Você está na página 1de 45

ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI : PT ACSET INDONUSA Tbk

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Laporan Keuangan

Fury Khristianty Fitriyah, SE.,M.Ak.,Ak,

Disusun oleh :

R. Wulanjati S.Z. 120110150013

Napilah Nur Hopipah 120110150014

Isthie Sri Wahyuni 120110150021

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2018
EXECUTIVE SUMMARY

Investasi merupakan penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau
proyek dengan membeli suatu produk yang bukan untuk dikonsumsi dengan harapan
memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Ketika telah menentukan tujuan investasi,
maka manfaat yang didapat dari investasi adalah peningkatan nilai kekayaan atau asset dalam
mengantisipasi ketidakpastian di masa yang akan dating dan proteksi terhadap gejolak inflasi.

Investasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya membeli saham


perusahaan lain atau membeli aset. Semua jenis investasi memiliki keuntungan dan risiko
nya masing-masing. Cara terbaik yang harus dilakukan adalah mempelajari dengan baik
segala pilihan bentuk investasi tersebut.

Laporan ini berisi hasil analisa aktivitas investasi pada PT. Acset Indonusa Tbk. dan
Entitas Anak, sehingga kita dapat melihat bagaimana kinerja perusahaan ini dalam
mengelola sumber daya miliknya demi mendapatkan keuntungan. Adapun aktivitas investasi
yang dianalisis pada PT. Acset Indonusa antara lain ialah mengenai aset lancar, aset tetap,
persediaan, dan investasi pada entitas asosiasi dan ventura bersama.

i
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmatNya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis
Aktivitas Investasi: PT Acset Indonusa Tbk” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam
rangka memenuhi tugas mata kulian Analisis Laporan Keuangan.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan
di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga
penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.

Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
untuk masyarakat umumnya, dan untuk saya sendiri khususnya.

Bandung, Maret 2018

ii
DAFTAR ISI

EXECUTIVE SUMMARY ..................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................................................ 1
BAB II PROFIL PERUSAHAAN .......................................................................................................... 2
BAB III KAJIAN PUSTAKA................................................................................................................. 4
3.1 Pengenalan Aset Lancar ................................................................................................................ 4
3.2 Persediaan ..................................................................................................................................... 7
3.3 Pengenalan Aset Jangka Panjang ................................................................................................ 15
3.4 Aset Tetap dan Sumber Daya Alam ............................................................................................ 18
3.5 Aset Tak Berwujud ..................................................................................................................... 22
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI ....................................................................................... 25
4.1 Pengenalan Aset Lancar .............................................................................................................. 25
4.2 Persediaan ................................................................................................................................... 34
4.3 Aset Tetap dan Sumber Daya Alam ............................................................................................ 35
4.4 Investasi Pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama ............................................................... 38
4.5 Aset Tak Berwujud ..................................................................................................................... 39
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 41

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktiva (assets) merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan
tujuan menghasilkan laba. Aktiva dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yakni lancar
dan tidak lancar. Aktiva lancar (current assets) merupakan sumber daya atau klaim atas
sumber daya yang dapat langsung diubah menjadi kas sepanjang siklus operasi perusahaan.
Aktiva jangka panjang, juga disebut aktiva tetap atau aktiva tidak lancar merupakan sumber
daya atau klaim atas sumber daya yang diharapkan dapat memberikan manfaat pada
perusahaan selama periode melebihi periode kini. Aktiva keuangan ( financial Assets)
terutama terdiri atas efek (surat berharga atau sekuritas) dan investasi . Aktiva
operasi(operatig assets) terdiri atas sebagian besar aktiva perusahaan. Aktiva ini dinilai pada
biayanya dan merupakan aktiva operasi produktif yang diharapkan memberikan imbal hasil
diatas laba normal.

Melalui aset-aset tersebut, perusahaan melakukan sebuah aktivitas yang dapat


mendukung kegiatan perusahaan, yaitu aktivitas investasi. Dimana aktivitas investasi dapat
dilakukan melalui pembelian dan kapitalisasi aset atau melalui investasi antar perusahaan (
intercorporate investment). Investasi ini dilakukan perusahaan agar dapat memiliki
pemasukan yang dapat mengalir kepada perusahaan pada periode tertentu, sehingga
perusahaan mendapatkan tambahan pemasukan untuk menjalankan proses bisnisnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana analisis aktivitas investasi PT Acset Indonusa Tbk ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas Investasi PT Acset Indonusa Tbk

1
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN

PT Acset Indonusa Tbk (“Perseroan”) didirikan berdasarkan Akta Notaris Ny. Liliana
Arif Gondoutomo, S.H., No. 2 tanggal 10 Januari 1995, Notaris di Bekasi. Akta pendirian ini
telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-
3460.HT.01.01.TH.95 tanggal 22 Maret 1995 serta telah diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia No. 76 tanggal 22 September 1995, Tambahan No. 7928.

Entitas induk langsung Perseroan adalah PT Karya Supra Perkasa, yang didirikan dan
berdomisili di Indonesia, sedangkan entitas induk utama Perusahaan adalah Jardine Matheson
Holdings Limited, yang didirikan dan berdomisili di Bermuda.

Acset Indonusa Tbk (ACST) didirikan tanggal 10 Januari 1995 dan memulai kegiatan
komersial pada tahun 1995. Kantor pusat ACST beralamat di Acset Building, Jl. Majapahit
No.26, Jakarta 10160 – Indonesia.

Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Acset Indonusa Tbk, yaitu: PT
Karya Supra Perkasa (pengendali) (50,10%), PT Cross Plus Indonesia (12,27%) dan PT Loka
Cipta Kreasi (5,83%).

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Acset terutama


bergerak dalam bidang pembangunan dan jasa konstruksi. Kegiatan utama Acset adalah
menjalankan usaha seperti membangun gedung, pertokoan, hotel apartement, jembatan dan
lain-lain.

Pada tanggal 12 Juni 2013, Acset memperoleh pernyataan efektif dari Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham Acset (IPO) kepada
masyarakat sebanyak 155.000.000 dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga
penawaran Rp2.500,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tanggal 24 Juni 2013.

Pada tanggal 31 Desember 2016 dan 2015 susunan Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan
adalah sebagai berikut:

2
Gambar : CALK Tahun 2016 PT. Acset Indonusa

Laporan keuangan konsolidasian meliputi akun-akun perseroan dan entitas anak yang
signifikan sebagai berikut:

Entitas Anak Kegiatan Tempat Tahun Persentase Jumlah Aset (


Usaha Kedudukan Memulai Kepemilikan Rp 000.000 )
Kegiatan
Acset Jasa Vietnam 2008 100 % 3.821
Indonusa C. konstruksi
Ltd.
PT Innotech Jasa Indonesia 2013 84 % 60.911
Systems penunjang
konstruksi
PT Sacindo Perdagangan Indonesia 2014 92 % 19.647
Machinery besar alat
berat
PT Aneka Raya Jasa Indonesia 2016 100 % 66.235
Konstruksi penunjang
Mesindo konstruksi

3
BAB III

KAJIAN PUSTAKA

3.1 Pengenalan Aset Lancar

Aktiva lancar merupakan sumber daya atau klaim terhadap sumber daya yang
langsung dapat diubah menjadi kas,biasanya dalam jangka waktu siklus operasi
perusahaan.siklus ini merupakan proses dimana perusahan mengubah kas menjadi aktiva
jangka pendek dan kembali menjadi kas sebagai bagian dari aktivitas operasi yang sedang
berjalan.Untuk perusahaan manufaktur hal ini mencakup pembelian bahan baku,mengubah
bahan baku menjadi produk jadi dan kemudian menjual dan menagih kas dari piutang.Kas
mencerminkan titik awal ,dan titik akhir dari siklus operasi.Siklus operasi digunakan untuk
membedakan aktiva dan kewajiban dalam kelompok lancar dan tak lancar.

Selisish antara asset lancar dengan kewajiban lancar disebut modal kerja. Perusahaan
memerlukan modal kerja untuk beroperasi dengan efektif, namun modal kerja mahal karena
akan menggunakan investasi yang paling menguntungkan. Banyak perusahaan berusaha
meningkatkan profitabilitas dan arus kasnya dengan mengurangi investasi pada asset lancar
melalui metode seperti pengelolaan penjaminan kredit dan penagihan yang efektif, serta
persediaan tepat waktu. Perusahaan lain berusaha untuk mendanai asset lancara mereka
dengan kewajiban lancar, seperti utang dagang, sebagai usaha mengurangi modal kerja.

A. Kas dan Setara Kas

Kas merupakan asset yang paling liquid, mencangkup mata uang, deposito dana,
money orders dan cek. Sedangkan setara kas tergolong asset yang sangat lancar, investasi
jangka pendek yang siap dikonversi menjadi kas, dan hampir jatuh tempo sehingga risiko
perubahanj harga yang disebabakan pergerakan tingkat bunga minimal.

Kosep likuidasi penting dalam analisis laporan keuangan. Likuiditas berarti jumlah
kas atau setra kas yang dimiliki perusahaan dengan jumlah kas yang dapat diperoleh dalam
waktu singkat. Jumlah asset likuid yang dilaporkan perusahaan pada neraca sangat beragam.
Umumnya perusahaan dalam industry yang dinamis membutuhkan likuiditas yang lebih
tinggi untuk memanfaatkan kesempatan atau untuk bereaksi terhadap perubahan yang cepat
pada lingkungan yang kompetitif.

4
Selain memeriksa jumlah asset likuid untuk perusahaan, analisis juga harus
mempertimbangkan hal berikut :

 Sejauh mana setara kas diinvestasikan pada efek ekuitas, perusahaan dapat mengalami
penurunan likuiditas jika nilai pasar dari efek investasi tersebut turun.
 Kas dan setara kas sering kali dibutuhkan sebagai saldo kompensasi untuk
mendukung suatu perjanjian pinjaman atau sebagai jaminan hutang.

B Piutang

Piutang merupakan nilai jatuh tempo yang berasal dari penjualan barang atau jasa atau
dari pemberian pinjaman uang. Piutang usaha mengacu pada janji lisan untuk membayar
yang perasal dari penjualan produk dan jas asecara kredit. Wesel tagih mengacu pada janji
tertulis untuk membayar. Piutang diklasifikasikan ke dalam asset lancar jika diharapkan akan
direalisasi atau ditagih dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi, tergantung dari mana
yang lebih panjang.

1) Penilaian Piutang

Analisis piutang sangat penting karena dampaknya terhadap posisi asset dan arus laba
yang saling terkait. Realitanya banyak perusahaan yang tidak mampu menagih semua
piutangnya. Kerugian piutang dapat menjadi sangat berarti dan mengurangi asset lancar serta
laba bersih sekarang dan masa depan. Resiko analisis ini adalah pengalaman masa lalu
kurang bisa memprediksi kerugian masa depan, atau mungkin kita gagal mencerminkan
kondisi terkini.

2) Analisis Piutang

Kita harus waspada terhadap insentif manajemen dan auditor dalam melaporkan laba
dan asset. Dengan memperhatika hal tersebut, terdapat dua pertanyaan penting dalam analisis
piutang.

Resiko kolektabilitas. Manajemen sering kali lebih mementingkan pengalaman masa lalu
karena kondisi ekonomi sulit diprediksi. Analisis harus mempertimbangkan bahwa meskipun
pendekatan dengan rumus untuk menghitung penyisishan piutang tak tertagih sangat mudah
dan praktis, penghitungan ini mencerminkan penilaian mekanik yang menghasilkan
kesalahan. Informasi yang berguna harus diperolaeh dari sumber atau perusahaan lain. alat
analisis untuk memeriksa kolektabilitas mencangkup:

5
 Membandingkan presentase piutang terhadap penjualan perusahaan pesaing dengan
perusahaan yang sedang dianalisis.
 Memerikasa konsentrasi pelangggan-resiko meningkat jika piutang terkosentrasi pada
satu atau sedikit pelanggan.
 Menghitung menyelidiki tren periode rata-rata kolektabilitas piutang disbanding
dengan syarat kredit pelanggan untuk industry yang bersangkutan.
 Menentukan bagian piutang yang merupakan pengalihan dari piutang atau wesel tagih
masa lalu.

Analisis posisis keuangan terkini dan kemampuan perusahaan memenuhi utang


lancar yang tercermnin dalam pengukuran seperti rasio lancar juga harus mengakui
pentingnya siklus operasi untuk mengklasifikasi piutang lancar. Siklus operasi dapat
menghasilkan piutang cicilan nyang belum dapat tertagih selama beberapa tahun dapat
dilaporkan sebagai asset lancar. Analisis asset lancer dan kaitanya dengan kewajiban lancer
harus diakui dan disesuaikan dengan risiko waktu ini.

Keaslian piutang. Pemahaman mengenai praktik industry dan sumber informasi tambahan
digunakan untuk menambah keyakinan. Salah satu faktor yang memengaruhi keandalan
piutang adaah kebijakan kredit perusahaan.Kebijakan kredit yang ketat berdampak pada
kualitas yang lebih tinggi atau risiko piutang yang lebih rendah. Faktor lain yang
mepengaruhi adalah hak pengembalian barang.Pelanggan pada industry tertentu
mengembalikan hak untuk mengembalikan barang. Analisis harus mempertimbangkan hak
pengembalian tersebut. Hak pengembalian yang bebas dapat menurunkan kualitas piutang.

Skuritas piutang. Salah satu masalah analisis penting adalah saat perusahaan menjual semua
atau sebagian piutanganya pada pihak ketiga yang disebut anjak piutang atau skuritisasi,
piutang dapat dijual dengan ataupun tanpa recourse pada pembeli jaminan
kolektabilitas.Skuritas piutang sering kali dilakukan dengan menciptakan entitas bertujuan
kusus seperti perwalian pembelian piutang dari perusahaan dan mendanai pembelian ini
melalui penjualan obligasi ke pasar.

Piutang usaha disajikan sebesar jumlah neto setelah dikurangi dengan penyisihan
piutang tidak tertagih, yang diestimasi berdasarkan penelaahan atas kolektibilitas saldo
piutang. Piutang dihapuskan pada saat piutang tersebut dipastikan tidak akan tertagih.

6
C. Beban dibayar dimuka

Beban dibayar dimuka merupakan pembayaran dimuka atas barang atau jasa yang
belum diterima. Beban dibayar dimuka digolongkan ke dalam asset lancar karena
mencerminkan jasa yang diberikan jika tidak ada membutuhkan penggunaan asset lancar lain.

3.2 Persediaan

A. Akuntansi dan Penilaian Persediaan

Persediaan (inventory) merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal
perusahaan. Dengan pengecualian organisasi jasa tertentu, persediaan merupakan aset innti
dan penting dalam perusahaan. Persediaan harus diperhatikan karena merupakan komponen
utama dari aset operasi dan langsung memengaruhi perhitungan laba.

Pentingnya metode akuntansi biaya dalam penilaian persediaan disebabkan oleh


dampaknya pada laba bersih dan penilaian aset. Metode akumulasi biaya persediaan
digunakan untuk mengalokasi biaya barang tersedia untuk dijual ( persediaan awal ditambah
pembelian ) pada harga pokok penjualan ( pengurang laba ) atau persediaan akhir ( aset
lancar ). Oleh karenanya, mengalokasi biaya pada persediaan akan memengaruhi baik
pengukuran laba maupun aset.

Persamaan persediaan ( inventory equation ) dapat digunakan untuk memahami arus


persediaan. Untuk perusahaan dagang :

Persamaan ini menekankan arus biaya dalam perusahaan. Arus ini secara alternatif
dapat dinyatakan pada grafik dibawah ini.
Persediaan awal + Pembeliaan bersih – Harga PokokPenjualan = Persediaan Akhir

Harga Pokok Penjualan ( = Persediaan awal +


biaya persediaan yang didapat selama periode )

Akhir persediaan Harga Pokok Penjualan


( neraca ) ( laporan laba rugi )

7
Biaya persediaan awalnya dicatat pada neraca. Saat persediaan terjual,biaya ini
dipindahkan dari neraca dan mengalir pada laporan laba rugi sebagai harga pokok penjualan
(HPP). Biaya tidak dapat berada pada dua tempat yang sama pada waktu bersamaan, mereka
dapta dicatat pada neraca ( sebagai beban masa depan ), atau diakui saat ini pada laporan laba
rugi dan mengurangi profitabilitas untuk dikaitkan dengan pendapatan penjualan.

Konsep penting akuntansi persediaan adalah arus biaya. Jika seluruh persediaan
diperoleh atau dibuat pada periode terjualnya, maka HPP akan sama dengan biaya pembelian
atau pembuatan barang. Namun jika persediaan tersisa pada akhir periode akuntansi, penting
untuk menentukan persediaan mana yang telah terjual dan biaya mana yang tersisa pada
neraca. Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum memberikan beberapa pilihan bagi
perusahaan untuk menentukan urutan biaya mana yang akan dipindahkan dari neraca dan
diakui sebagai HPP pada laporan laba rugi.

B. Arus Biaya Persediaan

Untuk memberikan ilustrasi asumsi biaya yang tersedia, anggaplah catatan persediaan
suatu perusahaan sebagai berikut :

Persediaan tanggal 1 januari, tahun 2 40 unit @ $500 $20.000

Persediaan dibeli sepanjang tahun 60 unit @ $600 $36.000

Harga pokok barang tersedia untuk 100 unit $56.000


dijual

Selanjutnya, jika sepanjang tahun terjual 30 unit seharga $800 dan menghasilkan
pendapatan penjualan sebesar $24.000. GAAP memeberikan tiga pilihan bagi perusahaan
untuk menentukan biaya mana yang akan dikaitkan dengan poen jualan:

First- in, firs-out (FIFO). Metode ini mengansumsikan bahwa barang yang dibeli
pertama merupakan yang pertama dijual. Pada kasus ini, unit terjual adalah unit yang tersedia
pada awal periode. Berikut adalah laba kotor perusahaan jika menggunakan FIFO:

8
Penjualan $24.000

HPP (30@$500) $15.000

Laba kotor $9.000

Oleh karena biaya persediaan sebesar $15.000 telah dipindahkan dari neraca, biaya
persediaan yang dilaporkan pada neraca akhir periode adalah $41.000.

Last-in, first-out (LIFO), metode ini mengansumsikan bahwa unit yang dibeli
terakhir merupaka yang pertama dijual. Sehingga laba kotornya adalah sebgai berikut:

Penjualan $24.000

HPP (30@$600) $18.000

Laba kotor $6.000

Oleh karena biaya persdiaan sebesar $18.000 telah dipindahkan dari neraca dan
tercemin pada HPP, biaya yang tersisa pada neraca sebesar $38.000 dilaporkan sebgai
persediaan.

Average cost (Biaya persediaan rata-rata). Metode ini mengansumsikan unit dijual
tanpa memperhatikan uutan pembeliannya dan menghitung HPP serta persediaan akhir seagai
rata-rata tertimbang sederhana sebgai berikut:

Penjualan $24.000

HPP (30@$560) $16.800

Laba kotor $97.200

HPP dihitung dengan menggunakan rat-rata tertimbang dari biaya barang tersedia
untuk dijual total dibagi dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual ($56.000/100=$560).
Persediaan akhir dilaporkan pada neraca adalah $39.200.

C. Analisis Persediaan

1. Dampak Biaya Persediaan Terhadap Profitabilitas

9
Ringkasan hasil perhitungan dengan tiga alternatif metode diatas adalah :

Persediaan Persediaan Harga pokok


Metode pembelian
awal akhir penjualan

FIFO $20.000 $36.000 $42.000 $15.000

LIFO $20.000 $36.000 $38.000 $18.000

Average Cost $20.000 $36.000 $30.200 $16.800

Laporan laba rugi berdasarkan ketiga metode berikut adalah:

Harga pokok
Metode Penjualan Laba kotor
penjualan

FIFO $24.000 $15.000 $9.000

LIFO $24.000 $18.000 $6.000

Average Cost $24.000 $16.800 $7.200

Jika kita perhatikan contoh diatas, maka dapt kita ketahui bahwa laba kotor dapat
dipengaruhi oleh pilihan metode penghitungan biaya perusahaan. Pada periode dimana harga
meningkat, FIFO memberikan laba kotor yang lebih tinggi dibanding LIFO karena biaya
persediaan yang lebih rendah dikaitkan dengan pendapatan penjualan dengan harga pasar
terkini. Hal ini sering dinyatakan sebagai keuntungan fiktif FIFO karena laba kotor
sebenarnya merupakan penjumlahan dari laba ekonomi dan laba kepemilikan. Laba ekonomi
sesuai dengan jumlah yang terjual dikalikan dengan selisih antar harga juala dsan biaya
penggantian persdiaan seperti dibawah ini:

Laba ekonomi = 30 unit X ($800-$600) = $6.000

Laba kepemilikan merupakan kenaikan biaya penggantian karena persediaan telah


diperoleh dan sama dengan jumlah unit terjual dikalikan dengan selisih biaya penggantian
terkini dengan biaya perolehan awal, seperti dibawah ini:

Laba kepemilikan = 30 unit x ($600-$500) = $3.000

10
Dari laba kotor sebesar $9.000, sebesar $3.000 terkait dengan keuntungan inflasi yang
diperoleh perusahaan dari pembelian persediaan di masa lalu pada harga yang lebih rendah
dibandingkan dengan harga saat ini.

Laba kepemilikan merupakan fungsi dari perpuratan persediaan – berapa lama


persediaan tersimpan – tingkat inflasi. Salah satu masalah serius adalah bahwa keuntungan
ini telah lama hilang selama beberapa dekade terakhir karena inflasi yang lebih rendah dan
pengawasan manajemen atas kuantitas persediaan melalui proses manufaktur yang lebih baik,
serta pengendalian persediaan yang lebih baik. Pada negara yang tingkat inflasinya lebih
tinggi dibanding Amerika Serikat, keuntungan kepemilikan FIFO masih menjadi masalah.

2. Dampak Biaya Persediaan terhadap Neraca

Pada periode harga meningkat, dan dengan asumsi persediaan belum melikuidasi
laporan persediaan lamanya, LIFO melaporkan persediaan akhir pada harga yang jauh lebih
rendah dibandingkan dengan biaya penggantian. Sehingga, neraca perusahan yang
menggunakan LIFO tidak secara akurat mencerminkan investasi lancar yang dimiliki
perusahaan dalam persediaannya.

3. Dampak Biaya Persediaan terhadap Arus Kas

Peningkatan laba kotor dengan metode FIFO juga menyebabkan laba sebelum pajak
yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan utang pajak yang lebih tinggi. Pada periode ini di
mana harga meningkat, perusahaan dapat terjebak pada penguranagan arus kas karena
membeyar pajak yang lebih tinggi dan perlu mengganti persediaan yang terjual pada biaya
penggantian yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian awal.

Salah satu alasan menggunakan LIFO adalah pengurangan kewajiban pajak pada
periode harga meningkat. Namun IRS mengharuskan bahwa perusahaan yang menggunakan
LIFO untuk tujuan pajak juga harus menggunakan metode ini untuk laporan keuangan. Ini
merupakan aturan ketaan LIFO (LIFO conformity rule).

Perusahaan yang menggunakan biaya persediaan LIFO diharuskan untuk


mengungkapkan jumlah yang akan dilaporkan jika perusahaan menggunakan metode FIFO.
Selisih anatar kedua metode ini dinamakan cadangan LIFO. Cadangan ini dapat digunakan

11
oleh analis untuk menghitung jumlah yang akan memengaruhi arus kas kumulatif maupun
periode berjalan karena penggunaan LIFO.

4. Masalah Penelitian Persediaan Lainnya

Likuidasi LIFO. Perusahaan diwajibkan mencatat setiap tingkat biaya sebagai


kelompok npersediaan terpisah. Untuk biaya persediaan LIFO, persediaan akhir diloaporkan
pada biaya pembelian terdahilu yang dapat lebih rendah atau lebih tinggi secara
signifikandari buaya saat ini. Pada periode harga meningkat pengurangan kuantitas masalah
disebut sebagai likuidasi LIFO menghasilkan peningkqatan pada laba kotor seperti
penggunaan pada biaya persediaan FIFObegitu juga sebaliknya. Dampak likuidasi LIFO
dapat dilihat pada catatan kaki persediaan laporan tahunan. Perusahaan mengindikasikan
bahwa pengurangan kuantitas persediaan menyebabkan penjualan barang yang dicatat dengan
biaya masa lalu yang berbeda dengan biaya sekarang. Seorang anslisi LIFO harus hati-hati
terhadap dampak likuidasi LIFO pada profitabilitas.

Penyajian Kembali (Restatement) Analisis Dari LIFO ke FIFO. Metode LIFO


merupakan metide yang diharapkan oleh penganalisis, karena laporan laba rugi tidak
membutuhkan penyesuaian besar disebabakan harga pokok penjualan telah mendekati biaya
terkini. Namun metode ini menyebabkan persediaan neraca tidak mencerminkan harga saat
ini-sering kali dinyatakan lebih rendah. Hal ini dapat mengurangi kegunaan berbagai
pengukuran seperti rasio lancar atau rasio perputaran persediaan. Hal ini menyebabakan
kemampuan perusahaan dalam memebayar utang terlalau rendah, perputara persediaan
terlalau tinggi. Untuk mengatasinya, dapat menggunakan teknik analisis untuk menyesuaikan
LIFO agar lebih mendekati situasi performa dengan mengasumsikan FIFO.

Penyesuaian neraca dimungkinkan jika perusahaan mengungkapakan selisish lebih


biaya kini atas persediaan yang dihitung dengan LIFO, atau cadanagn LIFO. Maka
diperlukan tiga penyesuain berikut :

1. Persdiaan = persediaan yang dilaporkan berdasarkan LIFO + cadangan LIFO

2.Pertambahan kewajiban pajak tengguhan sebesar: (cadangan LIFO X tariff pajak)

3. Saldo laba = saldo laba yang dilaporkan +[cadangan LIFO x (1-tarif pajak)

12
Umunnya saat harga meningkat, laba LIFO lebih kecil pada laba FIFO. Namun,
dampak bersih dari penyajian kembali pada tahun manapun tegantung oada dampak
kombinasi dari perubahan persediaan awal dan akhir serta factor lain termasuk likuidasi
lapisan LIFO.

Penyajian Kembali (Restatement) Analisis Dari FIFO ke LIFO. Penyesuaian ini


membutuhkan asumsi penting sehingga bisa menimbulkan kesalahan. Laba LIFO mencakup
laba kepemilikan atas persediaan awal. Terdapat manfaat untuk menghitung persediaan awal
(PAFIFO) x tingkat inflasi untuk lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan:

HPPLIFO = HPPFIFO + (PAFIFO x r), dengan r sebagai tingkat inflasi.

Perhatikan bahwa r, bukan m,erupakan tingkat inflasi umum seperti IHK atau IHP.
Indeks ini merupakan inflasi yang terkait dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki
perusahaan. Jika perusahaan memiliki beberapa lini produk, indeks prodeuksinya harus
diestimasi secara terpisah. Jika r bukan buka tungkat inflasi pada umumnya seperti CPI tau
IHP, dan dimaksud adalah indeks inflasi sehubungan dengan lini persediaan tertentu yang
dimiliki perusahaan. Dalam hal ini perusahaan mempunyai berapa lini produk, secara teori,
tiap lini tersebutharus diestimasi secara terpisah.

Estimasi r dapat menggunakan angka yang dikeluarkan opelh departemen


perdagangan untuk industriu kusus perusahaan. Selain itu jika perusahaan menjalankan usaha
erdasarkan komuditas dapat digunakan dengan asumsi bahwa komponen biaya biaya
persediaan lain berubah secara proporsional terhadap bahan bakunya. Analisis juga dapat
menggunakan tingkat inflsi perusahaan pesaing. Jika perusahaan dengan lini produk serupa
menggunakan biaya persediaan LIFO, tingkat inflasi dapat diestimasi sebesar peningkatan
cadangan LIFO : persediaan perusahaan pesaing erdasarkan FIFO pada akhir periode lalu
sebagai berikut :

R= perubahan cadangan LIFO

Persediaan FIFO dari akhir periode lalu

5. Biaya Persediaan Perusahaan Manufaktur Dan Dampak Peningkatan Produksi

13
Biaya manufaktur terdiri atas tiga komponen :

a) Bahan baku atau bahan mentah – biaya dari bahan dasar yang digunakan untuk
membuat produk.
b) Tenaga kerja – biaya tenaga langsng yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk
jadi.
c) Overhead – biaya tidak langsung pada prises manufaktur.

Overhead sering kali merupakan komponen biaya produk terbesar dan paling sulit
diukur untuk tingkat produksi. Total overhead harus dialokasikan pada seluruh hasil
produksi. Analisi biaya ini harus waspada bahwa alokasi biaya overheadbukan merupakan
ilmu pasti dan sangat tergantung pada asumsi yang digunakan. Jika peningkatan pada tingkat
produksi menyebabkan persediaan akhir meningkat, lebih banyak viaya overhead yang
tinggal dineraca dan profitabilitas meningkat. Kemudian saat kuantitas persediaan menurun,
laporan laba rugi tidak hanya terbebano niaya overhead periode berjalan tetapi juga biaya
overhead perode sebelumnya yang berasal dari persediaan tahun berjalan, karenanaya laba
menjadi turun. Oleh karena itu analisi harus waspada terhadap dampak perubahan tingkat
prduksi terhadap laba yang dilaporkan

6. Biaya Perolehan atau Nilai Pasar, Mana yang Lebih Rendah

Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum atau valuasi adalah menilai pada biaya
perolehan atau nilai pasar, dinilai dari mana yang lebih rendah (lower of cost or market-
LOCOM). Nilai atau harga pasar (market) dijabarkan sebagai biaya penggantian terkini
melalui pembelian atau reproduksi. Meskipun begitu, nilai pasar tidak boleh melebihi nilai
realisasi bersih atau kurang dari nilai realisasi bersih setelah dikurangi margin keuntungan
normal. Batas atas nilai pasar, atau nilai realisasi bersih, mencerminkan biaya oenyelesaian
dan penyerahan yang terkait dengan penjualan barang. Batas bawah memastikan bahwa jika
nilai persediaan diturunkan dari biaya perolehan awal menjadi nilai pasar, angka penurunan
yang terjadi telah mencakuo realisasi laba kotor normal atas penjualan ayng akan dilakukan.

Biaya (cost) merpakan biaya perolehan persediaan. Biaya ini dihitung dengan salah
satu dari metode biaya persediaan. Misalnya, FIFO, LIFO, atau Biaya Rata-rata. Analisis
persediaan kita harus memperhatikan dampak aturan LOCOM. Saat harga meningkat, aturan
ini cenderung menilai persediaan terlalu rendah tanpa memperhatikan pilihan metode biaya

14
persediaan. Hal ini akan menekan rasio lancar. Dalam praktik, beberapa perusahaan dengan
sukarela mengungkapkan biaya persediaan terkini, biasanya pada catatan.

3.3 Pengenalan Aset Jangka Panjang

Asset jangka panjang merupakan sumber daya yang digunakan untuk mengahsilkan
penghasilan operasi (atau mengurangi biaya operas) untuk lebih dari satu periode. Bentuk
asset jangka panjang yang umum adalah aste tetap berwujud seperti bangunan, pabrik, dan
peralatan. Aset jangka panjang juga mencakup asset tak berwujud seperti paten, merk
dagang, copyright, dan goodwill.

1. Akuntansi Asset Jangka Panjang

a. Kapitalisasi, Alokasi, dan Penurunan Nilai

Proses akuntansi jangka panjang mencakup tiga aktivitas terpisah, kapitalisasi, alokasi
dan penurunan nilai. Kapitalisasi (capitalization) merupakan proses penangguhan biaya yang
terjadi pada periode berjalan, tetapi manfaatnya diharapkan dapat berlangsung selama
beberapa periode di masa depan. Kapitalisasi ini yang menciptakan akun asset. Alkoasi
(allocation) merupakan proses pembebanan biaya tangguhan (asset) secara periodic
sepanjang satu atau lebih periode manfaat yang diharapkan. Proses alokasi ini dinamakan
penyusutan untuk asset berwujud, amortisasi untuk asset tak berwujud, dan deplesi untuk
sumber daya alam. Penurunan nilai (impairment) merupakan proses penurunan nilai buku
asset saat arus kas yang diharapkan tidak lagi cukup untuk menutupi biaya tersisa yang masih
tercatat p[ada neraca. Bagian ini membahas masing-masing aktivitas akuntansi tersebut.

Kapitalisasi. Asset jangka panjang diciptakan mealui proses kapitalisasi. Kapitalisasi


berarti menempatkan asset dineraca, bukannya segera membebankan biaya di laporan laba
rugi, untuk asset berwuju (hard asset) seperti Plant Property and Equipment-PPE, proses ini
cukup sederhana; asset dicatat pada nilai perolehan. Sedangkan untuk aset tak berwujud (soft
asset) seperti litbang, iklan biaya upah, kapitaliasi lebih bermasalah. Semua aset ini diragukan
menghasilkan keuntungan dmasa depan, oleh karena itu, meskipun aset tersebut lolos untuk
dapat ditempatkan sebagai aset, tetapi tidak satupun baik jumlah keuntungan masa depannya
maupun usia ekonomisnya dapat diukur secara andal. Konsekuensinya, biaya aset tak
berwujud internal segera dibiayakan dan tidak dicatat pada neraca.

15
Salah satu area yang sangat bermasalh untuk profesi akuntansi dalah kapitalisasi biaya
pengembangan perangkat lunak. GAAP membedakan antara dua jenis biaya: biaya
pengembanagn perangkat lunak untuk pemakaian internal dan biaya pengembangan
perangkat lunak untuk dijual atau disewakan. Biaya perangkat lunak computer yang
dikembangkan untuk pemakaian internal harus dikapitalisasi dan diamortisasi sepanjang
masa manfaat yang diharapkan. Factor penting dalam menentukan masa manfaat perangkat
lunak adalah perkiraan keusangan. Perangkat lunak yang dikembangkan untuk dijual atanu
disewakan pada pihak lain capitalisasi dan diamortisasi hanya jika perangkat lunak tersebut
telah mencapai “fasibilitas teknologi” (technological fasibility). sebelum tahap
pengembangan tersebut, perangkat lunak dianggap litbang dan karenanya dibebankan
langsung.

Alokasi, alokasi merupakan pembebanan biaya aset secara periodic sepanjang periode
manfaat yang diharapkan. Alokasi biaya disebut penyusutan (depreciation) jika terkait
dengan aset tetap, amortisasi (amortization) juka digunakan untuk aset tak berwujud, dan
deplesi (deplection) jika dikaitkan dengan sumber daya alam. Ketiga istilah tersebut mengacu
pada alokasi. Harus diingat bahwa alokasi biaya merupakan proses untuk mengaitkan biaya
aset dengan manfaatnya dan bukan merupakan proses evaluasi. Nilai tercatat aset (nilai
kapitalisasi dikurangi alokasi biaya kumulatif) tidak perlu mencerminkan nilai wajar.

Terdapat tiga faktor yang mencerminkan nilai alkosi biaya: periode manfaat (kadang
disebut masa manfaat), nilai sisa, dan metode alokasi, ketiga factor ini akan dibahas dengan
singkat. Namun, tiap factor membutuhkan estimasi-estimasi yang memungkinkan dikresi
manajemen. Analisis harus mempertimbangkan dampak estimasi ini terhadap laporan
keuangan, terutama jika estimasi berubah.

Penurunan nilai (impaierment). Jika arus kas yang diharapkan (tidak diskonto) lebih
kecil dibandingkan nilai tercatat aset (biaya dikurangi akumulasi penyusutan), aset perlu
diturunkan nilainya dan dinyataka sebesar nilai pasar wajar (jumlah diskonto taksiran arus
kas). Dampaknya adalah untuk mengurangi nilai tercatat aset pada neraca dan mengurangi
profitabilitassebesar jumlah yang sama. Nilai wajar aset, lalu menjadi biaya baru dan
disusutkan sepanjang masa manfaat yang tersisa. Nilai aset tidak boleh dipulihkan/ dinaikkan
meskipun taksiran arus kas kemudian membaik. Dari perspektif analisis kita, terdapat dua
distorsi terkait dengan penurunan niali aset:

16
1. Bias konservatif mendistorsi valuasi aset jangka panjang karena nilai aset dapat
diturunkan namun tidak dapat dinaikkan.
2. Pengakuan penurunan nilai aset memiliki dampak temporer besar yang mendistorsi laba
bersih sementara berpotensi untuk meningkatkan kegunaan nilai aset pada neraca.

Perhatikan bahwa nilai aset masih merupakan proses alokasi, bukan perpindahan kea
rah penilaian. Atau penurunan nilai aset diakui saat ekspektasi manajer mengenai manfaat
aset masa depan lebih kecil dari nilai tercatat. Hal ini menghasilkan penghapusan langsung
dengan tujuan untuk dapat mengaitkan lebih baik alokasi biaya masa depan dengan manfaat
masa depan.

2. Kapitalisasi versus Pembebanan

a. Dampak Terhadap Laporan Keuangan Dan Rasio

Kapitalisasi merupakan bagian penting dari akuntansi mdern. Kapitalisasi


mempengaruhi baik laporan keungan maupun rasionya. Kapitalisasi juga membuat laba
menjadi lebih unggul dibandingkan arus kas sebagai pengukuran kinerja keuangan. Bagian
ini membahas dampak kapitalisasi (dan alokasinya) dibandingkan dengan pembebanan
langsung terhadap pengukuran laba dan penghitungan rasio.

b. Dampak Kapitalisasi terhadap Laba

Kapitalisasai memiliki dua dampak terhadap laba. Pertama, kapitalisasai


menangguhkan pengakuan biaya. Hal ini berarti kapitalisasi menghasilkan laba yang lebih
tinggi selama periode akuisisi namun laba yang lebih rendah pada periode berikutnya jika
dibandingkan dengan pembebanan biaya. Kedua, kapitalisasi menghasilkan serial laba
peralatan laba. Menagapa pembebanan langsung menghasilkan serial laba yang lebih
berfluktuasi? Jawabannya adalah fluktuasi disebabkan karena pengeluaran modal seringkali
“tak lancar” (berupa semburan dana bukan arus yang berlanjut) sementara penghasilan dari
pengeluaran ini jumlahnya stabil sepanjang waktu. Sebaliknya, alokasi biaya asset sepanjang
periode manfaat menghasilkan angka laba akrual yang lebih stabil dan merupakan
pengukuran kinerja perusahaan yang lebih berarti.

c. Dampak Kapitalisasi terhadap Tingkat Pengembalian Investasi

Kapitalisasi meningkatkan fluktuasi pengukuran laba dan karenanya rasio tingkat


pengembalian investasi. Kapitalisasi mempengaruhi baik pembilang (laba) maupun penyebut

17
(basis investasi) dari rasio tingkat pengembalian investasi (return on investment-ROI).
Sebaliknya, membebankan biaya aset menghasilkan basis investasi yang lebh rendah dan
meningkatkan fluktuasi laba. Peningkatan fluktuasi pembilang (laba) diperbesar dengan
digunakannya penyebut yang lebih kecil (basis investasi), yang mengarah pada rasio tingkat
pengambilan yang lebih berfluktuasi dan kurang bermanfaat. Pembebanan juga menghasilkan
bias terhadap pengukuran laba, karena laba dinyatakan terlalu rendah pada tahun akuisisi dan
terlalu tinggi pada tahun-tahun berikutnya.

d. Dampak Kapitalisasi terhadap Rasio Solvabilitas

Pada pembebanan biaya aset secara langsung, rasio solvabilitas, seperti rasio utang
terhadap ekuitas (debt to equity) mencerminkan kondisi perusahaan yang lebih buruk dari
kondisi sebenarnya. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya langsung menyebabkan ekuitas
dinyatakan terlalu rendah untuk perusahaan yang memiliki aset produktif.

e. Dampak Kapitalisasi terhadap Arus Kas Operasi

Saat biaya aset dibebankan langsung, biaya ini dilaporkan ssebagai arud kas keluar
aktivitas operasi. Sebaliknya, jika aset dikapitalisasi, biaya ini dilaporkan sebagai arus kas
keluar aktivitas investasi investasi. Hal ini berarti pembebanan langsung biaya aset akan
menyatakan arus kas keluar operasi yang terlalu tinggi dan arus kas keluar investasi terlalu
rendah pada tahun akuisisi dibandingkan dengan kapitalisasi biaya

3.4 Aset Tetap dan Sumber Daya Alam

Properti, pabrik, dan peralatan (atau aset tetap) merupakan aset berwujud tak lancar
yang digunakan dalam proses manufaktur, penjualan, atau jasa untuk menghasilkan
pendapatan dan arus kas selama lebih dari satu periode. Oleh karena itu, aset ini memiliki
masa manfaat yang meliputi lebih dari satu periode. Aset ini diperoleh untuk digunakan
dalam aktivitas operasi dan bukan untuk dijual pada aktivitas usaha biasa. Nilai atau potensi
jasa yang dimiliki akan berkurang karena digunakan, dan aset ini biasanya merupakan aset
operasi yang terbesar.

1. Menilai Aset Tetap dan Sumber Daya Alam


a. Menilai Properti, Pabrik, dan Peralatan

Biaya ini mencakup beban apapun yang diperlukan agar aset tersebut berada dalam
lokasi dan kondisi siap digunakan atau siap memberikan jasa seperti biaya angkut, instalasi,

18
pajak, dan biaya pemasangan (set up). Seluruh biaya akuisisi dan persiapan dikapitalisasi
pada saldo akun aset. Penilaian aset tetap ialah dengan biaya historis.Alasan digunakannya
biaya historis adalah:

• Konservatisme (conservatism), karena tidak mengantisipasi adanya biaya penggantian


berikutnya.
• Akuntabilitas (accountability), manajer dalam jumlah uang.
• Objektivitas (objectivity), dalam penentuan biaya.

b. Menilai Sumber Daya Alam

Sumber daya alam yang digunakan disebut aset yang dihabiskan (wasting asset),
merupakan hak untuk mengambil atau mengonsumsi sumber daya alam. Juga sering kali
terdapat biaya cukup tinggi untuk menemukan sumber daya yang dikapitalisasi dalam neraca,
dan biaya ini langsung dibebankan saat sumber daya tersebut dipindahkan, dikonsumsi, atau
dijual. Perusahaan biasanya mengalokasikan biaya sumber daya alam pada jumlah estimasi
unit cadang yang tersedia.Contohnya meliputi hak untuk menambang, menebang kayu,
mengambil gas alam dan minyak.

c. Penyusutan

Penyusutan merupakan alokasi biaya properti, bangunan, dan peralatan sepanjang


masa manfaatnya. Jika suatu operasi tidak menguntungkan, penyusutan akan menjadi biaya
yang tidak dapat dihindari, sehingga menambah kerugian. Tingkat penyusutan tergantung
pada dua faktor, yaitu:

 Umur masa manfaat. Kerusakan fisik merupakan faktor penting yang membatasi masa
manfaat, dan hampir seluruh aset mengalaminya. Frekuensi dan kualitas pemeliharaan
mempengaruhi kerusakan fisik. Pemeliharaan dapat memperpanjang masa manfaat
namun tidak bisa membuat masa manfaat menjadi tak terbatas. Faktor pembatas
lainnya adalah keusangan, yang mengurangi masa manfaat melalui perkembangan
teknologi, pola konsumsi dan kekuatan ekonomi.
 Metode Alokasi. Keragaman penyusutan secara signifikan disebabkan oleh metode
yang dipilih. Ada dua jenis metode penyusutan yang sering digunakan, yaitu:
1. Garis Lurus(straight line). Metode penyusutan garis lurus mengalokasikan biaya
aset pada masa manfaat berdasarkan beban periodik yang sama. Metode ini

19
memiliki keunggulan karena sederhana. Penyusutan garis lurus secara implisit
mengasumsikan bahwa penyusutan pada tahun – tahun awal sama dengan tahun
berikutnya saat mungkin aset telah kurang efisien dan membutuhkan
pemeliharaan yang lebih tinggi. Meskipun biaya pemeliharaan dapat menurunkan
laba sebelum penyusutan, biaya ini tidak menghilangkan dampak meningkatnya
pengembalian seiring waktu. Tentunya, peningkatan aset yang sudah tua tidak
tercermin pada sebagian besar perusahaan.
2. Dipercepat (accelerated). Metode penyusutan yang dipercepat mengalokasikan
biaya aset sepanjang masa manfaat dengan pola yang semakin menurun.
Penggunaan metode ini didukung oleh penerimaan dan Internal Revenue Code.
Daya penarik metode ini untuk tujuan pajak adalah percepatan alokasi biaya dan
berikut penangguhan laba kena pajak. Semakin cepat aset dihapuskan untuk
tujuan pajak semakin besar penangguhan pajak untuk masa depan, dan semakin
banyak dana yang tersedia langsung untuk operasi. Konsep yang mendukung
metode dipercepat adalah padangan bahwa beban penyusutan yang semakin kecil
sepanjang waktu merupakan kompensasi atas (1)peningkatan biaya perbaikan dan
perawatan, (2)penurunan pendapatan dan efisiensi operasi, serta (3)peningkatan
ketidakpastian pendapatan atas aset berumur di masa depan (karena
keusangannya).
d. Deplesi

Deplesi merupakan alokasi biaya sumber daya alam berdasarkan tingkat pemungutan
atau produksi. Perbedaan penyusutan dengan deplesi ialah penyusutan merupakan alokasi
biaya aset produktif sepanjang waktu, sementara deplesi merupakan alokasi biaya
berdasarkan unit yang dieksploitasi dari sumber daya alam. Deplesi tergantung pada
produksi, menghasilkan lebih banyak produksi berarti mengeluarkan biaya deplesi yang
lebih pula.

e. Penurunan Nilai

Bangunan dan sumber daya alam biasanya disusutkan selama masa manfaat
berdasarkan prinsip alokasi dengan tujuan penentuan laba. Nilai dari aset yang disusutkan
tidak merefleksikan nilai sekarang dari aset.

2. Menganalisis Aset Tetap Dan Sumber Daya Alam

20
Valuasi aset tetap dan sumber daya alam menekankan objektivitas biaya historis.
Namun, biaya historis tidak relevan dalam menilai aset pengganti. Juga biaya ini tidak dapat
dibandingkan untuk beberapa laporan keuangan perusahaan.

Penilaian nilai aset tetap menjadi sebesar nilai pasar tidak diperbolehkan dalam
akuntansi. Namun, konservatisme mengizinkan adanya penghapusan nilai karena penurunan
nilai yang permanen. Penurunan nilai menghilangkan beban yang terkait dengan aktivitas
operasi pada periode masa depan.

Aturan akuntansi untuk menurunkan nilai aset jangka panjang mewajibkan


perusahaan untuk secara berkala menelaah kejadian atau perubahan kondisi yang merupakan
penurunan nilai. Jika taksiran arus kas tidak lebih kecil dari nilai yang tercatat aset,
maka nilai aset diturunkan. Kerugian penurunan nilai dihitung sebagai selisih nilai tercatat
aset dengan nilai wajarnya.

a. Menganalisis Penyusutan Dan Deplesi

Sebagaian besar perusahaan menggunakan aset produktf jangka panjang pada


aktivitas operasi mereka, dan penyusutan merupakan beban utama. Salah satu faktor yang
harus diperhatikan dalam hal ini adalah adanya penilaian ulang masa manfaat aset.

Biasanya tidak ada pengungkapan mengenai hubungan antara tingkat penyusutan dan
ukuran kelompok aset, maupun antara tingkat tersebut dan metode akuntansi. Tantangan lain
bagi analisis ini berasal dari perbedaan metode alokasi yang digunakan untuk pelaporan
keuangan dan tujuan pajak. Tiga kemungkinan yang umum adalah:

1. Penggunaan garis lurus baik dalam pelaporan keuangan maupun tujuan pajak

2. Penggunaan garis lurus untuk lapiran keuangan dan metode dipercepat untuk pajak

3. Penggunaan metode dipercepat baik untuk pelaporan keuangan maupun tujuan


pajak. Hal ini mengakibatkan penyusutan yang lebih tinggi pada tahun-tahun awal,
yang dapat diperpanjang selama beberapa tahun bagi perusahaan yang sedang
ekspansi.

Meskipun terdapat kelemahan, informasi penyusustan tidak boleh


diabaikan. Kesalahan konsep lain dalam penyerdehanaan arus kas adalah bahwa penyusutan

21
hanya merupakan beban tata buku dan berbeda dari beban lain seperti tenaga kerja dan bahan
baku, oleh karena itu, boleh dikeluarkan dan dianggap tidak sepenting beban lainnya.

Menganalisa penyusutan membutuhkan evaluasi kelayakan. Evaluasi ini dapat


menggunakan pengukuran seperti rasio penyusutan terhadap aset total atau penyusutan
terhadap faktor yang terkait dengan ukuran lainnya.

Tiap pengukuran dapat membantu menilai kebijakan dan keputusan penyusutan


sepanjang waktu. Umur rata-rata bangunan dan perlengkapan berguna untuk mengevaluasi
beberapa faktor seperti margin laba dan persyaratan pendanaan masa depan.

b. Analisis Penurunan Nilai

Tiga masalah analisis yang timbul dari penurunan nilai adalah evaluasi kelayakan
jumlah penurunan nilai, evaluasi kelayakan waktu penurunan nilai, dan analisis efek
penurunan nilai terhadap laba.

Evaluasi waktu penurunan aset juga cukup penting dan merupakan tugas analisis
tersulit. Pertama perlu melakukan identifikasi aset yang diklasifikasikan akan turun,
kemudian mengukur persentase aset yang dihapus dan evaluasi apakah nilai penghapusan
layak atau tidak untuk kelas aset yang bersangkutan.

3.5 Aset Tak Berwujud

Aset tidak berwujud merupakan hak, istimewa, dan manfaat kepemilikan atau
pengendalian.. Dengan karakteristik umum tingginya ketidak pastian masa manfaat dan tidak
adanya wujud fisik. Aset tidak berwujud sering kali tidak dapat dipisahkan dari suatu
perusahaan atau segmennya, masa manfaat yang tidak terhingga, dan mengalami perubahan
penilaian yang besar karena kondisi yang kompetitif.

Terdapat berbedaan penting antar akuntansi aset berwujid dan tak berwujud. Jika
perusahaan menggunakan bahan baku dan tenaga kerja untuk menciptakan aset berwujud,
perusahaan akan mengkapitalisasi biaya dan menyusutkannya sepanjang masa manfaat.
Sebaliknya jika perusahaan menghabisankan uang untuk mengiklankan suatu produk atau
melatih agen penjualan perusahaan tidak dapat menkapitalisasi biaya ini meskipun terdapat
manfaat masa depan.

A. Akuntansi aset tak berwujud

22
1. Aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi

Aset tak berwujud yang dapat diidentifikasikan merupakan aset tak berwujud yang dapat
diindenifikasi terpisah dan dikaitkan dengan hak tertentu atau keistimewaaan selama periode
manfaat yang terbatas. Contohya adalah paten, hak cipta, dan franchises. Perusahaan
mencatat aset sebesar biayanya dan mengamortisasi biaya sepanjang periode manfaat.
Penghapusan untuk membebankan keseluruhan biaya aset tak berwujud pada saat akuisisi
tidak diperbolehkan.

2. Aset Tidak Berwujud yang Tidak Dapat Diidentifikasi

Aset tidak berwujud yang tidak dapat diidentifikasikan merupakan aset yang dapat
dikembangkan secara internal atau dibeli namun tidak dapat diidentifikasikan dan sering kali
memiliki masa manfaat yang tak terhingga. Contohnya yaitu goodwill. Perusahaan harus
membebankan biaya pengembangan, pemeliharaan dan pemulihan aset tak berwujud saat
terjadnya, kecuali goodwill.

3. Amortisasi Aset Tak Berwujud

Saat kapitalisasi iaya aset tak berwujud yang dapat atau tidak dapat diidentifikasi,
biaya tersebut selanjutnya harus diamortisasi sepanjang periode masa manfaat aset. Jangka
masa manfaat tergantung pada dari jenis, kondisi permintaan, situasi kompetitif, hokum,
kontrak, aturan atau batasan ekonomis lainnya. Misalnya, hak paten merupakan hak eksekutif
yang diberikan pemerintah kepada investor selama periode tertentu.

4. Menganalisis Aset Tak Berwujud

Analisis sering kali mencurigai aset tak berwujud saat menilai laporan keuangan. Aset
tak berwujud sering kali merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki perusahaan dan
sering kali terjadi kesalahan penilaian yang serius. Misalnya, goodwill dicatat hanya oada saat
akuisisi, sebagian besar goodwill mungkin terdapat pada neraca. Namun, sering kali goodwill
tercermin dalam kelebihan laba. Jika kelebihan laba tidak terbukti, maka goodwill baik dibeli
maupun tidak, hanyalah bernilai kecil atau bahkan tidak bernilai.

Dalam menganalisis aset tidak berwujud, diperlukan suatu estimasi sendiri mengenai
penilaian aset. Analisis juga harus waspada terhadap komposisi, penilaian, dan di posisi
goodwill. Goodwill dihapus jika klebihan laba mendasari eksistensinya tidak ada lagi.

23
5. Aset Tidak Berwujud Dan Kontinjensinya Yang Tak Tercatat

Salah satu aset penting dalam kategori ini adalah goodwill yang diciptakan secara
internal. Pengeluaran untuk menciptakan goodwill sering kali diebankan saat terjadinya. Jika
goodwill diciptakan dan dapat dijual dan menghasilkan laba yang lebih besar, laba saat ini
terlalu rendah karena pembebanan penegmbangan.

Salah satu aset tak tercatat yang terkait dengan pembebanan yang terkait dengan
elemen jasa atau ide. Sebagai contoh adalah program televises yang dicatat sebesar biaya
tersembunyi untuk menghasilkan penghasilan lisensi yang bernilai jutaan.

24
BAB IV

ANALISIS DAN INTERPRETASI

4.1 Pengenalan Aset Lancar

Pada pos aset lancar muatannya terdiri atas kas dan setara kas, piutang usaha, piutang non-
usaha, piutang retensi, jumlah kontraktual tagihan bruto pemberi kerja, uang muka, biaya dibayar di
muka, dan proyek dalam pelaksanaan. Peningkatan aset lancar sebesar 31,5% menjadi Rp2,09 triliun
terutama dikontribusi oleh kas dan setara kas dan jumlah kontraktual tagihan bruto pemberi kerja serta
proyek dalam pelaksanaan.

A. Kas dan Setara Kas

Kas dan setara kas antara lain terdiri dari kas pada bank dan deposito berjangka. Kas pada
bank sebagian besar disimpan dalam mata uang rupiah. Begitu pula dengan deposito berjangka yang

25
mayoritas dalam mata uang rupiah dan sisanya dalam Vietnam Dong (VnD). Deposito dalam rupiah
memiliki tingkat bunga sebesar 7,25%-7,5%, sedangkan dalam VnD sebesar 4,8%-5,73%. Jumlah
kas dan setara kas pada tanggal 31 Desember 2016 adalah Rp.139.215.000.000.

Berikut ini rincian komponen Kas dan Setara Kas pada PT Acset Indonusa tbk :

26
Tingkat bunga deposito berjangka selama tahun berjalan adalah sebagai berikut:

Likuiditas :

Persentase kas dan setara kas terhadap total aset PT Acset Indonusa tbk tahun 2016

𝐾𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝐾𝑎𝑠 139,215


= = 0,056 𝑎𝑡𝑎𝑢 5,6%
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 2,503,171

Persentase kas dan setara kas terhadap total aset PT Acset Indonusa tbk tahun 2015

𝐾𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝐾𝑎𝑠 60,671


= = 0,031 𝑎𝑡𝑎𝑢 3,1%
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 1,929,498

Terdapat kenaikan persentas ekas dan setara kas terhadap total aset pada PT Acset Indonusa tbk dari
3,1% menjadi 5,6% yang berarti bahwa likuiditas perusahaan semakin kuat.

B. Piutang

Piutang usaha dan non-usaha

27
Rata-rata periode kredit atas penjualan barang dan jasa untuk seluruh bisnis Grup bervariasi
namun tidak lebih dari 30 hari. Sebelum penerimaan konsumen baru, Grup melakukan analisa kredit
dan menetapkan batasan kredit konsumen. Batasan kredit ini ditinjau secara berkala.

Pada tanggal 31 December 2016, piutang usaha dan non-usaha sebesar Rp 225.953 (2015: Rp
236.570) belum jatuh tempo dan belum mengalami penurunan nilai. Piutang tersebut akan jatuh
tempo dalam 30 hari.

Risiko piutang yang telah jatuh tempo tetapi tidak mengalami penurunan nilai pada tanggal 31
Desember 2016 adalah kecil karena debitur memiliki rekam jejak yang baik dengan Grup.

Analisis umur piutang usaha dan non-usaha yang telah jatuh tempo adalah sebagai berikut:

28
Pada tanggal 31 Desember 2016 dan 2015, piutang usaha dan non-usaha yang telah lewat
jatuh tempo namun tidak mengalami penurunan nilai terkait dengan sejumlah pelanggan yang tidak
memiliki sejarah penghapusan piutang dan/atau memiliki jaminan yang memadai. Berdasarkan
pengalaman masa lalu, manajemen berkeyakinan bahwa provisi atas penurunan nilai tidak diperlukan
karena tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kualitas kredit dan saldo piutang dianggap dapat
seluruhnya dipulihkan.

Mutasi provisi atas penurunan nilai piutang usaha adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penelaahan atas piutang masing-masing pelanggan pada akhir tahun,
manajemen Grup berkeyakinan bahwa nilai provisi atas penurunan nilai telah memadai untuk
menutup kerugian atas piutang usaha dan non-usaha tidak tertagih.

Penyisihan dan pembalikan provisi penurunan nilai piutang usaha dan non-usaha telah dicatat
sebagai “beban umum dan administrasi” dalam laporan laba rugi. Jumlah yang telah dibuat provisi
penurunan nilainya biasanya akan dihapuskan pada saat tidak terdapat kemungkinan pemulihan
tambahan kas.

29
Piutang Retensi

Piutang retensi proyek merupakan pendapatan Grup yang ditahan oleh pemberi kerja sebagai
jaminan dalam masa pemeliharaan, dengan rincian sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penelaahan atas piutang masing-masing pelanggan pada akhir tahun,
manajemen Grup berkeyakinan bahwa nilai provisi atas penurunan nilai telah memadai untuk

30
menutup kerugian atas piutang retensi tidak tertagih. Kecuali provisi, semua piutang belum jatuh
tempo dan belum mengalami penurunan nilai.

C. Uang Muka

Jumlah uang muka jangka pendek PT Acset Indonusa tbk pada tanggal 31 Desember 2016 adalah
Rp.177.649.000.000.

D. Biaya Dibayar Dimuka

Biaya dibayar dimuka PT Acset Indonusa tbk pada tanggal 31 Desember 2016 adalah
Rp.12.908.000.000. Berikut rincian biaya dibayar dimuka :

E. Pajak Dibayar Dimuka

Pajak dibayar dimuka PT Acset Indonusa tbk pada tanggal 31 Desember 2016 adalah
Rp.7.308.000.000

F. Jumlah Kontraktual Tagihan Bruto Pemberi Kerja dan Proyek Dalam Pelaksanaan

31
Jumlah kontraktual tagihan (utang) bruto kepada pemberi kerja berasal dari pekerjaan kontrak
konstruksi yang dilakukan kepada pihak pemberi kerja namun pekerjaan yang dilakukan masih dalam
pelaksanaan. Nilai dari tagihan (utang) bruto merupakan selisih antara pendapatan yang diakui
berdasarkan metode persentase penyelesaian dan termin yang ditagih.

Proyek dalam pelaksanaan merupakan kelebihan dari biaya aktual yang dikeluarkan untuk
pekerjaan konstruksi dan laba diakui (dikurangi kerugian yang diakui) atas jumlah pendapatan diakui
berdasarkan metode persentase penyelesaian

Rincian jumlah kontraktual tagihan bruto pemberi kerja atas pekerjaan dalam pelaksanaan
adalah sebagai berikut:

32
Rincian proyek dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut:

Berdasarkan penelaahan atas masing-masing dan kolektif pelanggan, manajemen Grup


berkeyakinan bahwa nilai provisi atas penurunan nilai telah memadai untuk menutup kerugian atas
jumlah kontraktual tagihan bruto pemberi kerjadan proyek dalam penyelesaian. Kecuali provisi,
semua saldo belum jatuh tempo dan belum mengalami penurunan nilai.

Risiko kredit piutang usaha, piutang non-usaha, piutang retensi, proyek dalam pelaksanaan
dan jumlah kontraktual tagihan bruto pemberi kerja

Semua saldo piutang usaha, piutang non-usaha, piutang retensi, proyek dalam pelaksanaan
dan jumlah kontraktual tagihan bruto pemberi kerja merupakan pelanggan, pihak berelasi dan
karyawan tanpa adanya kasus gagal bayar di masa terdahulu.

Manajemen yakin terhadap kemampuan untuk mengendalikan dan menjaga eksposur risiko
kredit pada tingkat yang minimal. Eksposur maksimum risiko kredit pada tanggal pelaporan adalah
sebagai berikut:

33
4.2 Persediaan

Persediaan pada Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian PT. Acset pada tahun 2016
sebesar Rp 2.748.000.000 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai persediaan berupa
alat berat ini berasal dari entitas anak PT. Acset.

PT. Acset memiliki biaya persediaan yang diakui sebagai beban dan termasuk dalam
beban pokok pendapatan sebesar Rp 28.334.000.000 pada tahun 2016.

34
4.3 Aset Tetap dan Sumber Daya Alam

Aset tetap yang dimiliki PT ACSET INDONUSA, Tbk. pada tahun 2016 ialah tanah,
bangunan, alat berat & mesin, kendaraan, peralatan kantor, perabot, dan aset dalam

35
penyelesaian. Aset tetap tersebut diakui sebesar harga perolehan, dikurangi dengan akumulasi
penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai, jika ada. Harga perolehan termasuk
pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung atas perolehan aset tersebut.

Aset tetap, kecuali tanah, disusutkan sampai dengan nilai sisanya dengan
menggunakan metode garis lurus dengan estimasi masa manfaat ekonomisnya sebagai
berikut:

Tahun/Years
Bangunan 20 Buildings
Alat berat dan mesin 4-8 Heavy equipments and machineries
Kendaraan 4-8 Vehicles
Peralatan kantor 4-8 Office equipments
Perabot dan perlengkapan 8 Furniture and fittings

Pada tanggal 31 Desember 2016, aset tetap, kecuali tanah, telah diasuransikan atas
risiko kerugian akibat kebakaran dan risiko lainnya kepada pihak ketiga dengan nilai
pertanggungan sebesar Rp114.184.000.000 Manajemen berkeyakinan pertanggungan tersebut
cukup untuk menutupi kemungkinan kerugian atas risiko yang dipertanggungkan tersebut.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai wajar dan nilai tercatat dari aset
tetap selain tanah dan bangunan. Nilai wajar tanah dan bangunan pada tanggal 31 Desember
2016 adalah sebesar Rp121.978.000.000 Nilai tersebut merupakan harga pasar yang dapat
diobservasi atas aset sejenis dan termasuk dalam hirarki nilai wajar tingkat 2.

Berdasarkan penilaian manajemen, tidak ada peristiwa atau perubahan keadaan yang
mengindikasikan penurunan nilai aset tetap pada tanggal 31 Desember 2016 dan 2015.

36
Rincian dari keuntungan atas pelepasan aset tetap adalah sebagai berikut:

Pada tanggal 31 Desember 2016 dan 2015, jumlah harga perolehan aset tetap yang
telah disusutkan penuh dan masih digunakan dalam kegiatan operasional adalah masing-
masing sebesar Rp57.535 dan Rp25.828.

Tanah

Pada tanggal 31 Desember 2016, Grup memiliki tanah dengan sertifikat Hak Guna Bangunan
(HGB) yang akan berakhir antara tahun 2029 sampai 2043. Manajemen berkeyakinan bahwa
HGB tersebut dapat diperbaharui kembali pada saat habis masa berlakunya

Bangunan

Pada tanggal 31 Desember 2016, terdapat penambahan bangunan dengan nilai


Rp23.035.000.000

Alat Berat dan Mesin

Pada tanggal 31 Desember 2016, terdapat pembelian dan penjualan alat berat & mesin
masing – masing sebesar Rp55.370.000.000 dan Rp4.906.000.000

Kendaraan

Pada tanggal 31 Desember 2016, ada pembelian dan penjualan kendaraan masing – masing
senilai Rp2.709.000.000 dan Rp425.000.000

Peralatan Kantor

Pada tanggal 31 Desember 2016, ada penambahan peralatan kantor senilai Rp4.722.000.000
37
Perabot

Pada tanggal 31 Desember 2016, ada penambahan dan pelepasan perabot masing – masing
senilai Rp99.000.000 dan Rp8.000.000

Aset Dalam Penyelesaian

 Persentase penyelesaian aset dalam penyelesaian pada 31 Desember 2016 berkisar antara
30%-50% dari jumlah yang dianggarkan. Sebagian besar aset dalam penyelesaian yang
merupakan bangunan diperkirakan selesai di tahun 2017.
 Akumulasi biaya konstruksi bangunan, pabrik dan pemasangan mesin dikapitalisasi
sebagai aset dalam penyelesaian. Biaya tersebut direklasifikasi ke akun aset tetap pada
saat proses konstruksi atau pemasangan selesai. Penyusutan dimulai pada saat aset
tersebut siap untuk digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan manajemen.
 Biaya bunga dan biaya pinjaman lainnya, seperti biaya diskonto pinjaman baik yang
secara langsung atau tidak langsung digunakan untuk pendanaan konstruksi aset
kualifikasian, dikapitalisasi hingga aset tersebut selesai dikonstruksi.
 Untuk biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung pada aset kualifikasian,
jumlah yang dikapitalisasi ditentukan dari biaya pinjaman aktual yang terjadi selama
periode berjalan, dikurangi penghasilan yang diperoleh dari investasi sementara atas
dana hasil pinjaman tersebut. Untuk pinjaman yang tidak dapat diatribusikan secara
langsung pada suatu aset kualifikasian, jumlah yang dikapitalisasi ditentukan dengan
mengalikan tingkat kapitalisasi terhadap jumlah yang dikeluarkan untuk memperoleh
aset kualifikasian. Tingkat kapitalisasi dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang biaya
pinjaman yang dibagi dengan jumlah pinjaman yang tersedia selama periode, selain
pinjaman yang secara spesifik diambil untuk tujuan memperoleh suatu aset kualifikasian

4.4 Investasi Pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama

Investasi pada entitas asosiasi dan ventura bersama PT.Acset pada tahun 2016 adalah
Rp. 20.098.000.000. Acset mengalami pertumbuhan investasi sebesar 273,6% dari tahun
sebelumnya.

38
Entitas asosiasi PT. Acset adalah PT. Bintai Kindenko Engineering Indonesia dengan
kepemilikan sebesar 40% sedangkan ventura bersama nya adalah PT. ATMC Pump Services
dengan kepemilikan sebesar 55%. Pada tahun 2016 Acset melakukan penambahan yang
cukup signifikan untuk investasi kepada kedua perusahaan dengan total Rp. 11.327.000.000
yang dapat dilihat pada CALK no.12 PT.Acset.

PT. Acset juga mendapatkan bagian laba bersih dari kedua perusahaan tersebut
sebesar Rp. 3.391.000.000 yang diakui dalam laporan laba rugi PT. Acset.

4.5 Aset Tak Berwujud

Pada laporan keuangan konsolidasia PT. Acset tahun 2016, tidak terdapat aset tak
berwujud yang dimiliki oleh perusahaan.

39
BAB V

KESIMPULAN

Pada pos aset lancar muatannya terdiri atas kas dan setara kas, piutang usaha, piutang non-
usaha, piutang retensi, jumlah kontraktual tagihan bruto pemberi kerja, uang muka, biaya dibayar di
muka, dan proyek dalam pelaksanaan. Peningkatan aset lancar sebesar 31,5% menjadi Rp2,09 triliun
terutama dikontribusi oleh kas dan setara kas dan jumlah kontraktual tagihan bruto pemberi kerja serta
proyek dalam pelaksanaan.

Secara keseluruhan aktivitas investasi pada PT Acset Indonusa Tbk melalui aset lancar dapat
dikatakan baik karena likuiditas kas dan setara kas terhadap total aset semakin kuat dari tahun 2015 ke
2016, kolektibilitas piutang juga dapat dikategorikan lancar, begitupula dengan akun-akun lainnya.

Sedangkan aset tidak lancar terdiri dari aset tetap, investasi pada entitas asosiasi dan ventura
bersama, uang muka- jangka panjang dan aset lain-lain jangka panjang. Jumlah aset tidak lancar
meningkat sebesar 21,3% dari Rp338,59 miliar menjadi Rp410,79 miliar, terutama berasal dari
pertumbuhan aset tetap dan investasi pada entitas asosiasi dan ventura bersama serta uang muka –
jangka panjang. Seluruh aset tetap, kecuali tanah, telah diasuransikan atas risiko kerugian akibat
kebakaran dan risiko lainnya kepada pihak ketiga dengan nilai pertanggungan sebesar Rp114 miliar
yang meningkat cukup signifikan dari nilai pertanggungan tahun sebelumnya yaitu sebesar
Rp54,98 miliar. Nilai pertanggungan ini dinilai cukup untuk menutupi seluruh risiko yang
mungkin timbul.

40
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Keuangan Tahunan PT. Acset Indonusa Tbk tahun 2016

Subramanyam K.R dan Wild, J.J;2010, Analisis Laporan Keuangan Jilid 1. Jakarta :Salemba
Empat

41

Você também pode gostar