebuahpun yang memuat nama Blitar sebagai nama tempat Pusat Pemerintahan.
Suatu hal yang pasti bahwa beberapa nama desa atau tempat yang disebutkan dalam prasasti-
prasasti itu berada atau termasuk wilayah Kabupaten Blitar sekarang. Kenyataan itu membuktikan
bahwa (sebagian) daerah Blitar sejak sepuluh abad yang lalu telah menjadi pusat kehidupan
masyarakat yang penting. Berita agak pasti mengenai pertumbuhan Blitar sebagai Pusat
Pemerintahan mulai ada sejak awal pemerintahan Raja-raja Majapahit. Sebagimana dapat
dibuktikan dalam sejarah Kerajaan Majapahit lahir setelah Raden Wijaya berhasil mengusir tentara
Tartar Ku Bilai Khan pada Tahun 1293 M. (Pararaton : 33)

Majapahit sebagai negara baru berpusat di dekat Mojokerta. Di bawah pimpinan raden Wijaya
sebagai Raja pertama, negara Majapahit tumbuh dengan pesat. Suatu hal yang menarik dalam
hubungan sejarah daerah Blitar dari masa itu ialah adanya peningalan bangunan suci yang terletak
di Desa Kotes Kecamatan Gandusari.

Pada bangunan itu terdapat angka Tahun 1222 Saka dan 1223 Saka. Dengan demikian bangunan
tersebut berasal dari tahun 1300 dan 1301 Masehi (Knebel : 1908 : hal. 355). Dengan perkataan
lain, bangunan itu adalah sejaman dengan Pemerintah Raja Pertama Majapahit. Kenyataan di atas
membuktikan bahwa sejarah Blitar pada awal abab ke – XIV masih menunjukkan wilayah yang
penting. Apakah hubungan pendirian bagunan suci itu dengan sejarah daerah ini ? Suatu petunjuk
yang dapat memberikan keterangan tentang hal itu antara lain terdapat sejumlah Prasatti dari masa
abad ke – XII Masehi di daerah sepanjang lembah Gunung Kawi sebelah Barat. Ini menunjukkan
bahwa daerah ini masih dapat dibuktikan hingga sekarang dengan adannya beberapa perkebunan.
Faktor alamiah yang menguntungkan ini menyebabkan adannya kehidupan masyarakat yang
makmur. Kemakmuran itu mendorong pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu singkat.
Walaupun tidak terdapat catatan tentang jumlah penduduk di daerah bagian Timur ini, namun dapat
diperkirakan bahwa dengan adanya men-power maka daerah ini menjadi penting. Tersedianya
tenaga manusia yang cukup besar, merupakan salah satu jaminan pergerakan pasukan secara mudah
untuk suatu tujuan pertahanan maupun serangan.

Seperti halnya dalam prasati Tuhanyaru yang menyebutkan adanya anugrah tanah kepada sejumlah
pejabat kerajaan berhubung yang bersangkutan telah berjasa kepada raja, maka prasasti Blitar pun
memuat peryataan yang sama. Dapat diketahui bahwa hubungan antara raja Jayanegara dengan
daerah Blitar mempunyai sifat yang istimewa. Hubungan yang istimewa itu diperlihatkan pada
penempatan sejumlah ha yang diberikan kepada para pejabat, berhubungan dengan kesetiyaan desa
Blitar kepada raja.

Dalam hubungan ini peristiwa apakah yang terjadi sehingga raja berkenan untuk memberikan
anugrah kepada penduduk desa Blitar.
Seperti diketahui Raja Jayanegara menjadi raja majapahit yang kedua, mengantikan ayahnya
Kerjarajasa Jayawardhana yang meninggal pada tahun 1309 M. Tentang Pemerintahannya ini ada
dua sumber yang memberikan keterangan agak berbeda. Kedua sumber tadi adalah
Negarakertagama, yang ditulis oleh Prapanca dan Pararaton yang tidak dicantumkan nama
penulisnya. Secara singkat sekali Negarakertagama menceritakan tentang masa Pemerintahannya
yang berlangsung antara tahun 1309-1328 Masehi.

Didalam Pupuh XLVII Prapanca melukiskan yang terjemahan dalam Bahasa Indonesia
sebagai berikut:

1. Beliau meninggalkan Jayanegara sebagai raja Wilatikta dan keturunan adiknya rajapadhi
utama yang tiada bandingya, Dua puteri amat cantik, bagai Ratih kembar mengalahkan
Bidadari yang sulung rani di Jiwana, sedangkan yang bungsu jadirani di Daha.
2. Tersebut pada Tahun Saka : Muti-guna-memaksa rupa bulan-madu, Baginda Jayanegara
berangkat menyirnakan musuh ke Lumajang, Katanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga
dibinasakan, Giris miris segenap jagad melihat kepiawaian Sri Baginda.
3. Tahun Saka : bulatan memanah suryah beliau pulang, Segera dimakamkan didalam pura,
berlambang arca Wisnuparama. Di sela Petak dan Bubat tertegak area Wisnuparama. Di sela
Petak dan Bubat tertegak area Wisnu-lambang-tara-inda. Di Sukalila arca Buda permai
sebagai Amoga sidi-menjilma (Slamet Mulyana, 1953 : 42).

Dari puppuh tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa sesama Pemerintahan Jayanegara
menghancurkan pemberontakan Nambi. Semua pemberontakan itu dapat di padamkan.

Suatu pemberontakan pecah lagi pada Tahun 1316 dan 1317 dibawah pimpinan Kuti dan Seni.
Pemberontakan itu mengakibatkan raja jayanegara menghindarkan diri ke Desa Bedander dengan
pengawasan pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Gajah mada. Berkat siasat Gajah Mada,
Jayanegara berhasil naik tahta. Kuti dan Seni berhasil dibinasakan. (Pararaton : 80-83). Kedua
pemberitaan ini memberi petunjuk bahwa sesama bawahan semasa Pemerintahan Jayanegara telah
terjadi pemberontakan, tetapi berhasil dipadamkan. Kenyataan diatas membuktikan bahwa
Jayanegara menghadapi masa yang sulit pada tahun pertama Pemerintahannya. Kenyataan ini yang
dapat memberikan keterangan , apa sebabnya jayanegara mengeluarkan prasastinya tersebut diatas.
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa penetapan prasasti di Blitar ini merupakan perestiwa penting
setelah Jayanegara ini merupakan titik peresmian berdirinya swastanca Blitar dalam naungan
kekuasaan Majapahit dibawah Pemerintahan Jayanegara. Dan peristiwa yang penting itu, sesuai
dengan unsur penanggalan dalam prasasti, terjadi pada hari Minggu Pahing bulan Srawana tahun
Saka 1246, yang bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1324 M. Untuk masa-masa selanjutnya Blitar
disebutkan dalam kitab Negarakertagama dalam hubungannya dengan perlawanan Raja Hayam
Wuruk ke daerah-daerah Jawa Timur. Beberapa puluh tahun yang membuat hal pemerintah hal itu
sepanjang menyangkut Blitar serta tempat-tempat lain di daerah sekitarnya tertulis pupuh-pupuh.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa:

1. Tampilan Wilayah yang kini menjadi daerah Kabupaten Blitar, yang paling tua tercatat
dalam prasasti Kinewu dipahatkan pada belakang arca Ganesa dari abab X. Prasasti itu
memberikan petunjuk bahwa wilayah Kabupaten Blitar, merupakan bagian dari kerajaan
Balitung yang berpusat di Jawa Tengah.
2. Ketika pusat Pemerintah pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sekitar abad ke-X, sejarah
daerah Kabupaten Blitar dapat diketahui berdasarkan prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh
raja-raja dinasti Isana. Selama Pemerintahan raja-raja ini berlangsung diantarannya awal
abad ke-X sampai dengan akhir abad ke-XII, beberapa tempat yang sekarang termasuk
Wilyah Kabupaten Blitar disebut dalam prasasti-prasasti Pandelegan I 1117, Panumbangan I
1120, Geneng I 1128, Talang 1136, Japun 1144, Pandelegan II 1159, Mleri 1169, Jaring
1181, Semanding 1182, Palah 1197, Subhasita 1198, Mleri I 1198 dan Tuliskriyo 1202.
3. Ketika kerajaan Singasari berkembang ada beberapa prasasti yang berhubungan dengan
daerah Kabupaten Blitar sekarang. Prasasti tersebut dikeluarkan pada masa Pemerintahan
Raja Kartanegara (1268-1292) yang dikenal dengan prasasti Petung Ombo 1260 M.
beberapa peningalan purbakala yang berasal dari zaman Singasari seperti: patung Ganesa
dari Boro dan Candi Sawentar membuktikan bahwa semasa Pemerintahan raja-raja
Singasari, daerah Kabupaten Blitar telah memegang peranan yang penting.
4. Pada zaman majapahit kedudukan daerah Kabupaten Blitar menjadi sangat penting. Hal itu
terbukti dengan adanya candi Kotes yang didirikan pada masa Pemerintahan Pendiri
Kerajaan Majapahit yaitu Nararya Wijaya atau Kerta Rajasa Jayawardana (1294-1309).
Candi makam raja itu terletak di desa Sumberjati dukuh Simping Kecamatan Suruhwadang.
5. Saat yang sangat penting bagi pertumbuhan sejarah Kabupaten Blitar dewasa ini terdapat
pada masa Pemerintahan Raja Jayanegara (1309-1328). Salah satu prasastinya ditemukan di
desa Blitar sekarang. Prasasti tersebut dikenal dengan prasasti Blitar I yang bertarikah
“Swasti sakawarsatita 1246 Srawanamasa tithi pancadasi Suklapaksa wu para wara ….” atau
5 Agustus 1324 Masehi. Prasasti ini memuat saat berdirinya Blitar sebagai daerah
Swatantra.
6. Masa-masa pemerintahan Raja-raja Majapahut kemudian, nama Blitar berkali0kali
disebutkan dalam kitab nagarakertagama yang ditulis moleh Pujangga : Prapanca. Naskah
ini selesai ditulis bertepatan dengan 1 Oktober 1363 M. blitar dan tempat-tempat lain telah
dikunjungi oleh raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajahmada dalam rangka perjalanan
Raja Hayam Wuruk ke Wilayah Jawa Timur yang dimulai pada Tahun 1357 M.
7. Beberapa peningalan yang berupa candi membuktikan bahwa sepanjang abad XIV hingga
akhir abad XV kedudukan Blitar semakin penting. Hal ini terbukti dari adanya candi
Penataran yang merupakan candi negara sebagian besar berasal dari masa Pemerintahan
Jayanegara hingga Wikramawardhana (1389-1429). Peninggalan dari raja terakhir ini
sekarang terdapat di lereng Gunung Kelud yang sekarang dikenal dengan nama Candi
Gambar Wetan (1429M).

Maka berdasarkan uraian diatas diambil keputusan bahwa HARI LAHIR KABUPATEN BLITAR
ialah 5 AGUSTUS 1324
TEMPAT PARIWISATA KABUPATEN BLITAR

1. Pantai
a. Pantai Tambakrejo (Kec. Wonotirto)
b. Pantai Serang (Kec. Panggungrejo)
c. Pantai Jolosutro (Kec. Wates)
d. Pantai Pangi (Kec. Bakung)
2. Air Terjun
a. Air terjun Sirahkencong (Kec. Wlingi)
b. Air terjun Tirto Galuh (Kec. Bakung)
c. Air terjun Coban Wilis (Semen, Kec. Gandusari)
3. Telaga
a. Telaga Rambut Monte (Kec. Gandusari)
4. Gua
a. Gua Mboltuk (Kec. Bakung)
5. Candi
a. Candi Penataran (Kec. Nglegok)
Nama aslinya adalah candi Palah. Dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan
Kadiri sekitartahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa
pemerintahan Wikramawardhana, raja kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415 M.
dalam kitab Desawarnana atau Negarakertagama yang ditulis pada tahun 1365
candi ini pernah dikunjungi Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan keliling Jawa
Timur.
b. Candi Kotes (Kec. Gandusari)
c. Candi Sawentar (Kec. Kanigoro)
d. Candi Simping (Kec. Kademangan)
Dikenal sebagai penyimpanan abu Hayam Wuruk.
e. Candi Plumbangan (Kec. Doko)
f. Candi Rambut Monte (Kec. Gandusari)
g. Candi Tepas (Kec. Kesamben)
h. Candi Rejo (Kec. Ponggok)
6. Gunung
a. Gunung Butak
b. Gunung Kelud
c. Gunung Gedang
7. Bendungan
a. Bendungan Serut (Kec. Kanigoro)
b. Bendungan Wlingi Raya (Tumpang, Kec. Talun)
c. Bendungan Sutami (Kec. Selorejo)
8. Penangkaran Rusa Maliran (Kec. Ponggok)
9. Kampung Coklat (Kec. Kademangan)
Pahlawan di Kabupaten Blitar

1. Ir. Soekarno
 Presiden Indonesia pertama dengan masa jabatan 1945-1966
 Bapak proklamator Indonesia
 Lahir di Surabaya, 6 Juni 1901 dengan nama Kusno Sosrodihardjo
 Wafat di Wisma Yaso, Jakarta, 21 Juni 1970
 Dikebumikan di Blitar

2. Suprijadi
 Pemimpin pemberontakan PETA di Blitar pada masa pendudukan Jepang pada bulan Februari tahun
1945
 Lahir di Trenggalek, 13 April 1923
 Setelah merdeka ia ditunjuk sebagai Menteri Keamanan Rakyat pada cabinet pertama Indonesia
yaitu cabinet presidensial
 Untuk mengenang peristiwa tersebut didirikan monument yang bertempat di bekas markas PETA
Jalan Sudanco Supriyadi Blitar
3. Boediono
 Lahir di Blitar, 25 Februari 1943
 Pernah menjabat sebagai Wakil Presiden pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
 Pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
Menteri Keuangan, dsb.
4. Sukarni
 Pejuang kemerdekaan Indonesia
 Nama lengkapnya Sukarni Kartodiwirdjo
 Lahir Kamis Wage, 14 Juli 1916 di desa Sumberdiren Kec. Garum Kab. Blitar
5. Ken Arok
 Pendiri kerajaan Tumapel yang terkenal dengan nama Singasari
 Putra dari dewa Brahma yang berselingkuh dengan wanita yang bernama Ken Ndog dari desa
Pangkur. Bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman kemudian ditemukan dan diasuh oleh
seorang pencuri bernama Lembong.
 Peninggalan Ken Arok yang ada di desa Jiwut Kec. Nglegok yang jaman dahulu nama Blitar belum
ada seluruhnya termasuk wilayah kerajaan Kediri.
 Ken Arok dan Ken Dedes yang melahirkan keturunan raja-raja besar di tanah Jawa mulai dari
Singasari, Majapahit, sampai Mataram.

Você também pode gostar