Você está na página 1de 4

Kesenjangan Sosial Ekonomi

Berpotensi Makin Parah


REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Perhelatan Seminar
Nasional dan Sidang Pleno Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia ke XIX di Swiss-Bel Hotel, Bandar Lampung, Lampung,
secara resmi dibuka pada Rabu (18/10) malam. Ketua Umum PP ISEI
Muliaman D Hadad menjelaskan tema besar acara adalah kesenjangan
sosial ekonomi. "Topik yang dibahas tahun ini sangat tepat, yaitu
ekonomi dalam mengatasi kesenjangan," ujar Muliaman.

Mantan ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan ini


mengatakan, kesenjangan di Tanah Air meliputi dua aspek penting, yaitu
kesenjangan antarpopulasi dan kesenjangan pendapatan antardaerah.

Muliaman lantas mengutip laporan Bank Dunia bertajuk "Indonesia's


Rising Divide". Dalam laporan itu disebutkan Indonesia mengalami
lonjakan kesenjangan sosial ekonomi secara signifikan. Tercatat hanya
20 persen penduduk Indonesia yang mampu menikmati manfaat
pertumbuhan ekonomi dalam satu dekade terakhir.

Laporan itu juga mengungkapkan, Indonesia menghadapi masalah


konsentrasi kesejahteraan tertinggi di dunia. Tercatat hanya 10 persen
masyarakat Indonesia terkaya menguasai sekitar 77 persen kekayaan
negara. "Pendapatan kekayaan ini terkadang dikenai pajak yang lebih
rendah dibandingkan pendapatan pekerja," kata Muliaman.
Artinya, Indonesia diprediksi bakal menghadapi permasalahan
kesenjangan sosial ekonomi yang makin parah pada masa mendatang.
Adapun penyebab peningkatan kesenjangan itu adalah ketidaksamaan
kesempatan, ketidaksamaan dalam pekerjaan, terkonsentrasinya aset
pada kelompok kaya, dan rendahnya resiliensi.

"Masalah kesenjangan sosial ekonomi saat ini sudah sangat dibutuhkan


terobosan dalam penanganannya. Kesenjangan sosial ekonomi menjadi
persoalan bersama. Meski pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di atas
rata-rata setiap tahunnya, jangan membuat terlena."

Lebih lanjut, dia menjelaskan, secara spesifik ISEI akan menyampaikan


ide ataupun gagasan untuk diusulkan kepada pemerintah. Diharapkan
kesenjangan sosial ekonomi bisa dikurangi.

Di acara yang sama, pada Rabu, Menteri Koordinator Bidang


Perekonomian Darmin Nasution menilai persoalan kesenjangan sosial
ekonomi di Tanah Air semakin kompleks. Padahal, tingkat kemiskinan
terus dipangkas dari 24 persen pada 1999 hingga menjadi 10,64 persen
pada Maret 2017.

Darmin mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan ekonomi


dalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Kebijakan-kebijakan
tersebut, antara lain, bantuan tunai bersyarat (Program Keluarga
Harapan) hingga penyediaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). "Hal lain
yang tidak kalah penting adalah pembangunan infrastruktur sebagai
konektivitas," kata mantan gubernur Bank Indonesia ini.
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai, studi kasus
penduduk miskin ditemukan ada keterkaitan dengan kerusakan
infrastruktur. Luhut memaparkan, infrastruktur yang berkaitan dengan
jalan di desa-desa, juga memengaruhi tingkat pendidikan warganya.
Banyak orang enggan bersekolah karena kerusakan jalan.

Menurut dia, pengentasan masyarakat dari kemiskinan di Indonesia


menjadi masalah kompleks. Pertumbuhan ekonomi nasional menurun
sejak 2012 hingga 2015. Siklus ekonomi Indonesia tujuh tahunan
mengalami resesi mini persisnya pada 2016, tapi tidak terjadi gejolak
besar.

Selama ini, dia mengatakan terjadi disparitas pembangunan di bidang


infrastruktur, baik jalan, irigasi, maupun kelistrikan yang masih berkutat
di wilayah Jawa sebesar 58,4 persen dan Sumatra 22 persen. Menurut
dia, konsentrasi ekonomi di Jawa dan Sumatra akibat dari konsentrasi
wilayah industri.

Ia menjelaskan, tingkat kemiskinan cenderung lebih tinggi pada wilayah-


wilayah terpencil yang jauh dari pusat-pusat ekonomi (Jawa dan
Sumatra). Dengan struktur wilayah kepulauan cukup panjang biaya
logistik yang rendah menjadi faktor penentu diversifikasi dan
pemerataan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

Dengan sumber daya alam yang melimpah terutama di Indonesia Timur,


Luhut mengatakan, akan muncul kelas menengah yang merupakan
target pasar yang harus dijangkau. Karena itu, terciptanya poros maritim
yang bisa mendorong penurunan biaya logistik.
Bangun infrastruktur

Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla


menginjak usia tiga tahun pada Jumat (20/10). Pembangunan
infrastruktur di berbagai sektor gencar dilakukan.

Saat meresmikan Pembukaan Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja


Konstruksi Secara Serempak di Seluruh Wilayah Indonesia Tahun 2017
di Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (19/10), Presiden menilai
pembangunan infrastruktur tiga tahun ini lebih baik dibanding pada
tahun-tahun sebelumnya.

"Kita lebih baik atau tidak lebih baik?” katanya di hadapan para pekerja
konstruksi. Mendengar pertanyaan itu, para pekerja konstruksi
serempak menjawab, pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini
lebih baik. “Ya untuk sekarang ini kita bangun-bangun terus. Itu untuk
mengejar ketertinggalan,” ujar Presiden.

Pembangunan infrastruktur, lanjut dia, dapat memangkas biaya distribusi


barang di seluruh daerah di Indonesia. Jokowi mengatakan, biaya
transportasi di Indonesia 2-2,5 kali lipat lebih mahal dibandingkan
negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. "Karena apa?
Infrastrukturnya masih belum baik," kata Presiden.

(Editor: Muhammad Iqbal)

Você também pode gostar