Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
memuliakan tamu, sehingga masalah ini bukan suatu hal yang asing bagi kita dan masyarakat
secara keumuman. Namun pembahasan yang berkaitan dengan orang yang akan bertamu jarang
kita dapatkan. Oleh karena itu, pada kajian kali ini akan disajikan beberapa perkara yang
hendaknya diperhatikan ketika bertamu.
Para pembaca rahimakumullah, bertamu merupakan kegiatan sosial yang telah diatur adab dan
etikanya dalam Islam. Di antara adab dan etika ketika bertamu adalah sebagai berikut:
a. Mengucapkan salam
Seseorang yang bertamu diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu,
sebagaimana ayat 27 dari surah An-Nur di atas. Pernah salah seorang sahabat dari Bani ‘Amir
meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang berada di
rumahnya. Orang tersebut mengatakan, “Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya, “Keluarlah, ajari orang
itu tata cara meminta izin, katakan kepadanya, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya
masuk?” Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut didengar oleh orang tadi,
maka dia mengatakan, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Akhirnya, Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam pun mempersilakannya untuk masuk ke rumah beliau. (HR. Abu Dawud no.
5177)
Perhatikanlah wahai pembaca rahimakumullah, perkataan “bolehkah saya masuk” atau yang
semisalnya saja belum cukup, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk
mengucapkan salam terlebih dulu. Bahkan mengucapkan salam ketika bertamu juga merupakan
adab yang pernah dicontohkan oleh para malaikat (yang menjelma sebagai tamu) yang datang
kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam sebagaimana yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya):
“Ketika mereka (para malaikat) masuk ke tempatnya (Ibrahim) lalu mengucapkan
salam.” (Adz–Dzariyat: 25)
3. Mengenalkan Diri
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang kisah Isra` Mi’raj,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan
meminta izin untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab,
“Jibril.” Kemudian ditanya lagi, “Siapa yang bersama anda?” Jibril menjawab, “Muhammad.”
Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit,
Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.”(Muttafaqun ‘alaihi)
Dari kisah ini, al-Imam an Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal, Riyadhush
Shalihin membuat bab khusus, “Bab bahwasanya termasuk sunnah jika seorang yang minta izin
(bertamu) ditanya namanya, “Siapa anda?” maka harus dijawab dengan nama atau kunyah
(panggilan dengan abu fulan/ ummu fulan) yang sudah dikenal, dan makruh jika hanya
menjawab, “Saya” atau yang semisalnya.” Ummu Hani` radhiyallahu ‘anha, salah seorang
sahabiyah mengatakan, “Aku mendatangi Nabi ketika beliau sedang mandi dan Fathimah
menutupi beliau. Beliau bersabda, “Siapa ini?” Aku katakan, “Saya Ummu Hani`.” (Muttafaqun
‘alaihi)
Demikianlah bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang langsung dipraktikkan oleh para
sahabatnya, bahkan beliau pernah marah kepada salah seorang sahabatnya ketika kurang
memperhatikan adab dan tata cara yang telah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bimbingkan
ini. Sebagaimana dikisahkan oleh Jabirradhiyallahu ‘anhu,
“Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian aku mengetuk pintunya, beliau
bersabda: “Siapa ini?” Aku menjawab, “Saya.” Maka beliau pun bersabda, “Saya, saya.”
Seolah-olah beliau tidak menyukainya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
4. Menyebutkan Keperluannya
Di antara adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan atau keperluan dia kepada tuan
rumah supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan kunjungan
tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu dan keperluannya sendiri. Hal ini
sebagaimana kisah para malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam.
Allah subhanahu wa ta’alaberfirman (yang artinya):
“Ibrahim bertanya, “Apakah urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya
kami diutus kepada kaum yang berdosa.” (Adz-Dzariyat: 32)
6. Tidak Memberatkan Tuan Rumah dan Segera Kembali ketika Urusannya Selesai.
Bagi seorang tamu hendaknya berusaha tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah
dan segera kembali ketika urusannya selesai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang
artinya):
“…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa
memperbanyak percakapan…” (Al-Ahzab: 53)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Jamuan tamu itu tiga hari dan perjamuannya (yang wajib) satu hari satu malam. Tidak halal
bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya hingga menyebabkan saudaranya itu
terjatuh dalam perbuatan dosa. Para sahabat bertanya, “Bagaimana dia bisa menyebabkan
saudaranya terjatuh dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab, “Dia tinggal di tempat
saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan
kepadanya.”(HR. Muslim no. 48 dan Abu Dawud no. 3748 dari sahabat Abu Syuraih al-
Khuza’i radhiyallahu ‘anhu)
Disebutkan oleh para ulama bahwa perjamuan yang wajib dilakukan tuan rumah kepada tamu
hanya satu hari satu malam (24 jam). Jamuan tiga hari berikutnya hukumnya mustahab
(sunnah) dan lebih utama. Adapun jika lebih dari itu maka sebagai sedekah. Maka dari itu, bagi
tamu yang menginap kalau sudah lewat dari tiga hari hendaknya meminta izin kepada tuan
rumah. Kalau tuan rumah mengizinkan atau menahan dirinya maka tidak mengapa bagi si tamu
tetap tinggal, dan jika sebaliknya maka wajib bagi si tamu untuk pergi. Karena keberadaan si
tamu yang lebih dari tiga hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan
ghibah, atau berniat untuk menyakitinya atau berburuk sangka. (Lihat Syarh Shahih Muslim)
ِ َاللَّ ُه َّم ب
ْ ار ْك لَ ُه ْم ف ِْي َما َرزَ ْقت َ ُه ْم َوا ْغف ِْر لَ ُه ْم َو
ار َح ْم ُه ْم
“Ya Allah berikanlah barakah untuk mereka pada apa yang telah Engkau berikan rizki kepada
mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR. Muslim no. 2042 dari sahabat
Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu)
Wallahu a’lam bish shawab.